Dia memanggil penjual es dogan dan menarik perempuan di sampingnya. Tak ada jawaban lain yang keluar dari mulut Inara seain kata iya. Daniel ikut diam dan menyedot es dogan yang mereka beli tadi dan rasanya begitu nikmat, ditambah lagi suasana panas seperti ini."Apakah seenak itu, El?" tanya Inara. Dia melihat Daniel menyedot es dogan yang terlihat histeris. "Tentu! Kamu cicipi saja sendiri," ketusnya masih menyedot es dogan tersebut. Ingin menghilangkan rasa kering di tenggorokkannya, Inara mengikuti arahan Daniel yang menyedot es dogan lalu tersebut seraya mengambil dogannya. Apa yang dikatakan Daniel memang benar, rasanya begitu manis dan dogannya juga mampu menyegarkan tenggorokkannya."Enak, El," ucapnya meminta pria itu memesan dogan lagi."Yah, kamu ketagihan," sindirnya tersenyum tipis. Daniel sengaja menggoda Inara untuk minum dan membuat perempuan itu mengilangkan rasa sedihnya untuk sejenak. Dia tahu saat ini Inara berada di posisi yang sulit, di samping ingi
Sontak saja hal itu membaut Joe menelan salivanya, bagaimana kalau Daniel luka parah. Berbagai hipotesa negatif bergelayut di dalam kepalanya, dia berharap sekali pak Daniel tidak apa-apa. Anggota SARS akhirnya bisa membawa Daniel ke dasar sungai, butuh waktu setengah jam agar bisa menolong Daniel karena kakinya tersangkut di antara gas pedal dan bumper mobil yang penyok."Tolong periksa pak Daniel sekarang." Joe menunggu seorang Dokter memeriksa Bossnya karena dia begitu khawatir."Kondisi Pak Daniel sangat lemah dan harus dibawa ke rumah sakit sekarang. Kita haarus cepaat membawanya ke rumah sakit saya takut jika nyawa Pak Daniel tak tertolong." Mendengar itu, Inara lekas melirik Joe. Dia tidak ingin sampai terlambat membawa Daniel."Ayo, Joe." Joe mengangguk dan segera membawa Daniel ke rumah sakit. Tak lama mereka tiba di rumah sakit terdekat, para anggota medis membawa brankar dan memindahan tubuh Daniel ke atas brankas lalu membawanya ke ruangan IGD. Joe mon
Inara merasa bersalah dan sontak saja perempuan itu memeluk Daniel. Pria bermanik mata biru itu tersenyum tipis melihat Inara yang begitu sedih karenanya, tanpa diketahui Inara. Jemari Daniel menyentuh pipi mulus Inara dan menyeka air matanya."Kenapa kamu bersedih! Harusnya kamu bahagia karena aku masih hidup.""Aku baik-baik saja kok,"jawabnya memandang Daniel. Daniel berusaha menggerakkan kakinya, tetapi sulit sekali karena kakinya masih terasa ngilu."Tulangmu bergeser dan dalam dua minggu kamu harus berada di sini," ucap Inara meliriknya."Apa? Dua minggu, itu terlalu lama, Ra," ketusnya sangat anti dengan rumah sakit."Tetapi demi kesembuhanmu! Kamu harus mengikuti saran Dokter, jika tidak aku tidak akan bekerja sama denganmu lagi," ucap Inara sedikit mengancamnya."Kamu mengancamku!" serunya menelisik tajam. Inara menaikkan satu alisnya dan berjanji akan merawat Daniel selama di rumah sakit sebagai balas jasa karena telah menyelamatkannya."Ok, baiklah! Aku setuju,
"Harusnya aku ingin meminta maaf padamu," jawabnya menatap Inara penuh makna. Inara terdiam, tanpa menjawab Daniel. Ia langsung membantu pria itu membenarkan posisinya. "Tak perlu meminta maaf, tetapi aku mohon jangan membahas Bagas lagi di depanku! Kamu sudah menaruh garam di setiap lukaku ini," tandas Inara. Lalu Inara memutar kursi rodanya kembali setelah membenarkan posisi duduk Daniel."Baiklah, aku janji," jawab Daniel mengangguk. Keesokkan paginya, terdengar seseorang mengetuk pintu. Inara dan Daniel terkejut dan saling menatap satu sama lain. Melihat seorang wanita yang mengintip dari pintu."Daniel," panggilnya dengan wajah sumringah."Rika.." Inara pun langsung bangun dari duduknya ketika melihat Rika dan seorang pria datang bersamanya. Pria itu tak lain adalah Bagas."Apakah kamu baik-baik saja, El?" tanya Rika berjalan mendekatinya."Aku baik-baik saja kok." Daniel tak lupa juga mempersilakan Bagas duduk dan melirik Inara yang duduk kembali ke tempatnya
Mata Inara masih mengantuk dan tanpa melihat siapa yang menelpon, perempuan itu langsung mengangkat panggilan telepon tersebut. Siapa sangka yang penelepon itu sangat amat dikenalnya. Inara langsung bangun seketika karena yang meneleponnya adalah Bagas."Kenapa kamu meneleponku? Sebaiknya kamu urus saja istrimu itu," ketusnya kesal.["Tunggu dulu, Ra! Aku ingin bicara denganmu?"]"Sampai kapanpun aku tidak akan mau bicara denganmu, jadi tolong berhentilah menggangguku."Klik. Telepon dimatikan secara sepihak, perempuan itu jadi naik pitam dan kini melanjutkan kembali tidurnya yang sempat terganggu. Inara mengatur napasnya perlahan dan mencoba meredam amarahnya karena bicara dengan pria licik juga percuma. Malah akan membuatnya semakin geram, Inara membalikkn tubuhnya menghadap ke Daniel. Namun, siapa sangka jika Daniel udah terbangun dari tadi. Dia terus memperhatikan gerak-gerik Inara dan terus memandang wajah cantik istrinya. Dalam relung hatinya yang terdalam, dia sa
Daniel semakin bingung dibuatnya, semua masalah yang kunjung datang menghampirinya membuat kepalanya pusing ditambah lagi kesehatannya yang belum benar-benar pulih maka lebih baik Daniel tidak terlalu memikirkan banyak hal dulu. Deru langkahnya terhenti tatkala melihat sebuah kertas yang tertiup oleh angin dari dalam kolong lemarinya. "Kertas apakah itu?" ucap Daniel langsung bergegas menghampirinya. Matanya ternyalang kaget ketika menemukan kertas tersebut. Pria itu terduduk dan menelan salivanya melihat nama seseorang yang ada di selembar kertas tersebut."Apa ini? Kenapa bisa ini ada di sini? Sejak kapan?" gumam Daniel langsung menghela nafasnya perlahan dan membawa lembaran kertas itu masuk ke dalam kamarnya."Apa yang harus aku lakukan?" Hari itu Daniel langsung meminta para asisten rumah tangganya membereskan lemari ruangan di kamarnya, kalau saja dia menemukan barang yang selama ini ia cari. Hampir dua jam lebih, asisten kepercayaan dan yang lain tidak menemukan apa
"Aku hanya ingin tahu apa benar kamu selingkuh dariku? Demi pria kaya itu?" Inara tersenyum mendengar apa yang Bagas katakan dengan santainya Kanza menjawab,"Kamu cari tahu sendiri saja karena aku tidak akan banyak berbicara tentang masalah itu dan aku tidak ingin mengungkit masa lalu." Inara memang sengaja memancing Bagas agar penasaran dengan apa yang terjadi di masa lalu."Apakah kamu masih ingat dengan tawaranku waktu itu dan aku ingin sekali tahu apa yang terjadi denganku setelah kecelakaan itu ?" Inara menelan es krimnya dengan senyuman kecil di sudut bibirnya. Sepertinya rencana Inara berhasil."Kamu mulai masuk dalam perangkapku," ucapnya girang."Jika memang ingin tahu tentang masa lalu? Yang pertama kali harus kamu lakukan adalah cari informasi tentang mama dan istrimu tercinta?""Apa maksudmu?"""Jika kamu ingin memang bekerja sama denganku ikuti saja apa yang aku perintahkan," ulasnya dengan santai."Aku yang akan menyelidikinya sendiri mama dan istriku." In
"Sebaiknya anda cari tahu sendiri, bagaimana anda bisa lupa?" Pertanyaan pak Roy membuat Bagas bingung setengah mati karena yang dia tahu, Bagas juga mengalami kecelakaan ketika mengejar Inara bersama seorang sopir. Namun fakta sebenarnya Bagas kecelakaan bersama seorang perempuan yang telah bersuami gegara Bagas tahu bahwa Rika merencanakan pembunuhan untuk Inara dan putrinya."Mungkin, Bapak salah! Bukankah aku memang menjalin cinta dengan Rika dan dia sudah bercerai dari pamanku saat kecelakaan itu terjadi?" tanyanya mengingat apa yang katakan padanya. Tidak ingin melihat Bagas bingung, pria itu langsung menyodorkan sebuah koran tentang kecelakaan Bagas dua tahun yang lalu. Matanya terbelalak kaget ketika melihat dirinya ditemukan sedang bersama Rika dan berpegangan tangan saat kecelakaan itu."Ini pasti salah! Aku mana mungkin!" Bagas tak sengaja melemparkan koran tersebut. Awalnya dia tak ingin mengambil koran yang terjatuh di bawah kakinya, merasa sikapnya sedikit k
Inara yang menatap dua orang itu saling beradu pandang pun merasa jengkel. Ia terus meneguk habis minumannya hingga membuatnya tersendak.Uhuukk... Uhuuk.."Minumlah." Daniel menyodorkan segelas air mineral ke arahnya. Melihat tindakan Daniel yang begitu sigap membantunya, membuat Inara sering bertanya-tanya apa yang sebenarnya Daniel pikirkan. Bagaimana bisa dia memberi perhatian kepada dua perempuan sekaligus. Hubungannya yang begitu dekat dengan Kanza benar-benar membuat Inara harus extra sabar menyaksikan hal itu."Mengapa aku jadi cemburu sih." Bagaimana tidak cemburu, Kanza pun terkadang bersikap manja dengan seorang pria blasteran itu di depan Daniel dan dirinya. Bahkan mereka saling menatap penuh makna satu sama lain. Ketika makanan sudah dihidangkan di atas meja, Kanza pun menyodorkan makanan kesukaan sang bule itu ke arahnya lalu memaksa sang pria bermanik mata hijau itu memakan satu suapan untuknya. Bukan hanya cantik saja, tetapi Kanza juga begitu handal m
"Iya, El." Inara menjawab terbata-bata karena jarak mereka yang hanya beberapa senti meter saja membuat Inara sedikit ketakutan. Daniel menelisik tajam ke arah Inara dan menatap sepasang bola mata perempuan cantik itu lalu ia membisikkan sesuatu hal yang membuat Inara berteriak. "Apa kamu sudah tak waras, El! Aku mana mungkin melakukan itu, hal yang terjadi kepada kita itu karena ketidaksengajaan." Inara mengingatkan Daniel apa yang pernah mereka lewati ketika malam nahas itu. Pria itu masih mengunci pergerakannya dan menatap Inara dengan sangat dalam, dia tahu bahwa saat ini Inara sedikit ketakutan dengannya. Namun, Daniel ingin membuat Inara sadar, lalu dia membisikan sesuatu lagi."Itupun jika kamu mau menikah denganku, jika tidak ya terserah padamu," ucapnya sedikit mengancam dengan senyuman yang mengembang di sudut bibirnya."Tidak akan! Aku tidak akan melakukan itu." Inara protes tidak menyetujui keinginan pria tersebut. Kemudian Daniel menatap lagi k
Mendengar itu sontak saja Inara mendekati Daniel dan hendak memukulnya, tetapi sayangnya kaki terpeleset dan membuat tubuhnya tak seimbang lalu hendak jatuh, beruntungnya tangan kekar itu langsung menarik tubuhnya sehingga masuk dalam pelukannya, tetapi tanpa sengaja karena ingin menolong Inara, malah handuk yang dipakainya jatuh ke lantai membuat tubuh pria itu terlihat polos hanya mengenakan alat pelindung untuk menutupi juniornya saja."Ambil handukmu, El." Sontak saja Inara Langsung memejamkan matanya seraya membenarkan posisinya."Lalu aku harus apa jika aku tidak menolongmu maka kamu akan jatuh," cibir Daniel merasa serba salah."Tetapi tidak begitu juga, El!" protes Inara."Kenapa kamu malu melihatnya, bukankah sudah sering melihatnya.""Iya, tapi aku tidak nafsu kok." Mendengar itu, Daniel mengambil handuk tersebut dan menutupi juniornya lalu keluar dari kamar Inara dan menutup pintu kamar dengan keras. "Apa dia benar-benar serius? Tidak nafsu denganku lalu kenapa
Daniel mengamati raut wajah Inara dan sepertinya perempuan itu benar-benar yakin dengan rencananya tersebut. Daniel jadi bingung dibuatnya."Apakah Inara yakin ingin merencanakan pernikahan itu?" gumam Daniel sedikit menggerutu. Semilir angin malam itu menyentuh kulit dan membuatnya terus memeluk ledua tangannya sehingga membuat Daniel melangkah masuk ke ruang kerjanya dan mengambil jasnya."Apakah kamu masih mencintai Bagas?" tanya Dankel menoleh ke arah istrinya.. Mendengar pertanyaan itu, Inara balik menoleh ke arah Daniel dan menjawab pertanyaannya."Bohong bila aku tidak mencintainya? Bagaimanapun pria itu pernah tersimpan indah di dalam lubuk hatiku, tetapi untuk kembali padanya dan mengulang masa lalu, aku rasa itu tidak mungkin meski.." Inara menjeda kata-katanya, seolah tidak sanggup untuk melanjutkannya."Meski kenapa" tanya Daniel ingin tahu isi hati perempuan itu. Memandangi wajah Inara, pria tampan itu tahu apa yang ada di dalam isi hatinya sama hal s
Daniel semakin erat memeluknya dan terus menyemangati Inara dan menasehatinya bahwa yang bisa menentukan pilihan itu adalah dirinya sendiri. Usai perempuan itu merasa lega, Daniel menyuruh Inara untuk meminum teh hangat agar tubuhnya merasa lebih baik lagi. Tak disangka perempuan itu menuruti kata-katanya dan Inara pun meminta Daniel membawanya ke balkon atas dan menikmati udara malam itu spontan saja Daniel langsung menolaknya mengingat bahwa tubuh perempuan itu masih begitu lemah."Please, ikuti perintahku! Jika kamu sehat aku tidak akan melarangmu," ketusnya tak senang. Dengan sangat terpaksa dan tidak ingin berdebat karena tubuhnya memang masih sedikit lemah maka Inara pun mengangguk, perempuan itu lantas menyuruh Daniel untuk membersihkan diri karena baju pria tampan itu juga sangat basah. Setelah pergi meninggalkan Inara dan masuk ke dalam.kamarnya, entah mengapa Daniel merasa tak tenang. Ada sedikit kegundahan yang menimpa dirinya kenapa bisa Bagas berkata seperti i
Inara tersenyum dan langsung beranjak dari duduknya. "Aku rasa pertanyaanmu itu tidaklah penting," ucap Inara hendak angkat kaki dari hadapan Bagas. Inara tidak ingin lagi terbujuk rayu oleh pria yang telah membuatnya terpuruk. Sudah cukup luka yang diberikan Bagas untuknya sehingga dirinya harus menanggung rasa kehilangan putri kesayangannya."Tunggu dulu! Kenapa kamu tak berkata jujur padaku tentang masalah perceraian ini?" Sontak saja hal itu membuat Inara menghentikan langkahnya dan mengatakan kalau Bagas tak perlu membahas masa lalu apalagi mereka sudah bahagia dengan kehidupan masing-masing. Perempuan itu langsung melanjutkan langkahnya lagi. Namun, tiba-tiba saja Bagas mencengkram tangan Inara dan bertanya, "Apakah kamu tahu bagaimana perasaanku padamu, Ra! Aku masih mencintaimu, jika memang aku yang bersalah karena menceraikanmu lalu kenapa kamu tidak menolak perceraian ini?" Apa yang dikatakan Bagas membuat perempuan itu naik darah, bagaimana tidak. Mantan sua
Usai makan siang bersama para karyawan lapangan, Daniel beranjak dari duduknya dan menatap ke arah Inara lalu membawa perempuan itu pulang, tak lupa juga Daniel sempat-sempatnya berpamitan pada pekerja lapangan. Berjalan mendekati mobilnya yang sedang terparkir, Daniel menghentikan langkahnya karena ada yang bergetar di saku jasnya. Merogoh ponselnya pria itu langsung saja mengangkat panggilan telepon tersebut karena yang meneleponnya adalah Rika."Halo, Rika! Aku baru saja ingin menghubungimu," ucap Daniel dengan suara datar.["Halo, El! Bagaimana dengan tanggapan para pekerja lapangan?"]"Mereka meminta tambahan gaji karena lembur selama musim hujan ini, apakah kamu akan menambah gaji mereka?" tanya Daniel ingin tahu.["Menurutmu, bagaimana El?"]"Aku rasa tidak ada salahnya, jika kita memberikan bonus sedikit kepada mereka! Kita membahas masalah ini setelah bertemu saja," sambung Daniel melirik Inara yang mencoleknya masuk ke dalam mobil.["Baiklah, setelah dokter memeriksa B
"Apa yang membuatmu datang kembali ke sini? Bukankah kamu sudah pergi ke kantor?" tanya Inara menutup pintu kamar mandi."Bukankah kamu ingin ditemani ke rumah sakit hari ini untuk membesuk Bagas." Daniel menjawab tanpa menoleh ke arah istrinya."Sepertinya itu tidak perlu! Mau bagaimanapun keadaannya, aku dan Bagas sudah tak ada hubungan apa pun lagi jadi aku hanya bisa berdoa semoga dia baik-baik saja." Dengan santainya Inara berkata seperti itu sambil mengeringkan rambutnya dengan hair dryer."Kamu benar-benar yakin, tidak ingin pergi ke rumah sakit?" tanya Daniel lagi ingin memastikan."Iya, El. Cukup satu kali aja deh kamu bertanya! Apakah meetingmu sudah selesai?" Dengan sengaja Inara mengalihkan pembicaraan."Iya, sudah selesai! Tahu tidak, hari ini pak Erick memberi nama merknya begitu aneh.""Aneh bagaimana?" Inara pun menoleh ke arah pria iris mata berwarna biru itu. Dengan sangat penasaran, dia ingin tahu maksud ucapan suaminya."Kali ini dia membe
Kini Daniel harus mengubur rasa cinta yang baru saja tumbuh di dalam hatinya. Dia mengajak Inara untuk beristirahat karena sepertinya hari ini sungguh mengguras tenaga Inara apalagi setelah bertemu dengan Rika tadi."Istirahatlah," ucap Daniem seraya menyelimuti tubuh istrinya. Dia membiarkan perempuan itu terpejam dulu baru meninggalkannya. Tak tega melihat Inara masih berurai air mata, Daniel mengusap air matanya dan mencoba menenangkannya "Maafkan aku, Ra! Mungkin kerja sama kita ini akan segera berakhir dan aku tak ingin melihatmu terluka seperti ini," ucap Daniel meminta maaf. Dia pun bangun dari duduknya lalu melangkah ke daun pintu dan menutup pintu kamar Inara kembali. Dia berjalan menuruni anak tangga lalu menghempaskan pantatnya di atas sofa, rasa kecewa itu membuat Daniel begitu sedih. Dia tidak menyangka bila perasaannya kepada Inara akan sdedalam itu padahal dirinya dan Inara baru saja bertemu bukan. Tak lama Daniel pun terpejam dan tertidur di atas sofa, ha