“Ma-maksudku, kamu ternyata punya bakat. Ibumu pasti bangga kalau tahu,” ucap Alicia, mengalihkan pembicaraan.Reinhard mengulum senyumnya, lalu menimpali, “Hanya spaghetti saja. Bukan hal besar baginya. Lagian saos Bolognese-nya adalah resep ibuku. Aku hanya mengikuti petunjuknya saja.”“Ck, aku tarik kembali pujianku,” gerutu Alicia, merasa tertipu.“Tidak bisa. Aku sudah mendengarnya,” ledek Reinhard seraya tersenyum nakal.“Lain kali aku akan membuatkan spaghetti carbonara untukmu,” lanjut Reinhard yang membuat Alicia terbelalak lebar.“Tidak perlu. Aku tidak suka spaghetti carbonara,” cetus wanita itu.“Benarkah?” Reinhard tersenyum simpul. “Dulu ada seseorang yang kukenal juga tidak menyukai spaghetti carbonara.”Deg!Alicia terkesiap. Ia menatap Reinhard yang sedang memandangnya dengan ekspresi penuh makna. Kilatan di matanya membuat Alicia merasa seolah Reinhard ingin menyampaikan sesuatu hal padanya.“Oh ya? Selera orang memang terkadang sama. Tidak heran kalau ada juga yang
“Selamat pagi, Nyonya.” Owen menyapa Alicia yang baru saja menghampirinya di parkiran apartemen.Padahal Owen baru saja ingin menjemput wanita itu dan tuan mudanya, tetapi keduanya telah turun lebih dulu.“Maaf sudah membuatmu menunggu lama, Owen,” sahut Alicia.“Tidak, Nyonya. Saya baru saja sampai,” timpal Owen seraya membukakan pintu mobil bagian belakang untuk wanita itu, lalu disusul Reinhard yang juga ikut masuk ke dalam mobil tersebut.Owen pun bergegas masuk ke bagian pengemudi, lalu melajukan kendaraan itu menuju ke gedung Hernandez Group.Sepanjang perjalanan berlangsung, Alicia diam membisu, pandangannya terpaku pada jendela mobil. Sedangkan Reinhard, yang duduk di samping Alicia, juga tidak mengucapkan sepatah kata pun.Pria itu hanya melirik Alicia beberapa kali, berharap wanita itu menaruh sedikit saja perhatian untuknya. Sayangnya, Alicia terlihat tidak memiliki minat untuk bicara dengannya.Owen yang mengemudikan mobil, melirik melalui spion mobil. Ia dapat merasakan ke
“Ya, kamu benar! Sudah saatnya Manajer Blunt mendapatkan pelajaran. Dia sudah terlalu lama menyalahgunakan posisinya untuk merundung karyawan wanita. Semua orang sudah muak dengan sikapnya.”Perdebatan pun terjadi di antara para karyawan Hernandez Group atas kejadian tersebut. Akan tetapi, tidak sedikit yang merasa tindakan tersebut terlalu ekstrem meskipun perbuatan yang dilakukan Eric Blunt memang tidak dapat dimaafkan.“Bagaimanapun ini adalah tindakan melanggar hukum. Sepertinya pelakunya harus berhati-hati. Keamanan perusahaan kita sangat ketat. Pastilah wajah pelakunya terekam jelas di kamera pengawas.”Alicia terdiam mendengar salah satu komentar dari karyawan kantor tersebut. Sebelumnya ia memang bertindak tanpa berpikir panjang. Ia benar-benar tidak dapat mengendalikan dirinya.Namun, ia merasa sangat puas dan merasa bahwa ia sudah melakukan sesuatu yang benar. Hanya saja ia tidak menyangka konsekuensi dari tindakan tersebut bisa jauh lebih besar daripada yang dia bayangkan se
Reinhard akhirnya memutuskan untuk berbicara dengan asistennya tentang sikap istrinya, termasuk hal yang terjadi dan pembicaraan yang mereka lakukan saat sarapan bersama tadi.Ia berharap dapat mendapatkan solusi dari asistennya tersebut, mengingat kemarin Owen sempat memberikannya masukan yang cukup berguna.“Padahal saya hanya ingin dia mengakui perasaannya dengan bersikap lebih perhatian. Bukankah kemarin kamu bilang kalau aku harus lebih perhatian untuknya? Aku sudah melakukannya. Sebelum sarapan tadi, semua masih sangat terkendali. Tapi, tidak tahu kenapa, dia tiba-tiba saja seperti itu,” keluh Reinhard.Owen terdiam sejenak, mencoba menganalisa cerita tuan mudanya tersebut. “Apa ada yang salah dengan sarapannya?” selidiknya.“Dia memang tidak menyelesaikan makanannya. Padahal saya sengaja memasak makanan kesukaannya dan menurutku, rasanya sangat enak,” jawab Reinhard seraya melonggarkan sedikit dasinya.Owen tercengang. ‘Tuan Muda memasak?’ batinnya, tak percaya.“Karena khawati
Brak!Suara gebrakan mengagetkan Owen yang tengah menyaksikan rekaman video itu. Ia mengamati ekspresi tuan mudanya dengan gugup dan ikut merasa tertekan meskipun dirinya tidak terlibat dalam kejadian tersebut.Suasana ruangan terasa sangat mencekam dalam hitungan detik. Tidak ada sepatah kata pun yang meluncur dari bibir Owen. Ia hanya bisa menunggu perintah selanjutnya dari Reinhard.Akan tetapi, Owen tahu jelas tindakan apa yang akan diambil oleh Reinhard atas perbuatan Eric Blunt, mengingat pria paruh baya itu telah berani menyentuh dan menghina istri dari majikannya tersebut.“Hanya ini? Tidak ada lanjutannya lagi?” selidik Reinhard ketika rekaman video tersebut terputus di tengah.Kening Owen mengernyit. Ia mengambil alih tablet mini tersebut sejenak, lalu membaca pesan masuk yang dikirimkan padanya.“Barusan tim IT melaporkan bahwa ada gangguan pada sistem keamanan dan penyimpanan rekaman CCTV kita, Tuan Muda,” jawab Owen dengan suara penuh ketegangan, tidak berani menatap mata
Mendengar ucapan Reinhard yang dipenuhi rasa percaya diri yang tinggi, Owen pun mengerutkan keningnya. “Apa Anda bermaksud untuk turun tangan sendiri, Tuan Muda?” selidiknya.Seringai kecil yang terbit di sudut bibir Reinhard telah menjawab pertanyaan Owen, tanpa perlu kata tambahan lagi. Reinhard jelas tidak akan menyerahkan masalah ini sepenuhnya kepada orang lain. Ia akan memastikan bahwa peretas yang berani mengusik sistem keamanannya itu menyesal telah mengusiknya.“Sudah lama sekali jari-jariku tidak bermain dengan coding, Owen,” gumam Reinhard lebih lanjut. Ia meregangkan jemarinya dengan santai sebelum mengambil tindakan lebih lanjut.Owen tidak menghentikannya. Ia sudah tidak merasa heran sedikit pun. Tuan mudanya bukan hanya seorang pebisnis handal, tetapi juga seorang maestro dalam dunia pemrograman dan keamanan siber.Meskipun Owen tidak pernah melihat secara langsung bagaimana keahlian Reinhard saat bergelut dalam pemrograman, tetapi nyatanya, sistem keamanan yang ada di d
“Hmm… menarik,” gumam anak laki-laki itu. Bibirnya menekuk dalam dengan seringai yang samar. Ia menyadari jebakan itu dan tidak menyangka akan tertipu.Sistem yang disusupnya kali ini berbeda dari sistem lain yang pernah ia tembus sebelumnya. Sejak awal ia sudah menyadari ada sosok berkompeten di balik layar dan ia menantinya sedari tadi. “Akhirnya kamu menunjukkan dirimu,” gumamnya lagi.Anak itu tidak dapat menahan tawa kecilnya, menampilkan lesung pipinya yang dalam. “Pasti dia sangat kesal tadi. Sayang sekali aku tidak bisa melihatnya langsung,” ucapnya lebih lanjut.Bocah berusia sebelas tahun itu tetap tenang. Ia kembali fokus pada layar, mencari celah untuk keluar dari situasi yang mulai memojokkannya. Namun, semakin ia mencoba, semakin jelas bahwa lawannya jauh lebih berpengalaman.Ia mengetik beberapa kode defensif, mencoba memutuskan koneksinya dari server Hernandez Group sebelum jejaknya terlacak. Sayangnya, setiap kali ia menutup satu pintu, dua pintu baru terbuka, memaksan
Reinhard bersandar di kursinya. Dengan ekspresi wajah yang berubah menjadi serius, ia bertanya kepada asistennya, “Apa kamu sudah menyelidiki perusahaan yang memiliki hubungan di bawah tangan dengan Eric Blunt?”Owen segera mengangguk. “Saya juga sudah mendapatkan daftar transaksi yang dilakukan mereka dengan Eric Blunt, Tuan Muda,” jawabnya seraya memperlihatkan daftar yang dimaksud dari layar tabletnya.Tatapan Reinhard berkilat tajam saat melihat deretan nama perusahaan yang tercantum dalam daftar transaksi tersebut. “Ternyata tidak sedikit orang yang mengambil jalan pintas untuk cepat mati,” cibirnya.Tanpa menunggu arahan lebih lanjut, Owen sudah memahami maksud dari atasannya tersebut. “Kalau begitu, saya akan menyampaikan pemutusan hubungan kerja sama mereka dengan semua perusahaan di bawah naungan Hernandez Group, Tuan Muda,” ucapnya.Reinhard mengangguk setuju. Tatapannya masih terpaku pada daftar nama di tangannya. Ia tidak peduli meskipun harus kehilangan sejumlah kontrak k
“Jaga dirimu. Jangan bekerja terlalu lelah,” gumam Alicia, masih enggan melepaskan pelukannya.“Ya,” jawab Reinhard dengan singkat. Ia tidak mampu mengucapkan apa pun lagi.Suara pemberitahuan keberangkatan kembali bergema. Panggilan terakhir keberangkatan itu akhirnya memaksa mereka untuk saling melepaskan pelukan. Namun, keduanya masih saling bersitatap penuh keengganan.Reinhard menyeka air mata yang masih membasahi pipi Alicia dengan lembut. "Sudahlah, jangan menangis lagi. Aku ingin lihat senyumanmu," ujarnya pelan.Alicia menarik napas panjang, mencoba menguasai perasaannya. Ia memaksakan seulas senyuman di wajahnya, meski hatinya terasa sangat perih.“Bagus,” puji Reinhard dengan nada hangat. Ia mengusap puncak kepala Alicia dengan penuh kasih, lalu melanjutkan, “Aku ingin kamu selalu tetap tersenyum walaupun aku berada jauh dariku. Mengerti?”Alicia tahu bahwa Reinhard berusaha menguatkan hatinya. Perpisahan ini memang cukup berat untuknya, tetapi ia tidak ingin membuat Reinha
“Aku tidak akan meragukannya asalkan dia bisa menunjukkan semuanya dalam tindakan yang selayaknya seorang pria sejati, bukan hanya dengan kata-kata bullshit ataupun tindakan yang didasari oleh hawa nafsu saja.”Sindiran tajam yang dilontarkan oleh Regis membuat Reinhard terdiam. Dengan senyum kecil yang nyaris tidak terlihat, ia menanggapi dengan tenang, “Terima kasih sudah mengingatkanku. Tapi, aku rasa kamu tidak perlu terlalu khawatir tentang hal itu. Aku tidak akan pernah menyia-nyiakan Alicia.”Seringai kecil yang terkesan remeh menghiasi wajah Regis. “Baiklah. Aku ingin lihat apakah nanti kamu mampu membuktikan kalau kamu pantas untuknya,” timpalnya.Kening Alicia mengerut, memandang kedua lelaki itu secara bergantian. Seperti yang diduga sebelumnya, Reinhard dan Regis memang memiliki kesepakatan yang tidak diketahuinya.Meskipun rasa ingin tahu Alicia semakin besar, tetapi ia tahu kedua pria itu tidak akan memberikan jawaban yang diinginkannya meskipun mempertanyakannya kepada
Ciuman Reinhard semakin lama semakin memburu hingga Alicia sedikit kewalahan untuk membalasnya. Namun, Alicia merasa sangat bahagia dan terhanyut dalam setiap sentuhan penuh kasih yang diberikan Reinhard.Tidak ada lagi rasa takut ataupun keraguan yang menghantuinya. Hati Alicia terasa penuh saat Reinhard memperdalam ciumannya, seperti sebuah ungkapan cinta yang sangat mendalam dan menenggelamkannya dalam kenikmatan yang sulit untuk dilukiskan dengan kata-kata.Beberapa saat kemudian, Reinhard membopong tubuh Alicia sehingga Alicia dapat mendengar detak jantungnya dan Reinhard yang menyatu dalam satu irama.Tanpa melepaskan ciuman mereka, Reinhard membawanya menuju ke medan peraduan cinta mereka, lalu beberapa saat kemudian Alicia merasakan tubuhnya telah berada di atas ranjang empuk.Saat tautan bibir mereka saling melepas, Alicia membuka matanya dan bertemu pandang dengan sorot mata penuh cinta dari Reinhard. Kehangatan yang terpancar dari mata pria itu membuat jantungnya berdebar h
Reinhard terdiam selama beberapa saat. Napasnya terasa tercekat. Ia tak percaya dengan apa yang baru saja Alicia katakan. Ajakan itu begitu tiba-tiba dan terlalu berani, membuat pikirannya seketika diselimuti gairah yang tak terkendali.Walaupun Reinhard sering mendengar pengakuan cinta dari Alicia, tetapi pernyataan yang didengarnya saat ini adalah ajakan yang terkesan sangat menantang dan sulit baginya berpikir ke arah yang positif untuk merespon ajakan tersebut.“Alicia, apa kamu sadar apa yang baru saja kamu katakan?” tanya Reinhard seraya memutar tubuhnya menghadap Alicia.Rona merah masih menghiasi kedua belah pipi Alicia. Ia tertunduk dalam sembari menggigit bibir bawahnya dengan erat untuk meredam kegugupannya.Reinhard mencengkeram lengan Alicia dengan lembut. Ia memiringkan sedikit wajahnya agar bisa melihat jelas ekspresi istrinya tersebut. “Sayang, kamu─”“Tentu saja aku sadar. Aku ingin melakukannya denganmu sebelum pergi. Karena aku tidak tahu kapan lagi bisa bertemu nant
“Duduklah,” titah Reinhard yang telah menarikkan sebuah kursi untuk istrinya.Alicia pun duduk di kursi tersebut, lalu Reinhard kembali ke tempat duduknya yang berada di samping wanita itu.“Semalam kamu pasti tidak makan dengan baik,” ujar Reinhard dengan sorot mata yang terlihat khawatir.Alicia teringat kembali dengan perdebatan yang terjadi di antara Reinhard dengan Regis yang merusak selera makannya malam itu. Rasa ingin tahunya akan hasil akhir dari pembicaraan kedua pria itu pun menyusup ke dalam benaknya dan ia berniat untuk mempertanyakannya.Namun, sebelum ia sempat melakukannya, Reinhard telah memberikan setangkup roti panggang yang telah diolesi selai ke atas piring Alicia.“Makanlah,” ucap pria itu.Alicia mengangguk kecil seraya mengambil roti tersebut, tetapi tidak langsung memakannya. Ia hanya mengamati Reinhard yang masih sibuk mengolesi roti panggang yang lain dan tindakannya tersebut tidak luput dari pandangan Reinhard.“Ada apa? Kenapa kamu tidak makan? Kamu masih
Setelah membersihkan diri, Alicia keluar dari kamar mandi. Ia hanya mengenakan kimono tidur yang tersedia di kamar hotel.Rambut basahnya dibiarkan tergerai, meneteskan sisa air yang belum sempat mengering sepenuhnya. Ia melangkah ke ruang makan di mana Reinhard telah menunggunya.Namun, langkahnya terhenti saat mendengar suara pembawa berita yang terdengar dari televisi yang menyala di ruang tengah. Mata Alicia langsung tertuju pada cuplikan pabrik Mirage yang dipasangi garis polisi, dengan beberapa petugas membawa dokumen dan barang bukti keluar dari gedung tersebut.Berita mengenai pabrik Mirage yang disegel oleh pihak berwenang atas penyelidikan dugaan penggunaan bahan yang tidak sesuai dengan standar keamanan dan kesehatan terpampang jelas pada layar televisi tersebut.Kamera televisi tersebut juga menyorot kediaman keluarga Stein, yang tampak dikelilingi oleh mobil polisi dan kerumunan wartawan yang mencoba mendapatkan pernyataan dari pihak keluarga.Wajah Miranda tersorot kamer
Pagi itu, sinar matahari menyusup di sela-sela tirai, menerpa wajah Alicia yang masih terlelap. Perlahan, matanya terbuka, lalu mengerjap beberapa kali untuk menyatukan kesadarannya.Tatapannya tertuju pada langit-langit kamar yang asing, lalu suara gumaman pun meluncur dari bibirnya, ia bergumam, “Ini … aku masih di hotel?”Kilasan ingatan tentang pertemuannya dengan Regis kembali berkelebat di dalam benaknya. Kekhawatiran pun terlukis di wajahnya. Netra birunya dengan cepat mengabsen sekelilingnya, tetapi ia tidak melihat bayangan siapa pun di sekitarnya.Tanpa pikir panjang, Alicia melompat turun dari ranjang, mengenakan sandal hotel, dan berjalan tergesa keluar dari ruangan. Namun, di saat yang bersamaan Reinhard juga berjalan masuk ke dalam kamar tersebut sehingga mereka bertabrakan di ambang pintu.Alicia kehilangan keseimbangan dan limbung ke belakang. Untungnya, Reinhard berhasil meraih pinggangnya dengan cepat dan menahannya agar tidak terjatuh.Alicia mendongak dengan mata te
Kepalan tangan Reinhard semakin mengetat. Ia tahu maksud Regis dan tidak memiliki pilihan lain selain menyanggupinya. Walau bagaimanapun, Reinhard memang harus menyelesaikan urusan dengan ayahnya. “Aku mengerti,” jawab Reinhard lebih lanjut. “Baguslah,” timpal Regis seraya tersenyum puas. “Besok aku─” “Besok kamu pulang sendiri saja dulu,” sela Reinhard dengan tegas, membuat ekspresi Regis menggelap seketika. "Apa maksudmu, Xavier?" tanya Regis, suaranya kini lebih rendah, menyiratkan kemarahannya. Reinhard tersenyum dengan tenang. Ia menatap Regis dengan pandangan yang tak tergoyahkan. "Kalau kamu memaksa Alicia pulang, aku yakin dia akan membangkang. Jadi, aku yang akan mengantarkannya nanti,” jawabnya. Regis menyipitkan matanya, menunjukkan keberatannya atas keputusan Reinhard tersebut. "Kamu pikir kamu punya hak untuk menentukan seperti itu?" tanyanya dengan dingin. “Secara hukum aku adalah suaminya dan tentu saja ak
“Mau itu hanya rumor atau bukan, aku tetap akan membawa Alicia kembali bersamaku.” Setelah mengatakan hal itu, Regis berbalik badan dan melangkah pergi─tidak memberikan Reinhard kesempatan untuk menanggapi. Namun, Reinhard tidak membiarkannya pergi begitu saja. Ia bergegas menghentikannya dan menarik lengannya, tetapi dengan cepat pula, Regis melayangkan kepalan tinjunya ke arah Reinhard. Sayangnya, serangan Regis meleset dan hanya mengenai sedikit pipi Reinhard, membuatnya terhuyung mundur beberapa langkah. Tidak berhenti sampai di sana, Regis kembali melakukan serangan berikutnya. Dibandingkan membalas serangan, Reinhard memilih untuk mengelak. Meskipun serangan Regis sangat gesit, tetapi Reinhard bisa menghindar dengan cepat. Hanya saja akhirnya pukulan Regis mengenai lengan kiri Reinhard saat Reinhard menahan serangannya. Seketika rasa sakit dari luka yang belum sepenuhnya pulih itu pun menjalar. Reinhard meringis sembari menggertakkan giginya. Regis, yang menyadari kelemah