Kini, tatapan semua orang tertuju pada Claudia. Kitab Hawa sangatlah penting bagi Istana Hawa. Sementara itu, syarat yang diajukan oleh Luther jelas adalah pembalasan dendam. Dia ingin mematahkan kaki Claudia, bahkan menyuruh Ivory yang turun tangan."Lu ...." Xena ingin membantu mereka, tetapi Luther mengangkat tangan untuk menyela. Pria ini pun menatap Ivory lekat-lekat sambil bertanya, "Gimana, Ketua Ivory?""Claudia adalah murid utamaku. Sebagai gurunya, aku tentu nggak boleh menyakitinya," jawab Ivory dengan penuh keyakinan."Jadi, kamu nggak tertarik dengan Kitab Hawa, ya?" tanya Luther lagi sembari mengangkat alisnya."Tentu saja tertarik, tapi aku nggak akan menuruti ucapanmu." Ivory mengangkat dagu dan berkata dengan lantang, "Aku mau Kitab Hawa, tapi nggak akan menyakiti muridku. Jadi, kuperintahkan kamu untuk segera menyerahkan kitab itu. Dengan begitu, aku baru akan memaafkan kelancanganmu."Mendengar ini, Luther pun tertawa saking kesalnya. Barusan wanita ini sudah berjanj
Xena buru-buru maju untuk menasihati, "Guru, cederamu belum pulih! Jangan bertarung lagi!""Dasar pengkhianat!" Ivory sangat murka melihat Xena. Dia langsung menamparnya dan membentak, "Kalau bukan karena kamu memberiku kitab palsu, mana mungkin aku terluka seperti ini!""Aku ... bukan aku yang melakukannya ...," sahut Xena sambil menggeleng tanpa henti."Masih nggak mau ngaku!" Ivory menghardik, "Biar kutanya, gimana bajingan itu bisa mendapat Kitab Hawa? Pasti kamu yang diam-diam memberikannya padanya, 'kan? Kurang ajar sekali!""Aku nggak melakukan hal seperti itu ...." Xena terus berusaha untuk membantah."Xena, hebat sekali kamu! Kamu memberi Guru kitab palsu, tapi malah memberi bajingan itu yang asli. Dasar rendahan!""Aku kira kamu sangat setia selama ini, tapi ternyata begitu rendahan! Beraninya kamu mengkhianati sekte!""Jangan berpura-pura lagi! Kami semua jijik melihat tingkahmu yang munafik!" Para murid Istana Hawa mulai memaki. Menurut mereka, Xena memang bersekongkol deng
"Bocah, aku tahu kalian bersekongkol. Kalau kamu ingin dia selamat, cepat lepaskan muridku!" seru Ivory sambil mengangkat pedangnya. Jika tidak terluka, dia tidak akan menyandera Xena seperti ini."Kenapa? Kenapa begini?" gumam Xena yang wajahnya dibasahi air mata. Tatapannya tampak hampa, seolah-olah jiwanya telah melayang.Melihat situasi ini, Luther pun mengernyit. Dia terpaksa mengangguk dan mengiakan, "Oke, lepaskan Xena, maka aku akan mengampuni muridmu ini."Selesai berbicara, Luther melambaikan tangan sebagai isyarat agar Johan mundur. Sesudah itu, Ivory memberi memerintahkan, "Cepat bawa senior kalian pergi!"Para murid Istana Hawa sontak tersadar dari keterkejutan mereka. Mereka pun maju dan mengangkat Claudia yang tidak bisa berjalan karena kakinya patah. Sementara itu, Jana terus mengawasi Johan dari samping karena khawatir terjadi sesuatu di luar dugaan."Bocah, sekarang kuperintahkan kamu untuk menyerahkan Kitab Hawa padaku!" Sesudah semuanya pergi, Ivory masih tidak menu
Bisa dilihat bahwa Luther benar-benar peduli pada Xena. Luther berucap, "Kamu pergi mandi dulu. Malam ini, aku akan menyiapkan perjamuan untukmu, sekaligus memperkenalkanmu kepada seluruh Faksi Kirin."Luther menepuk bahu Xena, lalu menyuruh 2 murid wanita untuk membawa Xena pergi. Sementara itu, Johan menghela napas dan berkata, "Tuan, kamu sudah terlalu baik padanya.""Aku berutang nyawa pada kakaknya, jadi harus membantunya sebisa mungkin," sahut Luther dengan tatapan agak sedih."Aku hanya berharap, dia nggak mengecewakanmu," ujar Johan yang merasa agak iri. Bosnya ini bukan hanya menolong Xena, tetapi juga membantunya terlepas dari penderitaan, juga memberinya Kitab Hawa dan jabatan. Perlakuan seperti ini sungguh Istimewa. Jika Johan adalah wanita dan berada di posisi itu, mungkin dia sudah menyerahkan seluruh jiwa dan raganya kepada Luther.....Malam akhirnya tiba. Di aula perjamuan Vila Embun, sekelompok petinggi Faksi Kirin berkumpul dan minum-minum.Lima ketua aula juga hadir
Untuk sesaat, Luther tidak bisa berkata-kata saat melihat Xena yang duduk di seberang sana. Dia sungguh tidak percaya, orang yang menaruh obat di makanan dan minuman mereka ternyata adalah Xena!"Kamu? Kenapa malah kamu?" seru Johan yang memelotot dengan geram dan terkejut. Dia sungguh tidak menyangka bahwa Xena yang diperlakukan oleh Luther dengan begitu Istimewa justru tega berkhianat!"Maaf ... maafkan aku ...." Xena hanya bisa mengalihkan pandangannya, ekspresinya dipenuhi rasa bersalah. Dia bahkan tidak berani mengangkat kepalanya sekarang."Kenapa?" tanya Luther dengan susah payah. Demi Ronald, dia memperlakukan wanita ini layaknya adik sendiri. Semua yang dilakukannya jelas untuk kebaikan Xena. Demi menyadarkan Xena, dia terus bersabar menghadapi Istana Hawa. Tanpa diduga, kebaikannya malah dibalas dengan pengkhianatan!"Istana Hawa sudah seperti rumahku, mereka adalah keluargaku. Aku benar-benar nggak punya cara untuk meninggalkan tempat itu, maaf ...," sahut Xena yang terus me
Xena sudah tidak tahan dengan tatapan Luther dan Johan. Dia ingin segera meninggalkan tempat ini."Nggak usah terburu-buru, pertunjukan seru baru akan dimulai." Ivory berkata dengan wajah muram, "Bocah ini telah menantang Istana Hawa, bahkan melukai seniormu. Aku nggak akan melepaskannya begitu saja."Luther mengetahui terlalu banyak rahasia, terutama menyangkut Kitab Hawa. Harta karun seperti ini hanya boleh dimiliki oleh Ivory. Dia tidak ingin orang lain mengetahuinya. Jadi, dia akan membunuh Luther!"Guru, kamu sudah berjanji nggak akan melukainya," ujar Xena yang mulai merasa gelisah. Meskipun mengkhianati Luther, Xena tidak berharap sesuatu yang buruk terjadi padanya."Masa? Kenapa aku nggak ingat? Xena, kalau kamu takut, kamu boleh keluar dulu. Aku nggak akan menyalahkanmu atas hal ini," sahut Ivory yang mengingkari janji dengan ekspresi dingin."Guru, yang kamu inginkan adalah Kitab Hawa. Kitab itu sudah ada di tanganmu, tolong lepaskan dia," pinta Xena. Dia tahu gurunya ini ber
Xena mengangkat pedangnya dan menghampiri Luther dengan gemetaran. Raut wajahnya tampak tidak karuan. Di tengah jalan, dia tiba-tiba menjatuhkan pedangnya, lalu menoleh dan berkata dengan wajah berlinang air mata, "Guru, aku nggak bisa. Aku benar-benar nggak bisa!"Rasa bersalah dan rasa sayang bercampur menjadi satu.Melihat ini, wajah Ivory menjadi suram. Dia langsung maju dan menampar Xena sampai terjatuh, lalu membentak, "Begini saja nggak berani, untuk apa aku punya murid sepertimu!""Guru, biar aku saja kalau dia nggak berani!" Tiba-tiba, kerumunan membuka jalan dan terlihat Claudia yang menghampiri dengan pincang.Wanita ini menatap Luther dengan tatapan penuh kebencian. Dia bisa menoleransi jika Luther hanya memukulnya. Namun, pria ini malah berani mengabaikan kecantikannya! Sungguh lancang!"Bagus, kamu saja yang bunuh dia," ujar Ivory sambil mengangguk dengan puas. Murid utamanya ini memang yang paling hebat."Luther, kamu pasti nggak menduga akan berakhir seperti ini, 'kan?"
Claudia persis orang yang kehilangan kewarasannya. Citranya benar-benar sudah hancur sekarang."Xena, apa yang terjadi? Kamu nggak membiusnya?" tanya Ivory sembari memicingkan mata dengan ekspresi kesal. Pesilat di bawah tingkat master tidak akan tahan dengan obat bius yang diraciknya."Sudah, aku menaruh obat bius di semua minuman," sahut Xena yang juga kebingungan. Luther jelas-jelas meminum anggur tadi, mengapa malah baik-baik saja sekarang?"Sepertinya kamu beruntung." Ivory mengangguk sambil menghunuskan pedang, lalu berkata, "Kamu sudah termasuk berbakat karena bisa mencapai tingkat sejati. Tapi, aku paling suka membunuh orang pintar. Hari ini, kamu sangat terhormat karena bisa mati di tanganku.""Belum tentu aku yang mati. Aku akan memberimu kesempatan, berlutut dan mengaku salah, maka aku akan mengampunimu," sahut Luther dengan tidak acuh.Begitu ucapan ini dilontarkan, orang-orang pun termangu sebelum tertawa terbahak-bahak. Mereka seperti mendengar lelucon paling konyol di du