“Kamu yakin itu saja? Apakah kamu tidak akan marah pada orang yang telah menculikmu?” tanya Daniel sambil mengangkat sebelah alisnya. Inara menganggukkan kepala dengan antusias. “Tentu saja, El. Tidak mungkin aku berbohong padamu,” jawabnya. Daniel menarik napas dalam-dalam, lalu menghembusnya perlahan melalui mulut. Melihat Inara yang tampak memelas membuat Daniel merasa tidak tega. Pria itu akhirnya menyerah juga.“Bagas. Dia dan Eren yang telah merencanakan penculikanmu dan semua hal busuk yang menimpamu beberapa waktu belakangan,” jelas Daniel.“Pak Bagas yang melakukannya?!” pekik Inara sambil melompat berdiri dari ranjang. “Apa yang sebenarnya dia mau dariku? Dia sendiri yang telah membuat keputusan untuk berselingkuh dariku. Tapi, kenapa sekarang dia justru berusaha untuk memisahkan kita, El?” "Apa maksud perkataanmu, Dhita? Apakah kamu mengenal pak Bagas sebelumnya?" Inara membekap mulutnya, dia terdiam sejenak dan kemudian mulai berekapresi sedih. "Oh aku hanya
Keesokan harinya, perusahaan Wijaya Group mendadak gempar karena terungkapnya sebuah rumor perihal masa lalu Bagas Situasi semakin panas lagi ketika seseorang menjadi saksi bahwa Bagas telah mencelakai istri dan puterinya sendiri, membuat Bagas dan Rika carut marut dengan kabar itu. "Siapa yang menambahi masalah? Aku sudah berhasil menutup mulut wartawan dengan berita kumpul kebo kita, tapi kini masa laluku terkuak.""Apa kamu sudah memastikan tak ada yang tahu tentang kecelakaan itu?" ucap Rika balik bertanya kepada Bagas."Bukankah kau yang harus memastikan bahwa tak ada saksi yang hidup saat kecelakaan itu," ulas Bagas malah melemparkan pertanyaan yang sama kepada istrinya itu."Tapi aku sudah memastikan tak ada korban atau pun saksi yang hidup." Rika begitu yakin namun ada sesuatu hal yang membuatnya diam seketika. Dia mengingat betul bahwa sampai saat ini mayat istrinya Bagas masih belum ditemukan, "Apakah mungkin Inara masih hidup?" kilahnya menatap Bagas."Apakah kamu b
"Bagaimana bisa kamu mengenal Inara? Katakan padaku?!" kilah Bagas beranjak dari duduknya."Bukankah kabar itu telah menguak di kota ini dan sebagai balasannya kamu harus mempertanggung jawabkan itu.""Istriku sudah meninggal di saat kecelakaan itu dan betapa bodohnya aku yang tidak bisa menyelamatkannya." Bagas menampakkan raut wajah sedih di hadapan Daniel, dia juga mengungkapkan jika hal itu hanyalah sebuah rumor yang dilakukan paman Nicholas."Baiklah, aku akan memberimu kabar besok.""Aku menantikan kabar itu dan jika kamu tidak lekas menyetujuinya maka jangan salahkan aku jika aku akan mengadakan konferensi pers." Daniel meneguk salivanya seraya menaikkan alisnya. Berdebat dengan Bagas tidak akan membuatnya menang jadi Daniel tak peduli dengan ancaman pria itu. Setelah melihat Bagas keluar dari ruangannya, Joe segera menelepon orang kepercayaannya untuk memastikan ucapan Bagas tadi.Dret.. Dreet.. Suara getar ponsel Daniel, pria manik mata biru itu segera meraih bend
"Baiklah aku akan ke kantor sekarang." Inara yang mendengar itu langsung menyuruh Daniel pergi. "Pergilah, aku sudah baik-baik saja kok." "Kamu benar-benar tidak apa-apa bila aku tinggalkan di sini karena aku takut dua preman itu masih mengincarmu," sindir Daniel tersenyum tipis. Mendengar itu Daniel ikut tersenyum dan mengatakan bahwa dia baik-baik saja. Ia tak ingin merepotkan orang lain. Namun, Daniel masih tetap bersikukuh untuk menemaninya sampai subuh dan pergi tanpa menunggu Inara bangun dari tidurnya. Namun, siapa sangka kepergiaan Daniel membuat Inara dalam bahaya lagi, ternyata Rika sejak tadi ada di rumah sakit dan berniat ingin melenyapkan Inara. Mendengar suara pintu berderit. Mata Inara yang terpejam langsung terbuka seketika itu ditambah lagi dia melihat seorang perempuan yang berdiri di ambang pintu."Jadi kau masih hidup Inara?" ucap Rika berjalan menghampiri Inara."Apa maksudmu? Aku ini Dhita buk--" Belum selesai melanjutkan kalimatnya, Rika telah memot
Daniel menghela napas beratnya, "Kamu harus tahu, Ra. Aku dan Bagas itu berbeda. Mungkin aku memang tidak sebaik Bagas namun aku pastikan aku takkan membuatmu terluka ataupun berkhianat." Buliran bening jatuh di pipi mulus Inara, "Aku masih trauma, El. Di saat aku benar-benar menganggap seseorang tulus denganku dan ternyata mereka berkhianat hingga ingin membunuh aku dan keluargaku." Sontak saja hal itu membuat Daniel kesal dan langsung menarik Inara ke dalam pelukannya kembali."Jangan bersedih lagi. Aku tidak akan memaksamu untuk mempercayaiku namun biarlah waktu yang menjawabnya nanti." Daniel langsung berdiri dan berjalan mendekati Inara. Pria itu mengulurkan tangannya untuk menggandeng Inara yang langsung disetujui oleh perempuan itu."Apakah kamu mampu berdiri, Ra? Aku tidak bisa meninggalkanmu di rumah sakit karena aku takut jika hal buruk akan terjadi padamu." Inara mengerutkan dahinya, "Bukankah semua sudah aman? Bagas dan Rika sudah tertangkap.""Memang, teta
"Aku rasa itu tidak perlu karena aku sudah kenyang dengan semua kata cintamu di pagi hari ini,"jawabnya balik menatap Daniel. Inara bergegas pergi dari hadapan Daniel, sebenarnya dia ingin menghindari Daniel karena pria tampan itu terus saja membuat jantungnya terus saja berdebar. Tidak ingin seseorang tahu apa yang sedang dia rasakan jadi Inara lebih baik pergi dari pria itu. Bukan hanya itu saja, Inara bahkan menetralisir jantungnya agar tidak dicuurigai Daniel padahal sebenarnya perempuan itu sangat gematar sekali ketika tangan mereka bersentuhan satu sama lain. "Apa yang tengah aku rasakan ini?" gumamnya menatap Daniel yang baru saja berdiri di depan Inara. Melihat perempuan cantik itu tersenyum dan melamun, pria tampan itu mengulas sebuah senyuman manis yang terukir di sudut bibirnya. Menghempaskan pantatnya seraya duduk di samping Inara sambil memandangi wajah cantiknya."Apa yang sedang kamu lamunkan?" "A--ku sedang melamunin langit yang tidak bertiang." Mende
Dengan gerak cepat, Daniel melayangkan tinjunya. "Seorang suami yang telah tega meninggalkan keluarganya demi perempuan lain dan tega merencanakan pembunuhan sudah patut ditinggalkan." Bagas bertepuk tangan, "Tidak, Daniel. Aku dan Inara belum resmi bercerai bahkan kami tidak ada kata cerai.""Jika itu yang kamu maksud lalu apa ini," kilah Inara melemparkan selembar surat perpisahan."Apa ini? Apa kamu berniat mengajak kembali bersamaku?"Plakk!! Inara sudah jengah melihat sikap Bagas yang seolah berbangga diri karena belum berpisah dengannya padahal jauh sebelum Inara berganti nama dia sudah mengurus surat cerai kepada pihak pengadilan."Bagaimana mungkin?""Apa kamu pikir? Hanya kamu saja yang bisa melakukan pernikahan tanpa surat cerai, hah? Ingat Bagas, aku bukan Inara yang dulu. Selalu percaya kata-katamu." Sorot mata Inara begitu tajam menatap mantan suaminya itu, "Jangan harap aku akan membebaskan Rika, dia sudah melukai Daniel.""Melukai Daniel, buktinya pria in
Pria tampan itu menyuruh Inara tenang dan duduk di sampingnya karena dia tidak ingin membuat Inara pusing, tangan kekar Daniel menyentuh jemari Inara dengan lembut."Apakah ucapanmu tadi benar bahwa akulah satu-satunya pria yang ada untukmu?" Pertanyaan itu sungguh membuat Inara begitu tertegun, bagaimana tidak karena Inara bingung harus menanggapinya bagaimana. "Aku rasa kamu tahu jawabnnya bukan," ucap Inara malah balik bertanya. Tidak ingin terlalu dicurigai Daniel, jantung Inara yang terus saja berdebar tak menentu membuat perempuann itu bingung untuk bersikap bagaimana menanggapinya. Ditambah lagi kini tangan kekar Daniel menyentuh jemarinya begitu kuat dan membuat perasaannya semakin tidak menentu."Tentu kamu tahu jawabannya bahwa kamu tidak akan mau untuk menerimaku bukan," ucap Daniel. Pria itu bangun dari duduknya dan mengajak Inara pulang saja untuk mencari surat kontrak tersebut jikalau saja dia menaruhnya di rumah. Inara pun mengikuti keinginan sang suam
"Aku terpaksa melakukan ini karena aku tidak ingin kamu terluka karena perempuan jalang itu," ungkapnya langsung menatap Bagas dalam."Perempuan jalang? Apa maksudmu?" tanya Bagas sangat penasaran. Rika memutar balikkan fakta bahwa Inara lah wanita yang telah berselingkuh dengan pria lain. Perusahaan Bagas yang bangkrut membuatnya tergiur dengan pria kaya bernama Daniel sehingga perempuan itu meminta cerai."Apa? Dia ingin menceraikanku lebih dulu?" tanya Bagaa langsung menelisik tajam. Rika bingung untuk menjawab, tetapi karena otaknya yang sangat licik maka dengan tegas dan lugas perempuan itu langsung mengatakan iya. Bahkan ibu mertuanya pun ikut campur."Benar, apa yang dikatakan Rika, Bagas. Inara memang selingkuh bahkan di saat kecelakaan itu dia bersama dengan seorang pria dan Rika adalah perempuan yang mau menerima dan mencintainya dengan tulus.""Apa Mama yakin Rika tidak membohongiku?" Pertanyaan itu membuat Berta meneguk salivanya beberapa kali, dengan cara apa
Daniel terhenti dan langsung menoleh seraya menjawab bahwa perempuan itu adalah temannya. Sontak saja hal itu membuat kerutan di kedua alisnya."Bukankah Daniel sudah menikah lalu perempuan itu siapanya Daniel? Apakah selingkuhannya atau Inara yang menjadi simpanannya," terka Bagas asal menebak. Pria itu semakin bingung dengan apa yang diucapkan Daniel, kenapa bisa pria itu menjadikan Inara seorang istri simpanannnya. Lalu kenapa Inara mau dengan Daniel. Bukankah Inara bisa disebut seorang pelakor, Bagas masuk ke dalam mobilnya dan mulai mengingat apa hubungannya dengan Inara. Mengapa perasaannya dengan Inara begitu dalam, seolah dia pernah menjalin hubungan dekat dengannya."Tuhan, kenapa aku tidak bisa mengingat tentang Inara lagi. Aku merasa dia adalah istri yang aku cintai." Bagas memandangi langit sore itu berharap Sang Pencipta menjawab doa-doanya. Bagai membenarkan benang yang kusut begitu pula yang dialami Bagas. Mencari teka-teki ingatannya yang mulai pilih, tetap
"Apa yang ingin kamu beli di counter handphone ini, Ra?" tanya Daniel bingung. Perempuan itu langsung menunjukan mainan ponsel tersebut dan menanyakan harganya. Tak lupa pula, Inara membelinya sepasang dan meminta Daniel untuk memberikan ponselnya."El, pinjam ponselmu sebentar," ucap Kanza berniat ingin memasangkan mainan ponsel tersebut padanya."Untuk apa?" Pertanyaan Delvin tak dijawab Kanza malah ia langsung saja merampas benda pipih itu dan meminta pegawai counter untuk memasangnya sontak saja hal itu membuat pria itu mengerutkan dahinya heran."Inara, aku bukan anak kecil, kena--" Inara menunjuk satu jarinya tepat menyentuh bibir Daniel dan meminta pria itu tak usah berkomentar dan mainan ponsel itu adalah sebuah tanda persahabatan mereka."Please, terimalah ini! Aku tidak tahu harus memberimu hadiah apa karena kamu memiiki segalanya, tetapi benda unik seperti inilah yang bisa aku berikan untukmu," tukas Inara menatapnya penuh makna."Tetapi ini kekanakan, Inara,"
Mereka berdua terkejut mendengar hal itu. Daniel memutar tubuhnya dan menatap pak Roy dengan tatapan sinis. "Oh jadi kamu ingin bekerja sama dengan perempuan itu?" ketus Daniel marah. Terlihat sekali bahwa pria beriris mata biru itu meredam amarahnya yang mulai tak tertahankan apalagi setelah mereka tahu bahwa beliau lah yang telah menjebak Inara pada pesta malam itu. "APA??" ucap Inara terkejut. Daniel memukul meja restoran dengan keras karena kesal mendengar kejujuran pak Roy. Bukan itu saja, Rika juga yang telah menyuruhnya bila tidak putranya akan mendekam di penjara."Maafkan aku, Pak Daniel dan Ibu Inara. Aku sungguh terpaksa melakukannya," sesal pria itu meminta maaf. Tidak hanya meminta maaf, pria itu juga berlutut di hadapan Daniel dengan berurai air mata. Berharap Daniel memaafkannya dan memakluminya."Apakah kamu pikir, aku akan memaafkanmu? Tidak semudah itu." Daniel tak menduga bila pak Roy yang tahu tentang hukum malam bertindak diluar hukum."Aku tida
"Aku tahu, Ra! Hanya saja aku sedikit bingung dan harus mencarinya di mana?" jawab Daniel mengedarkan sepasang bola matanya malas."Kau harus yakin bahwa tidak ada usaha yang tidak akan membuahkan hasil ketika kita mencari surat kuasa tersebut malah kebenaran mulai terungkap bukan, bisa jadi ke depannya ada kebenaran yang tak terduga lagi." Ucapan Inara sungguh menyentuh hati pria bermanik mata biru itu. Matanya langsung menatap tajam ke arah Inara, dia tidak menduga bila Inara bisa sedewasa ini. Bukankah nilai plus bisa bertambah satu point untuk Inara, Daniel tersenyum tipis dan berkata, "Aku tidak menyangka kamu bisa sedewasa ini, Ra.""Kamu belum tahu aku lebih dalam, El! Luka yang tertoreh di hati membuatku terpaksa dewasa," ketusnya balik menatap Daniel. Untuk saat itu mereka saling menatap satu sama lain, entah kenapa hari itu. Inara merasakan sesuatu yang berbeda dari sebelumnya, Daniel pria yang pertama dikenalnya sungguh dingin seperti es kini telah mulai cair dan pr
Bagas menyentuhnya lembut, desiran hebat mulai merasuki Rika, ini pertama kalinya sang suami menyentuhnya sejak bertemu Inara."Terima kasih kau telah sabar menungguku." Mengusap sisa air mata Rika, tangan kekar Bagas langsung menggendong tubuh Rika ke atas ranjang. Malam itu dia benar-benar merasakan sentuhan hangat dari seorang Bagas. Merangkul tubuh Rika dalam pelukannya seraya memejamkan mata, Rika berharap sekali bisa melaksanakan kewajibannya kepada Rika seperti dulu sebelum mereka menikah, tetapi dengan perlahan karena nyeri di kepala Bagas akan terasa hebat ketika ia ingin menyentuh Rika. Entah mengapa, tetapi itulah yang dirasakan Bagas. Demi ingin mencium Rika, dia berusaha menahan rasa sakit di kepalanya itu. Bagas membuka matanya perlahan ketika mendapati sebuah mimpi yang begitu aneh. Sebuah tragedi kecelakaan yang sangat tragis terjadi, keringat dingin keluar dan bercucuran di keningnya. Mengatur napasnya yang ngos-ngosan, Bagas menoleh ke arah Rika yang
Namun tangan kekar seseorang menghentikannya, "Apa yang kamu lakukan, Rika. Ingat jangan membuat ulah." Bagas menarik tangan Rika, dia tidak ingin apa yang sedang direncanakan mertuanya akan hancur karena sikap Rika yang tak sopan pada klien bisnisnya dan juga pak Nicholas."Maafkan sikap istriku.""Jika tidak memandang pamanku, sudah lama aku ingin menghajarmu," geram Daniel. Inara menarik tangan Daniel dan mengajaknya pergi, dia melanjutkan langkahnya tanpa memerdulikan lagi bila Bagas sejak tadi terus memanggilnya. Inara begitu teguh dengan pendiriannya, ia terus berjalan dan berjalan tanpa ingin tahu alasan Bagas memanggilnya."Inara.." Daniel yang sejak tadi memperhatikan dua orang itu menggelengkan kepalanya dan mengamati dari kejauhan saja."Mengapa Bagas mulai penasaran sekali dengan Inara? Apakah mungkin Bagas juga mencintai Inara," tebak Daniel langsung mengenggam tangan istrinya."Apa yang kamu katakan pada Rika dan Bagas?" tanya Daniel menatapnya."Aku hanya in
"Benar yang kamu katakan, aku akan mencoba menghubungi Dokter Jody." Ketika Daniel melangkah pergi, Inara langsung menarik tangannya dan meminta Daniel untuk mengantarnya pulang. Namun, pria itu meminta Inara untuk tetap tinggal dan menemaninya."Kamu ingin ditemani, tetapi kenapa kamu ingin pergi," celetuk Inara sebal."Tunggulah sebentar! Aku ingin mengambil sesuatu," pinta Daniel menoleh ke arahnya. Melihat pria itu bergegas masuk ke dalam kamarnya, Inara yang paling suka menebak sesuatu hal pun mulai mengubek isi otaknya."Kira-kira apa ya yang mau diambil Daniel?" tanyanya dalam hati. Pria itu membawa sebuah kantong plastik berwarna putih dan menyodorkannya kepada Inara lalu meminta perempuan itu berganti pakaian."Gantilah pakaianmu, aku rasa kau tidak nyaman mengenakan itu! Aku mengambilkan piyama baru yang aku beli.""Tetapi, El! Ak--" Daniel menarik tangan Inara dan membawanya ke kamar tamu yang pernah ditinggalinya waktu itu dan satu hal yang membuat Inara te
Daniel yang mengamati Inara terus terdiam sambil melamun memaksanya untuk menyadarkan Inara. "Apa yang sedang kamu pikirkan, Ra?" Pertanyaan itu sungguh membuat Inara tersadarkan hingga menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ayo, kita pulang," ajak Inara tak menanggapi apa yang ditanyakan Daniel tadi. Merasa tidak terlalu penting, dua orang itu berjalan menghampiri paman Nicholas untuk berpamitan. "Paman, kami pulang ya? Terima kasih sambutan hangat dan penjamuannya." Daniel tersenyum sembari menjabat tangan paman Nicholas. Melihat Rika yang terus berada di sisi paman Nicholas membuat dahi Daniel berkenyit, "Paman mengenal pak Bagas dan istrinya?" Paman Nicholas mengangguk, "Tentu saja, El. Paman lupa mengenalkannya padamu.""Maksud paman?" tanya Daniel sedikit menduga."Rika adalah putri paman dari mendiang istri paman yang telah meninggal.""Bukannya Tante Sarah tidak memiliki anak?" Paman Nicholas menggelengkan kepalanya, "Bukan Sarah, Rika adalah putrinya R