Beberapa hari yang lalu, Donny tiba di Kota Jelu. Setelah kehilangan posisinya di Grup Jauhari dan gagal mendapatkan dukungan dari Keluarga Bakhtiar, dia harus mencari jalan lain. Dia ingin menemui Yoshi, tetapi sama sekali tidak menemukan kesempatan.Akhirnya, Donny mengeluarkan banyak uang untuk membeli undangan ke sebuah acara kelas atas di Kota Jelu. Di sana, dia akhirnya bertemu dengan Yoshi. Dia sempat menyapa Yoshi sebentar dan menyerahkan kartu namanya, hanya itu saja."Kebetulan sekali, kamu bisa langsung bicara di depan ayahku dan lihat sendiri apa konsekuensi yang harus kamu tanggung!" Agnez tersenyum sinis.Gerakan Donny seketika membeku, ekspresinya dipenuhi keterkejutan. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa gadis mungil ini ternyata adalah putri Yoshi!Sebelum sempat menerima kenyataan itu, para pengawal Keluarga Ruhian sudah menangkap Donny dan menyeretnya pergi.Melihat Donny tertangkap, Levis buru-buru melempar semua kesalahan kepadanya. "Pak, lihatlah. Donny ini suda
Keesokan harinya, Milla kembali ke Kota Huari bersama ibunya.Iklan ambasador kuartal pertama Yoan resmi memulai syuting. Milla sudah lebih dulu berkomunikasi dengan tim manajemen Yoan dan memastikan semuanya baik-baik saja. Dia mengutus dua staf dari divisi parfum untuk mengawasi. Sementara itu, dia tetap berada di kantornya untuk mempersiapkan kompetisi peracikan parfum.Menjelang sore, pelayan dari Grand Amary menelepon. "Nyonya, malam ini makan di rumah nggak?"Milla berpikir sejenak sebelum bertanya, "Apa Om Chris ada di rumah?""Ya, Tuan Chris sudah pulang. Kalau kamu pulang untuk makan, dia akan menunggumu," jawab pelayan itu segera.Hati Milla bergetar. Sudah lama sekali sejak terakhir kali ada seseorang yang menunggunya untuk makan bersama di rumah.Perasaan aneh ini menggelitik hatinya. Dia teringat pada tiara yang diberikan kepada ibunya, lalu akhirnya memutuskan untuk pulang serta mengucapkan terima kasih secara langsung."Aku akan segera pulang," ucap Milla.Begitu telepon
"Kamu sedang menyindirku?" Laura merasa terhina dan mulai bertingkah tidak masuk akal."Nggak, aku cuma bicara berdasarkan fakta." Milla menjawab dengan tenang, "Rencana ini sudah disetujui sebelum kontrak ditandatangani, tapi sekarang tiba-tiba ada masalah saat syuting. Itu berarti, bukan urusan kami lagi."Laura meliriknya dengan tatapan sinis. "Kamu mau menekanku dengan kontrak?""Kalau kamu bahkan nggak menganggap penting kontrak, itu berarti kita memang nggak bisa kerja sama." Milla sama sekali tidak takut dengan ancamannya."Kalau begitu, aku nggak mau syuting!" Laura berseru dengan suara tajam dan manja, "Yang rugi kalian, bukan aku!"Melihat Laura begitu keras kepala, Kerry dan beberapa staf Grup Jauhari mulai panik. Namun, Milla memberi isyarat agar mereka tidak terpancing emosi karena dia punya cara sendiri."Kalau kamu nggak syuting, yang rugi bukan cuma kami, tapi juga Yoan," ujar Milla dengan tenang."Jangan pakai nama Yoan untuk menekanku! Aku dan Yoan adalah rekan satu a
Jantung Milla tiba-tiba berhenti berdetak. Berani sekali Chris menggoda dirinya di depan umum!Namun, orang-orang di sekitar tidak mendengar jelas ucapan Chris barusan. Mereka semua mengira Chris sedang mengancam Milla. Karena hanya dengan satu kalimat, Milla langsung menunduk seperti ketakutan.Chris menyunggingkan senyuman samar yang nyaris tak terlihat, lalu menoleh ke arah para staf yang hadir. Dalam sekejap, sorot matanya berubah dingin. "Apa yang terjadi?""Pak, begini ... aku hanya merasa konsep iklan ini masih kurang sempurna, jadi ... aku mengajukan sedikit saran ...." Di depan Chris, Laura berbicara dengan hati-hati, memilih kata-kata dengan sangat cermat.Chris meliriknya dengan dingin. Nada suaranya tidak menunjukkan kesabaran, "Siapa kamu?"Semua orang bertatapan dengan kaget. Chris tidak mengenal Laura? Lantas, bagaimana dengan semua omongannya tentang artis andalan perusahaan dan pacar skandal Chris? Ini terlalu berlebihan, 'kan?Laura menahan rasa malu, berpura-pura tid
"Milla, kita ketemu lagi." Orang pertama yang membuka suara adalah Rafael.Grace segera menyusul dengan nada mengejek, "Ya, bertemu lagi. Benar-benar takdir ya."Milla menggerakkan sudut bibirnya. "Takdir atau bukan, kamu lebih tahu daripada aku."Di dalam mobil, sutradara dan asisten produser sibuk membahas alur rekaman. Milla pun ikut berdiskusi dengan tim produksi.Rafael ingin menyela pembicaraan, tetapi tidak menemukan celah, sementara Grace terus mengedipkan mata untuk memberi isyarat. Namun, Milla sama sekali tidak peduli."Bu Milla, awalnya kamu yang ditunjuk sebagai pemandu wisata untuk perjalanan ini. Tapi, karena Grace ikut, jadi mungkin sebagian tugas pemanduan di situs budaya harus dibagi dengannya."Produser berkata dengan nada sedikit pasrah, "Naskah panduan sudah kami siapkan. Tenang saja, kamu bisa memilih destinasi populer terlebih dahulu."Milla hanya tersenyum santai dan mengangguk. Dia tidak terlalu peduli soal prioritas. Baginya, proyek video promosi kota dalam ac
"Orang itu ... wajahnya mirip sekali sama Yoan, tapi sepertinya bukan Yoan .... Auranya jauh lebih bangsawan daripada Yoan!" Mata Grace langsung berbinar.Pelayan pribadi itu mengikuti arah pandangan Grace dan terkejut, "Nggak nyangka Chris juga datang.""Maksudmu, dia itu kepala Keluarga Mahendra?"Kilauan di mata Grace semakin terang. "Bukankah katanya dia cacat?""Dengar-dengar, dia sudah sembuh. Beberapa hari lalu, dia muncul di dalam forum keuangan internasional dalam keadaan sehat," ujar sang pelayan.Grace diam-diam menyunggingkan senyum manis. "Ayah selalu suruh aku untuk mendekati Keluarga Ruhian atau Mahendra. Tapi, Yoan itu playboy, sedangkan Rafael pengecut, nggak ada yang pantas untukku. Chris ini sepertinya cukup menarik ....""Chris cerdas dan ambisius, Nona. Aku khawatir sifat Nona yang polos nggak akan mampu mengendalikannya," pelayan itu mengingatkan dengan tulus.Grace mengangkat alis dan menatapnya tajam. "Sejak kecil, nggak ada yang berani menolak apa pun yang kuin
"Semangat!""Semangat!"Sorakan dan teriakan dukungan menggema di seluruh area.Grace menempel erat di punggung Chris dengan gaya berpura-pura lemah. Begitu Chris mulai berlari, dia langsung berteriak manja, "Pak Chris, pelan-pelan dong, aku takut ...."Ternyata Grace memang tahu siapa dirinya. Tampaknya Keluarga Young punya jaringan informasi yang cukup luas.Ekspresi Chris langsung menggelap. Membawa wanita manja seperti ini untuk mengambil bola bunga? Ini benar-benar keputusan paling bodoh yang pernah dia buat!Sungguh buang-buang waktu!Hanya saja, meskipun merasa menyesal, dia sudah tiba di keranjang tempat bola bunga disimpan. Sementara itu, di belakangnya, Grace masih berteriak-teriak dengan suara melengking."Wah, Pak Chris luar biasa! Kita cepat sekali! Turunkan sedikit tubuhmu, Pak Chris! Sedikit lagi, aku hampir bisa mengambilnya!"Chris menggertakkan giginya. Wanita ini benar-benar berisik! Kesabarannya sudah habis. Dengan sedikit gerakan tangan, dia melepaskan pegangan pad
Mata Chris menatap tajam, lalu melayangkan pandangan sekilas ke Rafael. Padahal yang digendongnya itu istrinya sendiri, apa urusannya sama Rafael?Namun, Rafael sama sekali tak terpengaruh oleh tatapan tajam itu. Dia tetap sibuk memperhatikan Milla. "Kebetulan aku bawa minyak pijat untuk memar. Nanti aku bantu oleskan.""Terima kasih, aku baik-baik saja." Milla tersenyum ringan.Ekspresi Chris semakin gelap. Anak ini benar-benar berani menggoda istrinya di depan matanya! Selain itu, ini bukan pertama kalinya juga!Chris hendak menarik Milla kembali ke sisinya, tetapi sebelum dia sempat bergerak, tim produksi sudah mengenalinya dan langsung mengerubunginya. "Pak Chris? Anda ada di sini? Kenapa nggak kasih tahu kami dulu sebelumnya? Kami nggak ada persiapan sama sekali ...."Wilson yang melihat wajah bosnya semakin kelam, segera maju untuk mengendalikan situasi. "Pak Chris tertarik untuk berinvestasi dalam produksi film dokumenter kota ini.""Wah! Itu luar biasa!"Tim produksi langsung b
"Kamu sedang menyindir aku dan Pak Khavin adalah pelakunya?" Kali ini, Kepala Keluarga Sudarso, Hilman, menyipitkan mata dan berdiri sambil menatap tajam ke arah Milla."Aku nggak bicara begitu." Milla sudah menduga akan ada reaksi seperti ini. Dia menanggapinya dengan tenang, "Kebenaran dari kejadian ini tetap harus menunggu pemeriksaan lebih lanjut dari polisi dan tim forensik. Ini juga menyangkut perbedaan durasi setrum dan pelacakan asal senjata. Aku cuma menganalisis salah satu kemungkinan saja.""Tapi, jelas-jelas kamu membela Keluarga Yunanda dan Keluarga Dolken, sementara Keluarga Sudarso dan Keluarga Domani malah diseret ke dalam masalah ini!"Hilman tetap tidak terima dan terus menyudutkan Milla. "Kalau nggak, kenapa hanya kamu saja yang sibuk bicara di sini, sementara orang lain diam saja? Kamu murid Graham. Hari ini kamu juga mewakili Keluarga Yunanda memenangkan dua ronde pertandingan!""Pasti kamu punya kepentingan pribadi! Jangan-jangan kamu ini kaki tangan dari pelaku u
Di atas panggung, Graham terbaring di tandu darurat yang baru saja dibawa masuk. Dia perlahan mulai memulihkan kembali kontrol atas otot-ototnya. Milla dan asistennya setia berjaga di sisinya.Milla merasa seluruh bulu kuduknya meremang. Dia tahu bahwa membawa senjata di negara ini memang legal, tetapi dia tidak menyangka akan menyaksikan langsung kasus yang menyebabkan kematian. Lebih mengerikan lagi, pelakunya sempat berdiri sangat dekat dengan dirinya dan Graham!Mata bening Milla sedikit terangkat, menelusuri seisi panggung dengan tajam.Alfie duduk tegak di kursi rodanya, sama sekali tidak bergerak sejak awal. Maalih sudah meninggal dan tubuhnya telah dibawa turun oleh pelayan keluarganya.Dua keluarga lain di atas panggung adalah Keluarga Sudarso yang bergerak di bidang baja dan Keluarga Domani yang berawal dari bisnis farmasi. Kedua kepala keluarga itu kini berdiri dengan ekspresi bingung, merasa tertekan di bawah tatapan tajam kepala pelayan Maalih."Kami sudah melapor ke polis
Milla buru-buru menyembunyikan rasa cemasnya dan menenangkan Graham, "Guru, jangan khawatir. Kali ini benar-benar cuma mati lampu biasa."Sekitar satu menit kemudian, lampu di aula jamuan kembali menyala.Manajer aula menjelaskan dengan malu, "Mohon maaf sebesar-besarnya, tadi terjadi pemadaman listrik yang tak terduga. Sistem kami sudah otomatis menyalakan genset cadangan dan dipastikan nggak akan terjadi lagi. Silakan dilanjutkan.""Kita lanjutkan saja," ujar Alfie yang statusnya paling tinggi di antara para kepala keluarga yang hadir di atas panggung.Namun, begitu mereka saling menoleh, ekspresi masing-masing berubah kaget."Maalih!""Guru?""Apa yang terjadi?"Milla, Alfie, dan dua kepala keluarga lainnya berseru bersamaan.Milla segera memeluk tubuh Graham dan memeriksanya. Dia melihat tubuh pria tua itu lemas dan kaku di kursinya, bahkan sudut bibirnya tampak sedikit berkedut."Cepat panggil dokter!" teriak Milla sambil memegangi tubuh Graham. Asisten Graham yang duduk di bawah
"Mm ...."Belum sempat mendapat jawaban, yang datang malah sebuah ciuman yang begitu mendominasi. Milla terkejut sejenak, tubuhnya menegang. Dia buru-buru mendorong pria di atasnya.Gerakan Chris pun sedikit terhenti, tetapi dia tetap menatap mata jernih Milla dari jarak yang begitu dekat. Dengan napas yang cepat dan kuat, dia berucap, "Maaf."Penolakan yang hendak Milla ucapkan seketika tertelan oleh kata itu dan tatapan penuh perasaan milik Chris. Tanpa sadar, dia membiarkan dirinya dicium. Tubuh mereka perlahan bergerak ke arah sofa di dalam ruangan."Ini cuma ruang istirahat ...." Milla menyuarakan kekhawatirannya di sela ciuman."Wilson jaga di luar," balas Chris dengan tenang, menjawab keraguannya.Mereka akhirnya sampai di sofa. Namun, dari luar tiba-tiba terdengar suara Wilson yang berjaga di depan pintu."Pak Chris, pihak Keluarga Yunanda mengirim undangan makan malam. Mereka ingin tahu apa Pak Chris akan hadir malam ini?"Gerakan Chris sempat terhenti, satu tangan besarnya ma
Chris menutup pintu pelan-pelan, lalu duduk di ruang istirahat sebelah.Beberapa saat kemudian, Wilson kembali melapor, "Pak, dugaanmu benar. Pelayan itu keluar dari ruang istirahat dan langsung menemui Pak Alfie. Setelah itu, kepala pelayan Keluarga Yunanda mengirim orang ke rumah sakit untuk melakukan tes DNA.""Tapi, seluruh proses dilakukan mereka sendiri tanpa campur tangan orang luar. Barang yang pelayan itu ambil dari tubuh Nyonya di ruang istirahat nggak sempat kutukar. Jadi, aku langsung atur orang di pusat. Rencananya dia akan mengambil tindakan di tahap akhir."Chris mengangguk. "Yang penting hasil yang Keluarga Yunanda terima bukan hasil yang mereka inginkan. Kamu boleh pakai cara apa pun.""Baik, Pak." Wilson menerima perintah, lalu bertanya lagi, "Kenapa Pak Chris nggak masuk?""Jarang-jarang dia bisa tidur dengan tenang." Chris menjawab, bibirnya melengkung membentuk senyuman tipis."Pak, Keluarga Yunanda tahu soal kedatanganmu. Mereka ingin mengundangmu ke paviliun atas
"Kenapa kamu nggak bilang dari awal?" Wilson melihat ekspresi Chris yang sangat suram, tak kuasa untuk menegur.Pengawal itu merasa sangat tertekan, tetapi tak berani menjawab. Wilson segera berbalik ke arah Chris. "Pak, ini semua kesalahanku. Aku pikir akan lebih mudah kalau menggunakan wajah baru supaya urusan lebih lancar. Dia baru bergabung dengan perusahaan, jadi nggak tahu identitas Bu Milla."Chris tetap diam, pikirannya berputar dengan cepat. Tadi dia melihat sendiri pertandingan kedua, juga menyadari bahwa wanita itu tampak tidak enak badan. Kalau tidak, dengan kemampuannya, membedakan 20 jenis aroma itu sangatlah mudah. Bagaimana bisa salah dua?Selain itu, kenapa neneknya memintanya untuk melindungi wanita itu? Apa yang salah dengan kunjungan Milla ke Keluarga Yunanda?Dia teringat akan momen ketika Tessa dan Nayla minum kopi bersama. Apa mungkin itu adalah permintaan pribadi dari ibu Milla?Ada berbagai pertanyaan di benak Chris. Dia segera menghubungi Tessa dan langsung be
Juri sudah naik ke panggung, meminta kedua peserta untuk bersiap.Milla tampak agak pasrah saat melangkah ke atas panggung. Kedua peserta memberi isyarat bahwa mereka sudah siap. Suara penanda dimulainya waktu pun terdengar seketika.Tak lama kemudian, Milla menyelesaikan lebih dulu. Tak sampai satu menit kemudian, genius yang memiliki penciuman tajam dari Melasa juga menyelesaikan tantangannya.Juri berjalan menuju kartu jawaban mereka, memeriksa satu per satu, lalu mengumumkan, "Peserta pria salah mengidentifikasi tiga aroma, peserta wanita salah dua. Hasil akhirnya, Bu Milla tetap menang!""Selamat, Pak Graham! Muridmu benar-benar luar biasa!" puji juri tak bisa menahan kekagumannya.Graham pun naik ke panggung, berdiri di samping Milla, dan berkata sambil tersenyum, "Penciuman muridku ini lebih cocok untuk mengenali herbal, soal rempah-rempah dia masih kurang ahli. Mohon dimaklumi ya."Milla mengedipkan mata indahnya, tatapannya tanpa sadar tertuju ke arah Keluarga Yunanda yang dud
Di dunia bisnis Negara Melasa, Graham punya pengaruh yang cukup besar. Apalagi, dia dengan sengaja menggiring tantangan yang dibawa Maalih menjadi pertandingan antara warga lokal dan orang asing. Dengan begitu, siapa pun yang menjadi perwakilannya, apakah itu anggota Keluarga Angle atau bukan juga tidak lagi menjadi masalah.Begitu Graham menyatakan sikapnya, para tamu langsung mendukung. Maalih pun tak bisa berkata apa-apa. Milla juga tak punya pilihan lain selain maju dengan nekat.Supaya adil, 20 jenis bahan obat yang akan diuji padanya tetap dipilih oleh lima orang perantara tadi. Graham sendiri mengambil posisi terakhir dan memasukkan bahan pilihannya ke empat kotak paling akhir, lalu menutupnya rapat."Setelah semua diperiksa, silakan Nona Milla mulai proses identifikasi!" seru salah satu juri internasional.Milla berdiri di depan kotak pertama. Dia terdiam sejenak dan menarik napas dalam-dalam, lalu mulai berkonsentrasi penuh. Untungnya, semua memori masa kecilnya saat di rumah
Milla tidur sangat nyenyak di rumah Keluarga Dolken.Para pelayan di rumah itu juga sangat perhatian. Segala keperluan di kamarnya, mulai dari makanan, pakaian, hingga perlengkapan mandi, semua sudah disiapkan dengan rapi dan mudah dijangkau.Keesokan siangnya, Graham mengajak Milla menghadiri perayaan 100 tahun Keluarga Angle. Di dalam mobil, Graham bertanya, "Dengar-dengar, kakekmu itu ahli pengobatan?""Kenapa Guru bisa tahu sampai itu juga?" Milla terlihat terkejut."Benar, Kakekku memang tabib yang cukup terkenal di daerah kami. Di rumahnya ada halaman yang sangat besar, penuh dengan berbagai jenis tanaman obat. Waktu kecil aku sering main di sana, bahkan pernah bantu Kakek menjemur ramuan.""Hmm ...." Graham mengangguk dalam-dalam. "Dengan keberadaan kakekmu, meskipun ada anggota keluargamu yang sakit-sakitan, sama saja seperti punya senjata pemungkas di tangan ...."Milla tidak begitu paham maksudnya, tapi Graham juga tidak berencana menjelaskan lebih lanjut. "Hari ini di acara