DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 67πππ"Bapak tega." Aku gegas pergi ke kamar sambil terisak-isak."Yuuun.""Tega tega. Kau yang tega Yuni, kau larang-larang itu Bapakmu mau bantu biaya rumah sakit Mbakmu, apa hakmu? Pake bilang Bapakmu tega, orang yang udah di alam kubur ya sudah lupain gak usah kau ingat-ingat terus, paham!" teriak Ibu dari luar.Hati ini makin sakit aja rasanya."Yuun, ada apa? Kamu kenapa nangis begini Yun?" Suami yang sedang tiduran gegas bangkit saat melihatku masuk kamar sambil terisak-isak."Bapak Bang, Bapak mau jual rumah ini, Yuni gak mau Bang, Yuni sedih, rumah ini adalah rumah satu-satunya peninggalan almarhumah Ibu, masa iya mau dijual juga sama Bapak, nanti kalau Yuni dan si Mala kangen sama almarhumah Ibu gimana?" Aku mencecar, mengeluarkan semua yang terlintas di kepalaku sambil terus terisak-isak."Oh gitu, sabaar ... sabaar. Tenang dulu, sebentar Abang ambilkan kamu minum dulu." Gegas Bang Wija bangkit mengambil air ke belakang."Kamu itu jangan su
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 68πππIbu senyum remeh, " ya udah kalau beneran mau kamu yang beli, maka duitnya harus secepatnya ada, karena kalau kelamaan Ibu gak bisa jamin, rumah itu bakal Ibu tawarin ke orang lain," tandasnya lalu pergi masuk ke dalam rumah.Aku mengatur napas yang menderu."Yuun, kamu itu, bukannya jangan mau kalau ibumu itu ngomong 700 juta, rum-""Yuni kecewa sama, Bapak," potongku. Untuk pertamakalinya aku males ngomong sama bapak sampe kaki ini tega melangkah ke dalam sebelum Bapak selesai bicara.Ah gak tahulah, pokoknya aku kesel banget. Gegas aku masuk ke kamar."Yuni udah deal Bang, rumah ini akan Yuni beli dengan harga 700 juta.""700 juta?" Bang Wija terperangah."Iya, kenapa? Mahal?""Lumayan Yun. Emang kamu punya uangnya?" Dia nanya sambil nyengir dan garuk-garuk.Mendadak diam. Denger pertanyaan Bang Wija aku baru ngeuh duitku cuma ada 150 juta, terus sisanya 550 juta itu dari mana? Astaga. Kok bisa-bisanya aku kebawa emosi maen dal dil aja tadi s
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 69πππ"Apa? Abang nih ngomong apa?" Aku terkejut bukan main."Uangnya gak ada soalnya Yun," katanya lagi seraya menunjukan tas yang isinya memang sudah kosong melompong itu."Uangnya gak ada? Abang yakin? Abang pindahin ke tempat lain kali, terus Abang lupa nyimpen." Aku buru-buru mengunci pintu kamar dari dalam, takut takut ada yang dengar obrolan kami."Abang pindahin kemana Yuniii? Uangnya emang Abang taro di sini, di atas lemari baju, dari kemaren sore Abang gak pindahin kemana-mana kok.""Ya ampun terus kemana uangnya, Bang?" Dengan jantung yang mendadak tak karuan cepat aku naik ke atas kasur untuk menengok barangkali duitnya berceceran di atas lemari, tapi nihil.Ya Tuhan, terus kemana duitnya?"Tadi pagi saat Abang mau kerja, Abang cek lagi gak duitnya?""Nggak Yun, Abang gak cek lagi. Karena Abang pikir duitnya aman di sana.""Ish Abang nih ceroboh amat sih, udah tahu itu duit orang, bisa-bisanya ditaro sembarangan." Aku mulai kesal.Bang Wij
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 70πππAstaga. Aku melotot penuh dan refleks menepis kedua tangan Bang Wija yang tengah memegang tanganku dengan lembut."Apa maksud kamu, Bang? Kamu nuduh Yuni?""Enggak Yun, bukan gitu, tapi ... kalau bukan kamu siapa lagi? Kamu lagi butuh uang buat beli rumah ini 'kan?" Dia menatapku lekat.Aku benci, bener-bener benci hal itu sampai tanpa kusadari tangan kanan ini refleks menamparnya.Plak!"Yuni emang lagi butuh duit ya Bang, tapi bukan berarti Yuni akan nyuri duit orang. Tuduhan Abang itu bener-bener bikin hati Yuni sakit, sakiit banget rasanya." Aku menyentak dengan air mata yang mulai menggantung.Bisa-bisanya Bang Wija menuduhku begitu hanya karena aku sedang butuh duit. Jangankan ngambil duit Nyonya Kinanti yang aku gak tahu letak keberadaannya, minjem ke Bang Wija aja aku gak maksa. Buktinya aku lemes banget saat Bang Wija bilang dia gak ada duit lagi lebih-lebih sebanyak itu, tapi ini apa? Kejam banget dia nuduh aku yang mencurinya.Bang Wi
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 71πππ"Iya Mbak, kalau itu Mala dukung Mbak, pokoknya tangkap sampai dapat." Si Mala ikut geram sampai mengepalkan telapak tangannya.Tak lama saat kami sedang serius mengobrol, terdengar suara ibu dan Mbak Jessica sedang haha hihi hendak masuk ke dalam. Refleks saja aku bangkit dan sembunyi di dekat pintu toilet."Mal, baguslah kamu masih di sini, tungguin bentar lagi ya, Mbak mau makan dulu sama Ibu ke kantin, kamu mau? Tar Mbak bungkusin ya.""Iya, Mbak."Kudengar Mbak Vionapun kembali melangkah keluar. Cepat aku keluar dari persembunyian."Kok pada keluar lagi mereka Mal?""Mau makan katanya, tadi cuma naro itu tuh." Si Mala melirik ke arah meja, di mana ada banyak plastik belanjaan dan papper bag di sana.Dadaku langsung kembang kempis. Cepat aku mendekati belanjaan itu."Kan bener apa kata Mbak Mal, Ibu dan Mbak Jessica pasti pelakunya. Lihat aja, di saat kondisi Mbak Viona lagi sekarat gitu, sempet-sempetnya mereka belanja, padahal kemaren Ibu
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 72πππPoV Ibu"Saudari Jessica, angkat tangan!" Aku menjatuhkan nasi padang yang baru saja akan masuk ke dalam mulutku dengan jantung yang melonjak hebat.Pun dengan si Jessica. Dia melotot dengan mulut penuh, kami menoleh pada dua orang petugas kepolisian yang baru saja datang."A-ada apa ini, Pak?" Si Jessica tergagap setelah ia terburu-buru mereguk segelas air lalu tangannya diangkat sebahu sesuai permintaan mereka."Saudari kami tangkap atas tuduhan penganiyaan dan pencurian," tegas salah seorang laki-laki berseragam coklat gagah itu."D-ditangkap?" Si Jessica mengulangi dengan nada suara yang menggantung di tenggorokan."Apa ini maksudnya, Pak? Penganiyaaan siapa? Pencurian siapa? Dan siapa yang udah melaporkan anak saya?" Tiba-tiba keberanianku muncul, mematahkan keterkejutanku beberapa saat ke belakang saat pertamakalinya mereka datang.Aku bangkit dari kursi, berusaha agar mereka tak memborgol si Jessica. "Maaf Bu Halimah, Anda juga harus kam
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 73πππ"Hehe iya sih."Kamipun lanjut makan dengan lahapnya, membiarkan rasa khas nasi padang memanjakan lidahku yang rasanya udah lama banget aku tak memakannya. Ah nikmaat pokoknya. Lebih-lebih saat diselingi air teh tawar hangat yang dibungkus di plastik, sensasinya udah paling beda pokoknya. Serasa lagi makan di surga.Sampai tiba-tiba dua orang polisi datang menerobos pintu ruang rawat si Viona. Sontak saja kami melotot. P-polisi? Kenapa ada polisi datang ke sini? Apa itu artinya si Yuni benar-benar melaporkan kami? Astaga siaaaal. Ternyata bener, setelah kubaca surat penangkapan si Yuni yang memang udah melaporkan kami.Aku berusaha berontak saat kedua petugas kepolisian itu betusaha menangkapku dan si Jessica."Maaf Bu, tolong jangan membela diri dan berdiskusi di sini agar tidak mengganggu kenyamanan pasien rumah sakit lainnya, mari kita selesaikan di kantor," tegas salah seorang polisi itu."Tapi, Pak-""Mari ikut, nanti tolong jelaskan di k
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 74πππ"Sudah berhenti teriak. Ayo ikut." Kamipun digiring oleh petugas yang tadi, lalu dimasukan ke dalam sel setelah borgol kami dibuka."Paaak. Paaak lepasin kami, Pak. Lepasin kami. Kami gak salah, Paaak!" teriak si Jessica."Diam di sana dan jangan buat gaduh," tegasnya sambil meluruskan jari telunjuk."Paaak. Arghh." Si Jessica memukul besi sel.Cepat kucekal kedua bahunya dengan kasar. "Sekarang kamu jelasin sama Ibu Jessica. Jelasin apa yang udah kamu lakukan sama Mbakmu, hah?!" Kutatap kedua matanya tajam. Dia menunduk ketakutan."B-Bu sebenernya ... sebenernya ....""Sebenernya apa, hah?!""Jessica bener-bener gak berniat melakukan itu Bu, semua itu karena Mbak Wiwit, Mbak Wiwit yang udah menghasut Jessica sampai akhirnya peristiwa pen*sukan itu terjadi ...." Bla bla bla. Panjang lebar, dengan air mata yang terus menerus berderai si Jessica lalu menceritakan semuanya. Dari awal kejadian sampe akhir."Bodoh dasar bodoh! Jadi selama ini suamim
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 91 πππSi Nayla mengangguk dan cepat mundur bersamaku. Sementara aku mempersilakan dua orang polisi itu untuk maju ke depan pintu.Tok tok tok!Musik terdengar dimatikan."Siapa sih ganggu aja? Si Inem pasti nih," gerutu mantan Ibu tiriku di dalam.Tok tok tok."Bentaaar! Sabar kenap-" Ucapannya terhenti saat ibu membuka pintu dan dia langsung melihat dua orang polisi tengah berdiri di depannya."Oh saya kira siapa. Ada apa ya, Pak?" tanyanya dengan nada suara yang melandai."Maaf apa Ibu yang bernama Ibu Halimah?""Y-a, kenapa?""Anda kami tangkap!""Ap-pa?!" Dia tampak terkejut bukan main. "Saya ditangkap? Kenapa? Apa salah saya, Pak? Kalian salah orang kali ah," cecarnya. Aku menangkap kecemasan pada nada bicaranya."Mohon kooperatif, Anda kami tangkap atas dugaan tindak kejahatan yang telah Anda lakukan, Anda sengaja membakar rumah Saudari Nayla ini dengan motif tertentu," terang petugas itu sambil dengan paksa memakaikan borgol di kedua pergelan
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 90 Bπππ***Setelah aku dibebaskan oleh si Nayla langsung yang segaja pulang dari Belanda, kami lanjut menjemput Nyonya Kinanti dari rumah sakit. Hari ini beliau diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah membaik. Setelah mengurus administrasi, kami lalu dijemput Bang Wija di depan rumah sakit.Hah, aku bersyukur setelah seminggu di kurung akhirnya aku dibebaskan. Kalau bukan karena kebaikan hati Nyonya Kinanti yang terus membujuk si Nayla, mungkin kasus ini masih membelengguku. Pasalnya para petugas itu benar-benar lambat dalam menangani kasus kebakaran yang dilaporkan si Nayla itu. Sampai aku ngerasa waktuku terbuang sia-sia hanya untuk menunggu mereka mencari bukti."Mbak, sekali lagi aku minta maaf ya, aku cuma cemas aja saat aku diberitahu soal kondisi yang terjadi di rumah, apalagi saat aku dengar soal kondisi Ibu, aku udah gak bisa mikir apa-apa. Aku nyalahin kamu saat itu karena memang kamu 'kan yang bertanggung jawab di rumah. Belum lagi
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 90 Aπππ"Loh loh ya Ibu nggak bakalan diciduk dong Na, kamu 'kan tahu siapa yang akan jadi tumbalnya."Keningku mengerut. Yang akan jadi tumbalnya? Maksud dia apa?"Yuuun!"Aku berbalik dan cepat-cepat menjauh dari teras paviliun saat Bang Wija memanggilku di dapur. Gawat kalau sampai suamiku tahu aku sedang ada di pavilun hendak melabrak dua orang jahat itu, bisa-bisa Bang Wija ceramah lagi. Bisa ribet dah urusannya.Setelah kusembunyikan gelang itu pada saku cardiganku, aku gegas menghampiri Bang Wija."Ya, Baaang.""Kamu pulang toh Yun?""Iya Bang, Yuni mau lihat kondisi rumah sebentar. Oh ya, Abang belum berangkat kerja?""Udah Yun, ini Abang balik lagi karena ada yang ketinggalan."Mulutku membola, lalu kuelus lengannya, "lain kali dinget-inget dong, ketinggalan mulu perasaan."Dia nyengir. Kamipun jalan ke ruang depan, niat hati mau mengantarnya berangkat lagi, tapi kedatangan dua orang polisi yang sudah berdiri di depan pintu membuat langkah ka
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 89 Bπππ"Siap, Nyonya." Mbak Inem mengangkat kedua jempolnya lalu gegas pulang naik taksi.***"Hallo Mbak Inem, ada apa?" Pagi-pagi sekali Mbak sudah telepon."Nya, ada kabar penting. Semalam pas Inem pulang dari rumah ke paviliun, Inem denger si Bibik pegawai baru itu lagi cekikikan sama anak perempuannya. Gak jelas sih apa yang mereka ketawain, tapi yang Inem tangkep sih kayaknya mereka ngerasa puas banget karena Nyonya Kinanti masuk rumah sakit. Oh ya, saat Inem datang dari rumah sakit juga si Bibik itu juga langsung nanya-nanya soal kondisinya Nyonya Kinanti. Tapi anehnya, Inem kok ngelihat dia gak ada rasa khawatir-khawatirnya atau gimana gitu layaknya orang yang habis kena musibah," tutur Mbak Inem panjang lebar.Sontak saja tanganku mengepal. Bener dugaanku, pasti gak salah lagi, ini adalah ulah mantan ibu tiriku. Astaga kejam banget dia. Terbuat dari apa hatinya itu? Udah baik kuberi dia kesempatan, tapi malah dia sia-siakan. Oke, aku gak ak
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 89 Aπππ"Ya Tuhan, semoga Nyonya Kinanti baik-baik aja."Bang Wija cepat menyalakan APAR, dan tak lama dari itu Inem juga datang bersama Pak Wahyu yang juga membawa alat pemadam yang serupa. "Cepat telepon pemadam Nem, takut apinya makin membesar!" titah Bang Wija agak teriak.Inem mengangguk dan gegas lari ke arah meja telepon. Sementara aku yang mendadak lemas hanya bisa teriak-teriak memanggil Nyonya Kinanti."Ada apa ini Yun?" Bapak datang dengan wajah cemas."Kebakaran Pak, gas meledak kata Mbak Inem, Nyonya Kinanti di dalem.""Ya Allah terus gimana?""Banyak asap Pak, jangan ke sini, Bapak tunggu di depan aja. Bang Wija sama Pak Wahyu lagi coba memadamkan apinya kok." Cepat kubawa Bapak kembali ke ruangan depan.Setelah itu aku buru-buru balik lagi ke dapur. Untunglah saat aku kembali ke sana Nyonya Kinanti sudah berhasil diselamatkan meski sudah dalam keadaan pingsan dan terdapat beberapa luka bakar di wajah dan tubuhnya. "Ya ampun Nyonya Ki
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 88 Bπππ"Kurang sabar dan masih seneng ngomel, itu yang bikin kesel. Jangankan si Yuni sama Bapak, Viona aja kesel dengernya Ibu ngomel-ngomel gini," ketus Mbak Viona.Ibu diam. Kullihat dari kaca dia menyilangkan kedua tangannya untuk menahan kekesalan. Sementara aku cekikikan puas, mantan ibu tiriku iti lagi terbakar api cemburu rupanya, aih kayak ABG aja.Setelah puas mengintip, aku gegas kembali ke dapur mengambil jus kemasan dan membawanya ke gazebo. "Loh udah selesai tah belajar ngajinya?""Selesai Yun, istirahat dulu. Udah mau Dzuhur," jawab Bapak.Kamipun minum jus sebentar, setelah itu pergi ke masjid dekat rumah bersama Nyonya Kinanti juga. Rencana di sana Nyonya Kinanti ingin dituntun membaca Syahadat oleh pemuka agama yang biasanya juga menjadi imam masjid."Oh kalian di teras rupanya? Tolong beresin bekas minum kami di gazebo ya," titahku pada Ibu dan Mbak Viona, sebelum kami berangkat ke masjid.Aku tak melihat lagi bagaimana ekspresi w
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 88 AπππBiarin, aku sengaja bergurau di depan mantan ibu tiriku untuk membuatnya sadar. Pede banget tadi dia coba rayu-rayu bapak, kukenalkan dia sama wanita yang jauh lebih berkelas dan lebih segalanya baru tahu rasa tuh. Minder minder dah."Kamu nih bercanda terus, gak enak sama Nyonya Kinanti." Bapak menyikut lenganku. Aku nyengir."Duduk Nyonya." Bapak mempersilakan Nyonya Kinanti duduk di bangku yang bersisian dengannya."Terimakasih. Saya senang sama Yuni, karena dia punya selera humor yang tinggi." Nyonya Kinanti berbasa-basi."Ibu ngapain masih di sini? Sana lanjutin kerjaan rumah. Rumah masih belum divacum gitu malah ditinggalin," ketusku pada ibu.Tanpa bicara atau menolak lagi, gegas ia pun ke depan meski dengan wajah yang udah ditekuk."Saya pikir Nyonya dateng agak siang, tahunya pagi-pagi udah sampe aja." Aku membuka obrolan."Iya nih Yun, sengaja saya dateng pagi-pagi, tadinya mau ketemu orang dulu tapi eeh orang yang mau diajak ketemu
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 87 Bπππ"Padahal Inem udah bangunin terus Nya, tapi Bu Halimah ini ngeyel, dirasa tidur di hotel kali," timpal Inem kesal.Semua pekerja rumah memang biasanya ditempatkan tidur di paviliun belakang, makanya Inem tahu alasan hari ini mantan ibu tiriku itu telat masuk ke istana. Ngakunya sih kepala sakit, tapi kata Inem semalaman Ibu nonton tv sampai menjelang pagi. Hmm emang dah gak bener nih orang, andai bukan karena rasa iba dan permintaan bapak kemarin, aku ogah berurusan sama mantan ibu tiriku ini."Tolonglah Yun, rumah ini gede, gak akan sempit walau nanti kami numpang tinggal beberapa bulan aja sampe kaki Mbak sembuh," rengek Mbak Viona kemarin.Aku mengerling malas. Aih, mereka kok malah maksa sih? Kayaknya bener dugaanku deh, mereka datang bukan cuma murni mau minta maaf dan mengakui kesalahan mereka tapi karena mereka ada keinginan tinggal di sini. Buktinya mereka maksa gitu. Heuh kesel."Maaf Mbak, tapi rumah ini gak bisa sembarang asal neri
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 87 AπππJangan-jangan mereka lagi ngefrank nih, mereka itu kan banyak akal bulusnya."Ibu ngaku salah selama ini sama kamu Yuni, Ibu ngaku udah memperlakukan kamu dengan cara enggak baik. Tapi asal kamu tahu Yuni, Ibu udah mendapatkan balasannya. Kamu lihat sendiri sekarang Ibu gimana, Ibu terlunta-lunta, Ibu dan Mbakmu ini persis kayak gembel, diusir dari satu tempat ke tempat lainnya. Kami bener-bener merasakan pembalasan dari perbuatan kami selama ini Yun," tutur Ibu lagi. Wanita itu lalu bangkit sambil terus menatapku lekat, kemudian menggenggam tanganku paksa."Tolong maafkan Ibu Yun, Ibu ingat ceramah seorang ustaz seminggu lalu, katanya perbuatan jahat kita pada anak yatim atau piatu pasti akan mendapatkan balasannya, baik di dunia maupun di akhirat. Ibu takut semua ini adalah azab Yun, karena itu Ibu datang ke sini untuk meminta maaf sama kamu."Aku menarik tanganku kasar saat ibu tak henti-hentinya bicara."Kami tahu kesalahan kami terlalu be