Evan bangun pagi-pagi sekali, bahkan ia tak sempat sarapan bersama sang mama karena ingin segera menemui Zaya. Hatinya berdebar semalaman karena ia yakin Gea sudah bicara empat mata dengan mantan istrinya itu dan berharap semua penjelasannya bisa diterima dengan baik oleh Zaya.Saat ini, Evan tengah berada di depan pekarangan rumah Gea, menanti Zaya keluar dan akan langsung mengajak wanita itu naik ke mobilnya, sarapan bersama, baru kemudian bicara empat mata sebelum akhirnya mengantarnya bekerja di hotel kakak tirinya. Jika ia sudah berbaikan dengan Zaya nanti, Evan akan membujuk mantan istrinya itu untuk berhenti bekerja di hotel karena ia tak ingin Arga merayu dan membuat Zaya kembali meragukannya.“Mana dia? Kok, belum keluar juga?” gumam Evan gelisah.Pria tampan yang mengenakan jas berwarna navy itu akhirnya tak sabar menanti Zaya keluar dari rumah sahabatnya. Ia pun segera menelepon Gea, ingin tahu apa yang terjadi semalam pasca berbincang dengan mantan istrinya.“Halo, Gea. Gi
Zaya dan Evan kini telah berada di sebuah restoran tepi laut. Zaya menikmati pemandangan laut sambil menyantap sarapannya tanpa suara. Sebenarnya, ia tahu Evan hanya akan buang waktu menjelaskan semuanya karena hatinya sudah bulat tak akan kembali rujuk dengan mantan suaminya itu.Evan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk memandangi wajah cantik yang begitu ia rindukan. Penyesalan kembali terputar saat ia melihat wajah sang mantan istri. Kenapa bisa timbul rasa bosan di hatinya? Kenapa ia tak jujur pada istrinya soal rasa bosannya? Kenapa ia terpancing menceritakan masalahnya pada Mira yang memperburuk semuanya?Setelah menghabiskan sarapan dengan tenang, akhirnya Evan memutuskan untuk buka suara. “Kamu sehat, kan, Sayang?” Lelaki tampan itu ingin menanyakan keadaan Zaya terlebih dahulu.Zaya menghela napas lelah. Sudah berapa kali ia meminta Evan untuk berhenti memanggilnya begitu, tapi Evan tetap saja bebal. “Berhentilah memanggilku begitu! Kita bukan siapa-siapa lagi. Kamu bahka
Hancur, itu yang dirasakan Evan ketika mendengar ucapan mantan istrinya. Air matanya mengucur deras, tak mampu dibendung lagi. Begitu besar luka yang ia torehkan pada Zaya, sehingga dengan bersimpuh pun, mantan istrinya sama sekali tidak tergugah. Ia tak menyangka, tanpa benar-benar melakukan zina pun, Zaya tak mau memberikannya kesempatan. Pada akhirnya, Evan hanya bisa melihat kepergian Zaya yang terus melangkah jauh hingga akhirnya masuk ke dalam taksi. Tak ada yang bisa Evan lakukan selain meninggalkan restoran langsung menuju ke perusahaan. Setibanya pria tampan itu di sana, ia langsung ditanyai oleh Dimas perihal pertemuannya dengan Zaya.“Gimana, apa kamu sudah bicara pada Zaya? Sejak pagi tante menghubungiku dan mengatakan kalau kamu ingin bertemu Zaya, bahkan tidak sempat sarapan.”Evan tertunduk lesu. Kakinya melangkah menuju meja. Tangannya refleks mengendurkan dasinya. Hatinya hancur lebur tak bersisa. Rasanya tak ada tenaga lagi untuk sekedar bernapas. Dadanya begitu se
“Gimana, Dim? Apa kabar terbaru tentang putraku?”Dimas terpaksa mengendap-endap meninggalkan ruangan Evan saat ia mengetahui ponselnya tengah dihubungi oleh tante Nadia. Untungnya, sang sahabat bisa kembali fokus pada dokumen yang harus ia review pasca mengalami pagi yang buruk bersama Zaya, membuatnya bisa menyelinap menerima panggilan dari Nadia, mama sahabatnya itu.“Kabar buruk, Tante,” sahut Dimas memberitahukan yang sebenarnya.“Pasti Zaya tetap menolak Evan, kan?”Dimas langsung mengiyakan ucapan Nadia. “Iya, Tante. Semuanya bertambah rumit.” Pria berpenampilan kelimis itu mulai menceritakan apa yang terjadi tadi pagi antara Zaya dan Evan.“Sudah kuduga jadi begini. Apa boleh buat, tampaknya aku harus turun tangan sendiri.”“Maksud, Tante?” Dimas ingin tahu rencana Nadia. Hatinya bertanya-tanya, kira-kira apa yang bisa sang tante lakukan untuk membalik keadaan.“Tante akan menemui Zaya malam ini. Kamu segera usut siapa di balik dalang penjebakan Evan! Jika aku gagal meyakinkan
“Aku pulang dulu, Ga.”Zaya berpamitan pada Arga, berniat akan naik taksi saja. Ia merasa cukup lelah hari itu. Harusnya ia menemani Arga makan malam sesuai janjinya. Namun, khusus malam itu, ia tak bisa menepatinya.Arga segera menarik tangan Zaya ke dalam mobilnya tanpa aba-aba. Laki-laki itu sungguh ingin mengantar Zaya sehingga bisa bersama lebih lama lagi untuk meluapkan kerinduannya yang herannya selalu terasa menggebu-gebu.“Aku antar kamu, ya! Tak apa kalau kamu tak mau makan malam denganku malam ini. Namun, aku tak akan biarkan kamu naik taksi sendirian. Please, jangan menolak!”Suara lirih dari Arga, tentu membuat Zaya tak tega. Apalagi saat menatap wajahnya yang terlihat sangat berharap. Pada akhirnya, Zaya mengalah. Ia menerima kebaikan hati Arga yang mau mengantarnya.“Kalau mukamu udah kayak gitu, mana bisa aku menolak, Ga,” seloroh Zaya mengulum senyum lalu mulai menarik sabuk pengaman dan memasangnya dengan benar.Sorot bahagia pun langsung terpancar di mata Arga. Bibi
Pilu, hati Nadia sungguh terasa pilu melihat wanita yang sudah dianggap sebagai putri sendiri tengah menyantap makanan yang ia beli dengan lahap, terlihat begitu lapar. Zaya pasti begitu lelah bekerja sejak pagi hingga menjelang malam.Andai saja putranya tidak melakukan kesalahan fatal, tentu Zaya tak perlu lagi bekerja sehingga ia dan menantunya itu bisa sering bersama, bercengkerama, memasak bersama, mengeksplorasi aneka resep kue serta kudapan yang mereka dapatkan dari internet sambil bercanda tawa. Nadia sungguh merindukan masa-masa itu.Kedatangannya menemui mantan menantunya itu belum tentu bisa memastikan persetujuan Zaya untuk kembali rujuk dengan putranya. Entahlah, melihat keteguhan hati Zaya membuat Nadia sedikit gentar. Namun, ia tidak boleh kalah sebelum berperang. Meskipun ia tahu apa jawaban Zaya nanti, tapi setidaknya ia akan berusaha merayu dan membujuk putrinya tersebut untuk kembali rujuk dengan Evan.“Mama enggak sempat masak, Zaya. Mama udah jarang masak semenjak
“Siapa yang bertamu pagi-pagi begini?”Suara bel yang menggema di penjuru ruangan, membuat baik Zaya dan Gea saling berpandangan setelah sama-sama berpakaian rapi, bersiap akan sarapan.“Kamu nggak pesen paket, kan?” Zaya menanggapi pertanyaan Gea barusan sambil menoleh ke arah pintu.“Aku nggak pesan apa-apa. Lagi pula nggak mungkin kurir mengantar paket sepagi ini, Za,” ujar Gea diangguki Zaya.Gadis berambut pendek itu pun langsung melangkah ke arah pintu dan mendapati seorang lelaki sedang membawa sebuah paperbag tengah tersenyum, kemudian bertanya padanya.“Maaf, apa benar di sini kediaman Nona Zaya?”Gea mengangguk. “Iya, Anda siapa?”“Saya kurir, Nona. Ini ada kiriman buat Nona Zaya. Mohon diterima!” Pria itu menyodorkan sebuah paperbag pada Gea. Lalu, tanpa banyak kata, kurir itu undur diri setelah berhasil menyerahkan paket yang harus ia antarkan.“Siapa, Gea?” Zaya yang ikut menyusul ke depan, langsung bertanya pada Gea.Gadis cantik berambut sebahu itu menoleh, setelah seb
Gea membiarkan Zaya menangis untuk meluapkan sesak di dada yang selama ini terpendam. Gadis yang telah menemani hari-hari Zaya sejak zaman kuliah itu sengaja mengurung diri di kamar semalam saat tante Nadia datang dan memanfaatkan waktunya untuk mencari artikel-artikel tentang permasalahan yang dihadapi oleh Zaya dan Evan.Bukan hanya sedikit perceraian yang terjadi karena masalah penampilan, tapi ada banyak kasus yang membuat Gea semakin dalam menggali kasus yang mirip dengan sahabatnya tersebut dan menemukan bahwa memang rumah tangga harus benar-benar dijaga, tidak bisa hanya mengandalkan cinta belaka. Cinta yang di awal terasa begitu menggebu-gebu akan berangsur padam ketika masuk dalam sebuah ikatan pernikahan, bahkan akan berubah menjadi hambar, terutama jika pasangan suami istri tidak membuat inovasi baru dalam rumah tangga mereka yang bisa membuat rasa jenuh itu hilang. Karena pada dasarnya pasangan suami istri akan mengulangi kegiatan yang sama berhari-hari dan akan bertemu