"Benar sekali." Suara Chris terdengar berat dan mantap.Pernyataan ini akhirnya membuat Paden yang tadi ingin menjilat Chris merasa lega. Dia merapikan jasnya sambil berpikir bahwa peluang mendapatkan investasi dari Grup Mahendra pada kuartal berikutnya kini semakin terbuka lebar."Bu Milla."Chris berbicara lagi, kali ini langsung kepada Milla, "Bersiaplah. Bulan depan, kamu akan ikut perwakilan Grup Mahendra menghadiri pesta sosial internasional."Apa?!Paden yang awalnya mengangguk-angguk setuju, tiba-tiba wajahnya membeku seperti patung. Senyumnya berubah menjadi aneh, seolah-olah baru saja melihat hantu. "Pak Chris, Anda ... Anda sudah menentukan pilihan?""Kenapa? Menurutmu aku buta?" Suara Chris begitu dingin dan menusuk."Tentu nggak, nggak sama sekali ...."Paden langsung gemetar ketakutan. Pikiran tentang peluang investasi langsung terhapus, digantikan oleh kekhawatiran soal nasibnya sendiri.Para juri lainnya saling bertukar pandang. Awalnya mereka merasa kalah langkah karen
Melihat Sunny tidak berani menjawab sepatah kata pun, semua orang langsung paham situasinya. Mereka tidak berani memarahi staf atau mengusik Milla yang baru saja mendapat kesempatan besar. Oleh karena itu, mereka semua melampiaskan kekesalan mereka pada Sunny dengan sindiran-sindiran tajam.Beberapa aktris kecil yang lebih cerdik bahkan segera berpaling dan berusaha mendekati Milla untuk memenangkan hatinya. Namun, Milla enggan meladeni orang-orang yang mudah berubah Haluan seperti itu. Dia berjalan menggunakan tongkat menuju lorong untuk menunggu lift dengan tenang.Begitu sampai di ujung lorong, seseorang dari belakang mengejarnya dan berkata, "Bu Milla, undangan untuk pesta sosialita internasional akan segera kami kirimkan kepada Anda. Selain itu, kami butuh Anda untuk menyediakan laporan pemeriksaan kesehatan."Staf dari Grup Mahendra menambahkan, "Seperti yang Anda tahu, kami ingin memastikan kondisi kesehatan Anda prima. Mohon lakukan pemeriksaan sesuai dengan daftar yang sudah k
Pasangan ini benar-benar bermain api kali ini. Seorang selebritas yang sedang naik daun malah menggoda kakak iparnya dan bahkan hamil di luar nikah. Ini benar-benar skandal besar!Setelah meninggalkan meja perawat, Milla membuka ponselnya dan membaca pesan dari Joy.[ Ngomong-ngomong, keluarga Ryan masih bersikeras mengumumkan kalau pertunangan kalian tetap dilanjutkan minggu depan. Gimana pendapatmu? ]Milla mengetik balasan cepat.[ Tenang saja. Besok aku akan membuat seluruh dunia tahu, kalau aku tetap menikah dengannya, aku adalah wanita paling bodoh di muka bumi! ][ Joy: Jadi besok ada pertunjukan seru, ya? ][ Milla: Ya. Tapi aku butuh bantuanmu untuk menjalankannya. Kamu di mana? Kita ketemuan. ]Mereka bertemu di sebuah kafe yang lokasinya terletak di tengah-tengah antara keduanya. Dalam waktu setengah jam, mereka telah menyusun rencana matang untuk keesokan harinya. Di akhir, Milla menyerahkan kartu akses kantor Ryan yang dulu diberikan padanya.Joy menggenggam erat kartu itu
Namun, Sunny datang di saat yang tepat. Setidaknya Milla tidak perlu membuang waktu untuk mencarinya nanti. Saat berjalan melewati kerumunan, Milla menangkap pertanyaan para wartawan yang mengerumuni Sunny."Sunny, Milla adalah kakak sekaligus manajermu. Kenapa tiba-tiba dia bersaing denganmu untuk pergi ke acara pesta sosial internasional? Apakah kalian nggak akur?""Milla bisa mendapatkan kartu lolos dari para juri? Berdasarkan apa? Apakah ada permainan kotor di balik ini?"Dengan ekspresi seolah tak bersalah, Sunny mendengarkan sambil berpura-pura meluruskan rumor."Mana mungkin? Pasti ada kesalahpahaman. Kakakku nggak seperti itu .... Kakakku selalu punya ide cemerlang dan kemampuan luar biasa. Selama dua tahun ini, semua kerja sama bisnis yang kudapatkan adalah berkat usahanya. Dia bahkan mengurus bisnis Grup Jauhari di saat yang bersamaan. Dia sangat hebat ....""Jadi maksudmu, Milla punya dukungan penuh dari Grup Jauhari dan dia juga pintar memainkan cara kotor?" Wartawan langsu
"Memang belum mencapai mayoritas." Suara tegas Ardiaz yang merupakan pengacara perusahaan, langsung mengubah suasana panas di ruang rapat."Ketua Dewan sudah memindahkan setengah dari sahamnya ke Bu Milla. Proses pemindahan saham itu sudah efektif sejak kemarin. Jadi, keputusan yang diusulkan tadi bukan mayoritas.""Nggak mungkin!"Donny yang merasa dipermalukan, langsung berdiri sambil menunjuk-nunjuk ke arah ibu Milla. "Kakakku sudah bilang nggak akan membiarkan Milla masuk perusahaan! Perusahaan ini milik keluarga besar Jauhari! Kalian berdua nggak bisa terus mendominasi semuanya!"Milla tetap tenang dan duduk dengan tegap. "Perusahaan ini adalah hasil kerja keras ayahku dari nol. Membiarkan kamu masuk ke dalam perusahaan adalah bentuk kemurahan hati sebagai saudara.""Setelah ayahku meninggal, sesuai hukum waris, semua yang berkaitan dengan perusahaan ini menjadi milik ibuku dan aku. Jadi, tolong diingat, Paman, ini bukan perusahaan keluarga besar Jauhari seperti yang Anda pikirkan
"Aku ini masuk kategori apa, ya?"Tiba-tiba, sebuah suara yang santai terdengar jelas dari arah pintu. Seluruh ruangan terdiam seketika, lalu semua orang menoleh serempak. Sosok yang berdiri di pintu adalah Yoan!Yoan melangkah masuk dengan percaya diri, diikuti oleh seorang asisten. Semua direktur begitu terkejut hingga spontan berdiri dan wajah mereka terlihat tegang dan canggung. Dalam dunia bisnis mereka, Yoan bukan sekadar bintang papan atas. Dia adalah putra kedua Keluarga Mahendra, seorang pewaris yang sangat dihormati.Tidak ada yang menyangka Milla benar-benar berhasil membawanya ke ruangan ini.Donny yang tadi penuh sikap angkuh langsung memasang wajah penuh senyum palsu. "Tentu saja saya tidak sedang membicarakan Anda, Pak Yoan. Jangan salah paham!"Sunny yang dari tadi diam-diam mencari kesempatan, buru-buru memperbaiki riasannya. Dia bersiap menyapa Yoan dengan manis, tetapi Yoan bahkan tidak meliriknya."Aku lihat proposalmu cukup bagus. Kita bisa langsung tanda tangan,"
Ketika Ryan dan Sunny baru masuk ke ruangan, Milla langsung menangkap aroma parfum yang sangat familier. Parfum yang sama dengan yang biasa dia gunakan.Hah.Milla menundukkan pandangannya, menyembunyikan senyum sinis di balik wajah dinginnya.Milla teringat saat dulu dia bertanya kepada Ryan dua kali mengapa ada aroma parfum wanita di tubuhnya, Sunny tiba-tiba berpura-pura menanyakan tentang merk parfum yang biasa dipakai Milla.Setelah itu, Sunny mulai menggunakan parfum yang sama agar mempermudah dirinya untuk berselingkuh dengan Ryan. Sepertinya, otak Sunny hanya digunakan untuk berbuat hal-hal tercela.Sunny tidak tahu apa yang sedang dipikirkan Milla. Dia masih tersenyum manis saat berkata, "Kak, aku sengaja ajak Kak Ryan ke sini hari ini, supaya bisa bicara langsung sama kamu. Aku harap kita bisa selesaikan kesalahpahaman ini.""Aku dapat tiket undangan pesta sosialita nternasional. Apa itu masih bisa dibilang 'kesalahpahaman kecil'?" jawab Milla dengan sinis.Sunny segera melam
Di dalam kantor Ryan, kamera yang telah dipasang sebelumnya merekam semua kejadian. Milla memantau setiap adegannya melalui layar di ponselnya. Dengan suara tenang, dia memberi tahu sopir, "Lanjutkan perjalanan, kita langsung pulang."Beberapa saat kemudian, orang-orang Joy yang menyamar sebagai wartawan muncul dan mulai mengerubungi depan Gedung Grup Samali. Kebetulan sekali, dari kantor Ryan, sudut pandang Sunny langsung mengarah ke kerumunan di luar.Melihat situasi itu, Sunny mulai panik. Dia buru-buru mengeluarkan ponselnya dan menelepon Ryan.Namun, ponsel Ryan ada di tangan Milla. Ketika telepon bergetar, Milla mengangkatnya dan mendengar suara manja Sunny, "Ryan, aku terjebak di kantor Grup Samali! Cepat datang dan bantu aku ...."Sebelum Sunny sempat menyelesaikan kalimatnya, Milla menekan tombol di laptopnya. Suara rekaman yang telah disiapkan Joy mulai memperdengarkan percakapan palsu antara Ryan dan seorang wanita."Ryan, itu telepon dari siapa?""Nggak penting. Cuma kamu y
"Tapi memang sih, orang seperti Graham itu benar-benar unik. Nggak pernah ada wawancara atau laporan media, katanya seumur hidup belum pernah menikah! Keluarga Dolken punya harta sebesar itu, tapi nggak jelas akan diwariskan ke siapa," ucap Mona sambil berdecak menyayangkannya."Pastilah dia pernah patah hati!" Hara langsung berspekulasi penuh keyakinan, "Tapi pria yang bisa seumur hidup nggak menikah itu langka sekali. Gara-gara dia nggak punya istri atau anak, Ayah sampai bingung harus kasih hadiah apa ...."Mona dan Hara saling bergandengan, lalu mendekati pelayan Keluarga Angle yang tadi bertugas mencatat hadiah.Sebagian besar tamu yang datang ke tempat seperti ini pasti punya tujuan tersembunyi. Jadi pelayan pun tak terkejut saat mereka bertanya dan menjawab dengan tenang, "Pak Graham sudah datang."Sorot mata kedua orang itu langsung berbinar bersamaan. "Di mana dia?""Barusan sudah naik ke atas," jawab pelayan sambil menengadah ke arah lereng. "Kemungkinan besar sekarang sudah
Melihat sorot mata Graham yang diam-diam menanti pujian seperti anak kecil, Milla pun tersenyum dan menggoda, "Tentu saja aku percaya pada guruku. Kalau begitu, sepertinya kita harus mendaki cukup jauh, ya!"Graham tertawa lepas, "Gadis cerdik!"Baru saja mereka melewati gerbang pertama, datang beberapa pria dari arah berlawanan. Dari kejauhan, mereka langsung membungkuk memberi salam, "Pak Graham! Nggak nyangka Anda juga hadir hari ini ...."Graham segera dikerubungi untuk saling menyapa dan bertukar basa-basi, sementara Milla berdiri sedikit menjauh sambil memperhatikan pemandangan di sekitar gerbang.Saat itulah terdengar suara seorang wanita dari belakang yang agak terkejut dan sinis, "Eh, bukannya ini Milla? Lama nggaka jumpa!"Milla menoleh dan ternyata orang yang berdiri di sana adalah Hara.Tak jauh di belakangnya, Mona terlihat sibuk membawa sejumlah kantong hadiah besar dan sedang mendaftarkan barang-barang mereka kepada pelayan Keluarga Angle di depan gerbang pertama."Kamu
"Pak Rafael?"Melihat Rafael yang berdiri di sampingnya, untuk pertama kalinya Milla merasa kehadiran Rafael ini sangat tepat waktu."Kebetulan aku baru selesai makan sama teman, dari belakang tadi kulihat seperti kamu. Ternyata memang benar kamu!" ucap Rafael dengan ekspresi senang."Kamu siapa, ya?" Rafael menoleh ke arah pria di seberang Milla yang sedang menyumpal mulutnya dengan potongan daging.Belum sempat pria itu menjawab, Milla sudah berdiri sambil berkata, "Silakan lanjutkan makan. Aku sudah bayar semua, jadi ... sampai jumpa." Setelah itu, dia menarik Rafael pergi bersamanya.Rafael sempat menoleh ke belakang dan menangkap aura canggung di antara mereka, lalu bertanya, "Milla, jangan-jangan ... kamu lagi ikut kencan buta?""Mana mungkin?" sahut Milla jengkel."Tapi aku lihat suasananya canggung sekali, kalian makan berdua begitu ...." Rafael masih terlihat penasaran."Cuma dia yang makan, aku nggak!" jawab Milla dengan kesal. Dia sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya dipik
Setelah menutup telepon, Chris terdiam cukup lama. Kemudian, dia menelepon Wilson dan menyampaikan perintah Tessa padanya, "Cari orang yang bisa dipercaya, wakilkan aku untuk ketemu sama seseorang besok ...."Wanita apanya .... Chris sama sekali tidak ingin menghabiskan waktunya."Baik."Wilson juga merasa permintaan Tessa terlalu aneh. Setelah menutup panggilan itu, dia langsung menelepon untuk mencari wajah asing di tim pengawal Grup Mahendra dan memastikan tidak ada kesalahan untuk pertemuan besok.....Sore keesokan harinya.Milla mendorong pintu restoran tempat janji temu, di tangannya menggenggam setangkai mawar merah muda.Siang tadi, ibunya tiba-tiba bersikap misterius lewat telepon dan menyuruhnya datang ke tempat ini sambil membawa mawar sebagai penanda untuk bertemu seseorang.Katanya, orang itu akan menjadi pelindung rahasia selama Milla berada di Negara Melasa. Yang perlu dilakukan hanyalah bertemu langsung. Setelah itu, semua akan menjadi jelas.Ini adalah permintaan lang
Tiga hari kemudian.Di dalam kotak surat yang sudah berdebu, Nayla menerima sepucuk surat balasan. Isinya adalah ajakan untuk bertemu langsung di sebuah kafe tengah kota.Sore itu, Nayla berdandan rapi dan datang ke kafe yang dimaksud. Tak lama kemudian, muncullah seorang wanita tua berambut putih dengan aura yang luar biasa. Mereka saling mengenali lewat benda penanda yang telah disepakati, lalu duduk berhadapan."Nggak nyangka setelah sekian tahun, kamu masih bersedia membalas suratku," ucap Nayla penuh rasa syukur sambil memandang wanita tua di depannya."Aku dan mendiang ibu mertuamu adalah sahabat sejati," jawab wanita tua itu dengan penuh semangat. "Meski di tahun-tahun terakhir sebelum dia meninggal kami jarang bertemu karena jarak, tapi begitu dia menitipkan keluarganya padaku, aku sudah bersumpah akan melindungi kalian sampai napas terakhirku. Jadi, nggak perlu sungkan. Katakan saja, apa yang bisa kubantu?""Terima kasih banyak, Tante Winaya."Nayla tersenyum haru. "Putriku ak
Begitu mobil tiba di Grand Amary, Milla turun dan memperhatikan suara di belakangnya. Tepat saat dia melangkah masuk ke rumah, mobil Chris langsung menyala dan memutari taman bunga sekali, lalu melaju pergi. Dia tidak berlama-lama di sana.'Nggak masalah,' batin Milla sambil menggeleng pelan. Kemudian, dia masuk ke rumah untuk mandi dan naik ke ranjang untuk tidur. Saat dia masih berulang kali membolak-balik posisi di ranjang, telepon dari ibunya masuk."Milla, kamu sudah tidur?""Belum ... ada apa, Bu?""Sebentar lagi aku naik pesawat. Besok siang sampai rumah, kamu sempatkan untuk pulang, ya. Ada hal penting yang mau Ibu bicarakan," kata Nayla."Ada apa memangnya?" Milla sedikit gugup, mengira ibunya mengetahui bahwa dia menyembunyikan kondisi kesehatannya."Aku dengar kamu akan pergi ke Melasa untuk menghadiri perayaan 100 tahun Keluarga Angle?" Nayla ternyata menyinggung soal itu."Iya. Kenapa Ibu bisa tahu?"Milla merasa agak heran. Setelah Graham menyampaikan kabar itu, dia belum
Chris memicingkan matanya dan berbicara dengan nada sinis, "Pak Zeno mungkin terlalu lama hidup sendiri, jadi sudah lupa apa itu dinamika dalam hubungan, ya?"Persaingan yang kekanak-kanakan antara kedua pria itu membuat Milla merasa lelah. Dia merasa enggan terus berada di tengah mereka, sehingga akhirnya memutuskan untuk berdiri. "Aku ke toilet dulu. Kalian lanjutkan saja."Begitu Milla pergi, perseteruan antara Chris dan Zeno tidak perlu lagi ditutupi."Orang yang muncul tadi malam, itu kamu yang atur, 'kan?" tanya Chris. Ucapannya terdengar seperti pertanyaan, tapi nadanya penuh keyakinan."Apa maksudmu, Pak Chris? Orang yang mana?" Zeno tersenyum samar, meski raut wajahnya tetap tegang.Chris mencibir dingin. "Kita sama-sama tahu, nggak usah basa-basi.""Kamu cemburu?" Zeno berdiri perlahan dengan sorot mata yang gelap dan menantang. "Lalu ke mana saja kamu semalam? Hari ini muncul di sini dan mulai sok peduli? Kamu takut?""Takut sama semua sumpah yang dulu kamu ucapkan pada adik
"Aku belum sempat mengucapkan terima kasih secara resmi padamu soal semalam," Milla membuka pembicaraan lebih dulu.Zeno tersenyum sambil menggeleng pelan. "Sejak pertama kita kenal, kamu sudah sering bilang terima kasih padaku.""Itu artinya kamu memang selalu membantuku," Milla mengenang masa lalu, bibirnya melengkung membentuk senyum kecil. "Tapi aku belum pernah benar-benar membalas kebaikanmu.""Kalau begitu, utang saja dulu."Zeno tetap tampak tenang. Mereka duduk saling berhadapan, tetapi tidak banyak yang dibicarakan.Di tengah suasana yang mulai canggung, dokter masuk bersama perawat untuk memeriksa hasil EKG yang telah direkam sejak pagi, lalu melakukan beberapa pemeriksaan dasar. Setelah itu, dokter berkata, "Kondisi tubuhmu nggak ada masalah. Asalkan nanti cukup istirahat di rumah dan jangan terlalu sering mengalami perubahan emosi yang drastis.""Jadi aku sudah boleh keluar rumah sakit sekarang?" tanya Milla.Dokter mengangguk.Zeno melirik ke arahnya sambil tersenyum. "Ke
Milla tidak tidur semalaman.Pukul 4 pagi, Joy mengirim pesan padanya. Setelah diselidiki oleh detektif pribadi, plat nomor mobil off-road hitam yang diingatnya memang tidak bermasalah dan identitas pemilik mobil juga tidak mencurigakan. Orang itu tinggal di dekat desa tempat kejadian semalam.Jadi, kesimpulan dari detektif adalah itu bukan aksi penguntitan, hanya kebetulan."Menurutku itu bukan kebetulan." Milla menggenggam ponselnya beberapa saat sebelum akhirnya menelepon Joy. Dia tetap pada pendiriannya."Intuisimu?" tanya Joy.Milla tidak menjawab secara langsung. "Waktu mobil itu mengikutiku, aku merasa sangat nggak nyaman. Aku nggak percaya itu cuma kebetulan semata.""Tapi, pemilik mobil dan orang-orang di sekitarnya sudah diperiksa, semua aman. Tapi, aku akan terus minta mereka selidiki." Joy memercayai Milla, hanya saja memang belum ada bukti."Sudahlah, nggak perlu buang tenaga." Milla berkata, "Meskipun instingku benar, pelaku di balik ini pasti sudah merancang semuanya den