Mereka saling menatap satu sama lain. Tatapan Daniel kali ini berbeda dari biasanya bahkan pria itu hendak saja menyentuh bibirnya. "Apa yang kamu lakukan, El," teriak Inara langsung bangun dan pergi meninggalkan Daniel menuju ke dapur untuk mengambil cemilan. Deg!! Di saat itu Inara berusaha menarik nafasnya dalam-dalam lalu tangannya yang gemetar itu dibasuhnya dengan air kran di dapur. Sebuah perasaan yang tak pernah Inara rasakan sebelumnya. Tindakan Daniel tadi sungguh membangkitkan hasratnya, ia mencuci wajahnya berulang kali agar bisa melupakan kejadian tadi."Apa yang aku rasakan! Oh Tuhan," decaknya berulang kali. Inara langsung berdiri ke lemari es dan mendinginkan hati dan perasaannya yang mulai tak karuan. Ia memeriksa isi di lemari es tersebut untuk mencari makanan yang bisa mengganjal perutnya yang mulai lapar. Sejak melaksanakan misi ini Inara bernafsu makan tinggi dan tak bisa menahan lapar. Melihat ada telur dan juga mie instan, segera saja perempuan
Tiba-tiba saja jantung Inara berdegup tak menentu, ia tidak bisa mengalihkan pandangannya. Menatap wajah pria itu membuat Inara merasa nyaman ditambah lagi pelukannya sungguh begitu hangat. Terbesit di dalam pikiran Inara untuk bersandar lama di dada bidang Daniel sangat hangat sekali. Kejadian malam panas itu mulai menggelitik di dalam pikirannya."Apakah kamu merasa nyaman di dalam pelukanku?" tanya Daniel meliriknya. Sontak saja hal itu membuat Inara menelan salivanya, sejak kapan Daniel bangun. Bukankah sejak tadi pria itu terus saja memejamkan matanya. "Kamu sudah bangun?" tanya Inara mengalihkan pembicaraan."Tentu, aku sudah bangun dari tadi dan mengamatimu yang terus saja memandang wajahku," balasnya tersenyum tipis. Daniel semakin mendekat ke wajah sang istri dan semakin dekat. Membuat perempuan itu mundur, tetapi tak bisa menolak ataupun memberontak karena Daniel masih memeluknya. Mereka saling memandang satu sama lain. Daniel memandangi bibir ranum Inara, sungg
Inara langsung menutup pintu kamarnya dan pergi untuk mengganti pakaiannya yang basah kuyub. Setelah mandi, Inara memilih pakaian yang cocok untuk suaminya. "Mungkinkah piyama ini cocok untuknya," batin Inara langsung mengetuk pintu kamar Daniel."El, apakah kamu sudah selesai?" tanyanya sambil mengetuk pintu."Iya, sebentar," jawab Daniel sambil mengikatkan tali bathrobenya. Inara terbelalak kaget ketika melihat Daniel yang terlihat seksi memakai bathrobe berwarna putih itu. Yang paling tersorot adalah batas bathrobe tersebut di atas lutut, "Pakailah ini, siapa tahu pas untukmu," ucapnya."Tidak usah, Ra! Lebih baik aku pulang saja," jawabnya. Daniel langsung melihat jendela kamar namun nyatanya hujan masih saja turun begitu derasnya."Aku yakin hujan tidak akan berhenti apalagi melihat langit sudah gelap seperti itu," sambung Inara meliriknya. Daniel, seolah tak senang karena dia tidak ingin berlama-lama bersama Inara. Tadi, dia bisa menahan hasrat yang mulai membakar,
Inara langsung menyusul Daniel, ia begitu khawatir dengan pria itu karena tidak ingin melihat Daniel bersedih, mengernyitkan kedua alisnya Inara merasa sesuatu hal yang membuat pria itu bersedih, hal yang wajar bila Daniel merindukan cinta pertamanya itu. Perempuan itu menatap Daniel dari kejauhan, Inara duduk di ruang tamu sedangkan pria itu duduk di teras luar sambil menikmati hujan kala malam itu. "Sebaiknya aku menghiburnya." Inara berdiri di daun pintu lalu menyentuh pundak Daniel pelan, "Apa yang kamu pikirkan begitu serius, El?" tanya Inara menoleh ke arahnya."Tidak apa-apa! Aku hanya sedang memikirkan hujan kapan akan berhenti," jawabnya polos."Apa? Aku pikir kamu masih memikirkan Cahaya jadi aku berniat ingin menghiburmu?" Inara sedikit malu dan langsung duduk di sebelah Daniel karena berniat ingin menghibur seorang pria."Apa kamu bisa menghiburku?" tanya Daniel mengamati dengan tajam."Tentu, aku ingin membalas kebaikanmu yang selalu saja menghibur--" In
"Untuk sekarang, aku belum bisa bekerja sama denganmu apalagi kamu juga belum menemukan alasan mamamu menutup kasus kecelakaan itu, jadi rencana kerja sama kita diundur dulu." Inara menyeruput capuccino hangatnya sembari tersenyum kecut melihat ekpresi Bagas yang begitu kecewa karena ditolak mantan istrinya."Kenapa kamu menolakku lagi, Ra?" tanya Bagas ingin tahu."Bukannya menolakmu, tetapi aku hanya menundanya saja, kamu tahu sendiri ini sudah memasuki pertengahan bulan dan proyek kerja sama kita juga sedang dibangun. Mana mungkin, aku akan bekerja sama denganmu sedangkan perusahaan sangat membutuhkanku," terang Inara mencari alasan yang masuk akal. Bagas nerpikir sejenak, mengingat bila saat ini asisten pribadi Daniel sedang ada bisnis di luar negeri, sudah pasti Inara akan sibuk mengurusi pekerjaan perusahaan mereka bersama Daniel."Baiklah, aku akan menunggumu dan setelah aku menemukan alasan Rika dibalik kecelakaan itu, aku harap kamu tidak mengulur lagi," balas Bagas s
"Tolong simpan dokumen tentang Rika dari Bagas karena aku tidak ingin menyimpan barang berharga di brankasku, aku titip ya," pintanya menaikkan satu alisnya ke arah Inara."Baiklah." Melihat respon Inara langsung mengangguk, pria itu meminta Inara untuk memeriksa proyek bersama Rika. Belum juga pria itu selesai melanjutkan kata-katanya, Inara sudah memotongnya langsung."Iya, aku tahu!""Rika sedang ada di ruanganku, simpan ini awas hilang!" "Iya, tenang saja. Kamu kok jadi cerewet sih.""Tunggu! Nanti malam aku akan menjemputmu, jangan lupa itu.""Iya." Pria itu menghilang dari pandangan Inara dan membuatnya harus menarik nafas panjang karena dia tidak menyangka jika takdir mempertemukan mereka berdua. Hal itu disebabkan karena kecelakaan yang dialami Inara. Pencarian yang panjang harus mereka lalui demi mencari barang berharga yang sampai saat ini belum juga mereka temukan.*** Rika dan Inara memeriksa proyek dengan begitu teliti, tak ingin perusahaan mereka rugi.
"Tuhan, jangan pautkan hatiku ini padanya lagi! Sudah cukup luka yang dia berikan untukku," ucapnya dalam hati. Kemudian, Inara mulai memikirkan Rika,"Tidak disangka dia begitu mudah untuk dipancing, akan sangat baik bagiku untuk melanjutkan rencana selanjutnya," gumam Inara tersenyum. Tak lama Inara ingin memejamkan matanya, tetapi perempuan itu tak bisa tertidur lalu Inara mencoba meraih ponselnya. Tiba-tiba saja ada panggilan masuk di layar ponselnya. Inara mengerutkan dahinya ketika menatap layar ponselnya berderet angka cantik."Nomor siapa ini?" Tak disangka nomor tersebut terus saja meneleponnya menganggu waktu istirahatnya saja. Merasa kesal perempuan itu pun langsung mengangkat panggilan tersebut."Hallo," ucap Inara memelas.["Apa benar ini ibu Inara? Saya ingin memberitahu anda tentang kecelakaan yang dialami Ibu."]"Siapa kamu?" tanya Inara ingin tahu.["Aku adalah saksi dari kecelakaan itu, bisakah kita bertemu di suatu tempat karena ada hal penting yang in
"Apakah korban baik-baik saja, Pak?" tanya seorang polisi yang baru saja keluar dari mobil."Dia baik-baik saja dan lebih baik kalian pulang saja karena penculiknya sudah kabur.""Oh, baiklah kalau begitu, Pak! kami akan mengikuti Bapak dari belakang, jika saja mereka berniat untuk mengejar anda kembali," balasnya langsung masuk ke dalam mobil."Polisi selalu saja datang terlambat!!" Daniel pun hanya mengangguk saja karena polisi terlambat datang menyelamatkan Inara. Bahkan dia yang lebih dulu tiba di lokasi daripada polisi."Apakah kita ke rumah sakit untuk mengobati lukamu?" tanya Daniel meliriknya. Inara tersenyum geli mendengar pertanyaan pria itu, "Aduh, El! Lukaku ini tidak besar diobati dengan obat luka saja sudah sembuh kok.""Aku takut nanti kakimu terinfeksi dan bagaimana jika luka itu mengakibatkan kakimu lumpuh?" ulas pria itu menatapnya seraya menaikkan satu alisnya."Kamu ada-ada saja, El" Pria itu langsung bergegas pergi menuju ke rumahnya karena tidak ing
Dia merapikan riasannya agar tak terlalu norak, si wanita yang menghiasnya tadi pun memberikan sepatu berwarna senada dengan gaun yang dikenakannya. Tidak lama kemudian, suara ketukan terdengar dari balik pintu. "Masuk saja," ucap Inara mengetahui bahwa itu adalah suara Daniel. Ketika tangan Daniel membuka pintu tersebut, matanya terbelalak kaget ketika mendapati Inara yang begitu cantik dengan gaun yang dikenakannya. Mulutnnya hingga ternganga membulat dan berbentuk huruf o. "Kamu cantik seka--" Daniel tak melanjutkan kalimatnya namun bibirnya langsung saja menyambar bibir ranum perempuan itu, tanpa penolakan dari Inara. Beruntungnya si perias tadi sudah dipersilahkannya keluar lebih dulu. Sentuhan lembut itu mampu memancing hasrat Inara yang juga menggebu hingga terjadi pangutan yang begitu lama, "Kamu cantik sekali, Ra," bisik Daniel baru menyadari orang-orang telah menunggunya di bawah."Terima kasih, El.""Apa kamu yakin dengan pernikahan ini, Ra?" "Apa maksudmu?
Daniel meminta Joe untuk menemukqn Inara secepatnya."Bagaimana bisa sudah satu minggu lamanya kalian tak menemukan Inara.""Kami akan berusaha menemukannya, Pak." Di sidang pada hari berikutnya, Rika lagi-lagi terus berkelit.“Nona Rika, kami minta tolong untuk Anda berkata jujur dan tidak berkelit,” ucap sang hakim agung.“Maaf, Yang Mulia. Tapi begitulah kenyataannya. Aku sama sekali tidak mengerti tentang kejadian yang Anda maksudkan atau yang kalian tuduhkan kepadaku. Aku benar-benar tidak bersalah dalam kasus ini,” ucap Rika.“Tapi, kenapa semua saksi berkata jika Anda juga terlibat kalau memang Anda tidak terlibat, Nona?"“I-itu pasti karena mereka sudah bersekongkol untuk menjebloskan aku ke dalam penjara!” kelit Rika sambil menyilangkan tangan di depan dada. Terdengar derit pintu terbuka membuat semua orang menoleh ke sumber suara."Tentu saja yqng salah harus dihukum. Aku datang sebagai korban atas pembunuhan yang telah kamu rencanakan, Rika. Bukan hanya aku yang men
Inara langsung meremas tangan Daniel dengan kuat hingga ia tidak menyadari jika kuku panjangnya itu membuat jemari Daniel terluka."Yang benar saja kamu melukai jariku," gumam Daniel merasakan perih di punggung tangannya. Tidak cukup di situ saja, Inara langsung memeluk Daniel karena takutan dengan kegelapan. Perempuan itu baru membuka matanya ketika Daniel sudah mengatakan bahwa lampu sudah menyala."Yang benar saja villa semegah ini bis--" Inara mengatupkan bibirnya karena melihat ruangan kamar itu dipenuhi dengan bunga-bunga dihiasi dengan sebuah kata-kata yang membuatnya terbelalak kaget."Apa maksudnya ini, El?" tanya Inara langsung menoleh ke arah Daniel."Maukah kamu menikah denganku?" Daniel dengan duduk berjongkok lalu menyodorkan sepasang cincin ke arah Inara."Benarkah kamu ingin menikah denganku?" tanya Inara benar-benar tidak percaya."Bukankah kamu harus menjawab pertanyaanku tadi? Mengapa nalah balik bertanya." Tanpa berpikir panjang lagi Daniel langs
Langsung saja perempuan itu menarik tangan Daniel dan memintanya untuk menjauh dari seorang gadis yang menjaga toko tersebut."Apakah itu tidak terlalu mahal?" protes Inara sembari membujuk Daniel untuk memikir ulang membeli cincin tersebut."Tidak apa-apa, Ra! Kan jarang banget aku membeli barang seperti ini dan aku tidak pernah menilai sesuatu dari harganya," balas Daniel meminta pelayan untuk membungkusnya."Apakah kamu ingin membeli yang lain? Pilih saja, nanti aku yang akan bayar," tawar Daniel melirik Inara yang terus saja mengomelinya. Hipotesa negatif mulai bersarang di dalam otaknya, melihat Daniel yang membeli barang tanpa memikirkan nilai harganya dantidak tahu untuk siap cincin tersebut maka membuat jiwa Inara bergejolak dan ingin membeli sesuatu yang sama nilainya dngan cincin tersebut."Baiklah, aku ingin membeli gelang, tetapi kalau harganya mahal, kamu tidak akan protes kan?" Inara sontak menoleh ke arah Daniel yang sedang duduk santai di atas sofa. Daniel t
Inara yang menatap dua orang itu saling beradu pandang pun merasa jengkel. Ia terus meneguk habis minumannya hingga membuatnya tersendak.Uhuukk... Uhuuk.."Minumlah." Daniel menyodorkan segelas air mineral ke arahnya. Melihat tindakan Daniel yang begitu sigap membantunya, membuat Inara sering bertanya-tanya apa yang sebenarnya Daniel pikirkan. Bagaimana bisa dia memberi perhatian kepada dua perempuan sekaligus. Hubungannya yang begitu dekat dengan Kanza benar-benar membuat Inara harus extra sabar menyaksikan hal itu."Mengapa aku jadi cemburu sih." Bagaimana tidak cemburu, Kanza pun terkadang bersikap manja dengan seorang pria blasteran itu di depan Daniel dan dirinya. Bahkan mereka saling menatap penuh makna satu sama lain. Ketika makanan sudah dihidangkan di atas meja, Kanza pun menyodorkan makanan kesukaan sang bule itu ke arahnya lalu memaksa sang pria bermanik mata hijau itu memakan satu suapan untuknya. Bukan hanya cantik saja, tetapi Kanza juga begitu handal m
"Iya, El." Inara menjawab terbata-bata karena jarak mereka yang hanya beberapa senti meter saja membuat Inara sedikit ketakutan. Daniel menelisik tajam ke arah Inara dan menatap sepasang bola mata perempuan cantik itu lalu ia membisikkan sesuatu hal yang membuat Inara berteriak. "Apa kamu sudah tak waras, El! Aku mana mungkin melakukan itu, hal yang terjadi kepada kita itu karena ketidaksengajaan." Inara mengingatkan Daniel apa yang pernah mereka lewati ketika malam nahas itu. Pria itu masih mengunci pergerakannya dan menatap Inara dengan sangat dalam, dia tahu bahwa saat ini Inara sedikit ketakutan dengannya. Namun, Daniel ingin membuat Inara sadar, lalu dia membisikan sesuatu lagi."Itupun jika kamu mau menikah denganku, jika tidak ya terserah padamu," ucapnya sedikit mengancam dengan senyuman yang mengembang di sudut bibirnya."Tidak akan! Aku tidak akan melakukan itu." Inara protes tidak menyetujui keinginan pria tersebut. Kemudian Daniel menatap lagi k
Mendengar itu sontak saja Inara mendekati Daniel dan hendak memukulnya, tetapi sayangnya kaki terpeleset dan membuat tubuhnya tak seimbang lalu hendak jatuh, beruntungnya tangan kekar itu langsung menarik tubuhnya sehingga masuk dalam pelukannya, tetapi tanpa sengaja karena ingin menolong Inara, malah handuk yang dipakainya jatuh ke lantai membuat tubuh pria itu terlihat polos hanya mengenakan alat pelindung untuk menutupi juniornya saja."Ambil handukmu, El." Sontak saja Inara Langsung memejamkan matanya seraya membenarkan posisinya."Lalu aku harus apa jika aku tidak menolongmu maka kamu akan jatuh," cibir Daniel merasa serba salah."Tetapi tidak begitu juga, El!" protes Inara."Kenapa kamu malu melihatnya, bukankah sudah sering melihatnya.""Iya, tapi aku tidak nafsu kok." Mendengar itu, Daniel mengambil handuk tersebut dan menutupi juniornya lalu keluar dari kamar Inara dan menutup pintu kamar dengan keras. "Apa dia benar-benar serius? Tidak nafsu denganku lalu kenapa
Daniel mengamati raut wajah Inara dan sepertinya perempuan itu benar-benar yakin dengan rencananya tersebut. Daniel jadi bingung dibuatnya."Apakah Inara yakin ingin merencanakan pernikahan itu?" gumam Daniel sedikit menggerutu. Semilir angin malam itu menyentuh kulit dan membuatnya terus memeluk ledua tangannya sehingga membuat Daniel melangkah masuk ke ruang kerjanya dan mengambil jasnya."Apakah kamu masih mencintai Bagas?" tanya Dankel menoleh ke arah istrinya.. Mendengar pertanyaan itu, Inara balik menoleh ke arah Daniel dan menjawab pertanyaannya."Bohong bila aku tidak mencintainya? Bagaimanapun pria itu pernah tersimpan indah di dalam lubuk hatiku, tetapi untuk kembali padanya dan mengulang masa lalu, aku rasa itu tidak mungkin meski.." Inara menjeda kata-katanya, seolah tidak sanggup untuk melanjutkannya."Meski kenapa" tanya Daniel ingin tahu isi hati perempuan itu. Memandangi wajah Inara, pria tampan itu tahu apa yang ada di dalam isi hatinya sama hal s
Daniel semakin erat memeluknya dan terus menyemangati Inara dan menasehatinya bahwa yang bisa menentukan pilihan itu adalah dirinya sendiri. Usai perempuan itu merasa lega, Daniel menyuruh Inara untuk meminum teh hangat agar tubuhnya merasa lebih baik lagi. Tak disangka perempuan itu menuruti kata-katanya dan Inara pun meminta Daniel membawanya ke balkon atas dan menikmati udara malam itu spontan saja Daniel langsung menolaknya mengingat bahwa tubuh perempuan itu masih begitu lemah."Please, ikuti perintahku! Jika kamu sehat aku tidak akan melarangmu," ketusnya tak senang. Dengan sangat terpaksa dan tidak ingin berdebat karena tubuhnya memang masih sedikit lemah maka Inara pun mengangguk, perempuan itu lantas menyuruh Daniel untuk membersihkan diri karena baju pria tampan itu juga sangat basah. Setelah pergi meninggalkan Inara dan masuk ke dalam.kamarnya, entah mengapa Daniel merasa tak tenang. Ada sedikit kegundahan yang menimpa dirinya kenapa bisa Bagas berkata seperti i