"Pengkhianat ini sangat pintar bersembunyi, aku belum mendapatkan petunjuk tentangnya," ujar Shafri sambil menggeleng. Kemudian, dia meneruskan, "Satu-satunya yang bisa dipastikan adalah dia punya kuasa besar di Keluarga Hutomo. Jika bukan Klark dan saudaranya, sudah pasti para keturunan resmi."Klark, Kurt, Kin, dan Kaleb adalah putra Larry. Masing-masing menguasai sumber daya yang berbeda-beda, juga ambisius dan licik."Hais, kamu bicara panjang lebar, tapi nggak ada hasil apa pun. Ada begitu banyak orang di Keluarga Hutomo, gimana aku bisa mencari pelakunya dalam waktu singkat?" tanya Luther seraya mengernyit. Dia sudah mencurigai hal ini sebelumnya, tetapi tidak menemukan bukti sampai sekarang."Jangan terburu-buru, mudah saja untuk mencari tahu pengkhianatnya. Tapi, kamu harus mengambil risiko," ucap Shafri seraya tersenyum misterius."Hm? Kamu punya ide cemerlang apa?" tanya Luther yang seketika menjadi berminat."Ini nggak termasuk ide cemerlang, tapi bisa menjadi umpan," sahut
"Apa? Nggak ada pergerakan apa pun lagi? Kamu yakin?" tanya Kin dengan heran saat mendengar informasi dari bawahannya ini."Ya, aku yakin. Kami sudah memantau sepanjang hari, tapi seluruh anggota Faksi Kirin hanya berdiam di Vila Embun, nggak ada satu pun yang keluar," jawab bawahan itu."Apa yang dilakukan bocah itu sebenarnya?" gumam Kin seraya merenung. Selama beberapa hari ini, Luther terus mencari cara untuk mengumpulkan informasi. Itu sebabnya, orang-orang menjadi curiga dengan perubahan ini."Awasi terus, kabari aku kalau ada informasi terbaru," perintah Kin."Baik!" Bawahan itu mengiakan, lalu segera meninggalkan tempatnya.Keesokan harinya, masih tidak ada pergerakan apa pun dari Faksi Kirin. Sesudah pelatihan berakhir, semuanya hanya makan-makan dan minum-minum dengan santai. Sungguh menyenangkan!Suasana di sekitar Vila Embun pun aman-aman saja, sama sekali tidak ada tanda-tanda terjadinya bencana.Situasi ini membuat Kin makin bingung. Dia memaki, "Sialan! Apa bocah ini sud
Malam hari, di Vila Embun. Selain yang bertugas untuk berpatroli, sebagian besar anggota Faksi Kirin sudah mabuk karena minum terlalu banyak.Terlihat sebuah tim yang terdiri dari 10 orang dan mengenakan pakaian hitam melompat tembok dan menyelinap masuk, lalu mulai mencari-cari di sekeliling vila.Mereka seperti hantu yang tidak menimbulkan suara apa pun, bahkan gerakan mereka sangat gesit seperti kilat. Tidak ada satu pun anggota Faksi Kirin yang menyadari keanehan ini.Sepuluh orang ini tidak lain adalah pengawal bayangan yang merupakan pasukan terkuat di Keluarga Hutomo. Masing-masing adalah ahli bela diri yang tak tertandingi, bahkan telah menjalani pelatihan ketat. Baik membunuh, menyelinap, ataupun memata-matai, tingkat penyelesaiannya mencapai 100%.Keluarga Hutomo bisa disebut sebagai Tiga Keluarga Puncak memang karena Larry yang merupakan ahli bela diri tingkat master. Akan tetapi, pengawal bayangan juga memainkan peran penting dalam kesuksesan mereka. Mereka bertugas membant
"Ada bukti pada mayat? Bukti itu ditinggalkan sebelum mati?" gumam Kin sambil mengerutkan dahinya. Dia tampak merenungkan sesuatu.Ketika mengurus jenazah Larry, Kin sudah memeriksa dengan saksama dan memastikan tidak ada kejanggalan apa pun. Apakah ... dia sudah ceroboh?"Panggil beberapa orang kepercayaan ke gunung belakang. Malam ini, aku mau memeriksa jenazah!" perintah Kin setelah mempertimbangkan sesaat.Kin memutuskan untuk memastikan semuanya. Jika benar-benar ada masalah, hasilnya akan sangat merepotkan. Selagi tidak ada yang memperhatikan, dia harus segera menghapus jejak itu.Tiga puluh menit kemudian, Kin membawa beberapa orang kepercayaannya ke gunung belakang. Di sini adalah tempat pemakaman anggota Keluarga Hutomo. Jadi, Larry juga dimakamkan di sini.Sesudah menemukan kuburan Larry, Kin bersujud 3 kali sebelum bergumam, "Ayah, tolong maafkan kelancanganku ini lagi."Selesai berbicara, Kin melambaikan tangannya untuk memerintahkan, "Gali makamnya!"Sekelompok bawahan itu
"Berhenti! Jangan macam-macam, aku ini genius Keluarga Hutomo!" bentak Kin sembari mundur."Kamu sudah membunuh ayahmu, tapi masih berani bicara begitu? Kalau orang-orang tahu masalah ini, entah gimana dirimu akan berakhir," ucap Luther dengan ekspresi menghina."Pengawal bayangan! Bunuh dia!" seru Kin tiba-tiba. Dia berniat membunuh Luther agar fakta ini tidak diketahui siapa pun. Namun, sekeliling sunyi senyap, hanya ada suara angin."Pengawal bayangan! Pengawal bayangan?" Kin mulai panik sehingga sibuk memandang ke sekeliling."Orang kepercayaanmu ada di sini," ujar Johan. Dia mengangkat 2 kepala yang berdarah-darah sambil berjalan keluar dari kegelapan. Kemudian, dia melemparkannya ke kaki Kin, membuatnya terperanjat hingga ekspresinya berubah drastis."Kin, kamu sudah terjebak, nggak akan bisa kabur lagi. Jadi, apa yang ingin kamu katakan sekarang?" tanya Luther dengan sinis."Sebentar!" Melihat situasi makin memburuk, Kin tiba-tiba berkata, "Luther, nggak ada musuh sejati di duni
Kin tiba-tiba mengubah topik pembicaraannya. "Luther, jangan ungkit pria tua itu lagi. Yang paling penting sekarang adalah mempertimbangkan kerja sama kita kelak. Asalkan kamu mendukungku, aku bisa dalam waktu singkat mengendalikan sepenuhnya seluruh Keluarga Hutomo!""Sejak kapan aku setuju untuk kerja sama denganmu?" kata Luther dengan ekspresi dingin.Kin mengernyitkan alisnya. "Eh? Aku sudah bicara begitu banyak tadi, apa kamu tidak tergerak sedikit pun?""Kamu bahkan berani membunuh ayahmu sendiri, reputasiku akan menjadi buruk kalau kerja sama denganmu. Selain itu, aku akan membeberkan semua perbuatanmu kepada publik, kamu bersiap untuk mati saja." Saat mengatakan itu, Luther memberikan isyarat. Johan langsung menyadari dan maju untuk menekan Kin di tanah."Luther, kamu tidak tepati janjimu! Bukankah tadi kamu sudah setuju? Kenapa?" teriak Kin dengan kesal. Dia berpikir sedikit lagi rencananya berhasil. Kekuasaan, kedudukan, dan reputasi, dia akan mendapatkan semuanya. Mengapa se
Waktu perlahan-lahan berlalu. Dalam sekejap, gerbang Vila Embun sudah dipenuhi dengan orang-orang. Saat dilihat, tempat itu seperti lautan manusia. Semua yang seharusnya datang dan tidak datang pun sudah tiba di sana. Ada yang datang meminta pertanggungjawaban, menonton pertunjukan, ikut meramaikan suasana, dan gembira dengan kejadian itu. Banyak orang yang menyadari jika Luther bisa melewati kejadian ini, kelak reputasinya pasti akan mencapai puncak. Jika tidak, bakatnya yang luar biasa akan hancur."Luther, kita tahu kamu ada di dalam. Batas waktu tujuh hari sudah berlalu, keluar dan terima kematianmu!" kata anggota Keluarga Hutomo setelah menunggu di tempat itu sejenak."Krang!" Pada saat itu, pintu gerbang perlahan-lahan terbuka. Luther dan beberapa orang berjalan keluar dengan tenang."Oh? Banyak juga yang datang hari ini, benar-benar ramai." Setelah melihat ke sekeliling, Luther melihat banyak orang yang dia kenal."Nggak usah berpura-pura! Kamu sudah membunuh kakekku, hari ini k
Begitu mendengar perkataan Luther, banyak orang yang berbisik-bisik. Ada yang terkejut dan ragu, tetapi lebih banyak yang merasa tidak percaya."Omong kosong! Ayahku selalu jujur, bagaimana mungkin dia melakukan hal gila seperti ini?" teriak Jaden dengan keras.Ekspresi Klark menjadi muram. "Luther, aku peringatkan kamu jangan omong kosong di sini! Kamu sudah membunuh ayahku, sekarang ingin mencemari nama adikku. Sungguh kejam!""Apa aku mencemari namanya atau nggak, biar Kin sendiri yang beri tahu kalian."Luther mengeluarkan kain yang menyumbat mulut Kin dan menendangnya. "Beri tahu kepada semuanya masalah yang terjadi semalam."Begitu mulutnya terbuka, Kin langsung berteriak, "Kak Klark, tolong aku! Cepat tolong aku! Setelah mengikatku, orang ini terus menyiksa dan mengancamku agar aku menanggung kesalahannya. Kalau nggak, dia akan membunuh seluruh keluargaku! Kak Klark, kamu harus membantuku!""Berengsek! Berani-beraninya kamu macam-macam!" Johan menjadi marah dan mengangkat tangan
"Ini .... Ada beberapa hal yang nggak bisa dikatakan, tapi aku yakin kamu pasti mengerti," kata Trisno dengan serius."Aku ini bodoh, jadi nggak tahu apa yang Tuan Trisno maksud. Mohon Tuan Trisno memakluminya," jawab Gema dengan tenang."Kamu!" teriak Trisno yang mulai marah. Melihat sikap Gema saat masuk, dia mengira Gema menyadari situasinya dan pandai membaca keadaan. Namun, dia tidak menyangka Gema malah berpura-pura bodoh, jelas tidak menghargainya."Sudahlah, Trisno. Biar aku saja yang bertanya."Loland mengambil alih pembicaraan dan bertanya dengan terus terang, "Gema, 'kan? Kami nggak akan bertele-tele lagi denganmu. Kami sudah tahu maksud kedatanganmu ke sini, sekarang kami hanya ingin tahu informasi apa saja yang sudah kamu dapatkan.""Informasi tentang apa yang dimaksud Tuan Loland?" tanya Gema lagi.Bang!Loland tiba-tiba memukul meja dan berkata dengan ekspresi muram, "Anak muda, jangan berpura-pura bodoh denganku, kesabaranku ada batasnya. Kalau kamu nggak menjawab denga
Setelah membuat keputusan, Gema tidak ragu-ragu lagi. Dia segera meminta sopirnya untuk berbalik arah dan langsung menuju lokasi pertemuan.Tempat pertemuan berada di sebuah restoran yang tidak jauh dari istana. Perjalanan kembali hanya memakan waktu sekitar 10 menit.Saat Gema dan Loki melangkah masuk ke restoran, mereka langsung menyadari bahwa tempat itu kosong. Selain beberapa pegawai penyambut tamu, tidak ada satu pun pelanggan.Jelas sekali, restoran ini telah dikosongkan."Silakan, Jenderal Loland sudah menunggu di lantai atas."Begitu memasuki ruangan, pemilik restoran sendiri yang menyambut mereka dan mengantar Gema serta Loki ke ruang privat di lantai dua.Saat ini, di dalam ruangan, Loland, Weker, serta Trisno sedang menikmati teh dengan santai.Mereka bertiga mengobrol dengan akrab dan penuh semangat. Namun, begitu Gema dan Loki memasuki ruangan, mereka segera menghentikan pembicaraan dan mengalihkan perhatian mereka kepada Gema.Ketiganya sangat penasaran, siapa sebenarnya
"Apa? Siapa itu?" tanya Trisno segera."Jangan-jangan wakil jenderal yang masuk saat siang tadi?"Loland mengerutkan alisnya. "Aku sudah menyelidiki orang itu. Nggak punya latar belakang, nggak punya dukungan, cuma orang biasa. Jadi, nggak ada yang perlu dikhawatirkan.""Bukan dia, tapi ada hubungannya dengannya." Weker tiba-tiba merendahkan suara. "Masih ingat apa yang dikatakan Pangeran Huston siang tadi? Saat memanggil wakil jenderal itu, Pangeran Huston secara khusus menyebut Keluarga Paliama.""Keluarga Paliama?" Trisno menunjukkan ekspresi terkejut. "Maksudmu Keluarga Paliama dari Midyar sudah bertemu dengan Raja?""Itu belum. Tapi menurut informasiku, seseorang bernama Gema mengobrol dengan Pangeran Huston selama 4 jam hari ini. Mereka berbincang dan tertawa seperti sahabat. Bahkan, Pangeran Huston secara khusus mengundangnya untuk makan malam di istana."Wajah Weker sedikit muram. "Semuanya, coba pikirkan baik-baik. Pada saat genting seperti ini, Keluarga Paliama mengirim seseo
Setelah berbicara sejenak di aula pertemuan, Huston mengundang Gema untuk mulai berkeliling di Kediaman Raja Atlandia. Kediaman itu sangat luas dan memiliki berbagai fasilitas, orang yang tidak mengenal tempat itu akan sangat mudah tersesat.Gema yang merasa dirinya sudah melihat banyak hal pun tetap merasa sangat terkejut saat diajak untuk melihat keadaan Kediaman Raja Atlandia yang sebenarnya. Berbeda dengan kemewahan dari rumah orang kaya baru, kediaman ini bisa dibilang mewah dan berwibawa. Setiap sudut yang terlihat memancarkan aura yang sangat kuat.Yang membuat Gema paling terkesan adalah ada aula pahlawan dengan sembilan lantai di dalam kediaman itu dan terlihat seperti sebuah pagoda kuno dari luar. Isi di dalamnya adalah makam simbolis untuk puluhan ribu para pahlawan yang gugur di medan perang dan memenuhi seluruh ruangan.Para pahlawan itu memiliki batu peringatan dengan catatan jelas kehidupan mereka agar generasi berikutnya bisa mengenangnya. Keluarga Paliama juga memiliki
"Pangeran Huston, hati-hati dengan ucapanmu," kata Gema yang segera memperingatkan sambil melihat ke sekeliling karena khawatir ada yang menguping percakapan mereka.Membahas hidup dan mati anggota keluarga kerajaan secara pribadi adalah pelanggaran besar. Jika hal ini disebarkan oleh orang yang berniat buruk, nama baik hancur masih termasuk hal kecil. Namun, jika nanti diminta pertanggungjawaban, ini akan menjadi masalah besar."Paman Gema, tenang saja. Ini adalah Atlandia, bukan Midyar. Kamu bisa membahas apa pun dengan tenang, nggak perlu khawatir," kata Huston sambil tersenyum, sama sekali tidak peduli apa pun. Dia berpikir hal ini sudah diketahui semua orang, apa salah membicarakannya? Apakah orangnya tidak akan mati jika tidak membicarakannya? Benar-benar konyol."Uhuk uhuk .... Sepertinya aku sudah terlalu banyak berpikir," kata Gema sambil tersenyum dengan canggung. Meskipun tahu apa yang dikatakan Huston benar, dia tetap harus berhati-hati dan tidak berani membicarakan anggota
Huston masuk ke ruang rapat dengan senyuman cerah, sambil menggandeng tangan Gema dengan sikap yang sangat ramah. Sebaliknya, Gema terlihat kebingungan, sama sekali tidak menduga situasi ini.Sebelum masuk, Gema sudah membayangkan berbagai kemungkinan dalam pertemuan mereka. Misalnya, Huston bersikap dingin atau arogan. Semua itu bisa dia terima, bahkan dia sudah siap secara mental.Bagaimanapun menurut rumor, Huston adalah pangeran yang suka membuat onar dan berani melakukan apa saja.Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Bukan hanya tidak ada kesulitan, Huston malah bersikap sangat ramah, membuat Gema bingung bukan main.Seperti kata pepatah, ketika sesuatu terlihat tidak biasa, pasti ada sesuatu yang buruk. Gema tidak tahu apa maksud tersembunyi di balik keramahan ini."Pelayan! Siapkan teh!" Setelah mempersilakan Gema duduk, Huston langsung memerintahkan pelayan untuk menyajikan teh.Teh yang disajikan adalah teh mahal khas Atlandia, yang tidak dijual untuk umum dan hanya diperunt
Setelah mengikuti Huston masuk, Loki merasa sangat cemas. Sebelumnya dia pernah masuk ke istana, tetapi kebanyakan karena urusan resmi dan orang yang memandunya biasanya adalah penjaga atau pelayan.Namun, kali ini berbeda. Kunjungan ini untuk urusan pribadi dan yang memandunya adalah Huston. Hal ini membuatnya merasa sangat terhormat. Dia sangat penasaran, sejak kapan dirinya memiliki pengaruh sebesar ini?Huston bahkan mengabaikan jenderal besar dan hanya bersikap ramah padanya. Apa mungkin kepalanya yang botak terlalu mencolok sehingga menarik perhatian?Dengan segudang pertanyaan di benaknya, Loki mengikuti Huston hingga akhirnya mereka tiba di ruang rapat."Duduk." Setelah Huston duduk di kursi utama, dia memberi isyarat kepada Loki untuk duduk."Nggak perlu, aku berdiri saja," ujar Loki dengan senyuman sungkan."Kalau aku bilang duduk, ya duduk. Kenapa tegang sekali? Aku nggak akan memakanmu," kata Huston dengan nada tidak sabar."Baik, baik." Loki buru-buru mengiakan dan duduk.
Saat pintu gerbang terbuka, semua perhatian langsung tertuju ke sana. Di tengah tatapan semua orang, Huston berjalan keluar dengan tubuh tegap, diikuti dua pengawal di belakangnya."Pangeran Huston?" Melihatnya, semua orang langsung menyambut dengan senyuman ramah. Baik itu Weker, Trisno, maupun Loland, semuanya menunjukkan sikap menyanjung.Huston terkenal kuat dan kejam. Meskipun beberapa tahun terakhir ini, dia sudah lebih terkendali, pengaruh masa lalunya masih membuat orang takut.Jadi, jangan sampai mereka membuat Huston marah. Huston seperti bom waktu berjalan. Banyak dari mereka pernah terkena imbasnya dulu."Pangeran, akhirnya kamu keluar juga. Aku ada urusan penting untuk dilaporkan, tolong ....""Minggir!"Saat Trisno maju untuk berbicara, Huston langsung mendorongnya dengan kasar, hingga tubuhnya yang kurus hampir terjatuh."Trisno, segala sesuatu harus ada urutannya. Pangeran sangat menghargai keadilan, mana mungkin dia membiarkan kebiasaan burukmu itu," ejek Loland yang t
"Makan apanya! Aku lagi nggak mood! Kalau mau makan, makan saja sendiri!" bentak Loland dengan murka."Aku juga nggak mau pergi. Aku sedang menjaga kesehatan dan cuma minum teh. Aku nggak minum alkohol," tolak Trisno langsung."Kalau kalian mau menunggu, silakan saja. Aku nggak akan menemani kalian," ucap Weker dengan senyuman tipis. Kemudian, dia hendak berjalan pergi.Begitu berbalik, Weker hampir bertabrakan dengan Loki yang datang dari arah berlawanan. "Tuan Weker, maaf, maaf! Aku nggak sengaja."Di tengah kerumunan tokoh-tokoh penting, Loki merasa sangat tertekan. Tadi dia melamun sejenak sehingga menabrak Weker. Dia ketakutan hingga tidak tahu harus mengatakan apa.Loki tidak seperti para jenderal lainnya yang memiliki dukungan kuat. Dia mencapai posisinya saat ini berkat kerja keras dan usaha sendiri. Jika dia tidak sengaja menyinggung tokoh penting, dia bisa saja kehilangan semua pencapaiannya.Weker awalnya mengerutkan kening, tetapi segera berekspresi normal dan tersenyum. "N