DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 68πππIbu senyum remeh, " ya udah kalau beneran mau kamu yang beli, maka duitnya harus secepatnya ada, karena kalau kelamaan Ibu gak bisa jamin, rumah itu bakal Ibu tawarin ke orang lain," tandasnya lalu pergi masuk ke dalam rumah.Aku mengatur napas yang menderu."Yuun, kamu itu, bukannya jangan mau kalau ibumu itu ngomong 700 juta, rum-""Yuni kecewa sama, Bapak," potongku. Untuk pertamakalinya aku males ngomong sama bapak sampe kaki ini tega melangkah ke dalam sebelum Bapak selesai bicara.Ah gak tahulah, pokoknya aku kesel banget. Gegas aku masuk ke kamar."Yuni udah deal Bang, rumah ini akan Yuni beli dengan harga 700 juta.""700 juta?" Bang Wija terperangah."Iya, kenapa? Mahal?""Lumayan Yun. Emang kamu punya uangnya?" Dia nanya sambil nyengir dan garuk-garuk.Mendadak diam. Denger pertanyaan Bang Wija aku baru ngeuh duitku cuma ada 150 juta, terus sisanya 550 juta itu dari mana? Astaga. Kok bisa-bisanya aku kebawa emosi maen dal dil aja tadi s
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 69πππ"Apa? Abang nih ngomong apa?" Aku terkejut bukan main."Uangnya gak ada soalnya Yun," katanya lagi seraya menunjukan tas yang isinya memang sudah kosong melompong itu."Uangnya gak ada? Abang yakin? Abang pindahin ke tempat lain kali, terus Abang lupa nyimpen." Aku buru-buru mengunci pintu kamar dari dalam, takut takut ada yang dengar obrolan kami."Abang pindahin kemana Yuniii? Uangnya emang Abang taro di sini, di atas lemari baju, dari kemaren sore Abang gak pindahin kemana-mana kok.""Ya ampun terus kemana uangnya, Bang?" Dengan jantung yang mendadak tak karuan cepat aku naik ke atas kasur untuk menengok barangkali duitnya berceceran di atas lemari, tapi nihil.Ya Tuhan, terus kemana duitnya?"Tadi pagi saat Abang mau kerja, Abang cek lagi gak duitnya?""Nggak Yun, Abang gak cek lagi. Karena Abang pikir duitnya aman di sana.""Ish Abang nih ceroboh amat sih, udah tahu itu duit orang, bisa-bisanya ditaro sembarangan." Aku mulai kesal.Bang Wij
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 70πππAstaga. Aku melotot penuh dan refleks menepis kedua tangan Bang Wija yang tengah memegang tanganku dengan lembut."Apa maksud kamu, Bang? Kamu nuduh Yuni?""Enggak Yun, bukan gitu, tapi ... kalau bukan kamu siapa lagi? Kamu lagi butuh uang buat beli rumah ini 'kan?" Dia menatapku lekat.Aku benci, bener-bener benci hal itu sampai tanpa kusadari tangan kanan ini refleks menamparnya.Plak!"Yuni emang lagi butuh duit ya Bang, tapi bukan berarti Yuni akan nyuri duit orang. Tuduhan Abang itu bener-bener bikin hati Yuni sakit, sakiit banget rasanya." Aku menyentak dengan air mata yang mulai menggantung.Bisa-bisanya Bang Wija menuduhku begitu hanya karena aku sedang butuh duit. Jangankan ngambil duit Nyonya Kinanti yang aku gak tahu letak keberadaannya, minjem ke Bang Wija aja aku gak maksa. Buktinya aku lemes banget saat Bang Wija bilang dia gak ada duit lagi lebih-lebih sebanyak itu, tapi ini apa? Kejam banget dia nuduh aku yang mencurinya.Bang Wi
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 71πππ"Iya Mbak, kalau itu Mala dukung Mbak, pokoknya tangkap sampai dapat." Si Mala ikut geram sampai mengepalkan telapak tangannya.Tak lama saat kami sedang serius mengobrol, terdengar suara ibu dan Mbak Jessica sedang haha hihi hendak masuk ke dalam. Refleks saja aku bangkit dan sembunyi di dekat pintu toilet."Mal, baguslah kamu masih di sini, tungguin bentar lagi ya, Mbak mau makan dulu sama Ibu ke kantin, kamu mau? Tar Mbak bungkusin ya.""Iya, Mbak."Kudengar Mbak Vionapun kembali melangkah keluar. Cepat aku keluar dari persembunyian."Kok pada keluar lagi mereka Mal?""Mau makan katanya, tadi cuma naro itu tuh." Si Mala melirik ke arah meja, di mana ada banyak plastik belanjaan dan papper bag di sana.Dadaku langsung kembang kempis. Cepat aku mendekati belanjaan itu."Kan bener apa kata Mbak Mal, Ibu dan Mbak Jessica pasti pelakunya. Lihat aja, di saat kondisi Mbak Viona lagi sekarat gitu, sempet-sempetnya mereka belanja, padahal kemaren Ibu
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 72πππPoV Ibu"Saudari Jessica, angkat tangan!" Aku menjatuhkan nasi padang yang baru saja akan masuk ke dalam mulutku dengan jantung yang melonjak hebat.Pun dengan si Jessica. Dia melotot dengan mulut penuh, kami menoleh pada dua orang petugas kepolisian yang baru saja datang."A-ada apa ini, Pak?" Si Jessica tergagap setelah ia terburu-buru mereguk segelas air lalu tangannya diangkat sebahu sesuai permintaan mereka."Saudari kami tangkap atas tuduhan penganiyaan dan pencurian," tegas salah seorang laki-laki berseragam coklat gagah itu."D-ditangkap?" Si Jessica mengulangi dengan nada suara yang menggantung di tenggorokan."Apa ini maksudnya, Pak? Penganiyaaan siapa? Pencurian siapa? Dan siapa yang udah melaporkan anak saya?" Tiba-tiba keberanianku muncul, mematahkan keterkejutanku beberapa saat ke belakang saat pertamakalinya mereka datang.Aku bangkit dari kursi, berusaha agar mereka tak memborgol si Jessica. "Maaf Bu Halimah, Anda juga harus kam
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 73πππ"Hehe iya sih."Kamipun lanjut makan dengan lahapnya, membiarkan rasa khas nasi padang memanjakan lidahku yang rasanya udah lama banget aku tak memakannya. Ah nikmaat pokoknya. Lebih-lebih saat diselingi air teh tawar hangat yang dibungkus di plastik, sensasinya udah paling beda pokoknya. Serasa lagi makan di surga.Sampai tiba-tiba dua orang polisi datang menerobos pintu ruang rawat si Viona. Sontak saja kami melotot. P-polisi? Kenapa ada polisi datang ke sini? Apa itu artinya si Yuni benar-benar melaporkan kami? Astaga siaaaal. Ternyata bener, setelah kubaca surat penangkapan si Yuni yang memang udah melaporkan kami.Aku berusaha berontak saat kedua petugas kepolisian itu betusaha menangkapku dan si Jessica."Maaf Bu, tolong jangan membela diri dan berdiskusi di sini agar tidak mengganggu kenyamanan pasien rumah sakit lainnya, mari kita selesaikan di kantor," tegas salah seorang polisi itu."Tapi, Pak-""Mari ikut, nanti tolong jelaskan di k
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 74πππ"Sudah berhenti teriak. Ayo ikut." Kamipun digiring oleh petugas yang tadi, lalu dimasukan ke dalam sel setelah borgol kami dibuka."Paaak. Paaak lepasin kami, Pak. Lepasin kami. Kami gak salah, Paaak!" teriak si Jessica."Diam di sana dan jangan buat gaduh," tegasnya sambil meluruskan jari telunjuk."Paaak. Arghh." Si Jessica memukul besi sel.Cepat kucekal kedua bahunya dengan kasar. "Sekarang kamu jelasin sama Ibu Jessica. Jelasin apa yang udah kamu lakukan sama Mbakmu, hah?!" Kutatap kedua matanya tajam. Dia menunduk ketakutan."B-Bu sebenernya ... sebenernya ....""Sebenernya apa, hah?!""Jessica bener-bener gak berniat melakukan itu Bu, semua itu karena Mbak Wiwit, Mbak Wiwit yang udah menghasut Jessica sampai akhirnya peristiwa pen*sukan itu terjadi ...." Bla bla bla. Panjang lebar, dengan air mata yang terus menerus berderai si Jessica lalu menceritakan semuanya. Dari awal kejadian sampe akhir."Bodoh dasar bodoh! Jadi selama ini suamim
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 75πππ"Pak! Paaak ... Paaak!"Nuut nuut nuut."Habis waktunya. Silakan kembali ke sel." Seorang Polwan menggiringku lagi ke dalam sel."Gak udah dorong-dorong, saya bisa jalan sendiri," tampikku kesal."Oh bagus. Kalau gitu silakan jalan sendiri.""Kalem. Gak usah songong mentang-mentang polisi. Asal Anda tahu ya, kekayaan saya itu lebih banyak dari yang Anda punya sekarang. Jadi gak usah rendahin saya di sini karena saya bisa tuntut."Dia cuma geleng-geleng kepala saat mendengar ancamanku, kemudian nyeletuk setelah aku kembali dimasukan ke dalam sel."Hmh orang kaya kok maling."Aku melotot, ingin rasanya kujambak aja itu rambutnya andai aku bisa."Bu Polwan, mana jatah sarapan kami? Masa jam segini belum dikasih sarapan?" tanya si Jessica sebelum polwan itu pergi."Sabar. Lagi diolah dulu. Saya aja belum sarapan kalian malah minta buru-buru, gak usah manja kalau hidup dipenjara, namanya juga lagi dihukum," ketusnya."Heh, biasa aja bisa gak? Anak sa