“Hari ini tidak mau diantar, Za?” Zaya tersenyum lembut pada Arga yang saat ini membantunya masuk ke dalam mobil. Sorot mata geli tercetak jelas di wajahnya. “Kok, nanyanya gitu? Kan, aku sudah beberapa hari ini naik mobil sendiri?”Arga terlihat kecewa, tapi sedetik kemudian senyuman tersungging di bibirnya. “Ya, kali aja kamu lelah menyetir sendiri dan mau pulang bersamaku.”Zaya kembali tersenyum geli. Ia menatap serius wajah Arga yang masih berdiri di dekat pintu mobilnya yang belum ia tutup lalu berkata. “Selagi tidak ada masalah dengan kendaraanku dan selagi kita tidak memiliki kegiatan di luar, kurasa aku akan tetap pulang sendiri. Kan, aku juga dari dulu memang sudah mandiri?”“Aku tahu itu. Aku hanya ingin mengajakmu makan mie ayam lagi di tempat kemarin atau ke mana pun yang menunya enak.” Pria itu mengutarakan keinginannya makan malam bersama Zaya.Zaya seketika semringah. “Yang bener, Ga?” Arga menganggukkan kepalanya. “Iya, aku ingin makan di pinggir jalan seperti semal
“Kenapa dia selalu tidak mau mengangkat panggilan dariku?”Nadia menggumam kesal sambil terus berusaha menghubungi Arga. Wanita paruh baya itu sungguh ingin bertemu dan berbincang soal kedekatan putra tirinya kembali dengan Zaya. Awalnya, Nadia pasrah dan tak menginginkan Zaya kembali rujuk dengan Evan lagi dan mempertimbangkan merestui Arga untuk memperistri Zaya yang tentunya akan mengembalikan posisi Zaya sebagai menantunya. Meski itu akan menyakiti Evan, setidaknya mantan menantu yang sangat ia sayangi itu akan kembali statusnya menjadi putrinya, menjadi menantu kesayangannya.Namun, semua itu berubah kala ia mendapatkan laporan dari Dimas beberapa waktu lalu tentang indikasi penjebakan yang dialami Evan. Nadia langsung berpikir ingin mendamaikan Zaya dan putranya lagi dan dengan sangat terpaksa ia harus memberi teguran pada putra sambungnya untuk berhenti mendekati Zaya.“Dia sengaja tidak mau menerima panggilan dariku,” gumam Nadia yakin.Wanita itu lalu mengetik pesan di layar
“Wah, coba dari dulu kamu nggak pilih-pilih makanan, Ga. Pastinya aku akan ajak kamu berburu kuliner enak di spot-spot favoritku dan Gea.”Zaya keceplosan. Sambil menikmati soto ayam favoritnya, bibirnya tak sengaja berseru kegirangan melihat Arga makan begitu lahapnya. Hatinya senang dan masih tak percaya melihat kenyataan kalau lelaki kaya itu bisa sangat merakyat seperti sekarang.Arga menyeruput teh manisnya pelan-pelan pasca menghabiskan dua mangkuk soto ayam dan soto daging sapi yang terasa begitu lezat di lidahnya, baru kemudian tersenyum menatap Zaya yang tengah menatapnya dengan raut semringah.“Andai aku tahu seenak ini, tentu dulu aku tak akan tiba-tiba membawamu ke restoran pilihanku. Aku jadi menyesal, kenapa aku tidak menanyakan padamu mau makan di mana kala itu.”Zaya mengulas senyuman indah di bibirnya. Ia merasa geli membahas masa lalunya dengan suasana santai seperti sekarang tanpa ada perasaan kesal yang tersisa. Padahal, awal pertemuannya kembali dengan Arga masih
“Aku benar-benar malas masuk ke sana.”Lima belas menit sudah, Arga menunggu di dalam mobilnya sambil memandangi rumah sang mama tiri. Ada keraguan di hatinya untuk turun dan menyapa sang mama, terlebih melihat mobil Evan telah terparkir di pekarangan, menandakan rivalnya itu juga ada di dalam sana. Setelah mengantar Zaya kembali ke hotel dan memastikan mobilnya baik-baik saja, lelaki itu akhirnya melajukan mobilnya ke kediaman sang mama. Namun, rasa enggan mulai menyergap jiwa kala ia sampai di halaman rumah mama tirinya yang luas itu.“Kalau bukan Zaya yang meminta, aku benar-benar malas,” gumam Arga lagi. Pria itu mulai melepas sabuk pengaman lalu menyeret langkahnya masuk ke dalam rumah.Setibanya di depan pintu, Arga sudah disambut adik tirinya yang menatapnya dengan garang.“Jauhi Zaya! Jangan berpikiran untuk memikatnya karena aku akan segera rujuk dengannya lagi!” Evan tak ragu menyuarakan keinginannya untuk memperingatkan sang kakak tiri yang semakin lama semakin mengesalkan
Nadia benar-benar geram kala melihat kedua putranya sedang bersitegang, bahkan kedua-duanya terlihat sudah babak belur. Pastinya mereka sudah saling menghajar satu sama lain. Nadia tidak pernah menduga putra tirinya akan datang malam itu juga karena itu ia berdiam diri di kamar dan tidak menyangka kalau akan mendengar suara keributan di ruang tamu. Benar saja, wanita itu melihat pertengkaran antara kedua putranya.Arga segera menjauhi Evan yang masih terlihat ingin memukulnya lalu mendekati sang mama. Pria itu meraih tangan mama tirinya, kemudian mengecup punggung tangannya lalu menyapanya dengan ramah.“Apa kabar, Ma?”Nadia trenyuh. Biar bagaimana pun Arga tetaplah putranya, putra yang dibawa suaminya saat menikahinya karena sang mama telah meninggal dunia. Dengan menahan rasa kecewa di hatinya, Nadia cemberut lalu menyindir Arga. “Kamu masih ingat pulang setelah meninggalkan Mama bertahun-tahun?”Arga lagi-lagi berusaha menahan diri agar tidak mengamuk ataupun marah pada sang mama
Arga tertegun sejenak. Andai bukan mengingat mama tirinya itu yang mengasuhnya sejak kecil, tentu ia akan segera meninggalkan rumah mamanya tersebut begitu saja. Namun, wanita itu pernah memberikan kasih sayang yang begitu besar padanya hingga Arga tidak bisa berkutik.Pria itu melangkah mengikuti sang mama tiri menuju ke meja makan lalu duduk menghadap sang mama yang sudah lebih dulu menunggunya di sana. Tak lama, wanita itu menyeduh kopi instan di dalam sebuah gelas lalu menyodorkannya pada putra tirinya tersebut.“Minumlah! Sudah lama kamu tidak meminum kopi buatan Mama, kan? Terkadang, Mama ingat kebiasaan Mama saat masih ada kamu di rumah ini.”Arga tidak menjawab apa pun. Ia mengambil gelas yang disodorkan sang mama lalu menikmati kopi buatan wanita yang pernah mewarnai hari-harinya dulu.“Maafkan Mama, Arga. Mungkin Mama pernah menyakiti hatimu, tapi yakinlah semua yang Mama lakukan itu ada tujuannya.” Nadia mulai membuka pembicaraan serius sambil menatap lekat putra sambungnya
“Baru pulang, Za?”Gea buru-buru membukakan pintu saat mendengar suara mobil di pekarangannya. Wanita berambut pendek itu menyambut Zaya dengan raut gelisah.“Iya,” sahut Zaya. Wanita cantik itu menatap heran wajah sang sahabat yang terlihat tidak seperti biasanya. Namun, belum sempat bertanya, sahabatnya itu buru-buru menariknya ke dalam lalu kembali menanyainya.“Apa kamu sudah makan malam?”Zaya tersenyum pada sahabatnya. “Aku baru aja makan. Aku makan soto sama Arga.” Gea terlihat menoleh ke pekarangan di mana tidak ada mobil Arga di saja. lalu kembali mengonfirmasi Zaya. “Tapi kamu pulang sendirian.”Zaya menutup pintu, tak lupa menguncinya lalu kembali fokus pada pertanyaan Gea. “Rencananya dia mau mengantarku pulang, tapi aku nggak mau karena aku ingin mandiri. Kami sudah berjanji akan terus makan malam bersama di mana setelah makan malam dia akan mengantar kembali ke hotel sehingga aku bisa menyetir mobil seperti biasa pulang ke rumah.”“Heumm, gitu, ya.” Wanita berambut pend
Gea terus menceritakan apa-apa saja yang ia dengar baik dari Evan, Dimas, maupun apa yang ia lihat sendiri tadi pagi. Ia terus berusaha meyakinkan sahabatnya kalau pernikahan mereka berdua memang direncanakan untuk dihancurkan oleh seseorang yang mungkin memiliki kepentingan ataupun iri terhadap Evan, mengingat Evan adalah seorang pengusaha yang lumayan disegani di kalangan pebisnis.“Sekarang setelah aku menjelaskan semuanya padamu Apa kamu bisa memaafkan Evan?” Gadis berambut pendek itu serius bertanya pada sahabatnya.Zaya menarik nafas panjang, mencerna semua berita yang disampaikan oleh Gea. Ia cukup terkejut mengetahui kalau ada orang yang sangat iri dengan pernikahannya sehingga memutuskan untuk memecah dan membuatnya salah paham.Namun, setelah ia pikir-pikir lagi, perceraian juga sudah terjadi. Takdirlah yang membuat ia dan Evan terpisah dan tak ada juga yang bisa dilakukan lagi. Berita yang ia terima saat ini tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap masa depannya karena semua