Elena merasakan alarm berbahaya berbunyi.Pria itu memanggilnya dengan Elena.Elena segera bereaksi. Dia menutupi wajahnya, tersipu melihat pria yang berjalan mendekat. "Tadi aku kepikiran nama untuk anak kita."Pria itu tersenyum tipis. Dia duduk di samping Elena, kemudian meletakkan tangannya di belakang sofa Elena. "Oh, apa?"Mungkin bayinya tidak akan lahir."King Ransford!" Elena menarik lengan Nathan yang lain dengan penuh semangat sambil menatapnya. "Apakah namanya bagus, ayahnya anakku?""..."Apakah wanita ini sedang berlakon?King?Nathan menunduk, melihat tangannya yang dicekal Elena, lalu dia terdiam beberapa saat.Elena seharusnya tidak curiga.Kalau tidak, Elena tidak mungkin dengan semangat membahas nama anak dengannya.Lupakan, tidak peduli Elena curiga atau tidak, semuanya akan beres setelah Jason datang besok."Nathan, apakah kamu juga merasa kalau nama King sangat bagus dan keren?"Pria itu mengangguk dengan malas, lalu menjawab dengan suara rendah. "Hm, cukup bagus.
Pria itu memandang Elena sejenak, tersenyum, lalu mengulurkan tangan untuk mengambil piza yang dicuri oleh Elena. "Seseorang akan mengurusnya nanti. Kamu harus makan makanan bergizi."Elena tidak kesal ketika pizanya diambil. Dia diam-diam memuji reaksinya tadi, lalu mencoba untuk rileks.Elena harus diinfus pada sore hari.Saat Elena diinfus sambil menonton drama, pria itu sepertinya sedang bekerja.Mereka tampak damai untuk sementara....Di sisi lain, Jenny meninggalkan rumah sakit. Dia memikirkan apa yang Elena katakan kepadanya. Makin dia memikirkannya, makin dia merasa takut.Sesuatu pasti terjadi pada Elena.Dia berencana mendiskusikannya setelah Martin pulang kerja.Martin lebih pintar darinya, seharusnya Martin punya ide untuk membantu Elena.Jenny berkendara sendiri ke rumah sakit hari ini. Ketika dia berhenti di lampu merah, mobilnya tiba-tiba ditabrak.Dia terlempar ke depan, menabrak setir.Jenny yang kaget memegang dadanya yang terasa sakit.Sebuah taksi menabrak mobil di
Mobil yang dikendarai Jenny ditabrak dari belakang.Dadanya membentur setir hingga menyebabkan paru-parunya memar.Dia berada di Rumah Sakit Lawson dan baik-baik saja saat ini.Pria itu memberi tahu Elena tentang kondisi Jenny.Elena segera menelepon untuk memberi tahu Martin.Setelah Elena menutup telepon, Nathan Palsu dengan lembut memintanya untuk mandi lalu tidur. "Kamu juga harus memperhatikan kesehatanmu sekarang. Mandilah, kemudian tidur."Bagaimana Elena bisa tidur sekarang? Setidaknya setelah Martin melihat Jenny di Rumah Sakit Lawson, dia baru bisa tenang.Akan tetapi, saat ini dia tidak ingin melihat Nathan Palsu. Pria ini melakukan hal yang tidak manusiawi dengan wajah Nathan-nya.Elena mengangguk, lalu hendak pergi ke kamar mandi.Pria itu pergi mengambil pakaian ganti Elena, dia menghela napas. "Aku lupa mengambil piamamu."Elena menyahut, "Nggak apa-apa, aku nggak terbiasa pakai piama di rumah sakit."Dia turun dari kasur, mengambil pakaian ganti, kemudian berjalan ke ka
Elena tidak lagi meragukan apakah pria itu adalah Nathan.Dia tahu bahwa Nathan telah kembali dengan selamat.Namun, meskipun dia tahu bahwa Nathan telah kembali dengan selamat, dia sesekali masih menatap wajah Nathan sambil melamun.Kapan pun hal ini terjadi, pria itu akan menggoda Elena dengan bertanya, "Apakah aku terlalu tampan?"Elena tidak bisa berkata-kata. Wajah Nathan yang masih bengkak sama sekali tidak bisa dikatakan tampan.Elena, yang telah menjalani pemulihan di rumah sakit selama beberapa hari, akhirnya dipulangkan.Mobil sudah menunggu di luar rumah sakit.Elena masuk ke dalam mobil dengan dipapah oleh Nathan.Nathan memasangkan sabuk pengaman untuk Elena, lalu mengambil buku untuk dibacakan kepada janin.Elena merasa kesal. "Janinnya bahkan belum satu bulan, dia nggak mengerti. Apakah kamu membacanya untukku atau untuk kamu sendiri?"Nathan meletakkan buku itu lalu tersenyum. "Aku nggak membacanya lagi. Jangan marah."Elena juga menyadari bahwa nadanya kasar. Dia menar
"Benar saja, pria memang nggak bisa diandalkan."Setelah Elena memarahi pria itu, dia bersandar malas di sofa sembari memasukkan tomat kecil ke dalam mulutnya.Manis, tidak asam, sangat enak.Setelah makan, dia lanjut mengoceh."Nathan, kenapa sekarang kamu nggak pengetahuan tentang kehidupan sehari-hari? Apakah kamu nggak merasa kotor mencuci kaos kaki bersama pakaian? Apakah otakmu sudah karatan?"Elena meminta Nathan untuk mencuci pakaian.Tak disangka dia menemukan bahwa pria ini tidak hanya tidak mencuci pakaian secara terpisah, tetapi juga mencuci pakaian bersama kaos kaki.Betapa kotornya itu!Elena memakan tomat kecil lagi untuk meredakan emosinya.Aneh. Dulu dia merasa senang melihat Nathan. Sekarang dia merasa kesal melihat Nathan.Apakah masa manis mereka telah kadaluwarsa?"Kamu bahkan nggak bisa mencuci pakaian dengan baik. Akhirnya aku, seorang wanita hamil, yang mencucinya. Dulu kamu jelas-jelas bisa, apakah kamu sengaja?"Itulah poin pentingnya.Dulu Nathan jelas-jelas
Nathan bergumam dengan acuh tak acuh.Brandon mengubah topik pembicaraan. Sebagai kakak sepupu Briana, dia mengeluh, "Kamu terlalu ceroboh. Kalau kamu nggak ingin bersama Briana, kamu seharusnya memakai pengaman."Brandon juga memiliki banyak wanita, tetapi dia sangat memperhatikan keamanan. Hal ini demi kebaikan semua orang.Pria itu duduk di kursi, menyilangkan kaki, kemudian membuka-buka buku dengan santai sambil mendengarkan keluhan Brandon.Dia mencibir, "Aku nggak pernah tidur dengan adik sepupumu. Anaknya bukan milikku."Sedangkan apakah Nathan pernah diam-diam tidur dengan Briana, dia tidak peduli.Pokoknya, dia tidak pernah melakukannya.Pemikiran yang sedikit menyebalkan.Dia adalah Adris, bukan Nathan yang asli.Brandon tidak menyangka akan mendengar kata-kata seperti itu, dia tertegun sejenak. "Kalian nggak pernah berhubungan intim?""Hm, nggak pernah."Adris menjawab dengan tegas.Wajah Brandon langsung berubah masam. Dia merasa Nathan sedang mengabaikan tanggung jawab. Br
"Tuan Nathan, tolong pergi ke supermarket untuk membeli beberapa barang untukku. Aku akan membuatkan daftarnya untukmu."Elena menepuk tangan Adris yang ada di bahunya, kemudian dia menolak pinggang belakangnya dengan lemah ketika pergi mengambil pena dan kertas.Pria itu mengulas senyum tipis ketika melihat Elena menolak pinggang belakang seolah dia sedang hamil tujuh atau delapan bulan.Elena membuat daftar banyak barang yang harus dibeli, dari besar hingga kecil. Bagaimanapun, Adris membutuhkan setidaknya satu jam untuk kembali dari supermarket.Setelah membuat daftar, Elena menyerahkan kertas itu kepada Nathan sambil tersenyum. "Cepat pergi, langsung pulang setelah belanja."Nathan dengan malas bersandar di sofa, menatap Elena dengan mata gelapnya. Dia mengambil daftar itu, lalu melihatnya sekilas."Cepatlah." Elena lanjut menonton TV, dia mendorong kaki Adris dengan bantal. "Kenapa kamu begitu malas sekarang? Dulu kamu sangat rajin."Sekarang bagaimana, dulu bagaimana.Ketika pria
Mengingat bagaimana Nathan memapah Elena keluar dari mobil dengan hati-hati, Briana tidak bisa tidur. Dia terus berguling di kasur.Dia hanya ingin berbicara dengan Nathan.Jarang-jarang kembali ke Kota Burgan, Briana menemani ibu dan bibinya menghadiri pesta teh hari ini.Ana kini merasa percaya diri, wajahnya tampak ceria. Mobil belum tiba di pesta teh. Dia menoleh ke arah Briana lalu bertanya, "Di mana Nathan sekarang?""Kota Burgan."Briana menjawab sembari membalas pesan teman-temannya yang ada di Kota Burgan. Dia ingin berkumpul dengan mereka malam ini."Kapan kamu membawa Nathan untuk makan bersama di rumah? Kapan kalian berencana menikah? Semua ini harus didiskusikan." Ana menanyakan serangkaian pertanyaan.Pupil Briana mengecil, dia menjawab dengan datar. "Ibu, nggak usah terburu-buru."Emily, yang duduk di sebelah kiri, memandang Briana dan sedikit mengernyit. "Briana, apakah Tuan Nathan bersama Nona Elena?"Briana menunduk, tidak menjawab, yang artinya benar.Pada saat ini,