Share

Bab 63

last update Last Updated: 2024-09-15 21:52:47

Waktu terus berlalu, tanpa terasa pernikahan Vita dan Surya semakin dekat. Mereka sudah mempercayakan pada wedding organizer untuk mengurus acara akad nikah dan resepsi di gedung. Jadi mereka tidak begitu repot. Hanya membuat keputusan dan memantau sampai sejauh mana persiapan sudah dilakukan.

Satrio dan Isha akhirnya memberi tambahan biaya pernikahan sebanyak dua puluh juta karena ternyata muncul biaya tidak terduga atau meleset dari anggaran yang ditetapkan di awal. Hal yang sangat biasa terjadi saat merencanakan pernikahan. Tentu saja itu melegakan Baskoro, Lina, dan juga Vita yang sempat khawatir karena kekurangan biaya.

Isha tidak jadi mengambil tabungan karena suaminya memberi uang sejumlah itu padanya. Satrio mengaku mendapat bonus dari bosnya karena bisa menyelesaikan target lebih cepat hingga dia dapat proyek baru lagi. Isha sekarang tak ragu lagi menerima banyak uang dari sang suami karena sudah tahu pekerjaan Satrio yang selama ini disembunyikan dari keluarganya.

“Istri Ab
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 64

    Satrio cukup terkejut mendengar isi hati bapak mertuanya. Dia tidak mengira Baskoro begitu memikirkannya dan Isha. Mendengar hal itu ingin rasanya membuka rahasia yang selama ini disimpan dengan rapi. Namun belum saatnya Satrio mengungkapkan siapa dia sebenarnya.“Terima kasih atas perhatian Bapak sama saya dan Dek Isha. Insya Allah kami baik-baik saja meskipun Ibu dan Vita kadang bersikap seperti yang Bapak bilang tadi. Maaf karena saya tidak pernah terbuka soal pekerjaan saya selama ini,” ujar Satrio.“Bang Satrio itu sebenarnya punya kerjaan, Pak. Dia bukan pengangguran seperti anggapan orang selama ini,” celetuk Isha yang sejak tadi hanya mendengarkan percakapan sang bapak dan suaminya.Baskoro yang duduk di kabin depan langsung menoleh ke belakang di mana putri sulungnya duduk sendiri. “Apa kamu tahu pekerjaan Satrio, Is?” tanyanya.Isha mengangguk. “Ya tahu, Pak. Aku pernah diajak ke tempat kerja Bang Satrio,” akunya.Baskoro kemudian beralih pada menantunya. “Apa benar yang dik

    Last Updated : 2024-09-16
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 65

    Satrio terkesiap kala melihat pria yang menyapanya. Seharusnya dia sudah menduga akan kemungkinan bertemu dengan orang-orang yang mengenalnya. Orang yang mengetahui identitas aslinya.Dengan cepat, pria berambut ikal itu menguasai diri lagi. Dia tersenyum pada pria berkemeja batik tersebut. “Iya, Pak, saya diundang,” jawabnya dengan dusta. Untung saja Isha tak sedang bersamanya karena pergi ke toilet, jadi Satrio bisa lancar bersandiwara.“Sekarang sedang mengerjakan proyek di mana, Pak, kok tidak pernah kelihatan di kantor?” tanya pria berbatik tadi.“Masih di sekitar Jakarta kok. Memang saya lebih banyak di lapangan sekarang, jadi jarang ke kantor,” ucap Satrio demi meyakinkan pria tadi.“Datang ke sini sendiri, Pak?” Pria berpakaian batik itu masih terus bertanya.“Tidak. Saya ke sini dengan pasangan. Dia sedang ke toilet. Maaf ya, Pak, saya mau cari pasangan saya ke toilet dulu, takutnya dia nyasar karena sudah agak lama perginya.” Tanpa menunggu jawaban dari lawan bicaranya, Satr

    Last Updated : 2024-09-16
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 66

    Begitu tiba di rumah, Satrio langsung meminta istrinya berganti pakaian dan bersiap-siap sementara dia meminta izin pada Baskoro.“Pak, saya izin mau mengajak Dek Isha pergi ke puncak karena ada teman yang menikah di sana dan saya diundang.” Satrio berbicara dengan bapak mertuanya. “Kenapa kamu harus izin dulu sama Bapak? Isha itu sudah jadi istrimu, tanggung jawabmu. Mau kamu ajak ke mana saja itu sudah hak kamu, Sat,” timpal Baskoro sambil memandang menantunya.“Saya sama Dek Isha ‘kan masih menumpang tinggal di sini, Pak, tidak mungkin kalau mau pergi langsung pergi saja tanpa berpamitan sama Bapak dan Ibu,” jawab pria berambut ikal itu.Baskoro mengangguk. “Ya, pamitan mau pergi itu merupakan salah satu adab. Bapak sangat menghargainya. Silakan kalau kalian mau pergi. Bapak pesan, jaga diri kalian dan hati-hati selama dalam perjalanan,” cakapnya.“Ya, Pak. Terima kasih. Setelah resepsi tadi sudah tidak ada acara lagi ‘kan, Pak?” Satrio kembali bertanya pada mertuanya.Pria paruh

    Last Updated : 2024-09-17
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 67

    “Beb, apa-apaan sih!” Vita mendorong dada Surya kala pria itu mendekat padanya.“Loh katanya mau bulan madu seperti kakakmu dan suaminya. Ini ‘kan aku mau ngajak kamu bulan madu, Beb.” Surya memandang istrinya.“Itu sih bukan bulan madu tapi mencari surga dunia, Beb. Bulan madu itu pergi liburan terus bersenang-senang di sana,” sanggah Vita.“Kalau begitu liburan di rumah kita aja. Kita bebas bersenang-senang di sana. Tidak akan ada yang mengganggu,” ujar Surya.“Ish, jangan bikin aku makin kesal dong, Beb. Mana ada liburan di rumah yang belum jadi kaya gitu. Bulan madu itu menginap di hotel atau vila gitu,” tukas Vita.“Jadi intinya menginap di hotel atau vila gitu?” tanya Surya yang ditanggapi Vita dengan anggukan.Surya mengembuskan napas panjang. “Oke, kalau itu maumu. Kita menginap semalam di BlueDoorz atau Owo yang tarifnya di bawah dua ratus ribu,” putusnya kemudian.Vita membelakkan mata. “Apa? Menginap di sana? Ga elit banget sih, Beb. Aku ga mau.” Dia menolak usulan pria yan

    Last Updated : 2024-09-17
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 68

    Satrio seketika menoleh pada istrinya. “Itu orang tuanya teman Abang, Dek. Abang sudah akrab sama mereka, jadinya sudah seperti orang tua sendiri,” jawabnya.“Bang Satrio, sudah sering ya ke sini sampai akrab sama Mang Ujang dan Bi Asih?” Isha kembali bertanya.Satrio mengangguk. “Dibilang sering juga tidak, beberapa kali saja. Biasanya Abang tidak cuma sehari menginapnya, jadi akrab karena sering ngobrol kalau di sini,” jelasnya.“Silakan diminum tehnya,” ucap Asih seraya meletakkan dua cangkir teh panas ke atas meja makan.“Den Bhumi sama Neng Isha, sudah makan atau belum?” tanyanya kemudian.“Belum, Bi. Tidak usah disiapkan biar nanti kami beli di luar saja. Sekalian mengajak istri saya jalan-jalan. Menikmati malam di sini,” jawab Satrio.“Bibi tadi sudah masak kok, Den. Tinggal dihangatkan saja kalau mau makan. Tapi kalau ingin makan di luar juga tidak apa-apa. Biar Bibi masukkan ke kulkas,” tukas Asih.“Bang, kita makan di sini saja. Besok saja jalan-jalannya. Bang Satrio juga pa

    Last Updated : 2024-09-18
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 69

    Satrio keluar dari kamar setelah memastikan istrinya benar-benar tidur. Dia pergi ke ruang televisi untuk mengambil pakaiannya dan Isha yang berserakan di sekitar sofa. Pria itu sekaligus merapikan ruangan-ruangan yang tadi menjadi saksi bisu kemesraannya dengan Isha. Lebih tepatnya menghapus jejak cinta mereka. Satrio kemudian masuk ke sebuah ruangan yang seperti ruang kerja di dekat dapur. Dia menyalakan komputer sebelum mendudukkan diri di kursi. Pria itu langsung memegang tetikus dan menggerakkannya. Tak lama muncul video cctv dari berbagai sudut vila pada layar monitor.Pria berambut ikal itu kemudian mencari rekaman CCTV ruangan yang tadi digunakan untuk bermesraan dengan Isha. Setelah menemukan rekamannya, dia gegas menghapus dan memastikan tidak ada yang terlewat agar tidak ada yang melihat aktivitas panasnya dengan sang istri. Usai melakukan yang harus dilakukan, Satrio kembali ke kamar lalu menyusul Isha ke alam mimpi.“Bang, bangun. Mandi terus salat Subuh dulu.” Isha yang

    Last Updated : 2024-09-18
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 70

    Surya menyugar rambutnya begitu mengingat Vita sedang mengandung anak mereka. Hubungannya dengan Vita tidak seperti pacaran pada umumnya yang melakukan sentuhan fisik hanya dengan berpegangan tangan atau berpelukan. Mereka mulai melakukan hubungan suami istri sejak Surya menyatakan keseriusannya ingin menikah dengan Vita. Membuat gadis yang sangat mencintai Surya itu pun mau menyerahkan kehormatannya pada sang kekasih padahal belum ada ikatan halal di antara mereka. Keduanya beberapa kali melakukan check-in di hotel sepulang kerja atau saat malam mingguan. Biasanya Surya menggunakan pengaman atau melepaskan di luar. Namun satu hari Surya mengajak Vita berhubungan tanpa pengaman karena sudah tidak tahan lagi. Karena terlalu menikmati, dia lupa menarik diri dan melepaskan benihnya di rahim Vita hingga kini tumbuh janin di sana. Itulah yang mendorong Vita ingin cepat menikah dengan Surya. “Beb, mau ke mana?” tanya Vita saat suaminya beranjak dari tempat tidur.“Mau merokok. Asem mulutk

    Last Updated : 2024-09-18
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 71

    Bakda Asar, Satrio dan Isha meninggalkan vila. Satrio mengenakan kemeja, blazer, dan celana bahan berwarna krem, sementara Isha mengenakan gamis semi formal berbahan satin yang warnanya senada dengan sang suami. Dress code pesta sore itu memang warna krem sesuai yang tertera di undangan.Meskipun riasan Isha hanya sederhana karena merias sendiri, dia tetap terlihat cantik alami. Isha diam-diam belajar merias wajah agar tidak membuat malu suaminya bila diajak bepergian. Setidaknya dia bisa mengaplikasikan dasar riasan dengan benar dan tidak terlihat berlebihan. Satrio memang tak peduli apa kata orang, tapi Isha peduli.Wajah Isha sekarang jadi lebih cerah dan terawat karena Satrio pernah mengajaknya ke salon kecantikan untuk mengecek kondisi kulit dan melakukan perawatan wajah. Sejak itu, dia jadi rutin menggunakan berbagai macam krim dan serum agar wajahnya terlihat lebih bersinar. Semua itu Isha lakukan demi Satrio. Dia juga ingin secantik Gwen yang kulit wajahnya terlihat kinclong d

    Last Updated : 2024-09-19

Latest chapter

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 160

    Satrio tertawa mendengar pertanyaan istrinya. Hal itu membuat Isha jadi cemberut. “Bang, ditanya kok malah ketawa sih,” protesnya.“Habisnya pertanyaan Dek Isha lucu,” timpal Satrio sambil menahan tawa.“Lucu gimana sih, Bang? Perasaan pertanyaanku ga lucu sama sekali,” tukas Isha dengan kening mengerut.“Ya, lucu aja menurut Abang. Perasaan Abang ga ada tampang suka pergi ke diskotek atau klub malam, tapi Dek Isha tanyanya begitu,” sahut pria berambut ikal itu dengan santai.“Berarti Bang Satrio sama sekali tidak pernah pergi ke diskotek dan klub malam?” Isha menatap suaminya lekat.Satrio menggeleng. “Jujur saja Abang pernah ke diskotek dan klub malam waktu SMA dan kuliah. Biasalah, diajak teman-teman nongkrong pas weekend. Tapi ga setiap minggu Abang pergi, paling sebulan sekali atau dua kali,” akunya.Isha cukup terkejut mendengar pengakuan suaminya. Namun dia bisa memaklumi apalagi hal itu dilakukan saat suaminya dalam masa pencarian jati diri. “Berarti Bang Satrio dulu sering mi

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 159

    “Surya belum kembali, Pak?” Satrio bertanya pada Baskoro saat mereka bertemu di restoran hotel untuk makan siang. Dia tak melihat pria itu datang bersama Baskoro, Lina, dan juga Vita. Wajah adik iparnya juga terlihat sendu, tak ceria seperti biasanya.Baskoro menggeleng. “Belum. Bapak, Ibu, dan Vita sudah menghubungi dia berulang kali tapi hapenya tidak aktif. Kirim pesan juga cuma centang satu,” jawabnya lesu.Satrio mengangguk. Dalam hati dia merasa prihatin dengan kejadian yang menimpa sang adik ipar. “Nanti saya coba bantu cari Surya, Pak. Sekarang kita makan siang dulu.” Pria berambut ikal itu mengajak sang mertua duduk di kursi yang berhadapan dengan Krisna."Suaminya Vita mana kok ga ikut ke sini?" tanya Laksmi yang belum tahu kalau Surya pergi. Satrio memang tidak memberi tahu keluarganya karena itu privasi keluarga Isha. Dia tak berhak menyebarluaskan tanpa minta izin pada keluarga istrinya terlebih dahulu."Surya ada keperluan jadi pulang dulu, Bu." Baskoro yang menjawab per

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 158

    “Maksudmu apa, Vit? Jangan sembarangan bicara! Ibu saja terakhir bertemu Surya tadi malam dan tidak bicara apa-apa.” Lina memandang putri kandungnya dengan tatapan heran.“Ibu memang ga bicara sama Mas Surya, tapi sama aku,” tukas Vita.“Terus gimana ceritanya kamu bisa nyalahin Ibu?” Kerutan di kening Lina semakin dalam.“Gara-gara Ibu ngomong menyesal menjebak Mbak Isha dengan Bang Satrio, dan juga kebahagiaan bisa didapat dengan harta bukan cinta. Aku jadi bilang sama Mas Surya kalau harusnya kami ga nikah dulu sebelum keadaan ekonomi stabil, ga kaya sekarang mau apa-apa ga punya uang. Setelah itu Mas Surya marah dan pergi ninggalin aku,” jawab Vita.“Lagian kenapa kamu ngomong seperti itu sama Surya, Vit? Bukannya kamu yang minta cepat-cepat nikah sama minta dibeliin rumah? Kamu juga selalu ga mau keluar uang kalau mau apa-apa. Wajar kalau Surya marah,” timpal Lina yang tak mau disalahkan begitu saja.“Tapi itu ‘kan gara-gara Ibu ngomong lebih baik aku nikah sama Bang Satrio darip

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 157

    “Beb, aku ingin kita extend satu hari lagi di sini,” ucap Vita pada suaminya saat mereka duduk menyandar di tempat tidur sambil menonton televisi.“Memangnya kamu sudah bilang sama Mbak Isha atau Bang Satrio?” Surya balik bertanya.Vita menggeleng. “Maksudku kita pakai uang sendiri, Beb. Kalau bilang sama Mbak Isha pasti ga dibolehin sama dia. Ntar aku dibilang ga tahu diri.”Surya menghela napas panjang. “Beb, ingat ‘kan kita harus nabung buat biaya lahiran? Nambah menginap semalam di sini itu lumayan lho harganya. Belum untuk makan. Kalau kamu masih mau extend, ya bilang sama Mbak Isha atau Bang Satrio, siapa tahu mereka mau membantu,” timpalnya.Vita mengerucutkan bibir. “Harusnya kita ga usah nikah dulu kalau kondisi ekonomi belum stabil. Mau apa-apa selalu ga ada uang,” keluhnya.Rahang Surya seketika mengeras. Dia mencengkeram lengan Vita dan membuat istrinya itu menatapnya. “Kamu menyesal nikah sama aku? Siapa yang dulu minta dinikahi cepat-cepat dan minta beli rumah? Aku udah

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 156

    Satrio sontak menghentikan kegiatannya, lantas balas menatap sang belahan jiwa. “Astaghfirullah. Bukan seperti, Dek. Jangan salah paham,” sanggahnya cepat. “Kayanya Abang pernah cerita kalau Abang naksir Dek Isha sudah lama. Jauh sebelum kita digerebek warga. Abang pindah ke kontrakan yang dekat sama rumah Bapak ‘kan biar bisa sering melihat dan ketemu Dek Isha. Cuma memang Abang ga mau terang-terangan kelihatan lagi pedekate,” beber Satrio. “Alasan Abang mau menikah dengan Dek Isha tentu saja karena cinta. Kalau ga cinta, Abang ga akan mau. Mending Abang diusir dari kontrakan daripada dipaksa menikah sama orang yang ga Abang cintai,” sambung pria berambut ikal itu. Dia meraih kedua tangan istrinya lalu menggenggamnya erat. “Dan secara kebetulan, kriteria yang disyaratkan Kakek ada dalam diri Dek Isha. Demi Allah, Abang cinta sama Dek Isha sejak pertama kali Abang melihat Dek Isha. Sebenarnya Abang sedang menyusun rencana untuk melamar Dek Isha, eh malah sudah keduluan digerebek wa

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 155

    Vita sependapat kalau hidup itu tidak hanya butuh cinta karena yang paling penting punya harta. Kalau modal cinta tanpa harta, gimana mau bahagia? Terbukti sekarang, dia harus menahan diri kalau ingin sesuatu karena Surya tak bisa memenuhi keinginannya. Salahnya juga dahulu memaksa Surya membeli rumah biar setelah menikah menikah bisa tinggal di rumah sendiri. Nyatanya sampai sekarang malah rumah yang dibeli belum jadi.Wanita yang sedang hamil muda itu menghela napas. “Belum tentu juga Bang Satrio mau nikah sama aku, Bu,” ucapnya kemudian.“Pasti maulah. Buktinya pas digerebek sama Isha langsung mau dia. Asal warga kompak minta kalian nikah, pasti Satrio mau. Ibu benar-benar menyesal. Harusnya kamu yang datang ke kontrakan Satrio, bukan Isha.” Lina kembali menyesali apa yang sudah dia lakukan beberapa bulan yang lalu.“Ibu ‘kan yang merencanakan semuanya, aku cuma ikut saja. Waktu itu kita sengaja pergi ke rumah Mas Surya sampai malam biar Mbak Isha tidak bisa masuk rumah. Ibu yang

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 154

    “Pegal juga berdiri dan salaman sama banyak orang. Belum lagi harus terus tersenyum, bibir ikutan pegal,” keluh Lina begitu bertemu dengan Vita.“Ya, mau gimana lagi, Bu. Tamunya ‘kan jauh lebih banyak dari resepsiku dulu. Setidaknya Ibu ‘kan bisa salaman dan foto sama presiden dan wakilnya,” sahut Vita yang coba membangkitkan semangat sang ibu.Lina seketika tersenyum kala ingat apa yang dikatakan putrinya. “Ibu harus minta foto waktu bareng Pak Presiden dan Wakil Presiden nih sama fotografernya,” cetusnya sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling hall.“Ibu, cari siapa?” kepo Vita.“Cari fotografer. Kamu lihat ga, Vit? Ibu mau cepat-cepat pamer,” aku wanita paruh baya itu.“Mungkin lagi makan, Bu. Coba tanya aja sama timnya yang lagi beresin perlengkapan mereka,” timpal Vita seraya menunjuk seorang pria dengan kemeja yang bagian belakangnya bertuliskan nama sang fotografer.“Ibu ke sana dulu ya.” Lina pun gegas bangkit dan pergi menghampiri pria tersebut.“Ibu mau ke mana itu, Vit?

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 153

    “Bang, beneran itu tadi Pak Presiden?” Isha berbisik pada Satrio saat sang kepala negara sudah meninggalkan pelaminan.Satrio mengangguk. “Kenapa memangnya, Dek?” “Ga nyangka aja bisa ketemu Pak Presiden. Dulu cuma bisa lihat di TV, sekarang bisa salaman, malah didoakan juga tadi,” jawab Isha dengan wajah semringah. Sebagai warga biasa tentu saja dia merasa bangga dan bahagia bisa bertemu langsung dengan presiden.Pria berambut ikal itu tersenyum. “Ke depannya kita akan sering bertemu beliau, wapres, dan menteri-menteri, Dek,” ucapnya.Isha menutup mulut dengan tangan begitu mendengar ucapan suaminya. “Beneran, Bang?” tanyanya kemudian.Satrio mengangguk. “Dek, itu tamu-tamu sudah mulai naik. Ayo, siap-siap salaman lagi.” Dia menunjuk barisan tamu yang mulai berjalan kembali. Mereka tadi dihentikan oleh satuan keamanan untuk memberi waktu pada presiden memberi selamat pada orang tua dan kedua mempelai.Sementara itu di sisi lain hall, Vita dan Surya duduk di kursi yang disediakan khu

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 152

    Wajah Satrio yang awalnya semringah langsung berubah datar begitu mendengar suara wanita tadi. “Bagaimana kamu bisa masuk ke sini? Seingatku tidak ada undangan untukmu,” cecar Satrio.Wanita itu tersenyum lebar. “Kamu lupa kalau circle pertemanan kita sama? Aku tinggal datang dengan yang dapat undangan. Gampang ‘kan?” ucapnya santai.“Untuk apa kamu datang ke sini?” Satrio menatap wanita itu tajam.“Tentu saja aku ingin melihat wanita yang bisa meluluhkan hatimu," aku wanita tersebut dengan jujur. "Dia yang bersamamu di restoran waktu itu 'kan?” “Siapa wanita yang kunikahi bukan urusanmu!” timpal Satrio dengan ketus.“Tentu saja jadi urusanku. Karena dia, kamu sudah tidak mau lagi dekat denganku,” tukas wanita berpakaian seksi itu dengan penuh percaya diri.Satrio tersenyum sinis. “Dengar ya, Gwen! Dari dulu sampai sekarang aku sama sekali tidak tertarik denganmu. Aku bersikap baik padamu hanya sebagai bentuk sopan santun. Tidak lebih!” tandasnya.“Sebaiknya kamu segera pergi atau ak

DMCA.com Protection Status