"Lepaskan tanganku! Aku bisa menuntutmu karena telah bertindak kasar padaku," ketus Inara berusaha melepaskan pegangan tangan Bagas."Inara, aku ingin memastikan sesuatu padamu? Apa benar kamu yang telah berpaling padaku?" tanya Bagas ingin tahu. Inara terdiam sejenak, ia tidak menyangka bila Bagas akan berkata seperti itu padanya. "Jangan asal bicara! Lebih baik kamu tanyakan hal itu pada ibumu itu karena aku tidak akan menjawabnya," lontar Inara ingin pergi dari hadapan pria itu."Oh, sikapmu ini membuatku yakin bahwa kamu yang telah menduakanku?" Perkataan Bagas sungguh membuat amarah Inara membuncah. Bagaimana tidak Bagas yang menuduhnya berselingkuh padahal yang melakukan perselingkuhan itu adalah Bagas sendiri. Tidak ingin berdebat karena mengetahui pria itu sedokot tak waras maka Inara memilih pergi dari hadapan Bagas. Namun sayangnya, tetap saja pria itu malah semakin membuat Inara naik darah."Sebelum ka.u menuduhku lebih baik kamu coba ingat-ingat dulu masa lalu
Dia memanggil penjual es dogan dan menarik perempuan di sampingnya. Tak ada jawaban lain yang keluar dari mulut Inara seain kata iya. Daniel ikut diam dan menyedot es dogan yang mereka beli tadi dan rasanya begitu nikmat, ditambah lagi suasana panas seperti ini."Apakah seenak itu, El?" tanya Inara. Dia melihat Daniel menyedot es dogan yang terlihat histeris. "Tentu! Kamu cicipi saja sendiri," ketusnya masih menyedot es dogan tersebut. Ingin menghilangkan rasa kering di tenggorokkannya, Inara mengikuti arahan Daniel yang menyedot es dogan lalu tersebut seraya mengambil dogannya. Apa yang dikatakan Daniel memang benar, rasanya begitu manis dan dogannya juga mampu menyegarkan tenggorokkannya."Enak, El," ucapnya meminta pria itu memesan dogan lagi."Yah, kamu ketagihan," sindirnya tersenyum tipis. Daniel sengaja menggoda Inara untuk minum dan membuat perempuan itu mengilangkan rasa sedihnya untuk sejenak. Dia tahu saat ini Inara berada di posisi yang sulit, di samping ingi
Sontak saja hal itu membaut Joe menelan salivanya, bagaimana kalau Daniel luka parah. Berbagai hipotesa negatif bergelayut di dalam kepalanya, dia berharap sekali pak Daniel tidak apa-apa. Anggota SARS akhirnya bisa membawa Daniel ke dasar sungai, butuh waktu setengah jam agar bisa menolong Daniel karena kakinya tersangkut di antara gas pedal dan bumper mobil yang penyok."Tolong periksa pak Daniel sekarang." Joe menunggu seorang Dokter memeriksa Bossnya karena dia begitu khawatir."Kondisi Pak Daniel sangat lemah dan harus dibawa ke rumah sakit sekarang. Kita haarus cepaat membawanya ke rumah sakit saya takut jika nyawa Pak Daniel tak tertolong." Mendengar itu, Inara lekas melirik Joe. Dia tidak ingin sampai terlambat membawa Daniel."Ayo, Joe." Joe mengangguk dan segera membawa Daniel ke rumah sakit. Tak lama mereka tiba di rumah sakit terdekat, para anggota medis membawa brankar dan memindahan tubuh Daniel ke atas brankas lalu membawanya ke ruangan IGD. Joe mon
Inara merasa bersalah dan sontak saja perempuan itu memeluk Daniel. Pria bermanik mata biru itu tersenyum tipis melihat Inara yang begitu sedih karenanya, tanpa diketahui Inara. Jemari Daniel menyentuh pipi mulus Inara dan menyeka air matanya."Kenapa kamu bersedih! Harusnya kamu bahagia karena aku masih hidup.""Aku baik-baik saja kok,"jawabnya memandang Daniel. Daniel berusaha menggerakkan kakinya, tetapi sulit sekali karena kakinya masih terasa ngilu."Tulangmu bergeser dan dalam dua minggu kamu harus berada di sini," ucap Inara meliriknya."Apa? Dua minggu, itu terlalu lama, Ra," ketusnya sangat anti dengan rumah sakit."Tetapi demi kesembuhanmu! Kamu harus mengikuti saran Dokter, jika tidak aku tidak akan bekerja sama denganmu lagi," ucap Inara sedikit mengancamnya."Kamu mengancamku!" serunya menelisik tajam. Inara menaikkan satu alisnya dan berjanji akan merawat Daniel selama di rumah sakit sebagai balas jasa karena telah menyelamatkannya."Ok, baiklah! Aku setuju,
"Harusnya aku ingin meminta maaf padamu," jawabnya menatap Inara penuh makna. Inara terdiam, tanpa menjawab Daniel. Ia langsung membantu pria itu membenarkan posisinya. "Tak perlu meminta maaf, tetapi aku mohon jangan membahas Bagas lagi di depanku! Kamu sudah menaruh garam di setiap lukaku ini," tandas Inara. Lalu Inara memutar kursi rodanya kembali setelah membenarkan posisi duduk Daniel."Baiklah, aku janji," jawab Daniel mengangguk. Keesokkan paginya, terdengar seseorang mengetuk pintu. Inara dan Daniel terkejut dan saling menatap satu sama lain. Melihat seorang wanita yang mengintip dari pintu."Daniel," panggilnya dengan wajah sumringah."Rika.." Inara pun langsung bangun dari duduknya ketika melihat Rika dan seorang pria datang bersamanya. Pria itu tak lain adalah Bagas."Apakah kamu baik-baik saja, El?" tanya Rika berjalan mendekatinya."Aku baik-baik saja kok." Daniel tak lupa juga mempersilakan Bagas duduk dan melirik Inara yang duduk kembali ke tempatnya
Mata Inara masih mengantuk dan tanpa melihat siapa yang menelpon, perempuan itu langsung mengangkat panggilan telepon tersebut. Siapa sangka yang penelepon itu sangat amat dikenalnya. Inara langsung bangun seketika karena yang meneleponnya adalah Bagas."Kenapa kamu meneleponku? Sebaiknya kamu urus saja istrimu itu," ketusnya kesal.["Tunggu dulu, Ra! Aku ingin bicara denganmu?"]"Sampai kapanpun aku tidak akan mau bicara denganmu, jadi tolong berhentilah menggangguku."Klik. Telepon dimatikan secara sepihak, perempuan itu jadi naik pitam dan kini melanjutkan kembali tidurnya yang sempat terganggu. Inara mengatur napasnya perlahan dan mencoba meredam amarahnya karena bicara dengan pria licik juga percuma. Malah akan membuatnya semakin geram, Inara membalikkn tubuhnya menghadap ke Daniel. Namun, siapa sangka jika Daniel udah terbangun dari tadi. Dia terus memperhatikan gerak-gerik Inara dan terus memandang wajah cantik istrinya. Dalam relung hatinya yang terdalam, dia sa
Daniel semakin bingung dibuatnya, semua masalah yang kunjung datang menghampirinya membuat kepalanya pusing ditambah lagi kesehatannya yang belum benar-benar pulih maka lebih baik Daniel tidak terlalu memikirkan banyak hal dulu. Deru langkahnya terhenti tatkala melihat sebuah kertas yang tertiup oleh angin dari dalam kolong lemarinya. "Kertas apakah itu?" ucap Daniel langsung bergegas menghampirinya. Matanya ternyalang kaget ketika menemukan kertas tersebut. Pria itu terduduk dan menelan salivanya melihat nama seseorang yang ada di selembar kertas tersebut."Apa ini? Kenapa bisa ini ada di sini? Sejak kapan?" gumam Daniel langsung menghela nafasnya perlahan dan membawa lembaran kertas itu masuk ke dalam kamarnya."Apa yang harus aku lakukan?" Hari itu Daniel langsung meminta para asisten rumah tangganya membereskan lemari ruangan di kamarnya, kalau saja dia menemukan barang yang selama ini ia cari. Hampir dua jam lebih, asisten kepercayaan dan yang lain tidak menemukan apa
“TIDAKKK!!!! ITU SIAPA?? ITU BUKAN AKU!!” seru Inara.Inara seorang wanita cantik yang baru tersadar dari komanya selama beberapa minggu terkejut saat menatap wajahnya di depan cermin. Dokter paruh baya yang berdiri di dekatnya berjalan mendekat sambil mengelus lembut tangan Inara.“Maaf, Nara. Saya … saya terpaksa mengoperasi wajahmu. Wajahmu rusak berat akibat kecelakaan itu,” jelas Dokter Jody.Inara terdiam, napasnya tersenggal dengan bahu naik turun menatap tanpa kedip pantulan wajah baru yang dilihatnya di cermin. Hidungnya kecil sempurna tidak seperti hidungnya yang besar, bibir mungil dengan dagu lancip dan pipi tirus menjadi ornament baru di rautnya. Hanya satu yang tersisa dari wajah lamanya di sana, yaitu mata bulatnya nan indah.Bagaimanapun tampilan wajah Inara yang baru kali ini lebih cantik dari sebelumnya. Inara terdiam, mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum kecelakaan tersebut. Kemudian dia menoleh ke arah Dokter Jody.“Di mana anak saya, Dok? Apa dia di rumah? A
Daniel semakin bingung dibuatnya, semua masalah yang kunjung datang menghampirinya membuat kepalanya pusing ditambah lagi kesehatannya yang belum benar-benar pulih maka lebih baik Daniel tidak terlalu memikirkan banyak hal dulu. Deru langkahnya terhenti tatkala melihat sebuah kertas yang tertiup oleh angin dari dalam kolong lemarinya. "Kertas apakah itu?" ucap Daniel langsung bergegas menghampirinya. Matanya ternyalang kaget ketika menemukan kertas tersebut. Pria itu terduduk dan menelan salivanya melihat nama seseorang yang ada di selembar kertas tersebut."Apa ini? Kenapa bisa ini ada di sini? Sejak kapan?" gumam Daniel langsung menghela nafasnya perlahan dan membawa lembaran kertas itu masuk ke dalam kamarnya."Apa yang harus aku lakukan?" Hari itu Daniel langsung meminta para asisten rumah tangganya membereskan lemari ruangan di kamarnya, kalau saja dia menemukan barang yang selama ini ia cari. Hampir dua jam lebih, asisten kepercayaan dan yang lain tidak menemukan apa
Mata Inara masih mengantuk dan tanpa melihat siapa yang menelpon, perempuan itu langsung mengangkat panggilan telepon tersebut. Siapa sangka yang penelepon itu sangat amat dikenalnya. Inara langsung bangun seketika karena yang meneleponnya adalah Bagas."Kenapa kamu meneleponku? Sebaiknya kamu urus saja istrimu itu," ketusnya kesal.["Tunggu dulu, Ra! Aku ingin bicara denganmu?"]"Sampai kapanpun aku tidak akan mau bicara denganmu, jadi tolong berhentilah menggangguku."Klik. Telepon dimatikan secara sepihak, perempuan itu jadi naik pitam dan kini melanjutkan kembali tidurnya yang sempat terganggu. Inara mengatur napasnya perlahan dan mencoba meredam amarahnya karena bicara dengan pria licik juga percuma. Malah akan membuatnya semakin geram, Inara membalikkn tubuhnya menghadap ke Daniel. Namun, siapa sangka jika Daniel udah terbangun dari tadi. Dia terus memperhatikan gerak-gerik Inara dan terus memandang wajah cantik istrinya. Dalam relung hatinya yang terdalam, dia sa
"Harusnya aku ingin meminta maaf padamu," jawabnya menatap Inara penuh makna. Inara terdiam, tanpa menjawab Daniel. Ia langsung membantu pria itu membenarkan posisinya. "Tak perlu meminta maaf, tetapi aku mohon jangan membahas Bagas lagi di depanku! Kamu sudah menaruh garam di setiap lukaku ini," tandas Inara. Lalu Inara memutar kursi rodanya kembali setelah membenarkan posisi duduk Daniel."Baiklah, aku janji," jawab Daniel mengangguk. Keesokkan paginya, terdengar seseorang mengetuk pintu. Inara dan Daniel terkejut dan saling menatap satu sama lain. Melihat seorang wanita yang mengintip dari pintu."Daniel," panggilnya dengan wajah sumringah."Rika.." Inara pun langsung bangun dari duduknya ketika melihat Rika dan seorang pria datang bersamanya. Pria itu tak lain adalah Bagas."Apakah kamu baik-baik saja, El?" tanya Rika berjalan mendekatinya."Aku baik-baik saja kok." Daniel tak lupa juga mempersilakan Bagas duduk dan melirik Inara yang duduk kembali ke tempatnya
Inara merasa bersalah dan sontak saja perempuan itu memeluk Daniel. Pria bermanik mata biru itu tersenyum tipis melihat Inara yang begitu sedih karenanya, tanpa diketahui Inara. Jemari Daniel menyentuh pipi mulus Inara dan menyeka air matanya."Kenapa kamu bersedih! Harusnya kamu bahagia karena aku masih hidup.""Aku baik-baik saja kok,"jawabnya memandang Daniel. Daniel berusaha menggerakkan kakinya, tetapi sulit sekali karena kakinya masih terasa ngilu."Tulangmu bergeser dan dalam dua minggu kamu harus berada di sini," ucap Inara meliriknya."Apa? Dua minggu, itu terlalu lama, Ra," ketusnya sangat anti dengan rumah sakit."Tetapi demi kesembuhanmu! Kamu harus mengikuti saran Dokter, jika tidak aku tidak akan bekerja sama denganmu lagi," ucap Inara sedikit mengancamnya."Kamu mengancamku!" serunya menelisik tajam. Inara menaikkan satu alisnya dan berjanji akan merawat Daniel selama di rumah sakit sebagai balas jasa karena telah menyelamatkannya."Ok, baiklah! Aku setuju,
Sontak saja hal itu membaut Joe menelan salivanya, bagaimana kalau Daniel luka parah. Berbagai hipotesa negatif bergelayut di dalam kepalanya, dia berharap sekali pak Daniel tidak apa-apa. Anggota SARS akhirnya bisa membawa Daniel ke dasar sungai, butuh waktu setengah jam agar bisa menolong Daniel karena kakinya tersangkut di antara gas pedal dan bumper mobil yang penyok."Tolong periksa pak Daniel sekarang." Joe menunggu seorang Dokter memeriksa Bossnya karena dia begitu khawatir."Kondisi Pak Daniel sangat lemah dan harus dibawa ke rumah sakit sekarang. Kita haarus cepaat membawanya ke rumah sakit saya takut jika nyawa Pak Daniel tak tertolong." Mendengar itu, Inara lekas melirik Joe. Dia tidak ingin sampai terlambat membawa Daniel."Ayo, Joe." Joe mengangguk dan segera membawa Daniel ke rumah sakit. Tak lama mereka tiba di rumah sakit terdekat, para anggota medis membawa brankar dan memindahan tubuh Daniel ke atas brankas lalu membawanya ke ruangan IGD. Joe mon
Dia memanggil penjual es dogan dan menarik perempuan di sampingnya. Tak ada jawaban lain yang keluar dari mulut Inara seain kata iya. Daniel ikut diam dan menyedot es dogan yang mereka beli tadi dan rasanya begitu nikmat, ditambah lagi suasana panas seperti ini."Apakah seenak itu, El?" tanya Inara. Dia melihat Daniel menyedot es dogan yang terlihat histeris. "Tentu! Kamu cicipi saja sendiri," ketusnya masih menyedot es dogan tersebut. Ingin menghilangkan rasa kering di tenggorokkannya, Inara mengikuti arahan Daniel yang menyedot es dogan lalu tersebut seraya mengambil dogannya. Apa yang dikatakan Daniel memang benar, rasanya begitu manis dan dogannya juga mampu menyegarkan tenggorokkannya."Enak, El," ucapnya meminta pria itu memesan dogan lagi."Yah, kamu ketagihan," sindirnya tersenyum tipis. Daniel sengaja menggoda Inara untuk minum dan membuat perempuan itu mengilangkan rasa sedihnya untuk sejenak. Dia tahu saat ini Inara berada di posisi yang sulit, di samping ingi
"Lepaskan tanganku! Aku bisa menuntutmu karena telah bertindak kasar padaku," ketus Inara berusaha melepaskan pegangan tangan Bagas."Inara, aku ingin memastikan sesuatu padamu? Apa benar kamu yang telah berpaling padaku?" tanya Bagas ingin tahu. Inara terdiam sejenak, ia tidak menyangka bila Bagas akan berkata seperti itu padanya. "Jangan asal bicara! Lebih baik kamu tanyakan hal itu pada ibumu itu karena aku tidak akan menjawabnya," lontar Inara ingin pergi dari hadapan pria itu."Oh, sikapmu ini membuatku yakin bahwa kamu yang telah menduakanku?" Perkataan Bagas sungguh membuat amarah Inara membuncah. Bagaimana tidak Bagas yang menuduhnya berselingkuh padahal yang melakukan perselingkuhan itu adalah Bagas sendiri. Tidak ingin berdebat karena mengetahui pria itu sedokot tak waras maka Inara memilih pergi dari hadapan Bagas. Namun sayangnya, tetap saja pria itu malah semakin membuat Inara naik darah."Sebelum ka.u menuduhku lebih baik kamu coba ingat-ingat dulu masa lalu
"Sederhana sekali dan sangat cantik," pujinya melirik Rika lagi. Rika mengerutkan dahinya lalu mencoba bertanya lagi, "Apa sekarang kau sudah mengingat sedikit masa lalumu, Bagas?""Iya, kamu benar! Aku mengingatnya meski sebelumnya ingatan itu pudar, tetapi hari ini aku ingin mengatakan sesuatu padamu.""Sungguh! Aku senang mendengarnya jadi aku tidak akan melihatmu kesakitan lagi seperti waktu itu. Namun kamu harus tahu bahwa istrimu lebih dulu mengkhianatimu." Rika tersenyum bahagia mendengarnya."Aku tahu itu." Melihat tingkah lalu Bagas yang diluar kendali membuat Rika mulai gusar. Entah apa yang ingin suaminya tunjukkan, tetapi untuk saat ini Rika belum siap bila Bagas malah membicarakan Inara, bahkan memujinya. Rika melirik Berta, tak lama perempuan paruh baya itu berkata, "Yang harus kamu tahu bahwa Inara mengalami kecelakaan itu bersama selingkuhannya. Jadi mama mohon lupakan perempuan itu dan jalani hidupmu dengan baik bersama Rika, mama menantikan cucu dari kalia
"Aku terpaksa melakukan ini karena aku tidak ingin kamu terluka karena perempuan jalang itu," ungkapnya langsung menatap Bagas dalam."Perempuan jalang? Apa maksudmu?" tanya Bagas sangat penasaran. Rika memutar balikkan fakta bahwa Inara lah wanita yang telah berselingkuh dengan pria lain. Perusahaan Bagas yang bangkrut membuatnya tergiur dengan pria kaya bernama Daniel sehingga perempuan itu meminta cerai."Apa? Dia ingin menceraikanku lebih dulu?" tanya Bagaa langsung menelisik tajam. Rika bingung untuk menjawab, tetapi karena otaknya yang sangat licik maka dengan tegas dan lugas perempuan itu langsung mengatakan iya. Bahkan ibu mertuanya pun ikut campur."Benar, apa yang dikatakan Rika, Bagas. Inara memang selingkuh bahkan di saat kecelakaan itu dia bersama dengan seorang pria dan Rika adalah perempuan yang mau menerima dan mencintainya dengan tulus.""Apa Mama yakin Rika tidak membohongiku?" Pertanyaan itu membuat Berta meneguk salivanya beberapa kali, dengan cara apa