Pukul 19.00, Luther membawa Charlotte dan Yadira ke restoran. Restoran ini tidak kecil, bisa muat sampai ratusan orang.Begitu masuk, Luther langsung melihat banyak rombongan yang duduk di dalam. Selain para turis, masih ada para pesilat yang datang untuk mencari makam Vernita."Kak! Di sini!" Ketika Luther memandang ke sekeliling, Chelliny sontak bangkit sambil melambaikan tangannya dengan bersemangat. Luther pun mengangguk, lalu menghampiri."Ayo, silakan duduk," ujar Alvie sambil mempersilakan dengan ramah. Sementara itu, Kansan yang duduk di samping melipat lengannya dengan tidak acuh. Dia tampak sangat angkuh. Namun, begitu melihat Charlotte dan Yadira, matanya sontak berbinar-binar. Dia merapikan pakaian, lalu memasang gaya keren."Ini Yadira dan Charlotte, mereka temanku. Kalian nggak keberatan kalau mereka ikut, 'kan?" tanya Luther setelah membuat perkenalan singkat."Tentu saja nggak, justru bagus kalau makin ramai. Ayo, duduk!" sahut Alvie sembari tersenyum dan mengisyaratkan
"Tentu saja, Sekte Akasa nggak takut meskipun mereka semua begitu hebat. Yang paling harus diwaspadai adalah sekte-sekte kalangan atas, seperti Sekte Ilmu Kegelapan, Biara Kasih, Sekte Hitam Putih, Sekte Roh .... Masih ada satu orang yang harus kalian jauhi!""Siapa?" tanya Charlotte dengan penasaran."Master muda yang mengalahkan Tuan Youngky baru-baru ini!" sahut Alvie."Eh?" Charlotte termangu mendengarnya. Bukankah itu gurunya? Dia menatap Luther dengan heran, lalu mendapati Luther mengangguk padanya. Mereka tidak boleh mengungkapkan identitas kali ini. Jika tidak, pasti akan ada orang yang berusaha menjebak mereka."Apa kalian pernah bertemu master muda ini?" tanya Yadira sembari tersenyum nakal."Tentu saja belum. Tapi, aku sudah mendengar banyak rumor tentangnya. Dengar-dengar, dia punya paras yang tampan dan selalu membela kebenaran. Hebatnya, dia baru berusia 20-an tahun, tapi sudah menerobos tingkat master. Benar-benar genius langka di Jiman, banyak sekali pesilat wanita yang
"Hah?" Kansan kebingungan dan tidak bisa bereaksi. Dia sedang bertingkah keren, tetapi tiba-tiba diserang seperti ini.Kansan tanpa sadar mengulurkan tangan untuk meraba kepalanya, lalu mendapati seluruh tangannya berlumuran darah. Dia tidak menggunakan energi sejati untuk berlindung, jadi tidak berbeda dengan manusia biasa."Lancang sekali! Siapa yang berani menyerangku?" bentak Kansan sambil menoleh.Melihat ini, para murid Sekte Akasa pun menggebrak meja dan turut menghardik, "Berengsek! Siapa yang berani menyerang senior kami! Kurang ajar!""Aku." Seorang pria berkacamata hitam yang mengenakan pakaian berwarna cerah tiba-tiba berjalan mendekat dengan membawa 2 pesilat. Tingkahnya yang santai ini seolah-olah tidak takut pada siapa pun."Bocah, kamu tahu siapa aku? Berani sekali kamu menyerangku secara diam-diam!" bentak Kansan sambil menggertakkan giginya dengan geram."Oh? Memangnya siapa kamu?" tanya pria berkacamata hitam itu sambil tersenyum nakal."Dengar baik-baik! Aku salah s
"Boleh saja, tapi aku punya syarat," sahut Avalon yang mengangkat alisnya."Syarat apa?" tanya Alvie sembari tersenyum."Aku mau kamu dan kedua nona cantik itu menemaniku minum. Kalau pelayanan kalian bagus, aku akan membiarkan masalah hari ini berlalu," jelas Avalon yang tersenyum genit.Wanita secantik ini jarang sekali ditemui. Tanpa diduga, Avalon malah bertemu 3 wanita cantik secara sekaligus. Mana mungkin dia melewatkan kesempatan sebagus ini?"Eee ...." Senyuman Alvie seketika membeku. Dia sudah lama berkecimpung di dunia persilatan, jadi memahami maksud bajingan ini. Setelah minum-minum, mereka pasti akan dinodai."Kenapa? Kamu menolak, ya? Aku nggak suka ditolak lho! Sebaiknya kamu pertimbangkan dulu baik-baik," ujar Avalon dengan ekspresi dingin."Hei, kamu sangat beruntung kalau bisa menemani tuan muda kami minum. Jangan nggak tahu diri begini dong!" seru salah satu pesilat yang berdiri di belakang."Aku bisa saja menemanimu minum. Tapi, nggak usah bawa-bawa kedua nona itu,
Semua orang terperanjat melihat Avalon yang terpental begitu jauh. Tidak ada yang menyangka bahwa nyali Luther akan sebesar itu. Tanpa berbasa-basi, pemuda ini langsung melayangkan pukulan begitu saja.Asal tahu saja, Avalon adalah putra Ketua Sekte Kaldron. Ayahnya adalah Celso yang merupakan ahli bela diri nomor satu di seluruh Praulandia! Bukankah tindakan ini sama saja dengan mencari mati?"Kamu sudah gila, ya! Kamu berani menghajar putra Ketua Sekte Kaldron?" Setelah tertegun sejenak, Kansan sontak terkesiap. Dia saja berusaha menerima semua penghinaan tadi, tetapi Luther malah langsung menghajar Avalon? Bukan hanya Luther yang akan celaka, tetapi mereka juga akan terlibat!"Gawat! Ini gawat!" seru Alvie dengan raut wajah yang berubah drastis. Dia sudah memperingatkan, tetapi Luther malah tidak peduli dan tetap menyerang Avalon. Akibatnya akan sangat fatal jika Sekte Kaldron membalas dendam kepada mereka!"Lancang! Beraninya kamu memukul tuan muda kami! Hari ini, kami pasti akan m
Tamparan masih belum berhenti, padahal wajah Avalon sudah babak belur. Masalahnya, Avalon adalah putra Ketua Sekte Kaldron, dia memiliki status yang luar biasa tinggi! Bahkan, tidak berlebihan jika mengatakan dia setara dengan seorang penguasa! Lantas, bagaimana Luther bisa senekat ini?"Berhenti! Cepat berhenti!" Alvie akhirnya tidak tahan lagi. Dia segera bersuara untuk menghentikan Luther. Hanya saja, kondisi Avalon sudah sangat gawat sekarang."Sobat, kamu dalam masalah besar!" ujar Alvie sambil menggertakkan gigi. Dia buru-buru memapah Avalon, lalu menyuapinya obat dan mencoba berbagai cara agar pria ini tersadar kembali.Apabila sesuatu terjadi pada Avalon, bukan hanya Luther yang akan terkena masalah, tetapi seluruh Sekte Akasa akan mendapatkan pembalasan dendam yang menakutkan!"Aduh! Kami nggak seharusnya setim denganmu, kami benar-benar celaka kali ini!" Kansan sungguh murka, tetapi juga panik. Sialan, kenapa mereka bertemu pria gila ini? Pria ini sama sekali tidak takut pada
"Kali ini benar-benar gawat!" gumam Celso sambil menatap Luther yang berwajah dingin. Kini, dia ketakutan hingga bercucuran keringat dingin. Mengapa dirinya sesial ini? Apakah dirinya akan dihajar hari ini?"Ayah, kenapa diam saja? Cepat hajar dia! Hajar dia sampai mati! Hari ini, aku harus membuat bocah ini menyesal!" seru Avalon dengan galak."Diam!" Ekspresi Celso sontak berubah. Dia bahkan melayangkan tamparan ke wajah putranya. Plak!Avalon pun terperangah. Beberapa giginya yang masih tersisa seketika rontok, wajahnya yang sudah bengkak menjadi makin menyedihkan."Ayah, kamu ... kamu menamparku?" tanya Avalon yang membelalakkan mata dengan tidak percaya.Sejak kecil, Avalon selalu dimanjakan oleh keluarganya. Sang ayah bahkan tidak pernah memarahinya. Lantas, apa yang sebenarnya terjadi hari ini? Mengapa ayahnya menamparnya di depan publik? Apa ayahnya sudah gila?"Kenapa? Kamu memang seharusnya dipukul! Kamu mengandalkan kekuasaan Sekte Kaldron untuk menindas orang, kamu merusak
Adapun Alvie, Kansan, dan lainnya, mereka tampak tersanjung serta tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Ketua Sekte Kaldron yang terhormat sekaligus ahli bela diri nomor satu di Praulandia malah meminta maaf kepada mereka? Apakah ini sungguhan?"Ketua Celso, didik anakmu baik-baik setelah pulang nanti. Jangan sampai dia buat masalah besar. Menyesal pun nggak ada gunanya lagi nanti," ujar Luther tiba-tiba.Begitu ucapan ini dilontarkan, suasana di sekeliling sontak hening. Semuanya terbelalak menatap Luther dengan tidak percaya.Pemuda ini sudah gila, ya? Berani sekali dia memberi perintah kepada Celso di depan umum? Masa dia tidak takut dihajar sampai mati? Pemuda ini terlalu sombong!"Hei, kamu sudah bosan hidup, ya? Tutup mulutmu itu!" tegur Kansan tiba-tiba. Sudah syukur Celso tidak meminta pertanggungjawaban, padahal dia sudah menghajar Avalon. Kini, dia malah berani mengkritik Celso di khalayak ramai. Besar sekali nyalinya!"Sobat, cepat minta maaf," ucap Alvie sambil memberi isy
"Ini .... Ada beberapa hal yang nggak bisa dikatakan, tapi aku yakin kamu pasti mengerti," kata Trisno dengan serius."Aku ini bodoh, jadi nggak tahu apa yang Tuan Trisno maksud. Mohon Tuan Trisno memakluminya," jawab Gema dengan tenang."Kamu!" teriak Trisno yang mulai marah. Melihat sikap Gema saat masuk, dia mengira Gema menyadari situasinya dan pandai membaca keadaan. Namun, dia tidak menyangka Gema malah berpura-pura bodoh, jelas tidak menghargainya."Sudahlah, Trisno. Biar aku saja yang bertanya."Loland mengambil alih pembicaraan dan bertanya dengan terus terang, "Gema, 'kan? Kami nggak akan bertele-tele lagi denganmu. Kami sudah tahu maksud kedatanganmu ke sini, sekarang kami hanya ingin tahu informasi apa saja yang sudah kamu dapatkan.""Informasi tentang apa yang dimaksud Tuan Loland?" tanya Gema lagi.Bang!Loland tiba-tiba memukul meja dan berkata dengan ekspresi muram, "Anak muda, jangan berpura-pura bodoh denganku, kesabaranku ada batasnya. Kalau kamu nggak menjawab denga
Setelah membuat keputusan, Gema tidak ragu-ragu lagi. Dia segera meminta sopirnya untuk berbalik arah dan langsung menuju lokasi pertemuan.Tempat pertemuan berada di sebuah restoran yang tidak jauh dari istana. Perjalanan kembali hanya memakan waktu sekitar 10 menit.Saat Gema dan Loki melangkah masuk ke restoran, mereka langsung menyadari bahwa tempat itu kosong. Selain beberapa pegawai penyambut tamu, tidak ada satu pun pelanggan.Jelas sekali, restoran ini telah dikosongkan."Silakan, Jenderal Loland sudah menunggu di lantai atas."Begitu memasuki ruangan, pemilik restoran sendiri yang menyambut mereka dan mengantar Gema serta Loki ke ruang privat di lantai dua.Saat ini, di dalam ruangan, Loland, Weker, serta Trisno sedang menikmati teh dengan santai.Mereka bertiga mengobrol dengan akrab dan penuh semangat. Namun, begitu Gema dan Loki memasuki ruangan, mereka segera menghentikan pembicaraan dan mengalihkan perhatian mereka kepada Gema.Ketiganya sangat penasaran, siapa sebenarnya
"Apa? Siapa itu?" tanya Trisno segera."Jangan-jangan wakil jenderal yang masuk saat siang tadi?"Loland mengerutkan alisnya. "Aku sudah menyelidiki orang itu. Nggak punya latar belakang, nggak punya dukungan, cuma orang biasa. Jadi, nggak ada yang perlu dikhawatirkan.""Bukan dia, tapi ada hubungannya dengannya." Weker tiba-tiba merendahkan suara. "Masih ingat apa yang dikatakan Pangeran Huston siang tadi? Saat memanggil wakil jenderal itu, Pangeran Huston secara khusus menyebut Keluarga Paliama.""Keluarga Paliama?" Trisno menunjukkan ekspresi terkejut. "Maksudmu Keluarga Paliama dari Midyar sudah bertemu dengan Raja?""Itu belum. Tapi menurut informasiku, seseorang bernama Gema mengobrol dengan Pangeran Huston selama 4 jam hari ini. Mereka berbincang dan tertawa seperti sahabat. Bahkan, Pangeran Huston secara khusus mengundangnya untuk makan malam di istana."Wajah Weker sedikit muram. "Semuanya, coba pikirkan baik-baik. Pada saat genting seperti ini, Keluarga Paliama mengirim seseo
Setelah berbicara sejenak di aula pertemuan, Huston mengundang Gema untuk mulai berkeliling di Kediaman Raja Atlandia. Kediaman itu sangat luas dan memiliki berbagai fasilitas, orang yang tidak mengenal tempat itu akan sangat mudah tersesat.Gema yang merasa dirinya sudah melihat banyak hal pun tetap merasa sangat terkejut saat diajak untuk melihat keadaan Kediaman Raja Atlandia yang sebenarnya. Berbeda dengan kemewahan dari rumah orang kaya baru, kediaman ini bisa dibilang mewah dan berwibawa. Setiap sudut yang terlihat memancarkan aura yang sangat kuat.Yang membuat Gema paling terkesan adalah ada aula pahlawan dengan sembilan lantai di dalam kediaman itu dan terlihat seperti sebuah pagoda kuno dari luar. Isi di dalamnya adalah makam simbolis untuk puluhan ribu para pahlawan yang gugur di medan perang dan memenuhi seluruh ruangan.Para pahlawan itu memiliki batu peringatan dengan catatan jelas kehidupan mereka agar generasi berikutnya bisa mengenangnya. Keluarga Paliama juga memiliki
"Pangeran Huston, hati-hati dengan ucapanmu," kata Gema yang segera memperingatkan sambil melihat ke sekeliling karena khawatir ada yang menguping percakapan mereka.Membahas hidup dan mati anggota keluarga kerajaan secara pribadi adalah pelanggaran besar. Jika hal ini disebarkan oleh orang yang berniat buruk, nama baik hancur masih termasuk hal kecil. Namun, jika nanti diminta pertanggungjawaban, ini akan menjadi masalah besar."Paman Gema, tenang saja. Ini adalah Atlandia, bukan Midyar. Kamu bisa membahas apa pun dengan tenang, nggak perlu khawatir," kata Huston sambil tersenyum, sama sekali tidak peduli apa pun. Dia berpikir hal ini sudah diketahui semua orang, apa salah membicarakannya? Apakah orangnya tidak akan mati jika tidak membicarakannya? Benar-benar konyol."Uhuk uhuk .... Sepertinya aku sudah terlalu banyak berpikir," kata Gema sambil tersenyum dengan canggung. Meskipun tahu apa yang dikatakan Huston benar, dia tetap harus berhati-hati dan tidak berani membicarakan anggota
Huston masuk ke ruang rapat dengan senyuman cerah, sambil menggandeng tangan Gema dengan sikap yang sangat ramah. Sebaliknya, Gema terlihat kebingungan, sama sekali tidak menduga situasi ini.Sebelum masuk, Gema sudah membayangkan berbagai kemungkinan dalam pertemuan mereka. Misalnya, Huston bersikap dingin atau arogan. Semua itu bisa dia terima, bahkan dia sudah siap secara mental.Bagaimanapun menurut rumor, Huston adalah pangeran yang suka membuat onar dan berani melakukan apa saja.Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Bukan hanya tidak ada kesulitan, Huston malah bersikap sangat ramah, membuat Gema bingung bukan main.Seperti kata pepatah, ketika sesuatu terlihat tidak biasa, pasti ada sesuatu yang buruk. Gema tidak tahu apa maksud tersembunyi di balik keramahan ini."Pelayan! Siapkan teh!" Setelah mempersilakan Gema duduk, Huston langsung memerintahkan pelayan untuk menyajikan teh.Teh yang disajikan adalah teh mahal khas Atlandia, yang tidak dijual untuk umum dan hanya diperunt
Setelah mengikuti Huston masuk, Loki merasa sangat cemas. Sebelumnya dia pernah masuk ke istana, tetapi kebanyakan karena urusan resmi dan orang yang memandunya biasanya adalah penjaga atau pelayan.Namun, kali ini berbeda. Kunjungan ini untuk urusan pribadi dan yang memandunya adalah Huston. Hal ini membuatnya merasa sangat terhormat. Dia sangat penasaran, sejak kapan dirinya memiliki pengaruh sebesar ini?Huston bahkan mengabaikan jenderal besar dan hanya bersikap ramah padanya. Apa mungkin kepalanya yang botak terlalu mencolok sehingga menarik perhatian?Dengan segudang pertanyaan di benaknya, Loki mengikuti Huston hingga akhirnya mereka tiba di ruang rapat."Duduk." Setelah Huston duduk di kursi utama, dia memberi isyarat kepada Loki untuk duduk."Nggak perlu, aku berdiri saja," ujar Loki dengan senyuman sungkan."Kalau aku bilang duduk, ya duduk. Kenapa tegang sekali? Aku nggak akan memakanmu," kata Huston dengan nada tidak sabar."Baik, baik." Loki buru-buru mengiakan dan duduk.
Saat pintu gerbang terbuka, semua perhatian langsung tertuju ke sana. Di tengah tatapan semua orang, Huston berjalan keluar dengan tubuh tegap, diikuti dua pengawal di belakangnya."Pangeran Huston?" Melihatnya, semua orang langsung menyambut dengan senyuman ramah. Baik itu Weker, Trisno, maupun Loland, semuanya menunjukkan sikap menyanjung.Huston terkenal kuat dan kejam. Meskipun beberapa tahun terakhir ini, dia sudah lebih terkendali, pengaruh masa lalunya masih membuat orang takut.Jadi, jangan sampai mereka membuat Huston marah. Huston seperti bom waktu berjalan. Banyak dari mereka pernah terkena imbasnya dulu."Pangeran, akhirnya kamu keluar juga. Aku ada urusan penting untuk dilaporkan, tolong ....""Minggir!"Saat Trisno maju untuk berbicara, Huston langsung mendorongnya dengan kasar, hingga tubuhnya yang kurus hampir terjatuh."Trisno, segala sesuatu harus ada urutannya. Pangeran sangat menghargai keadilan, mana mungkin dia membiarkan kebiasaan burukmu itu," ejek Loland yang t
"Makan apanya! Aku lagi nggak mood! Kalau mau makan, makan saja sendiri!" bentak Loland dengan murka."Aku juga nggak mau pergi. Aku sedang menjaga kesehatan dan cuma minum teh. Aku nggak minum alkohol," tolak Trisno langsung."Kalau kalian mau menunggu, silakan saja. Aku nggak akan menemani kalian," ucap Weker dengan senyuman tipis. Kemudian, dia hendak berjalan pergi.Begitu berbalik, Weker hampir bertabrakan dengan Loki yang datang dari arah berlawanan. "Tuan Weker, maaf, maaf! Aku nggak sengaja."Di tengah kerumunan tokoh-tokoh penting, Loki merasa sangat tertekan. Tadi dia melamun sejenak sehingga menabrak Weker. Dia ketakutan hingga tidak tahu harus mengatakan apa.Loki tidak seperti para jenderal lainnya yang memiliki dukungan kuat. Dia mencapai posisinya saat ini berkat kerja keras dan usaha sendiri. Jika dia tidak sengaja menyinggung tokoh penting, dia bisa saja kehilangan semua pencapaiannya.Weker awalnya mengerutkan kening, tetapi segera berekspresi normal dan tersenyum. "N