Melihat wajah Bianca yang tampak tenang, hati Luther bagai tersayat-sayat. Dia benar-benar membenci dirinya yang telah membuat Bianca dalam masalah dan bahkan tidak bisa menyelamatkannya. Jika waktu masih bisa diulang kembali, Luther rela menukar nyawa Bianca kembali."Tunggu! Menukar?" Luther tiba-tiba teringat sesuatu. Dengan wajah kaget, dia menoleh pada Paulo. "Senior, apa kamu masih ada Bunga Reinkarnasi itu? Aku mau menukar nyawaku, aku mau menolongnya!""Jangan sembarangan!" Paulo mengernyit dan membentaknya, "Kamu kira Bunga Reinkarnasi ini sayur kol? Bisa kamu beli sembarangan? Lagi pula, Nona Bianca mengorbankan nyawanya demi kamu, kamu harus hidup dengan baik sekarang. Dengan begitu, pengorbanannya baru nggak sia-sia!""Aku nggak mau nyawanya, aku mau dia hidup kembali!" Luther berteriak dengan mata memerah, "Aku nggak peduli pakai cara apa pun atau harus mengorbankan apa pun, aku mau membuatnya hidup kembali!""Senior, kamu adalah tokoh terhebat dalam dunia medis dan punya
Lima puluh tahun lalu, saat Paulo baru mendalami ilmu kedokteran, reputasi Vernita sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Dulu Paulo sempat bertemu sekali dengannya, wanita itu sangat berwibawa dan keren."Vernita? Istana Hawa?" Luther bertanya lagi, "Senior, apakah kamu tahu di mana Vernita ini sekarang?""Karena alasan itulah kubilang bunga ini hampir mustahil ditemukan." Paulo menghela napas lagi. "Vernita punya kemampuan yang mencengangkan. Dalam 50 tahun ini, ada banyak sekali orang yang mencari makamnya, tapi tidak ada satu pun yang berhasil menemukannya. Oleh karena itulah, bunga bakung lelabah hitam ini sama saja dengan nggak ada.""Nggak ketemu bukan berarti nggak ada." Luther berkata dengan wajah serius, "Aku akan cari cara untuk mendapatkan bakung lelabah hitam. Kalau tidak bisa, aku terpaksa harus menerobos Sekte Sihir!""Kamu sudah gila? Tempat itu sama saja dengan kandang harimau!" sergah Paulo."Dia bisa mengorbankan nyawanya demiku, apa artinya aku menerobos kandang ha
Di bawah instruksi Ivory, 2 baskom tembaga dibawa masuk dengan cepat. Yang satu dipenuhi air, sedangkan yang satu lagi dipenuhi bara api."Kita coba dulu." Ivory menarik napas dalam-dalam, lalu melemparkan potongan Kitab Hawa itu ke dalam air.Kemudian, semua memandang baskom tersebut tanpa mengalihkan pandangan, menunggu apakah akan ada keajaiban?Setelah direndam cukup lama, tidak ada perubahan apa pun pada kitab itu. Dengan perasaan gelisah, Ivory mengeluarkannya dan memeriksanya, lalu tidak menemukan perubahan pada tulisannya."Guru, sudah kubilang, ini nggak mungkin!" keluh Claudia."Kita coba lagi," ujar Ivory seraya menggertakkan gigi, lalu hendak melemparkan kitab tersebut ke dalam api."Guru!" Claudia segera mengulurkan tangan untuk menghentikan, "Kalau terkena air, kita masih bisa mengeringkannya. Kalau terkena api, kitab ini akan terbakar habis. Pikirkan baik-baik dulu!""Aku sudah menghafal semua isinya, nggak ada gunanya disimpan," sahut Ivory yang mengempaskan tangan Clau
Xena tertegun mendengarnya. Dia memaksakan senyuman sambil berucap, "Guru, aku punya penglihatan tajam, seharusnya bisa membantumu.""Nggak perlu." Ivory mengernyit sambil membalas dengan ekspresi jengkel, "Bantuan Claudia sudah cukup, kamu keluar dulu.""Tapi ...." Xena masih ingin berbicara, tetapi, Ivory sudah memelotot dan bertanya, "Kenapa? Kamu mau membantah perintahku?""Nggak, Guru." Xena pun menundukkan kepala sambil menggertakkan giginya dengan kesal."Keluar sana!" perintah Ivory yang mulai kehilangan kesabaran."Baik." Xena tidak berani berlama-lama. Setelah memberi hormat, dia pun pergi dengan pasrah. Akan tetapi, tebersit keengganan dan kebencian pada sorot matanya.Xena tidak menyangka, dia sudah melakukan begitu banyak, tetapi Ivory masih tidak memercayainya. Sampai sekarang, dia hanya orang luar di mata gurunya.Menurut Xena, dia sudah sangat berusaha dan setia pada Ivory. Tanpa bantuannya, mana mungkin Ivory bisa mendapatkan potongan kitab itu? Tanpa bantuannya, mana
"Kamu yakin itu makam Vernita? Nggak salah?" tanya Luther dengan penuh semangat. Dia sampai menggenggam pergelangan tangan Xena.Tenaga yang kuat ini membuat Xena mengernyit karena lengannya menjadi agak kebas. Dia menahan rasa sakit sambil menjawab dengan serius, "Aku melihatnya dengan mata kepala sendiri, nggak akan salah.""Di mana kuburannya? Cepat beri tahu aku!" Luther mulai tidak sabar. Tatapannya itu seakan-akan ingin melahap orang. Sebelumnya, dia ingin mengorek informasi tentang Vernita dari Istana Hawa. Di luar dugaan, dia mendapatkan informasi secepat ini."Aduh, sakit lho!" Xena mengempaskan tangan Luther dengan kuat, lalu berkata sambil mengernyit, "Aku nggak tahu lokasi spesifiknya. Guruku nggak mengizinkanku ikut meneliti peta. Jadi, aku hanya melihat 2 kata, yaitu Hutan Kelam.""Hutan Kelam? Tempat apa itu?" tanya Luther seraya mengerutkan dahinya."Aku sudah menyelidikinya, Hutan Kelam ini terletak di Praulandia. Ini hutan primitif yang dipenuhi rawa dan sangat berbah
Lokasi makam Vernita telah ditemukan, yaitu berada di Hutan Kelam Praulandia. Begitu berita ini tersebar, segala penjuru sontak gempar. Pesilat yang tak terhitung jumlahnya datang ke Praulandia untuk mencoba peruntungan mereka. Bagaimanapun, peluang seperti ini sangat jarang ditemui.Saat ini, di sebuah mobil yang menuju ke Praulandia. Terlihat Luther yang memandang ke luar jendela dengan bengong. Sementara itu, Charlotte yang duduk di sampingnya terus mengoceh, "Paman, Raja Obat berpesan kamu harus memperhatikan kesehatan selama 2 hari ini. Kamu harus makan obat dengan teratur dan jangan gunakan energi sejati. Kalau nggak, organ dalammu akan rusak.""Selain itu, entah siapa yang membocorkan informasi tentang makam Vernita. Banyak sekali orang yang pergi ke Praulandia untuk mencari harta karun. Persaingan kali ini akan sangat sengit.""Oh, aku masih punya kabar buruk. Semalam, ada ahli bela diri yang mengeluarkan Klark dari penjara bawah tanah Aliansi Bela Diri. Aliansi sudah mengutus
"Lemah? Kamu memanggilku lemah?" Suara yang muncul mendadak ini membuat pria itu sontak terkejut. Begitu menoleh, dia melihat seorang pria sedang menatapnya dengan ekspresi dingin."Bocah, siapa kamu? Jangan ikut campur urusan kami, ya!" bentak pria itu dengan murung. Tatapan yang ditunjukkannya dipenuhi ancaman."Tolong, tolong aku!" seru si wanita yang masih berusaha melepaskan diri. Kini, wajahnya yang takut menjadi memiliki secercah harapan.Barusan, si wanita benar-benar putus asa, mengira dirinya sudah pasti akan dinodai para bajingan ini. Tanpa diduga, muncul seorang pria asing yang berniat untuk menyelamatkannya."Aku nggak bilang mau ikut campur, lanjutkan saja," sahut Luther sambil melipat lengannya di depan dada. Dia tidak melakukan apa pun, seolah-olah masalah ini tidak ada hubungan dengannya."Hah?" Pria itu pun agak keheranan melihatnya. Sementara itu, si wanita tertegun. Bukankah pria ini datang untuk menjadi pahlawan? Kenapa malah diam saja? Masa dia datang untuk menont
Akan tetapi, makin Luther menunjukkan sikap seperti ini, Chelliny pun merasa makin penasaran padanya. Dia bertanya, "Kak, jangan bersikap begitu dingin padaku dong!"Chelliny mencemberutkan bibirnya. Tatapannya tampak kesal saat berucap, "Sejak kecil, kami sudah dididik untuk membalas kebaikan. Kalau aku nggak membalas kebaikanmu, aku nggak akan bisa tidur nyenyak nanti.""Makan obat tidur saja, dah!" Luther malas berbasa-basi. Selesai melontarkan kalimat itu, dia segera pergi."Kak!" Chelliny masih mengejarnya. Namun, kakinya tiba-tiba terkilir sehingga dia terjatuh. Kini, kain yang menutupi payudaranya telah robek sepenuhnya, memperlihatkan tubuh telanjang yang indah.Langkah kaki Luther seketika terhenti. Pada akhirnya, dia melepaskan jaketnya dan melemparkannya ke arah Chelliny."Terima kasih," ujar Chelliny dengan wajah memerah. Dia langsung membungkus tubuhnya dengan jaket itu. Dalam hatinya, dia merasa agak tersentuh dengan perlakuan Luther."Chelliny!" Tiba-tiba, terlihat seora