“Apa kamu cemburu, Dony?” tanya Damian mengejek adiknya.
“Apa?” Dony segera tersenyum manis. “Aku tidak peduli.”
Dengan gerak-gerik gelisah, Damian mencoba melepaskan diri dari genggaman benalu itu setelah berhasil memprovokasi Dony. Hal itu sukses membuat Dony nyaris tak bisa menyembunyikan kemarahan, wajahnya memerah, seolah menyimpan gunung berapi yang siap meletus. Dalam dera cemburu yang terang-terangan, dia nyaris kehilangan kendali.
"Silahkan duduk," ucap Damian menyambut kedatangan Dony dan Yura. “Silahkan menikmati hadiah jamuan makan dariku.”
Dony dan Yura segera duduk di kursi kosong depan Damian. Mereka makan berbagai menu yang disajikan. Damian yang duduk tepat di depan Yura, sesekali melemparkan senyum simpul ke arah Yura yang sedang sibuk memilih menu. Sorot matanya seolah menggambarkan kekaguman yang tersimpan.
Sementara itu, Dony, yang duduk di samping Yura, tampak mengiris steaknya dengan kasar, begitu keras hingga suara gesekan pisau terdengar nyaring di antara deru pembicaraan di restoran. Keningnya berkerut, jelas memperlihatkan rasa kesal yang mendalam saat matanya sesekali menatap Sindy dengan tajam.
"Jika kamu marah pada seseorang, lampiaskan saja pada orangnya. Jangan pada makanan," ejek Damian.
"Ah, aku tidak marah," bohong Dony menatap tajam pada Sindy, membuat wanita itu bergerak tak nyaman. Baik Damian maupun Yura, dapat melihat kecemburuan Dony dan ketakutan Sindy saat ini.
"Jika kamu cemburu pada Sindy, seret dia padamu karena aku tak suka wanita yang agresif. Aku menyukai wanita lemah lembut seperti … Adik ipar. Patuh dan penurut seperti kelinci peliharaanku."
Semua melongo, terkejut akan penuturan Damian. Seketika Yura melepas pisau dan garpunya. Tak nyaman mendengar bualan seorang Damian.
'Apa maunya Damian ini? Bukankah dia berjanji akan merahasiakannya?' batin Yura, semakin takut jika Damian membeberkan hubungan mereka.
"Maaf aku permisi ke toilet sebentar," ucap Yura, segera pergi ke toilet.
Menatap istrinya pergi, Dony memandang tajam pada Damian. “Apa maksud dari ucapanmu, Kak?”
Damian tersenyum manis. “Tidak ada arti apapun. Aku menghargai ikatan persaudaraan kita. Jadi, jangan khawatir aku akan merebut Yura darimu.”
Dony memandang Sindy sekilas, kemudian melanjutkan makan daging dengan kesal. Sindy mencoba memberi pesan lewat tatapan mata untuk menjaga sikap. Damian segera pergi meninggalkan mereka berdua.
“Kenapa kamu marah-marah?” tanya Sindy sambil memegang tangan Dony. Seketika dibuang kasar tangan Sindy, “singkirkan tanganmu dariku.”
Tatapan tajam Dony membuat nyali Sindy seketika menciut.
Untuk beberapa menit lamanya, Yura keluar bilik dan mencuci tangan. Dirinya terkejut bukan main saat Damian muncul di sana. "Apa yang kamu lakukan, Tuan Damian? Di sini toilet wanita."
"Aku hanya merindukanmu." Damian mendekat, seketika Yura mundur. "Kau sungguh mengira, aku akan melepasmu semudah itu?"
Yura terus mundur hingga terpojok dan Damian segera mengungkungnya, memberi intimidasi penuh layaknya serigala yang siap menerkam mangsanya. Yura menoleh, menghindari tatapan Damian. Namun, Damian dengan sigap menarik dagu Yura untuk menatapnya.
"Akhirnya sekarang kamu takut padaku. Mulai hari ini, kau cuma bisa hidup dalam ketakutan akan terbongkarnya rahasiamu. Sampai aku bosan mempermainkanmu."
"Kamu tak tahu malu," teriak Yura.
"Benar, aku akui itu. Pernah dengar dulu, aku sendiri yang mencekik kelinci peliharaanku. Saat itu, dia sudah bertahan selama lima detik."
Akh
Yura merasa kesakitan saat Damian mencekiknya, "Kelinci kecil, menurutmu, berapa lama kamu bisa bertahan?"
Uhuk uhuk.
Damian melepaskan cekikan, beralih mengelus rambut Yura dengan senyum evilnya. Tak memperdulikan ketakutan Yura. Setelah kepergian Damian, baru bisa bernapas dengan lega. Kini tersisa beribu penyesalan karena telah meremehkan seorang Damian.
"Sungguh berbahaya. Keluarga Baskoro juga bukan tempat yang aman bagiku."
Tubuh Yura mengejang seakan listrik menyambar saat ingatan tentang ucapan ayahnya yang terakhir sebelum pingsan merasuki pikirannya. 'Yura, kamu harus sehat dan bisa menjaga diri sendiri.'
Air mata mengalir deras, tak terkendali dari mata Yura sementara tangisnya pecah memecahkan keheningan ruangan.
"Ayah, cepatlah bangun! Aku tak kuasa menahan beban ini tanpa dirimu. Aku benar-benar tak sanggup lagi... Ayah, aku membutuhkanmu!" Hatinya terasa remuk redam, hancur berkeping-keping mengingat tanggung jawab besar yang harus dipikul sendirian.
Hiks hiks.
Satu minggu kemudian.
Kehidupan Yura merasa sedikit tenang karena Damian tak menampakkan batang hidungnya selama satu minggu ini. Namun, ada berbagai pertanyaan timbul di benaknya. Damian dengan jelas mengancam dan menyatakan jika tidak akan melepasnya hingga dia bosan.
'Apakah dia sudah bosan padaku? Jika benar begitu, aku sungguh lega,' pikir Yura.
Sedangkan Dony, dia sama sekali tidak pulang setelah malam pernikahan itu. Yura mendapatkan kabar jika Doni pergi ke luar negeri untuk urusan bisnis. Saat ini, Yura tinggal bersama ART saja, sedangkan para bodyguard diperintahkan untuk menjaga Sindy. Istri sah Dony adalah Yura tapi yang mendapatkan penjagaan ketat adalah Sindy. Lucu sekali bukan?
Yura berusaha keras untuk tidak menyesali pernikahan yang dijalani bersama Dony. Dia sadar bahwa tidak pernah ada cinta sejak awal, dan mungkin itulah mengapa Dony justru lebih memperhatikan selingkuhannya, Sindy. Namun, di tengah situasi seperti ini, Yura tak bisa menahan rasa sakit dan kecewa yang terpendam di hati. Dalam diam menarik napas besar, mencoba meredam perasaan tersebut, dan memaksa diri untuk berpikir tentang hal yang lebih penting, yaitu kondisi ayahnya yang sedang sakit.
"Aku harus bisa kuat, demi Ayah," bisiknya lirih, berusaha menenangkan hati. Tak ada gunanya menangisi pernikahan yang memang sudah retak sejak awal, yang penting saat ini adalah bagaimana bisa mencari dukungan, baik moril maupun materil, untuk kesembuhan ayahnya. Itulah tekad yang mendorong Yura untuk terus melanjutkan langkah meski hati menjerit pilu.
Malam ini, Yura berdiri di balkon untuk beberapa saat. Memandang gemerlapnya bintang di langit hingga merasa ngantuk, dia memutuskan untuk tidur. Baru saja naik ranjang, terdengar seseorang masuk kamarnya lewat balkon.
"Siapa di sana?"
Yura berjalan pelan menuju balkon, memandang ke sekitar dan tidak ada siapapun membuat bulu kuduknya berdiri. Dengan cepat Yura berbalik dan lari masuk kamar. Tiba-tiba ….
Mmph.
Yura dibekap seorang lelaki dari belakang tanpa sempat menghindar. Merasa panik, Yura bergerak membela diri.
Akh.
Yura menggerakkan siku, menyentuh perut kiri laki-laki itu. Sebenarnya pukulan Yura tak seberapa, tapi pukulan itu tepat mengenai luka di tubuh kekarnya sehingga lelaki itu menggeram hebat dan limbung.
Akh
Yura terkejut bukan main melihat lelaki itu.
"Damian?"
Ya, lelaki yang terluka saat ini adalah Damian dan tanpa disadari, Yura telah memukul tepat pada lukanya. Yura segera duduk mendekat untuk melihat kondisinya.
"A-apakah kamu baik?"
Akh.
Yura mundur hingga terjungkal, menutup mulut setelah tahu ada cairan merah keluar dengan deras darie perut kiri Damian.
"Jangan berteriak! Meski aku sedang terluka, aku bisa saja membunuhmu!”
"Jangan berteriak! Meski aku sedang terluka, aku bisa saja membunuhmu.”AkhDamian mengerang kesakitan.Di luar rumah."Ke mana perginya?""Dia terluka parah, jadi mana mungkin dia bisa kabur secepat itu. Cepat cari sekitar!"Suara di luar kediaman Dony sangat ramai dengan banyaknya lelaki berpakaian hitam dan memakai masker.Damian menyeret tubuhnya, duduk bersandar di dinding kamar. Dia bisa bernapas lega saat orang-orang misterius itu pergi. Yura berdiri dan mundur, merasa gemetar di seluruh tubuh melihat Damian yang kesakitan. Memori saat keluarga tercinta dibantai habis-habisan kembali muncul di benaknya. Hanya tersisa Ayah yang terkulai dalam koma, saat ini."Yura, papah aku!"'Perlukah aku membunuhnya saat dia terluka? Asalkan aku berteriak, dia akan mati di sini. Maka, kejadian malam itu tak akan ada yang tahu,' batin Yura.Melihat Yura tak bergeming, mata yang semula penuh harap itu seketika sirna, beralih kilatan tajam bak elang yang siap membunuh. "Ternyata kamu sama saja d
Satu jam sebelumnya.Brengsek!Dony membanting tas kerja. Dia baru saja pulang dari bisnisnya. Melihat itu, Yura mendekat, memastikan apa yang telah terjadi. "Ada apa, Dony?""Damian, kakak keparat itu telah mendahului pertemuan bisnis dengan klien Kakek Luhan di luar negeri. Dia telah memenangkan bisnis di Dubai dengan membeli saham dan lahan untuk memperluas bisnisnya. Sial!"Yura tak paham, dengan polosnya bertanya. "Bukankah kalian keluarga? Kenapa kakakmu harus bersaing dengan Kakek Luhan?""Tentu saja karena dendam," jelas Dony yang segera menutup mulutnya. Dia sadar betul telah membocorkan rahasia besar yang terjadi tiga tahun lalu."Apa maksudmu, dendam?""Ah, aku salah bicara. Buatkan aku teh sana!" usir Dony mengalihkan kecurigaan Yura.Bukankah istri harus patuh kepada suami, meski tak ada cinta di antara mereka?Yura dengan patuh membuatkan segelas teh chamomile dan mengantarkan pada sang suami. Saat sampai di ruang tamu, tangan Yura mengepal erat gagang teh hingga isi di
"Berkas itu sangat penting bagiku. Katakan saja, apa yang harus aku lakukan agar kamu mau memberikannya padaku?"Damian sungguh senang, Yura memberinya penawaran yang cukup berani. Tanpa ragu mendekatkan diri dan memandang intens wajah cantik bak dewi yunani itu. Tatapan lembut dan meneduhkan meski terbalut rasa takut dan kesepian."Bekerja di Perusahaan dan jadi wanitaku."Seketika Yura menggenggam erat tasnya, reaksi penolakan dari permintaan Damian. "Apakah tak ada cara lain? Aku tak bisa. Aku …, tak bisa meninggalkan Dony.""Yura, aku sama sekali tidak percaya dengan kesetiaan orang. Semua keyakinan tanpa ragu karena taruhan, tidak akan cukup 'kan?"Damian mendekat dan menarik dagu Yura dengan satu tangannya. Terselip emosi dan kecemburuan di dalamnya. "Seberapa besar cinta Dony di dalam hatimu?"'Dibaliknya, ada keselamatan Ayahku. Ada kenyataan yang belum terungkap tentang pembantaian keluargaku.'"Aku tidak bisa hidup tanpa dia."Prok prok prok.Damian bertepuk tangan sendiri d
"Setelah selesai acara pernikahan, segera rayu Tuan Dony untuk melakukan kewajibannya. Jika kamu tak mau melakukannya, Ayahmu yang sedang koma itu ....""Jangan! Tolong jangan hentikan pengobatan Ayah. Aku akan melakukan apapun yang kamu suruh," ucap Yura terbata."Anak pintar!" puji Madam Serly dengan seringainya.Kini, Yura terperangkap dalam kehidupan menyedihkan. Dia harus melaksanakan perintah Madam Serly, jika ingin ayahnya bangun dari koma. Entah motif apa yang dimiliki Serly sehingga membuat Yura sebagai bonekanya.Pertama, Yura harus menikah dengan Dony Baskoro. Anak kedua Baskoro, keluarga konglomerat di kota Jakarta. Yura yang sebenarnya bernama Yuna Anjela diperkenalkan dengan nama Yura, Yura putriana. Anak ketiga dari keluarga Raharjo, yang tak lain suami Serly.Kedua, Serly meminta Yura tidur dengan Dony setelah malam pernikahan sebagai bukti diterima oleh keluarga Baskoro. Apakah mungkin?Pernikahan ini hanyalah sebagai jembatan pemersatu dari kedua belah pihak dalam ha
"Cari saja lelaki lain."Damian melepas kasar tangan Yura, membuat tubuhnya oleng dan meringis kesakitan. "Ish, kamu kasar sekali."Namun, Yura tak patah arang, kembali mendekatkan tubuhnya. "Katakan padaku bahwa kamu begitu menikmati ciuman kita tadi? Apa aku salah, Tuan? Kita sama-sama menginginkan--"MmphTanpa mampu menahan diri, Damian mendekatkan wajahnya ke Yura, sebuah sentuhan lembut yang menghanguskan setiap helaan napas. Napasnya tercekat, gejolak dalam dada memuncak tak terbendung. "Semoga kau tidak menyesal kali ini," bisiknya dengan lembut, membiarkan momen itu menghentikan realitas sejenak di antara mereka.Akh.Yura digendong ala bridal, dimasukkan ke dalam mobil Jeep. Tak peduli lagi, Damian akan melanjutkannya di dalam sana."Tolong, hentikan!" rintih Yura saat Damian menciumi leher jenjangnya."Terlambat untuk memohon berhenti.""Jangan, jangan di sini! Maksudku, kita bisa melakukannya di tempat lain."Damian merasa kecewa, harus menahan rasa untuk sesaat. Dengan em
“Yura, jawab aku!”Hening.Dony menyimpulkan jika Yura benar-benar terlelap. Saat ini suasana hatinya sedang baik dan Yura pun sudah tidur, jadi Dony memutuskan untuk menanyakan kembali besok pagi.Pagi hari."Cepat periksa!" titah Sherly.Akh."Tolong, hentikan!"Yura diseret paksa oleh tiga ART Sherly menuju ruang seperti laboratorium. Mereka membaringkan Yura dengan memegang tangan dan kakinya. Masuk seorang Dokter dan mulai memeriksa Yura. Mereka tak peduli pada wanita yang memohon ampun saat ini. Hampir 30 menit, Yura diperiksa di dalam sana dan dilepaskan setelah pemeriksaan selesai."Bagaimana hasilnya?""Sudah robek."Bibir Sherly tersungging hingga semua gigi terlihat jelas. Puas akan hasil yang baru saja didengar. Di dekati Yura yang kini duduk bersimpuh di hadapannya. Tangan lentik itu menarik kasar dagu Yura agar terlihat jelas kesedihan di mata anak angkatnya."Kamu sungguh pintar, Yura. Terus bersikap baik sebagai menantu Baskoro agar pengobatan Ayahmu terus berjalan. Cu
"Berkas itu sangat penting bagiku. Katakan saja, apa yang harus aku lakukan agar kamu mau memberikannya padaku?"Damian sungguh senang, Yura memberinya penawaran yang cukup berani. Tanpa ragu mendekatkan diri dan memandang intens wajah cantik bak dewi yunani itu. Tatapan lembut dan meneduhkan meski terbalut rasa takut dan kesepian."Bekerja di Perusahaan dan jadi wanitaku."Seketika Yura menggenggam erat tasnya, reaksi penolakan dari permintaan Damian. "Apakah tak ada cara lain? Aku tak bisa. Aku …, tak bisa meninggalkan Dony.""Yura, aku sama sekali tidak percaya dengan kesetiaan orang. Semua keyakinan tanpa ragu karena taruhan, tidak akan cukup 'kan?"Damian mendekat dan menarik dagu Yura dengan satu tangannya. Terselip emosi dan kecemburuan di dalamnya. "Seberapa besar cinta Dony di dalam hatimu?"'Dibaliknya, ada keselamatan Ayahku. Ada kenyataan yang belum terungkap tentang pembantaian keluargaku.'"Aku tidak bisa hidup tanpa dia."Prok prok prok.Damian bertepuk tangan sendiri d
Satu jam sebelumnya.Brengsek!Dony membanting tas kerja. Dia baru saja pulang dari bisnisnya. Melihat itu, Yura mendekat, memastikan apa yang telah terjadi. "Ada apa, Dony?""Damian, kakak keparat itu telah mendahului pertemuan bisnis dengan klien Kakek Luhan di luar negeri. Dia telah memenangkan bisnis di Dubai dengan membeli saham dan lahan untuk memperluas bisnisnya. Sial!"Yura tak paham, dengan polosnya bertanya. "Bukankah kalian keluarga? Kenapa kakakmu harus bersaing dengan Kakek Luhan?""Tentu saja karena dendam," jelas Dony yang segera menutup mulutnya. Dia sadar betul telah membocorkan rahasia besar yang terjadi tiga tahun lalu."Apa maksudmu, dendam?""Ah, aku salah bicara. Buatkan aku teh sana!" usir Dony mengalihkan kecurigaan Yura.Bukankah istri harus patuh kepada suami, meski tak ada cinta di antara mereka?Yura dengan patuh membuatkan segelas teh chamomile dan mengantarkan pada sang suami. Saat sampai di ruang tamu, tangan Yura mengepal erat gagang teh hingga isi di
"Jangan berteriak! Meski aku sedang terluka, aku bisa saja membunuhmu.”AkhDamian mengerang kesakitan.Di luar rumah."Ke mana perginya?""Dia terluka parah, jadi mana mungkin dia bisa kabur secepat itu. Cepat cari sekitar!"Suara di luar kediaman Dony sangat ramai dengan banyaknya lelaki berpakaian hitam dan memakai masker.Damian menyeret tubuhnya, duduk bersandar di dinding kamar. Dia bisa bernapas lega saat orang-orang misterius itu pergi. Yura berdiri dan mundur, merasa gemetar di seluruh tubuh melihat Damian yang kesakitan. Memori saat keluarga tercinta dibantai habis-habisan kembali muncul di benaknya. Hanya tersisa Ayah yang terkulai dalam koma, saat ini."Yura, papah aku!"'Perlukah aku membunuhnya saat dia terluka? Asalkan aku berteriak, dia akan mati di sini. Maka, kejadian malam itu tak akan ada yang tahu,' batin Yura.Melihat Yura tak bergeming, mata yang semula penuh harap itu seketika sirna, beralih kilatan tajam bak elang yang siap membunuh. "Ternyata kamu sama saja d
“Apa kamu cemburu, Dony?” tanya Damian mengejek adiknya.“Apa?” Dony segera tersenyum manis. “Aku tidak peduli.”Dengan gerak-gerik gelisah, Damian mencoba melepaskan diri dari genggaman benalu itu setelah berhasil memprovokasi Dony. Hal itu sukses membuat Dony nyaris tak bisa menyembunyikan kemarahan, wajahnya memerah, seolah menyimpan gunung berapi yang siap meletus. Dalam dera cemburu yang terang-terangan, dia nyaris kehilangan kendali."Silahkan duduk," ucap Damian menyambut kedatangan Dony dan Yura. “Silahkan menikmati hadiah jamuan makan dariku.”Dony dan Yura segera duduk di kursi kosong depan Damian. Mereka makan berbagai menu yang disajikan. Damian yang duduk tepat di depan Yura, sesekali melemparkan senyum simpul ke arah Yura yang sedang sibuk memilih menu. Sorot matanya seolah menggambarkan kekaguman yang tersimpan.Sementara itu, Dony, yang duduk di samping Yura, tampak mengiris steaknya dengan kasar, begitu keras hingga suara gesekan pisau terdengar nyaring di antara deru
“Yura, jawab aku!”Hening.Dony menyimpulkan jika Yura benar-benar terlelap. Saat ini suasana hatinya sedang baik dan Yura pun sudah tidur, jadi Dony memutuskan untuk menanyakan kembali besok pagi.Pagi hari."Cepat periksa!" titah Sherly.Akh."Tolong, hentikan!"Yura diseret paksa oleh tiga ART Sherly menuju ruang seperti laboratorium. Mereka membaringkan Yura dengan memegang tangan dan kakinya. Masuk seorang Dokter dan mulai memeriksa Yura. Mereka tak peduli pada wanita yang memohon ampun saat ini. Hampir 30 menit, Yura diperiksa di dalam sana dan dilepaskan setelah pemeriksaan selesai."Bagaimana hasilnya?""Sudah robek."Bibir Sherly tersungging hingga semua gigi terlihat jelas. Puas akan hasil yang baru saja didengar. Di dekati Yura yang kini duduk bersimpuh di hadapannya. Tangan lentik itu menarik kasar dagu Yura agar terlihat jelas kesedihan di mata anak angkatnya."Kamu sungguh pintar, Yura. Terus bersikap baik sebagai menantu Baskoro agar pengobatan Ayahmu terus berjalan. Cu
"Cari saja lelaki lain."Damian melepas kasar tangan Yura, membuat tubuhnya oleng dan meringis kesakitan. "Ish, kamu kasar sekali."Namun, Yura tak patah arang, kembali mendekatkan tubuhnya. "Katakan padaku bahwa kamu begitu menikmati ciuman kita tadi? Apa aku salah, Tuan? Kita sama-sama menginginkan--"MmphTanpa mampu menahan diri, Damian mendekatkan wajahnya ke Yura, sebuah sentuhan lembut yang menghanguskan setiap helaan napas. Napasnya tercekat, gejolak dalam dada memuncak tak terbendung. "Semoga kau tidak menyesal kali ini," bisiknya dengan lembut, membiarkan momen itu menghentikan realitas sejenak di antara mereka.Akh.Yura digendong ala bridal, dimasukkan ke dalam mobil Jeep. Tak peduli lagi, Damian akan melanjutkannya di dalam sana."Tolong, hentikan!" rintih Yura saat Damian menciumi leher jenjangnya."Terlambat untuk memohon berhenti.""Jangan, jangan di sini! Maksudku, kita bisa melakukannya di tempat lain."Damian merasa kecewa, harus menahan rasa untuk sesaat. Dengan em
"Setelah selesai acara pernikahan, segera rayu Tuan Dony untuk melakukan kewajibannya. Jika kamu tak mau melakukannya, Ayahmu yang sedang koma itu ....""Jangan! Tolong jangan hentikan pengobatan Ayah. Aku akan melakukan apapun yang kamu suruh," ucap Yura terbata."Anak pintar!" puji Madam Serly dengan seringainya.Kini, Yura terperangkap dalam kehidupan menyedihkan. Dia harus melaksanakan perintah Madam Serly, jika ingin ayahnya bangun dari koma. Entah motif apa yang dimiliki Serly sehingga membuat Yura sebagai bonekanya.Pertama, Yura harus menikah dengan Dony Baskoro. Anak kedua Baskoro, keluarga konglomerat di kota Jakarta. Yura yang sebenarnya bernama Yuna Anjela diperkenalkan dengan nama Yura, Yura putriana. Anak ketiga dari keluarga Raharjo, yang tak lain suami Serly.Kedua, Serly meminta Yura tidur dengan Dony setelah malam pernikahan sebagai bukti diterima oleh keluarga Baskoro. Apakah mungkin?Pernikahan ini hanyalah sebagai jembatan pemersatu dari kedua belah pihak dalam ha