Kondisi Elena tidak memungkinkan dia untuk menyetir, jadi dia naik taksi.Ada beberapa taksi yang diparkir di seberang jalan.Saat Elena hendak menyeberang, seseorang tiba-tiba mencekal lengannya.Kaedyn mengerutkan kening. "Elena, sekarang lampu merah."Dia menatap wanita yang ada di depannya. Elena memakai masker, tetapi matanya merah.Elena perlahan mengangkat tatapannya, menahan ketidaknyamanannya. "Terima kasih."Tadi Elena melamun.Kaedyn merasa kondisi Elena sangat buruk, jadi dia tidak melepaskan lengan Elena. "Mau ke mana? Aku akan mengantarmu.""Nggak perlu. Kamu sudah boleh melepaskanku." Elena menarik lengannya, tetapi gagal. Dia pun mengernyit.Tatapan Kaedyn dalam. "Aku antar. Martin juga ada di dalam mobil."Elena melihat Kaedyn sekilas. Karena kurang istirahat, dia menjadi emosian. "Nggak perlu. Lepas. Apakah kamu nggak mengerti bahasa manusia?"Mengingat Kaedyn telah menahannya di lampu merah tadi, Elena menghela napas dalam hati. "Maaf."Kaedyn menatap Elena lama seka
Sebenarnya awalnya Briana tidak berpikir untuk memberi tahu Hugo tentang kehamilan Elena.Namun, dia merasa bahwa mengatakannya lebih untung ketimbang tidak mengatakannya.Hugo memandang Briana, lalu tersenyum. Dia seperti orang tua yang enak diajak berdiskusi. "Briana, apa yang ingin kamu lakukan?"Keturunan Keluarga Ransford sangat sedikit, jadi Hugo tentu tidak akan membiarkan anak Nathan mengembara di luar.Ketika Briana mendengar Hugo bertanya padanya, dia tertegun sejenak sebelum berkata dengan ragu. "Aku nggak tahu.""Kalau begitu, kita tunggu Nate pulang, biar dia mengambil keputusan sendiri. Kita akan berpura-pura nggak tahu tentang kehamilan Nona Elena." Hugo mengambil susu khusus orang tua itu. "Sudah larut sekali, cepat istirahat.""Oke, Paman Hugo juga cepat istirahat."Briana keluar dari ruang kerja, kemudian menutup pintu ruang kerja dengan senyuman tipis tercetak di bibirnya.Tentu saja Briana tahu bahwa Hugo tidak akan melakukan apa pun meski dia mengetahui kehamilan E
Ada yang ingin mengerjainya.Elena mengerutkan kening. Dia berencana mengunjungi psikiater di rumah sakit lain.Dia tidak percaya bahwa dia menderita paranoid.Kaedyn melihat Elena yang berusaha menenangkan diri. "Itu ular hijau, nggak beracun. Tunggu aku di luar."Kaedyn memegang jasnya, hendak masuk ke dalam rumah.Elena menarik lengan baju Kaedyn. "Tunggu, untuk apa kamu masuk? Aku akan menunggu ahli penangkap ular."Pria itu menunduk, melihat dua jari yang menarik lengan bajunya.Hanya dua jari, gerakan yang sangat jaga jarak."Dia nggak beracun. Aku akan menangkapnya. Setelah ahli datang, ia mungkin sudah masuk ke dalam kamar."Kaedyn mengatakan fakta dengan nada dingin.Elena merasa merinding saat memikirkan adegan itu.Bayangkan, dia sedang tidur, lalu tiba-tiba seekor ular muncul di atas kasur.Elena segera melepaskan jarinya dari lengan baju Kaedyn.Kaedyn tersenyum tipis, kemudian menyerahkan jasnya kepada Elena.Dia berjalan pelan-pelan menuju pot pohon uang.Elena memegang
Elena memperingatkan dirinya untuk tidak bersikap paranoid. Pasti ada yang ingin mengerjainya selama ini.Dia tidak sakit.Kaedyn menatap dua orang yang berpelukan itu dengan tatapan dingin.Matanya bertemu dengan mata Nathan.Mereka membuang muka dengan datar.Kaedyn mengambil jas, keluar dari ruang tamu dengan ekspresi dingin, lalu pergi....Nathan melepaskan Elena, tangannya memegang tangan Elena, tatapannya penuh kasih sayang. "El-el, maaf."Elena awalnya ingin memarahi Nathan.Apa yang menimpa Elena selama ini membuat akumulasi depresinya sudah mau meledak.Namun, mengingat Nathan berhasil bertahan hidup dari bahaya ....Elena hanya memasang ekspresi dingin, tidak memarahi Nathan.Dia mengulurkan tangannya dengan marah, matanya merah. "Baguslah kamu pulang."Elena berbalik, menggigit bibirnya.Nathan menduga Elena sedang marah, jadi dia memeluk Elena dari belakang, kemudian meletakkan dagunya di bahu Elena. "Maaf, nggak akan terjadi hal seperti ini lagi. Aku jamin.""Masalahnya s
Tepat ketika Nathan hendak menciumnya.Elena pura-pura batuk, lalu menoleh ke samping.Meskipun dia siap mengakui bahwa dia menderita paranoid, Elena tetap merasa ada yang janggal.Secara logika, jika dia melihat Nathan kembali, dia seharusnya akan mencium Nathan dengan panas."Gawat, hari ini panas sekali. Apakah aku akan demam?" Elena mengerutkan kening sambil menarik napas.Nathan menatap Elena dengan lekat. Dia merasa menyesal karena Elena tak hanya kehilangan berat badan, tetapi kondisinya juga terlihat buruk. "El-el, jangan lupa, aku seorang dokter. Besok aku akan membawamu ke rumah sakit untuk diperiksa.""Jangan besok, lain hari saja. Besok aku akan menghadiri perayaan ulang tahun teman," jelas Elena.Sebenarnya dia akan menemui psikiater besok pagi, lalu pergi ke rumah Martin untuk menghadiri perayaan ulang tahun Jenny sore hari.Nathan mengerutkan kening. Dia jelas tidak setuju. "Apakah kamu harus pergi? Kondisimu terlihat sangat buruk sekarang.""Hm, harus. Kondisiku buruk k
Pagi ini, Nathan mengantar Elena ke rumah Martin. Dia keluar dari mobil. Setelah Nathan pergi, Elena baru naik taksi ke rumah sakit.Dokter membahas hal lain dulu dengan Elena, mengarahkan topik."Nona Elena, kamu ...."Kata-kata dokter tiba-tiba terputus karena seorang pria membuka pintu, kemudian masuk.Elena dengan panik melindungi perutnya. Dia segera bersembunyi di pojok.Dokter dicekik oleh orang gila itu.Elena mencari alat yang bisa digunakan untuk memukul orang. Sayangnya, tidak ada benda yang bisa digunakan di sekitarnya.Beberapa orang yang baik di luar bergegas masuk, menarik orang gila itu.Setelah orang gila itu membuat keributan.Dokter tak mungkin lanjut memeriksa pasien.Elena merasa lega, dia merasa perutnya sedikit sakit.Dia memegang perutnya, lalu berjongkok.Seorang perawat memperhatikan Elena yang ada di pojok.Seorang pria berjalan masuk, melihat Elena juga."El-el."Terdengar suara yang familiar, Elena mengangkat tatapannya, lalu dia dipeluk oleh pria itu."Nat
Elena hendak bangun untuk melihat tulang selangka Nathan dengan detail.Ponsel yang dia letakkan di nakas tiba-tiba berdering.Nathan, yang sedang istirahat, sontak membuka matanya karena dering ponsel. Ketika dia melihat Elena sudah bangun, dia bertanya dengan suara serak. "El-el, apakah kamu merasa nggak nyaman?""Bukan, ada telepon."Nathan membantu Elena duduk, membiarkannya bersandar di kepala ranjang, kemudian memberikan ponsel kepada Elena.Panggilan telepon dari Martin.Elena membuka kunci layar dengan sidik jari, kemudian menekan tombol angkat.Martin bertanya, "Apakah kamu melupakan perayaan ulang tahun malam ini?"Elena meminta maaf kepada Martin. "Tolong sampaikan selamat ulang tahun kepada Jenny. Aku nggak enak badan, sekarang masih di rumah sakit."Martin mendengar jawaban Elena.Dia tanpa sadar menoleh ke arah Kaedyn yang tiba-tiba menghadiri pesta ulang tahun Jenny malam ini."Kalau begitu, istirahat dengan baik."Martin menutup telepon."Elena nggak enak badan, sekaran
Kaedyn berdiri di luar bangsal 1201. Melalui jendela kaca kecil di pintu, dia melihat Nathan sedang menyuapi Elena. Dia mengatupkan bibir tipisnya, kemudian pergi.Kaedyn memilih untuk kerja sama dengan Adris sebelumnya karena dia mendengar dari teman-temannya yang ada di luar negeri bahwa Adris diundang ke Institut Penelitian Negara Janewa ketika Adris belajar di luar negeri.Lembaga penelitian ini penuh dengan orang-orang jenius.Tak disangka Adris tidak bisa mengalahkan Nathan....Di bangsal.Nathan yang selesai menyuapi Elena bubur, menyeka mulut Elena.Setiap gerakannya sangat perhatian.Dia membawa mangkuk kosong pergi cuci.Setelah mencuci mangkok, dia mengambil apel untuk dicuci.Elena menatap Nathan secara terang-terangan.Dia masih menatap Nathan setelah pria itu duduk untuk mengupas apel.Suara Nathan yang santai dan menggoda terdengar di telinga Elena. "Apakah kamu sudah puas menatapku?""Hm, belum," desah Elena. Dia memandang Nathan. "Bisakah kamu ceritakan tentang perjal