“Aku tidak bisa, Qiyana. Mohon maaf, tapi aku tidak mungkin melakukan itu. Kalau kamu ingin meminta bantuan lain, pasti aku akan berusaha mengabulkan. Namun, tidak dengan yang ini, sekali lagi mohon maaf,” tolak Nadira dengan kepala tertunduk. Qiyana sudah bisa menebak kalau jawaban yang dirinya terima akan seperti ini. Rencananya memang di luar nalar, tetapi wanita itu tidak tahu lagi harus meminta bantuan pada siapa. Bagaimanapun caranya, ia akan berusaha meyakinkan Nadira untuk membantunya. Respon yang Nadira tunjukkan membuat Qiyana yakin kalau wanita di hadapannya ini memang mengetahui sesuatu. Mencari tahu sendiri akan sangat sulit, siapa tahu Nadira memiliki akses lebih jauh tentang teka-teki yang ingin dirinya pecahkan. Qiyana menangkup kedua tangannya di atas meja seraya berucap, “Aku tidak tahu harus meminta tolong pada siapa lagi. Kamu tahu, aku sendirian. Kamu tidak perlu terus menerus mencari tahu. Aku hanya ingin kamu mengatakan padaku saat mendapatkan informasi apa pu
Qiyana yang terlonjak spontan bergerak menjauh hingga tanpa sadar nyaris terjungkal dari ranjang. Untung saja, seseorang yang berbaring di sampingnya langsung menahan tubuhnya dengan sigap dan mengembalikan ke posisi semula. Qiyana mengerjapkan matanya berulang kali, khawatir apa yang tersaji di depan matanya hanya khayalan semu. Tetapi, rengkuhan erat di pinggangnya sudah membuktikan jika visual seseorang di hadapannya ini memang nyata. “Berhati-hatilah. Kalau kamu sampai jatuh, itu akan membahayakan dirimu sendiri dan anak kita. Kenapa kamu terkejut sekali melihatku? Apa kamu tidak suka aku datang kemari?” tutur Kenzo sembari menyelipkan rambut yang menutupi sebagian wajah Qiyana ke belakang telinga wanita itu. Qiyana langsung menyingkirkan lengan Kenzo dari tubuhnya dengan decih sinis. Tidak ada gunanya lelaki ini kembali bersikap baik dan manis setelah mengusirnya secara paksa dari rumah hanya karena orang lain. Harga diri Qiyana benar-benar tercoreng karena diperlakukan begitu
Langkah Qiyana spontan terhenti karena kata-kata suaminya. Wanita itu menoleh dan menatap lelaki itu dengan sorot tak percaya. Gila saja! Apartemen ini hanya memiliki satu kamar saja, tidak mungkin Kenzo ikut menginap di sini juga. Tungkai jenjang Qiyana kembali bergerak mendekat ke arah suaminya yang memasang ekspresi tak berdosa. “Kamu harus pulang sekarang! Kamu tahu di sini hanya ada satu kamar. Kalau kamu ingin menginap di sini, memangnya kamu ingin tidur di mana?!” Qiyana melontarkan ancaman dan pengusiran itu dengan berbisik di samping telinga Kenzo. Sebab, Nadira juga berada di sini, meski sekarang wanita itu beranjak ke dapur, tetap saja masih bisa mendengar perdebatan mereka. Jujur saja, Qiyana masih sakit hati atas perlakuan Kenzo padanya kemarin. Setelah lebih mementingkan orang lain dibanding dirinya, bisa-bisanya sekarang lelaki itu bersikukuh ingin mengajaknya pulang. “Tenang saja, aku bisa tidur di sana,” jawab Kenzo santai sembari menunjuk sofa panjang yang tersedi
Kata-kata Qiyana membuat manik mata Kenzo terbelalak. Seakan-akan tak mempercayai apa yang baru saja keluar dari bibir istrinya. Lelaki itu membeku selama beberapa saat dengan tatapan yang masih menyorot sepenuhnya ke arah Qiyana. “Oh, kamu sudah benar-benar berubah pikiran? Ya sudah kalau begitu, silakan pergi. Aku akan tidur saja kalau kamu tidak mau.” Qiyana melepaskan lengan Kenzo dan hendak mengubah posisinya. Namun, lelaki itu lebih dulu mencegah. “Kamu yakin dengan apa yang kamu katakan barusan?” tanya Kenzo yang masih sangat terkejut. “Setelah menyakitimu kemarin, aku merasa tidak pantas meminta apa pun, apalagi ini. Lain kali saja, jika kamu sudah benar-benar siap.” Decak pelan lolos dari bibir Qiyana. “Kamu mau atau tidak? Cepatlah sebelum aku berubah pikiran. Kalau kamu tidak mau juga tidak apa-apa. Jangan menunggu lain kali, karena belum tentu aku bersedia.” Kenzo berdeham pelan seraya menempatkan tubuhnya di posisi sebelumnya lagi. “Apa kamu yakin? Kamu tahu, aku tidak
Qiyana kembali membuka matanya perlahan-lahan ketika merasakan tubuhnya berguncang. Tetap saat manik matanya terbuka, Kenzo sedang menggendongnya dan berusaha mengeluarkan dirinya dari mobil lelaki itu. “Ini di mana? Rumah sakit?” gumam Qiyana sembari mengamati sekitarnya. “Tidak perlu! Kramnya sudah tidak terasa lagi. Aku yakin aku dan janinku baik-baik saja. Kita pulang saja!” cegahnya cepat dan sedikit mendesak. Bukannya Qiyana ingin menyepelekan kondisi janin dalam kandungannya. Namun, tetap saja mereka tidak bisa muncul di depan umum dengan penampilan seperti ini. Apalagi Kenzo ingin menggendong dirinya memasuki rumah sakit. Mereka bisa langsung menjadi sasaran empuk paparazi setelah ini. “Tidak bisa! Kamu tetap harus diperiksa sekarang juga. Aku tidak mau terjadi sesuatu yang buruk pada kalian berdua!” sahut Kenzo yang kini sudah kembali berdiri tegak dan menutup pintu mobil dengan kakinya. “Tunggu dulu! Bisakah kamu mendengarkan aku terlebih dahulu sebelum memutuskan sesuatu
Helaan napas pelan lolos dari bibir Qiyana. Wanita itu mengalihkan tatapannya ke arah lain seraya melanjutkan langkahnya tanpa mengatakan sepatah kata pun. Seharusnya ia tidak perlu terlalu terkejut melihat ‘wanita kesayangan Kenzo' ada di sini lagi. Qiyana memilih menatap lurus ke depan ketika melangkah melewati Kenzo dan Amanda yang tampaknya ingin pergi keluar. Sebelah tangannya masih menyentuh perutnya dengan ringisan-ringisan kecil yang lolos dari bibirnya. Qiyana ingin bersikap seolah-olah tidak ada yang berpapasan dengannya di sini. Akan tetapi, Kenzo menghancurkan rencana tersebut karena langsung mencekal dan menariknya ke arah ruang tengah. Suaminya pasti marah, Qiyana tahu itu. “Kenapa kamu tiba-tiba pulang?” cerca Kenzo tanpa basa-basi. “Bukannya tadi aku sudah mengatakan kalau aku hanya ingin menyelesaikan urusan sebentar? Aku pasti kembali ke sana dan menemanimu. Apa susahnya menurut?” Qiyana berdecih sinis sembari melepas cekalan Kenzo pada pergelangan tangannya. “Han
“Kamu tidak apa-apa, Qiyana? Kenapa tidak berhati-hati? Akan sangat berbahaya kalau sampai kamu terjatuh. Kamu bisa membahayakan janin yang ada di dalam perutmu juga!” cerca Kenzo dengan nada bicara cukup ketus. “Sudah aku katakan berulang lagi, harusnya kamu hanya perlu beristirahat di kamar saja. Bahkan, aku juga sudah menyiapkan banyak makanan di sana. Apa lagi yang kurang? Kalau kamu membutuhkan sesuatu, ada banyak orang yang bisa kamu mintai pertolongan, termasuk aku,” sambung lelaki itu penuh peringatan. Qiyana yang masih mengatur detak jantungnya yang menggila karena insiden sebelumnya kembali dibuat terkejut dengan sikap suaminya sendiri. Ia yakin tidak ada yang salah dengan indra pendengarannya. Dan terdengar jelas sekali bagaimana lelaki itu memarahinya di saat dirinya nyaris terjatuh karena Amanda. Qiyana yang merasa kesal dan tidak terima pun langsung kembali menegakkan tubuhnya. Manik matanya menatap sinis ke arah dua orang yang kini berdiri di hadapannya. Entah apa yan
Netra gelap Kenzo yang semula masih sayu karena kantuk mendadak terbuka lebar setelah mendengar sesuatu yang Qiyana bisikkan padanya. “Kamu ingin itu? Sekarang? Qiyana, lihatlah jam berapa saat ini, besok saja ya? Sekarang sudah tengah malam, Sayang. Aku berjanji akan mengabulkan permintaanmu besok.” Kenzo menarik Qiyana merapat ke pelukannya dengan mata kembali terpejam. “Ayo tidur lagi, kamu tidak boleh begadang. Aku akan langsung mencari apa yang kamu inginkan setelah matahari terbit nanti. Hanya tinggal beberapa jam lagi, kamu mau menunggu dulu, ‘kan?” Qiyana yang merasa keinginannya ditolak langsung memberontak dengan mata berkaca-kaca. Suasana hatinya yang labil ini sangat menyebalkan. Ia tidak ingin bersikap seperti ini, namun hormon kehamilannya mendominasi lebih kuat. Sama seperti yang terjadi saat dirinya bertengkar dengan Amanda. “Kamu tidak mau mengabulkan permintaanku?” tanya Qiyana dengan suara bergetar. Beriringan dengan itu, air matanya pun menetes dan isakan pelanny