Malam berlalu dengan cepat. Pagi ini, di Vila Embun, seluruh anggota Faksi Kirin memakai pakaian putih dan berdiri di Aula Pahlawan dengan kepala tertunduk.Setiap anggota faksi yang gugur saat menjalankan tugas akan dianggap sebagai pahlawan dan dipuja di aula ini. Tujuannya yaitu untuk mengenang dan menghormati mereka.Selain itu, keluarga dari seluruh pahlawan yang dipuja di aula ini akan mendapatkan perlindungan dari Faksi Kirin. Jika mereka adalah kerabat dekat, Faksi Kirin juga akan mendistribusikan dana pensiun agar keluarga tidak kesulitan untuk memenuhi biaya hidup.Dengan cara ini, seluruh anggota Faksi Kirin bisa menjalankan tugas dengan sepenuh hati tanpa perlu mengkhawatirkan keluarga mereka.Saat ini, di luar Aula Pahlawan, terlihat Luther yang berjalan masuk dengan membawa 2 kepala yang bersimbah darah. Di tengah aula, terlihat nama Ronald, Ketua Aula Draco, yang tertulis dengan besar."Ronald, aku sudah membunuh orang yang mencelakaimu. Ini kepala mereka, aku membawanya
Mata wanita berkuncir kuda itu sontak terbelalak. Dia tahu bahwa situasi ini buruk, jadi buru-buru menahan dengan pedangnya.Klang! Cahaya putih seketika mengenai bilah pedang, membuat wanita itu mundur beberapa langkah dan hampir terjatuh. Darah pun mengalir dari sudut bibirnya. Tangannya yang memegang pedang juga terasa kebas dan tidak bisa digerakkan."Siapa kamu? Kenapa menghalangiku?" tanya si wanita sembari mengernyit dengan ekspresi masam. Dia tidak menyangka akan ada ahli bela diri sehebat ini di Faksi Kirin yang kecil."Beraninya kamu! Aku nggak akan mengampunimu hari ini!" seru Johan yang hendak menyerang lagi.Namun, Luther menghentikan. "Nona, siapa kamu? Kenapa kamu langsung menyerang begitu masuk?""Cih! Kamu sudah mencelakai kakakku! Aku mau membalas dendam untuknya!" seru wanita berkuncir kuda itu dengan murka."Kakakmu? Apa kamu anggota Keluarga Japardy?" tanya Luther dengan sorot mata dingin."Keluarga Japardy apanya? Namaku Xena Ragaza!" bentak wanita berkuncir kuda
"Kalau nggak melakukannya hari ini, kamu nggak akan punya kesempatan lagi," ujar Luther sembari mencabut pedang di perutnya dan melemparkannya kepada Xena."Huh! Kamu nggak berhak mengatur-atur! Aku datang untuk memberi penghormatan pada kakakku, jadi nggak akan membunuhmu dulu hari ini. Kalau suasana hatiku buruk lagi, aku pasti akan datang untuk membunuhmu!" Selesai berbicara, Xena menyenggol Luther dengan bahunya dan melangkah masuk ke aula."Tuan, kenapa kamu nggak menghindar? Gadis itu sangat semena-mena, gimana kalau sampai kamu terluka?" tanya Johan yang merasa cemas."Nggak apa-apa, aku memang berutang padanya." Luther menggelengkan kepalanya dengan ekspresi rumit. Setiap kali teringat pada nasib tragis Ronald, dia selalu menyalahkan diri sendiri. Setidaknya, suasana hatinya menjadi lebih baik karena serangan Xena barusan."Tuan, pergi perban lukamu dulu." Johan menghela napas, lalu menginstruksi seorang murid wanita untuk membawa Luther mengobati lukanya.Sebagai ketua faksi,
Kemungkinannya hanya satu, yaitu Xena dan rombongannya sudah tiba di Jiman sejak awal. Xena pun tidak membantah. Dia mengamati sekeliling, lalu berkata, "Tebakanmu benar, kami datang karena ada misi penting. Lingkungan tempat ini bagus juga, luas lagi. Apa kami boleh menginap di sini untuk sementara waktu?""Boleh saja, lagian masih ada banyak kamar kosong di sini. Aku akan menyuruh orang mengaturnya," jawab Luther langsung. Entah karena merasa bersalah atau alasan lainnya, Luther sulit untuk menolak permintaan wanita ini."Huh! Baik juga kamu!" Xena mengangguk dengan puas, lalu melemparkan sebutir pil merah sembari berkata, "Ini Pil Peningkat Energi, bisa mengisi kembali energimu, meningkatkan energi internal, juga meningkatkan basis kultivasi. Cocok untuk kamu yang terluka barusan.""Terima kasih," sahut Luther sambil tersenyum tipis. Bisa dilihat bahwa wanita ini tidak berniat jahat."Nggak usah berterima kasih, itu biaya sewaku." Setelah melontarkan itu, Xena mengeluarkan ponsel un
"Nona, ini wilayahku. Aku yang membuat keputusan di sini," ucap Luther sambil menjulurkan satu jarinya untuk menyingkirkan pedang yang begitu dekat dengannya. Kemudian, dia meneruskan dengan tidak acuh, "Kalau aku mengizinkan, berarti kalian boleh tinggal. Kalau nggak, berarti kalian harus pergi. Paham?""Lancang sekali! Memangnya kamu berani menolakku? Aku adalah murid utama Istana Hawa, wanita yang dikagumi oleh semua orang! Apa kamu tahu ada berapa banyak pemuda tampan dan cerdas yang mengejarku? Aku sedang memberimu kesempatan, jangan bersikap nggak tahu diri!" bentak Claudia yang memelotot.Dengan identitas Claudia, dia selalu disanjung tidak peduli pergi ke mana pun. Ada banyak orang yang berusaha memikirkan cara untuk mendekatinya dan tidak ada yang berani membantahnya."Maaf, tapi aku bukan para pria penjilat itu. Aku juga nggak mengagumimu, jadi jangan terlalu percaya diri," timpal Luther dengan tidak acuh."Kamu!" Claudia menggertakkan giginya dengan murka. Pria mana yang tid
"Kalau kamu nggak percaya, silakan pulang saja," ujar Luther yang malas berdebat dengannya. Dia langsung mengusir wanita yang luar biasa narsis itu."Kamu mau main tarik ulur ya? Kekanak-kanakan sekali." Claudia tersenyum sembari menggeleng, "Bisa saja kalau kamu mau main begitu, aku akan meladenimu. Semoga kamu nggak menyesal, ayo kita pergi!" Sambil berbicara, Claudia melangkah keluar."Huh! Sudah diberi kesempatan malah nggak mau dimanfaatkan. Sekarang Kak Claudia sudah marah, kamu nggak sempat menyesalinya lagi!"Kalau tahu diri, cepat minta maaf pada Kak Claudia. Mungkin dia masih bisa memaafkanmu."Para murid Istana Hawa mulai mengejek dengan arogan. Mereka seakan-akan bisa membayangkan ekspresi Luther yang menangis tersedu-sedu. Namun di sela candaan, mereka mulai menyadari ada yang aneh. Pasalnya, Luther kelihatan terlalu tenang. Bahkan setelah Claudia berjalan keluar dari ruangan, dia juga sama sekali tidak bereaksi, seolah-olah tidak peduli."Hei, aku benaran pergi ya!" Saat
"Hah?" Ucapan Luther membuat semua orang tercengang. Secara logika, bukankah dia seharusnya berusaha menahan sambil menangis dan menyesal? Apa maksudnya ucapannya tadi? Pria ini benar-benar tidak bisa ditebak!"Luther, apa-apaan kamu ini? Sengaja mau membuat kakak seniorku marah?" Xena memelototi Luther. Dia menyuruh Luther untuk menahan kakak seniornya, kenapa sekarang malah jadi mengusir orang? Sialan."Kamu, kamu ... benar-benar menindas orang!" Setelah bereaksi, Claudia semakin marah. Saat ini dia tidak peduli lagi dengan citranya. Claudia langsung menghunuskan pedang seolah-olah ingin membunuh orang. Sejak kapan dia pernah dipermainkan seperti ini? Ini benar-benar penghinaan!"Sedang apa kalian?" Tiba-tiba terdengar suara yang berwibawa. Semua orang menoleh ke arah sumber suara dan melihat seorang wanita berusia 40-an yang mengenakan pakaian tradisional yang diikuti oleh seorang wanita tua.Wanita yang lebih muda itu tubuhnya agak berisi dan memesona. Tatapannya sangat tajam, memb
Claudia mendengus, lalu ikut melangkah masuk."Memang guru nggak berkualitas akan menghasilkan murid jelek juga," gumam Luther seraya menggeleng. Dia tiba-tiba paham mengapa Claudia bisa seangkuh itu. Dengan ketua sesombong ini, apa lagi yang bisa diharapkan dari para muridnya?"Anu, guruku memang agak ketus, kamu jangan keberatan ya." Xena merasa agak canggung."Lupakan saja, aku nggak akan perhitungan dengan wanita." Luther melambaikan tangannya. Dia berkata demikian karena menghargai Xena. Kalau tidak, Luther sudah mengusir sekelompok orang itu sedari awal. Membayar utang dalam bentuk materi masih tergolong mudah, tapi sulit sekali membayar utang budi seseorang. Lantaran berutang budi pada Ronald, Luther terpaksa menebusnya kepada keluarga Ronald."Baguslah," kata Xena menghela napas. Setelah itu, dia mengalihkan topiknya, "Oh ya, karena kamu lebih mengenal tempat ini, aku mau tanya satu hal. Apa kamu pernah mendengar tentang Kitab Hawa?""Kitab Hawa? Apaan itu?" Luther mengerutkan
Tanpa perlu kaisar turun tangan, orang-orang yang penuh ambisi itu akan menelan Keluarga Paliama tanpa menyisakan apa-apa. Sebaliknya, jika mereka memilih untuk berpihak dan pilihan mereka benar, Keluarga Paliama dapat berjaya selama ratusan tahun. Namun jika mereka salah, Keluarga Paliama bisa hancur hanya dalam semalam!Jadi, sekarang Ezra tidak tahu harus memilih yang mana. Masalah ini bukan masalah sepele. Jika salah langkah, semuanya akan berakhir dengan kekalahan."Biar aku pertimbangkan dulu. Aku belum bisa memberi jawaban kepada kalian saat ini," kata Ezra sekali lagi.Masalah ini berkaitan dengan banyak aspek. Jika Ezra membuat keputusan yang salah, semuanya akan hancur. Oleh karena itu, dia harus sangat hati-hati."Aku ngerti. Bagaimanapun, ini bukan perkara kecil. Tapi, aku harap kamu bisa segera memutuskan," ucap Roman dengan senyuman tipis."Adipati Ezra, Keluarga Paliama bukan satu-satunya yang ingin beraliansi melalui pernikahan dengan Keluarga Luandi. Waktu nggak menung
"Adipati Ezra, perjodohan di antara dua keluarga ini bukan hanya kehendakku, tapi juga kehendak ayah angkatku dan seluruh Keluarga Luandi," ujar Roman dengan tersenyum."Menurut aturan yang sudah diterima, pernikahan antara keluarga kerajaan yang masih berkerabat langsung nggak diperbolehkan. Apa kalian sudah lupa akan hal ini?" tanya Ezra dengan tenang."Berpegang pada aturan yang kaku nggak akan berguna untuk perkembangan," jawab Roman sambil menggeleng dan tersenyum. "Sekarang, Negara Drago sedang dalam masa kacau. Selain itu, aku dengar kesehatan Kaisar kurang baik dan ada kemungkinan dia akan menunjuk pewaris lebih awal dan mundur dari takhta.""Aku yakin Midyar akan mengalami kerusuhan dalam waktu dekat ini. Pada saat itu, baik Empat Keluarga Kerajaan, Delapan Keluarga Kaya, maupun kekuatan lainnya, semua akan terseret dalam pusaran ini. Makanya sebelum itu terjadi, aku harap Keluarga Luandi dan Keluarga Paliama bisa beraliansi melalui pernikahan untuk mengatasi kesulitan bersama
"Ayah, bagaimana menurutmu?" tanya Gusdur sambil mengalihkan pandangannya ke arah Ezra."Ada tamu yang datang, kita tentu saja nggak boleh nggak sopan. Suruh mereka masuk ke ruang tamu untuk berbicara," kata Ezra dengan tenang. Roman mewakili Keluarga Luandi, dia tentu saja tidak bisa mengusir tidak peduli apa pun niat kedatangan Roman ini. Mengenai hubungan pernikahan ini, tentu harus dipertimbangkan dengan matang."Baik," jawab pengurus rumah, lalu segera pergi."Kalian lanjutkan saja makannya, aku akan menemui orang-orang dari Keluarga Luandi ini," kata Ezra, lalu bangkit dan pergi.Setelah saling memandang sebentar, ketiga putra dari Ezra juga akhirnya mengikuti Ezra. Mereka ingin melihat apa yang sedang direncanakan Keluarga Luandi kali ini."Sudahlah, biarkan mereka yang mengurusnya. Kita makan saja," kata nenek Bianca sambil tersenyum agar semuanya melanjutkan makan malamnya.Tiga menit kemudian, di ruang tamu Keluarga Paliama. Ezra duduk di kursi utama dan langsung menghadap ke
Setelah meninggalkan Grup Luca, Luther dan Bianca pergi ke mal terlebih dahulu untuk memberi berbagai hadiah. Mulai dari hadiah untuk para lansia dan anak-anak yang baru belajar berjalan, semua kerabat inti Keluarga Paliama mendapat hadiah. Setelah itu, mereka pergi ke toko barang antik untuk memilih sebuah lukisan kaligrafi yang bagus untuk Ezra.Menjelang senja, Luther yang sudah mempersiapkan semuanya mengunjungi kediaman Adipati Ezra untuk pertama kalinya. Kediaman ini terletak di pusat kota Midyar yang berbentuk kompleks rumah tradisional dengan area yang sangat luas.Ezra memiliki tiga putra dan seorang putri Putra sulung, Gusdur, bekerja di pemerintahan sebagai pejabat pangkat tiga dan statusnya sangat dihormati. Putra kedua, Gandara, bekerja di industri farmasi dengan kekayaan yang mencapai puluhan triliun dan menjadi pengusaha terkenal di Midyar. Putra bungsu, Gema, sukses di dunia militer dan kini menjabat sebagai perwira militer pangkat tiga.Sementara itu, putri kecil Ezra,
Selama Luther pergi, Bianca terus memikirkan dan selalu memperhatikan kabar dari Luther. Namun, meskipun sangat rindu, dia juga tidak pernah mengganggu Luther karena dia tidak ingin membuat fokus Luther terganggu dan memengaruhi urusan negara. Dia sangat memahami kesibukan Luther, sehingga terus menahan gejolak di hatinya dan mengalihkan perhatiannya dengan sibuk bekerja.Namun, setelah sekarang benar-benar bertemu dengan Luther, perasaan Bianca yang sudah lama terpendam akhirnya meledak. Rasa rindu selama berbulan-bulan berubah rasa sayang yang meluap dan air mata pun mengalir deras.Adegan ini membuat asisten wanita di samping Bianca tercengang. Dia tidak menyangka presdir mereka yang cantik ternyata hatinya sudah memiliki pemiliknya. Yang lebih mengejutkannya, Bianca yang biasanya tegas dan sangat berwibawa ternyata begitu lembut dan anggun di depan pria ini.Asisten wanita itu mulai mengamati Luther dengan saksama. Baik dari segi penampilan dan karisma, Luther memang luar biasa dan
Saat ini, Luther sudah duduk di pesawat untuk kembali ke Midyar. Perjalanan ke Gunung Narima kali ini penuh dengan rintangan.Dari kompetisi bela diri hingga invasi Kuil Dewa, prosesnya bisa dibilang sangat berbahaya, tetapi untungnya hasil akhirnya cukup baik.Luter berhasil memenangkan kejuaraan dalam kompetisi bela diri, sekaligus memperoleh tiga energi naga, bahkan berhasil menggagalkan konspirasi Kuil Dewa. Hasil ini sangat sempurna.Setelah mengucapkan selamat tinggal kepada teman-teman yang baru dikenalnya, Luther menemani Misandari naik pesawat pulang.Dari lima energi naga, telah terkumpul empat, yang berarti tinggal satu lagi. Menurut informasi dari Misandari, kekuatan energi naga yang terakhir telah ditemukan dan orang yang menemukannya ada di Midyar.Namun, identitas orang itu masih belum diketahui. Menurut dugaan Misandari, kemungkinan besar itu ada hubungannya dengan tiga pangeran.Posisi calon pewaris masih belum jelas, sementara ketiga pangeran sangat aktif dalam mencar
Angin malam pun segera mereda. Keesokan paginya, saat sinar matahari mulai menyinari bumi, keadaan di Gunung Narima sudah kembali tenang. Hanya saja, bercak-bercak darah masih ada di mana-mana dan bangunan yang hancur masih menjadi saksi kekacauan tadi malam. Para ahli dari Kuil Dewa yang menjadi tawanan juga sudah dibawa pergi oleh pasukan yang dipanggil Misandari.Berbagai rumor pun mulai menyebar ke mana-mana. Berbagai sekte besar di dunia persilatan hanya merespons rumor itu sebagai penonton. Bagaimanapun juga, sejak dahulu sampai sekarang, sangat jarang orang yang berani menyinggung Gunung Narima. Tindakan nekat seperti menyerang secara terang-terangan dan berusaha menghancurkan mereka seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya.Soal hasil dari tindakan ini, seluruh dunia juga sudah menyaksikannya. Setelah bertahun-tahun lamanya, ini pertama kalinya negara-negara lain menyadari betapa mengerikannya Riley. Keberadaan sudah hampir seperti sosok ilahi.Saat ini, semua anggota inti s
Setelah pertempuran berakhir, Riley menghilang seketika dari tempatnya berdiri. Ketika muncul kembali, dia sudah berada di atas wilayah terlarang Gunung Narima.Saat ini, di pintu masuk wilayah terlarang dipenuhi dengan mayat dan darah. Seluruh anggota Kuil Dewa termasuk Tico, semuanya tergeletak di tanah.Sekujur tubuh Luther dan Danice juga dipenuhi darah. Mereka memancarkan aura membunuh yang kuat. Setelah pertempuran sengit, mereka akhirnya berhasil mempertahankan wilayah terlarang Gunung Narima dan menggagalkan rencana Kuil Dewa untuk menghancurkan nadi naga.Saat ini, Luther seperti merasakan sesuatu sehingga tiba-tiba mendongak. Melalui kabut dan kegelapan, dia menemukan Riley yang berada di atas wilayah terlarang.Riley tersenyum tipis dan mengangguk pada Luther, lalu menghilang seketika. Saat berikutnya, Riley melintasi beberapa gunung dan tiba di atas aula utama Gunung Narima.Di sana, para murid Gunung Narima masih bertempur melawan para elite Kuil Dewa. Dengan Atha sebagai
Ketika debu mulai mereda, hanya Riley yang masih berdiri tegak. Pele, Amir, Taro, Welig, tiga pembunuh bayaran terbaik dari Negara Wadarna, dan beberapa dewa utama dari Kuil Dewa, semuanya mati atau terluka parah.Tubuh Amir telah meledak menjadi potongan daging yang tak terhitung jumlahnya, tetapi dia masih merangkak di tanah, berusaha untuk menyatu kembali.Welig bahkan tidak menyisakan tulangnya. Pele dan ketiga pembunuh bayaran itu mengalami patah tangan dan terluka parah. Adapun Taro, meskipun anggota tubuhnya utuh, organ dalamnya sudah hancur. Dia terus memuntahkan darah.Ditambah dengan serangan balik dari pedangnya, Taro terlihat seperti orang tua yang sekarat. Rambutnya memutih dan wajahnya keriput. Jelas, dia tidak akan bertahan lama lagi."Gi ... gimana bisa begini? Nggak ... ini nggak mungkin!" Ketika melihat anggota tubuh yang berserakan di mana-mana, Pele seperti tersambar petir. Ekspresinya penuh ketidakpercayaan.Orang-orang di sekitarnya adalah ahli terkuat dari berbag