Qiyana menyentuh perutnya sembari berteriak. Perutnya tidak sakit sama sekali, ia hanya berpura-pura agar Kenzo mengalihkan atensi padanya. Wanita itu tidak menemukan cara yang lebih efektif di banding ini. Apalagi dirinya juga tidak berani memisahkan secara langsung. Berhasil! Kenzo yang tadinya hendak kembali meninju wajah Jovan langsung berlari mendekati Qiyana. Bahkan, Jovan pun ikut menghampiri Qiyana, meski akhirnya diusir oleh Kenzo. Walaupun telah berhasil, wanita itu tetap mempertahankan aktingnya hingga suaminya kembali masuk ke mobil. Dalam hati, Qiyana telah meminta maaf pada anaknya karena terpaksa harus berbohong dan berpura-pura. Ia hanya tidak ingin menambah masalah lagi, terlebih baik Kenzo maupun Jovan sudah sama-sama babak belur. “Apa perutmu kram lagi, Sayang? Bertahanlah, kita ke rumah sakit sekarang,” tutur Kenzo sembari memasang seatbelt di tubuh Qiyana, kemudian untuknya sendiri. Tak tega melihat suaminya yang tampak benar-benar khawatir, Qiyana pun men
Qiyana yang masih terkejut karena bentakan Kenzo hanya diam saja ketika lelaki itu beranjak pergi tanpa menoleh lagi. Padahal ia benar-benar khawatir dan ingin membantu suaminya. Tetapi, sepertinya suasana hati lelaki itu sedang kurang baik. Qiyana mengintip Kenzo yang sudah mengeluarkan mobil dari balik gorden jendela tanpa berani melangkah keluar. Wanita itu tak beranjak sama sekali dari tempatnya berdiri hingga mobil milik suaminya benar-benar tidak terlihat lagi. Wanita itu terbelalak melihat mobil Kenzo kembali lagi tak lama kemudian. Karena khawatir terjadi sesuatu, Qiyana pun refleks membuka pintu yang bergegas mendekati mobil suaminya. Ia yakin barusan lelaki itu belum pergi jauh, mungkin ada barang yang tertinggal. “Ada apa? Apa handphone atau dompetmu tertinggal? Atau benda lainnya yang kamu butuhkan? Biar aku yang mengambilkannya di dalam,” berondong Qiyana yang langsung menghampiri sang suami yang baru saja membuka pintu mobil. Yang membuat Qiyana semakin heran, Ke
Qiyana meraba sisi ranjang di sampingnya yang kosong dan terasa dingin. Manik mata wanita itu kembali terbuka dan seulas senyum miris langsung tersungging di bibirnya. Lagi-lagi Kenzo memilih tidur di sofa ruang tamu alih-alih satu ranjang dengannya. Hubungan Qiyana dan Kenzo benar-benar berantakan setelah pertengkaran mereka tempo hari. Kenzo yang biasanya selalu meminta maaf setelah tidak sengaja membentak Qiyana malah bersikap dingin selama beberapa hari terakhir. Qiyana sudah mencoba meminta maaf beberapa kali, namun akhirnya hanya akan diabaikan. Bahkan, setelah kejadian itu Kenzo lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah dan membiarkan dirinya sendirian nyaris seharian. Kadang-kadang lelaki itu juga pulang sangat larut dan tidak pernah memberitahu dari mana dia sebenarnya. Helaan napas panjang lolos dari bibir Qiyana. Wanita itu mengelus perutnya seraya berkata, “Bagaimana caranya Mommy bisa meminta maaf pada daddy-mu, Sayang? Sekarang dia benar-benar marah besar.”Me
Mengabaikan piring di tangannya yang sudah pecah dan isinya berhamburan di lantai, Qiyana menajamkan indra pendengarannya. Mendengar informasi lengkap tentang kecelakaan pesawat itu. Ia sengaja memperbesar volume televisi dengan tangan gemetar dan wajah yang berubah pucat pasi. Tanpa sadar Qiyana mencengkram remote dalam genggamannya. Dalam hati ia terus berharap semoga pesawat yang mengalami kecelakaan itu bukanlah pesawat yang suaminya tumpangi. Pastinya ada banyak pesawat yang menuju ke sana secara bersamaan. Namun, informasi selanjutnya yang ia dapatkan membuatnya semakin lemas. “… Seorang pebisnis muda yang termasuk salah satu konglomerat ternama di negeri ini juga tercatat sebagai salah satu penumpang pesawat ini.”Separuh jiwa Qiyana seakan menghilang ketika sebuah foto suaminya terpampang di layar televisi. Wanita itu spontan membekap mulutnya bersamaan dengan air mata yang mulai menetes dari sepasang mata kecokelatannya. Qiyana berharap pemberitaan yang terpampang tepa
Qiyana nyaris kehilangan pijakannya setelah mendengar jawaban dari asisten pribadi suaminya itu. Untung saja, Rangga dan beberapa orang yang berada di sana segera membantunya kembali berdiri tegak. Ia membiarkan orang-orang itu membimbingnya ke arah sofa di ruang tamu. Sekali lagi Kenzo memilih berangkat seorang diri padahal sudah jelas seharusnya lelaki itu pergi bersama sekretaris dan asistennya. Kenzo pasti memilih berangkat sendirian sejak awal karena menghindari dirinya. Rasa bersalah yang mencengkram dada Qiyana semakin terasa menyiksa. Seharusnya Kenzo tidak menaiki pesawat yang kecelakaan itu. Tetapi, karena hubungan mereka tak kunjung membaik, lelaki itu memilih pergi lebih dulu tanpa didampingi oleh siapa pun. “Kami ingin menjemput dan mengajak Nyonya kembali ke rumah utama,” ucap Rangga memecah keheningan di dalam ruangan dengan atmosfer mencekam itu. “Karena jika terjadi sesuatu, aksesnya lebih sulit. Saya dan yang lainnya telah memastikan jika situasi di rumah utama
Qiyana menerima sebuah dompet basah yang sangat mirip dengan dompet milik suaminya dengan tangan gemetar. Ketika memberanikan diri untuk melihat isinya, ia langsung menemukan foto pernikahannya dengan Kenzo juga foto janin mereka. Kartu-kartu identitas di dalam dompet itu juga memang milik suaminya. Tim SAR mengatakan jika dompet itu tersangkut di dekat mayat laki-laki yang mereka temukan beberapa jam lalu. Sebenarnya bukan hanya dompet itu saja yang ditemukan mengapung, tetapi juga beberapa benda yang diduga milik penumpang pesawat lainnya. Qiyana berusaha tetap mempertahankan ekspresi datarnya, padahal hatinya sedang menjerit pilu. Ketakutannya semakin menjadi-jadi di sepanjang perjalanan menuju ke tempat ini. Ia tidak akan sanggup menerima kenyataan pahit lagi setelah ini. “Maaf, Nyonya, apa Anda sudah siap?” tanya Rangga menginterupsi lamunan Qiyana. “Kalau Nyonya ingin menunggu di sini juga tidak masalah. Biar saya saja yang melihat—” “Aku ikut bersamamu,” potong Qiyana tegas.
“Apa yang kamu katakan barusan? Kamu ingin menggantikan posisi suamiku?” sembur Qiyana dengan suara tertahan tepat setelah mendaratkan telapak tangannya di wajah Gino. “Jadi, itu tujuanmu mendekatiku selama ini?” Qiyana spontan melangkah mundur dengan tatapan nanar. Ia benar-benar tidak menyangka Gino akan berkata seperti itu di saat dirinya masih terluka karena kabar tentang suaminya tak kunjung datang. Selama ini dirinya menganggap Gino sebagai teman. Wanita itu mengira Gino tulus menemaninya tanpa niat terselubung. Setetes cairan bening lolos dari manik mata Qiyana. Gino yang juga terkejut karena tamparan wanita pujaan hatinya bertambah panik melihat wanita itu menangis. Namun, ketika lelaki itu bergerak maju, Qiyana langsung memberi isyarat untuk tetap berada di tempat. “Qiyana, maafkan aku. Aku hanya keceplosan saja. Aku tidak bermaksud berkata seperti itu. Tolong jangan menangis,” ucap Gino yang terlihat serba salah. “Aku tulus ingin menemanimu. Tapi, kamu tahu, perasaan y
Seulas senyum kecut muncul di bibir Qiyana setelah mendengar jawaban menggebu-gebu dari Amanda itu. “Amanda, aku pernah mendapatkan informasi seperti ini. Ternyata setelah jauh-jauh ke sana, aku tidak menemukan apa yang aku cari.”Qiyana memang berharap Kenzo segera ditemukan. Bagaimanapun keadaan lelaki itu nantinya pasti akan ia terima dengan lapang dada. Namun, wanita itu juga tidak bisa serta merta percaya, apalagi pada orang seperti Amanda setelah semua yang pernah dia lakukan sebelumnya. Qiyana sudah berniat beranjak pergi ketika Amanda tiba-tiba berhasil menerobos masuk. Sepupu Kenzo itu langsung menarik lengan Qiyana. Para bodyguard Kenzo yang sedari tadi memang sudah bersiap mengusir Amanda terkejut dan langsung menghampiri wanita yang sangat nekat itu. “Kamu akan sangat menyesal kalau tidak ikut denganku sekarang!” ancam Amanda yang masih mencekal lengan Qiyana. “Jika kamu menolak ikut, itu sama saja kamu menyerahkan dia padaku. Setelah dia sehat lagi nanti, kamu tidak