Mata Inara masih mengantuk dan tanpa melihat siapa yang menelpon, perempuan itu langsung mengangkat panggilan telepon tersebut. Siapa sangka yang penelepon itu sangat amat dikenalnya. Inara langsung bangun seketika karena yang meneleponnya adalah Bagas."Kenapa kamu meneleponku? Sebaiknya kamu urus saja istrimu itu," ketusnya kesal.["Tunggu dulu, Ra! Aku ingin bicara denganmu?"]"Sampai kapanpun aku tidak akan mau bicara denganmu, jadi tolong berhentilah menggangguku."Klik. Telepon dimatikan secara sepihak, perempuan itu jadi naik pitam dan kini melanjutkan kembali tidurnya yang sempat terganggu. Inara mengatur napasnya perlahan dan mencoba meredam amarahnya karena bicara dengan pria licik juga percuma. Malah akan membuatnya semakin geram, Inara membalikkn tubuhnya menghadap ke Daniel. Namun, siapa sangka jika Daniel udah terbangun dari tadi. Dia terus memperhatikan gerak-gerik Inara dan terus memandang wajah cantik istrinya. Dalam relung hatinya yang terdalam, dia sa
Daniel semakin bingung dibuatnya, semua masalah yang kunjung datang menghampirinya membuat kepalanya pusing ditambah lagi kesehatannya yang belum benar-benar pulih maka lebih baik Daniel tidak terlalu memikirkan banyak hal dulu. Deru langkahnya terhenti tatkala melihat sebuah kertas yang tertiup oleh angin dari dalam kolong lemarinya. "Kertas apakah itu?" ucap Daniel langsung bergegas menghampirinya. Matanya ternyalang kaget ketika menemukan kertas tersebut. Pria itu terduduk dan menelan salivanya melihat nama seseorang yang ada di selembar kertas tersebut."Apa ini? Kenapa bisa ini ada di sini? Sejak kapan?" gumam Daniel langsung menghela nafasnya perlahan dan membawa lembaran kertas itu masuk ke dalam kamarnya."Apa yang harus aku lakukan?" Hari itu Daniel langsung meminta para asisten rumah tangganya membereskan lemari ruangan di kamarnya, kalau saja dia menemukan barang yang selama ini ia cari. Hampir dua jam lebih, asisten kepercayaan dan yang lain tidak menemukan apa
"Aku hanya ingin tahu apa benar kamu selingkuh dariku? Demi pria kaya itu?" Inara tersenyum mendengar apa yang Bagas katakan dengan santainya Kanza menjawab,"Kamu cari tahu sendiri saja karena aku tidak akan banyak berbicara tentang masalah itu dan aku tidak ingin mengungkit masa lalu." Inara memang sengaja memancing Bagas agar penasaran dengan apa yang terjadi di masa lalu."Apakah kamu masih ingat dengan tawaranku waktu itu dan aku ingin sekali tahu apa yang terjadi denganku setelah kecelakaan itu ?" Inara menelan es krimnya dengan senyuman kecil di sudut bibirnya. Sepertinya rencana Inara berhasil."Kamu mulai masuk dalam perangkapku," ucapnya girang."Jika memang ingin tahu tentang masa lalu? Yang pertama kali harus kamu lakukan adalah cari informasi tentang mama dan istrimu tercinta?""Apa maksudmu?"""Jika kamu ingin memang bekerja sama denganku ikuti saja apa yang aku perintahkan," ulasnya dengan santai."Aku yang akan menyelidikinya sendiri mama dan istriku." In
"Sebaiknya anda cari tahu sendiri, bagaimana anda bisa lupa?" Pertanyaan pak Roy membuat Bagas bingung setengah mati karena yang dia tahu, Bagas juga mengalami kecelakaan ketika mengejar Inara bersama seorang sopir. Namun fakta sebenarnya Bagas kecelakaan bersama seorang perempuan yang telah bersuami gegara Bagas tahu bahwa Rika merencanakan pembunuhan untuk Inara dan putrinya."Mungkin, Bapak salah! Bukankah aku memang menjalin cinta dengan Rika dan dia sudah bercerai dari pamanku saat kecelakaan itu terjadi?" tanyanya mengingat apa yang katakan padanya. Tidak ingin melihat Bagas bingung, pria itu langsung menyodorkan sebuah koran tentang kecelakaan Bagas dua tahun yang lalu. Matanya terbelalak kaget ketika melihat dirinya ditemukan sedang bersama Rika dan berpegangan tangan saat kecelakaan itu."Ini pasti salah! Aku mana mungkin!" Bagas tak sengaja melemparkan koran tersebut. Awalnya dia tak ingin mengambil koran yang terjatuh di bawah kakinya, merasa sikapnya sedikit k
“TIDAKKK!!!! ITU SIAPA?? ITU BUKAN AKU!!” seru Inara.Inara seorang wanita cantik yang baru tersadar dari komanya selama beberapa minggu terkejut saat menatap wajahnya di depan cermin. Dokter paruh baya yang berdiri di dekatnya berjalan mendekat sambil mengelus lembut tangan Inara.“Maaf, Nara. Saya … saya terpaksa mengoperasi wajahmu. Wajahmu rusak berat akibat kecelakaan itu,” jelas Dokter Jody.Inara terdiam, napasnya tersenggal dengan bahu naik turun menatap tanpa kedip pantulan wajah baru yang dilihatnya di cermin. Hidungnya kecil sempurna tidak seperti hidungnya yang besar, bibir mungil dengan dagu lancip dan pipi tirus menjadi ornament baru di rautnya. Hanya satu yang tersisa dari wajah lamanya di sana, yaitu mata bulatnya nan indah.Bagaimanapun tampilan wajah Inara yang baru kali ini lebih cantik dari sebelumnya. Inara terdiam, mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum kecelakaan tersebut. Kemudian dia menoleh ke arah Dokter Jody.“Di mana anak saya, Dok? Apa dia di rumah? A
"Itu Mas Bagas," ucap Inara sambil berlari kecil.Betapa terkejutnya ia melihat pria yang ada di depan matanya. Hatinya berdegup kencang seperti genderang, rasa bahagia sedih bercampur menjadi satu. Ia menatap lekat pria itu. Sampai pintu lift terbuka, Inara tidak sedikit pun melepaskan tatapannya kepada pria itu.Inara mengikuti kemana Bagas pergi, terlihat pria itu seperti terburu-buru. Banyak sekali pertanyaan di kepala cantik Inara mengenai kecelakaan itu dan kenapa bisa Bagas masih hidup. Inara berjalan semakin cepat seperti angin tanpa menghiraukan seseorang di depannya.Brukk!Inara menabrak tubuh tegap. Tangannya sedikit menyentuh dada bidang seorang pria tampan di hadapannya. Langkahnya hampir saja limpung karena tak seimbang menahan berat badannya. Namun tangan kekar seseorang menarik lengannya hingga tubuh Inara kini berada di dalam dekapan pria tampan itu."Bisa kau lepaskan aku!"Pria itu menggelengkan kepalanya terus menatap lekat wajah cantik Inara, "Bukankah kau yang m
"Apa maksud anda, Nona?" tanya Bagas.Ia mengernyitkan kening melihat Inara yang memanggil namanya tanpa sebutan Bapak.Melihat Bagas kaget dan tidak tahu siapa dirinya membuat Inara sadar kalau penampilannya kini telah berbeda dan Bagas tidak mengenalinya. Dia mencari alasan untuk menjawab. "Oh maaf, Pak. Saya salah orang."Ternyata klien yang ditemui Daniel adalah Bagas dan Rika. Kedatangan mereka ke kantor Daniel untuk kerja sama bisnis. Inara terdiam, entah apa rasa hatinya. Padahal beberapa minggu yang lalu hatinya remuk redam, hidupnya berantakan begitu tahu suaminya meninggal. Namun, kini dia malah melihat sosok Bagas segar bugar duduk di depannya tanpa rasa bersalah. "Ditha, kamu sudah mencatat semua?" tanya Daniel menginterupsi lamunan Inara. "Iya, sudah, Pak. Namun, sebelumnya saya izin ke toilet dulu."Kali ini Inara terpaksa bohong. Ia tidak kuasa menutupi berbagai rasa di dadanya. Ingin marah, nangis bahkan memeluk pria di depannya. Namun, apa daya ia tidak bisa melak
"Ditha!! Apa yang kamu lakukan?" seru Daniel.Inara terkejut dengan kehadiran Daniel. Dia makin kaget saat atasannya itu sudah menyambar paksa tongkat di tangannya. Inara marah, emosinya masih memuncak hingga bersikeras menarik tongkat itu kembali. Namun, Daniel menahannya bahkan ia sampai memeluk tubuh Inara agar melepaskan tongkatnya.Karena pelukan Daniel membuat Inara tidak bergerak. Tangannya dengan mudah melepaskan pegangan di tongkat itu. Inara terdiam, menatap Bagas dan Rika yang sudah berlalu menjauh dari hadapannya. Tanpa diminta Inara menangis. Tentu saja ulahnya membuat Daniel bingung.“Kamu kenapa? Kenapa mau memukul klienku?”Inara tidak menjawab, berangsur Daniel melepaskan pelukannya. Sementara Inara masih menundukkan kepala. Daniel mengeluarkan sapu tangan dari saku bajunya dan mengulurkan ke Inara.“Aku tidak tahu apa yang terjadi denganmu, tapi apa yang akan kamu lakukan hari ini membuatku mengalami masalah, Ditha.”Inara terdiam, menerima sapu tangan Daniel dan men
"Sebaiknya anda cari tahu sendiri, bagaimana anda bisa lupa?" Pertanyaan pak Roy membuat Bagas bingung setengah mati karena yang dia tahu, Bagas juga mengalami kecelakaan ketika mengejar Inara bersama seorang sopir. Namun fakta sebenarnya Bagas kecelakaan bersama seorang perempuan yang telah bersuami gegara Bagas tahu bahwa Rika merencanakan pembunuhan untuk Inara dan putrinya."Mungkin, Bapak salah! Bukankah aku memang menjalin cinta dengan Rika dan dia sudah bercerai dari pamanku saat kecelakaan itu terjadi?" tanyanya mengingat apa yang katakan padanya. Tidak ingin melihat Bagas bingung, pria itu langsung menyodorkan sebuah koran tentang kecelakaan Bagas dua tahun yang lalu. Matanya terbelalak kaget ketika melihat dirinya ditemukan sedang bersama Rika dan berpegangan tangan saat kecelakaan itu."Ini pasti salah! Aku mana mungkin!" Bagas tak sengaja melemparkan koran tersebut. Awalnya dia tak ingin mengambil koran yang terjatuh di bawah kakinya, merasa sikapnya sedikit k
"Aku hanya ingin tahu apa benar kamu selingkuh dariku? Demi pria kaya itu?" Inara tersenyum mendengar apa yang Bagas katakan dengan santainya Kanza menjawab,"Kamu cari tahu sendiri saja karena aku tidak akan banyak berbicara tentang masalah itu dan aku tidak ingin mengungkit masa lalu." Inara memang sengaja memancing Bagas agar penasaran dengan apa yang terjadi di masa lalu."Apakah kamu masih ingat dengan tawaranku waktu itu dan aku ingin sekali tahu apa yang terjadi denganku setelah kecelakaan itu ?" Inara menelan es krimnya dengan senyuman kecil di sudut bibirnya. Sepertinya rencana Inara berhasil."Kamu mulai masuk dalam perangkapku," ucapnya girang."Jika memang ingin tahu tentang masa lalu? Yang pertama kali harus kamu lakukan adalah cari informasi tentang mama dan istrimu tercinta?""Apa maksudmu?"""Jika kamu ingin memang bekerja sama denganku ikuti saja apa yang aku perintahkan," ulasnya dengan santai."Aku yang akan menyelidikinya sendiri mama dan istriku." In
Daniel semakin bingung dibuatnya, semua masalah yang kunjung datang menghampirinya membuat kepalanya pusing ditambah lagi kesehatannya yang belum benar-benar pulih maka lebih baik Daniel tidak terlalu memikirkan banyak hal dulu. Deru langkahnya terhenti tatkala melihat sebuah kertas yang tertiup oleh angin dari dalam kolong lemarinya. "Kertas apakah itu?" ucap Daniel langsung bergegas menghampirinya. Matanya ternyalang kaget ketika menemukan kertas tersebut. Pria itu terduduk dan menelan salivanya melihat nama seseorang yang ada di selembar kertas tersebut."Apa ini? Kenapa bisa ini ada di sini? Sejak kapan?" gumam Daniel langsung menghela nafasnya perlahan dan membawa lembaran kertas itu masuk ke dalam kamarnya."Apa yang harus aku lakukan?" Hari itu Daniel langsung meminta para asisten rumah tangganya membereskan lemari ruangan di kamarnya, kalau saja dia menemukan barang yang selama ini ia cari. Hampir dua jam lebih, asisten kepercayaan dan yang lain tidak menemukan apa
Mata Inara masih mengantuk dan tanpa melihat siapa yang menelpon, perempuan itu langsung mengangkat panggilan telepon tersebut. Siapa sangka yang penelepon itu sangat amat dikenalnya. Inara langsung bangun seketika karena yang meneleponnya adalah Bagas."Kenapa kamu meneleponku? Sebaiknya kamu urus saja istrimu itu," ketusnya kesal.["Tunggu dulu, Ra! Aku ingin bicara denganmu?"]"Sampai kapanpun aku tidak akan mau bicara denganmu, jadi tolong berhentilah menggangguku."Klik. Telepon dimatikan secara sepihak, perempuan itu jadi naik pitam dan kini melanjutkan kembali tidurnya yang sempat terganggu. Inara mengatur napasnya perlahan dan mencoba meredam amarahnya karena bicara dengan pria licik juga percuma. Malah akan membuatnya semakin geram, Inara membalikkn tubuhnya menghadap ke Daniel. Namun, siapa sangka jika Daniel udah terbangun dari tadi. Dia terus memperhatikan gerak-gerik Inara dan terus memandang wajah cantik istrinya. Dalam relung hatinya yang terdalam, dia sa
"Harusnya aku ingin meminta maaf padamu," jawabnya menatap Inara penuh makna. Inara terdiam, tanpa menjawab Daniel. Ia langsung membantu pria itu membenarkan posisinya. "Tak perlu meminta maaf, tetapi aku mohon jangan membahas Bagas lagi di depanku! Kamu sudah menaruh garam di setiap lukaku ini," tandas Inara. Lalu Inara memutar kursi rodanya kembali setelah membenarkan posisi duduk Daniel."Baiklah, aku janji," jawab Daniel mengangguk. Keesokkan paginya, terdengar seseorang mengetuk pintu. Inara dan Daniel terkejut dan saling menatap satu sama lain. Melihat seorang wanita yang mengintip dari pintu."Daniel," panggilnya dengan wajah sumringah."Rika.." Inara pun langsung bangun dari duduknya ketika melihat Rika dan seorang pria datang bersamanya. Pria itu tak lain adalah Bagas."Apakah kamu baik-baik saja, El?" tanya Rika berjalan mendekatinya."Aku baik-baik saja kok." Daniel tak lupa juga mempersilakan Bagas duduk dan melirik Inara yang duduk kembali ke tempatnya
Inara merasa bersalah dan sontak saja perempuan itu memeluk Daniel. Pria bermanik mata biru itu tersenyum tipis melihat Inara yang begitu sedih karenanya, tanpa diketahui Inara. Jemari Daniel menyentuh pipi mulus Inara dan menyeka air matanya."Kenapa kamu bersedih! Harusnya kamu bahagia karena aku masih hidup.""Aku baik-baik saja kok,"jawabnya memandang Daniel. Daniel berusaha menggerakkan kakinya, tetapi sulit sekali karena kakinya masih terasa ngilu."Tulangmu bergeser dan dalam dua minggu kamu harus berada di sini," ucap Inara meliriknya."Apa? Dua minggu, itu terlalu lama, Ra," ketusnya sangat anti dengan rumah sakit."Tetapi demi kesembuhanmu! Kamu harus mengikuti saran Dokter, jika tidak aku tidak akan bekerja sama denganmu lagi," ucap Inara sedikit mengancamnya."Kamu mengancamku!" serunya menelisik tajam. Inara menaikkan satu alisnya dan berjanji akan merawat Daniel selama di rumah sakit sebagai balas jasa karena telah menyelamatkannya."Ok, baiklah! Aku setuju,
Sontak saja hal itu membaut Joe menelan salivanya, bagaimana kalau Daniel luka parah. Berbagai hipotesa negatif bergelayut di dalam kepalanya, dia berharap sekali pak Daniel tidak apa-apa. Anggota SARS akhirnya bisa membawa Daniel ke dasar sungai, butuh waktu setengah jam agar bisa menolong Daniel karena kakinya tersangkut di antara gas pedal dan bumper mobil yang penyok."Tolong periksa pak Daniel sekarang." Joe menunggu seorang Dokter memeriksa Bossnya karena dia begitu khawatir."Kondisi Pak Daniel sangat lemah dan harus dibawa ke rumah sakit sekarang. Kita haarus cepaat membawanya ke rumah sakit saya takut jika nyawa Pak Daniel tak tertolong." Mendengar itu, Inara lekas melirik Joe. Dia tidak ingin sampai terlambat membawa Daniel."Ayo, Joe." Joe mengangguk dan segera membawa Daniel ke rumah sakit. Tak lama mereka tiba di rumah sakit terdekat, para anggota medis membawa brankar dan memindahan tubuh Daniel ke atas brankas lalu membawanya ke ruangan IGD. Joe mon
Dia memanggil penjual es dogan dan menarik perempuan di sampingnya. Tak ada jawaban lain yang keluar dari mulut Inara seain kata iya. Daniel ikut diam dan menyedot es dogan yang mereka beli tadi dan rasanya begitu nikmat, ditambah lagi suasana panas seperti ini."Apakah seenak itu, El?" tanya Inara. Dia melihat Daniel menyedot es dogan yang terlihat histeris. "Tentu! Kamu cicipi saja sendiri," ketusnya masih menyedot es dogan tersebut. Ingin menghilangkan rasa kering di tenggorokkannya, Inara mengikuti arahan Daniel yang menyedot es dogan lalu tersebut seraya mengambil dogannya. Apa yang dikatakan Daniel memang benar, rasanya begitu manis dan dogannya juga mampu menyegarkan tenggorokkannya."Enak, El," ucapnya meminta pria itu memesan dogan lagi."Yah, kamu ketagihan," sindirnya tersenyum tipis. Daniel sengaja menggoda Inara untuk minum dan membuat perempuan itu mengilangkan rasa sedihnya untuk sejenak. Dia tahu saat ini Inara berada di posisi yang sulit, di samping ingi
"Lepaskan tanganku! Aku bisa menuntutmu karena telah bertindak kasar padaku," ketus Inara berusaha melepaskan pegangan tangan Bagas."Inara, aku ingin memastikan sesuatu padamu? Apa benar kamu yang telah berpaling padaku?" tanya Bagas ingin tahu. Inara terdiam sejenak, ia tidak menyangka bila Bagas akan berkata seperti itu padanya. "Jangan asal bicara! Lebih baik kamu tanyakan hal itu pada ibumu itu karena aku tidak akan menjawabnya," lontar Inara ingin pergi dari hadapan pria itu."Oh, sikapmu ini membuatku yakin bahwa kamu yang telah menduakanku?" Perkataan Bagas sungguh membuat amarah Inara membuncah. Bagaimana tidak Bagas yang menuduhnya berselingkuh padahal yang melakukan perselingkuhan itu adalah Bagas sendiri. Tidak ingin berdebat karena mengetahui pria itu sedokot tak waras maka Inara memilih pergi dari hadapan Bagas. Namun sayangnya, tetap saja pria itu malah semakin membuat Inara naik darah."Sebelum ka.u menuduhku lebih baik kamu coba ingat-ingat dulu masa lalu