"Kalau ada yang harus berkorban, kamu yang berkorban. Hari ini, tidak ada yang boleh menyakiti Luther!" kata Bianca sama sekali tidak memberi kesempatan.Bagi Bianca, prianya lebih penting daripada apa pun. Jangankan hanya difitnah, meskipun Luther benar-benar bersalah, dia juga akan melindunginya.Billy langsung menjadi marah dan berteriak, "Lancang! Ini adalah urusan keluarga besar, sejak kapan seorang junior boleh membuat keributan di sini? Panggil orang untuk membawa Nona Besar kembali ke kamarnya!""Baik!"Wati dan yang lainnya tidak berani ragu dan mencoba menarik Bianca keluar dari ruang pesta. Melihat kejadian ini, Luther mengernyitkan alisnya dan beberapa kali ingin bertindak, tetapi pada akhirnya menahan dirinya. Tindakan Keluarga Caonata telah membuatnya merasa marah.Ken melangkah maju dan tertawan dengan nada pelan. "Luther, sekarang tidak ada yang bisa membantumu lagi. Aku sebelumnya sudah menyuruhmu untuk segera pergi, tapi kamu tidak mau dengar. Bagaimana sekarang? Meny
Melihat Ken yang mati dengan tragis, semua orang menjadi terkejut. Mata mereka membelalak dan ekspresinya terlihat tidak percaya. Mereka tidak menyangka Luther berani membunuh Ken dengan sangat kasar dan kejam.Saat menyandera seseorang, bukankah seharusnya bernegosiasi terlebih dahulu? Mengapa Luther langsung membunuhnya tanpa berkata apa pun? Tindakan Luther benar-benar melenceng dari biasanya."Gawat. Kali ini, benar-benar sudah berakhir."Belinda memukul keningnya dengan tangan dan langsung menutup matanya. Jika sebelumnya mereka hanya merasa curiga, kini apa pun alasannya, mereka sudah menetapkan Luther sebagai pelaku. Mulai saat ini, Luther adalah musuh besar Keluarga Caonata!Setelah hening sejenak, seluruh ruangan menjadi hiruk pikuk."Pengkhianat gila! Berani melakukan kekerasan di depan umum? Hari ini kamu pasti akan mati!""Sialan! Apa orang ini sudah gila? Berani membunuh keturunan Caonata di wilayah Keluarga Caonata? Benar-benar gila!""Menantang seluruh Keluarga Caonata d
Luther melihat ke sekeliling dan berkata dengan lantang, "Semuanya, aku tahu kalian benci padaku, tapi sekarang dengar perkataanku. Selama kalian membiarkanku menyelesaikan semua ucapanku, aku nggak akan melawan kalau kalian mau membunuhku!""Huh! Kematian sudah di depan mata saja kamu masih mau berdebat?" kata Billy dengan mata membelalak."Percaya atau nggak, aku akan tetap mengatakannya. Ken memang pantas mati karena dia pelaku yang meracuni kalian!" kata Luther yang mengejutkan orang.Billy mendengus. "Omong kosong! Ken adalah keturunan Keluarga Caonata, bagaimana mungkin dia meracuni keluarganya? Aku lihat kamu hanya ingin memfitnahnya!""Benar! Kalau kamu ingin mengarang cerita, cari alasan yang masuk akal juga. Siapa yang akan percaya Ken adalah pelakunya?"Semua orang mencibir dan tetap memandang Luther dengan tatapan yang merendahkan. Jika Bianca tidak mengadang di depan Luther, mereka sudah menyerangnya sejak awal."Kamu bilang Ken adalah pelakunya, apa kamu ada buktinya?"Pa
"Konyol! Sungguh konyol! Kami semua melihat dengan jelas, sebelum kamu menyerang, Ken masih hidup. Kamu malah bilang dia adalah mayat? Benar-benar sangat konyol!"Billy menjadi makin marah dan sangat ingin membunuh Luther."Huh! Apa kamu kira kami bodoh? Kenapa kamu berpikir kita akan percaya dengan perkataan konyolmu?""Benar! Jelas-jelas, kamu yang membunuh Ken, kami semua bisa membuktikannya!"Semua orang menjadi marah dan makin banyak yang bertanya-tanya. Sudah membunuh orang dan tidak mengakuinya, malah masih menggunakan alasan yang sangat tidak masuk akal untuk menghindarinya, apakah Luther berpikir mereka adalah anak kecil?"Anak Muda, apa kamu tahu apa yang kamu katakan?"Pada saat ini, Kevin juga mengernyitkan alisnya. Dia mencoba memberikan Luther kesempatan untuk menjelaskannya, tetapi perkataan Luther makin tidak masuk akal."Aku tahu kalian tidak percaya, tapi aku ada buktinya."Setelah mengatakan itu, Luther berjalan ke depan mayat Ken dan merobek pakaiannya dengan ganas.
Billy tercengang, sedikit meragukan penglihatannya. Ini pertama kalinya dia melihat hal seaneh ini."Penyihir Hitam! Ini pasti ulah Penyihir Hitam!" seru salah seorang anggota Keluarga Caonata.Sebelum ini, memang selalu ada anggota Keluarga Caonata yang mati mendadak setiap beberapa waktu, tetapi kondisinya tidak semengerikan ini."Kejam sekali," ujar Kevin sambil mengernyit. Ekspresinya tampak sangat muram.Setelah membunuh Ken, pelaku masih menggunakan sihir untuk mengendalikan mayatnya untuk meracuni semua orang di Keluarga Caonata. Perbuatan ini tidak hanya keji, tetapi juga biadab. Tidak ada yang sanggup melakukan ini selain Penyihir Hitam."Sekarang, kalian percaya sama omonganku, 'kan?" ujar Luther."Ini ...." Billy hendak mengatakan sesuatu, tetapi akhirnya menelan kata-katanya kembali. Meski sulit diterima, fakta sudah terpampang jelas di depan mata. Tidak ada yang perlu diragukan lagi.Bianca mengingatkan, "Ayah! Kebenaran sudah terungkap sekarang, tolong segera suruh orang-
"Dia pelakunya?"Mendengar ini, mata semua orang kembali tertuju pada Janeda. Sebelumnya, mereka tentu tidak akan percaya dengan ucapan Luther. Mereka mungkin malah akan mencemoohnya. Namun, setelah melihat serangkaian kejadian tadi, mereka terdorong untuk berpikir dengan lebih hati-hati. Jika mayat saja bisa dikendalikan seolah-olah masih hidup, hal apa lagi yang mustahil?"Dokter Ilahi, apa aku pernah menyinggung perasaanmu? Kenapa kamu harus memfitnahku?" tanya Janeda dengan alis berkerut dan ekspresi masam.Kevin memperingatkan dengan tegas, "Luther, kalau kamu nggak ada bukti, sebaiknya kamu nggak bicara sembarangan!"Juno saja masih bersedih atas kematian putranya, lalu kini istrinya malah dituduh sebagai pelaku. Ucapan Luther ini seperti sedang menabur garam ke lukanya."Iya! Apa kamu punya bukti kalau kakak iparku terlibat dalam masalah ini?" seru Billy dengan suara rendah."Karena aku berani bilang begitu, tentu saja aku punya bukti." Luther memandang Janeda dengan tatapan taj
Sebelum Juno sempat bereaksi, sebilah belati tajam sudah diayunkan ke lehernya. Belati itu berkilat hitam dan jelas beracun."Janeda, apa yang kamu lakukan!" seru Juno sedikit linglung. Dia tidak menyangka istrinya sendiri berniat menusuknya dengan belati."Jangan sembarang panggil. Janeda-mu sudah mati beberapa hari lalu," ujar wanita cantik itu sambil tersenyum tipis."Kamu bukan Janeda? Siapa kamu!" kata Juno dengan ekspresi berubah drastis.Wanita cantik itu berkata sambil tetap tersenyum, "Penyihir Hitam adalah guruku, menurutmu aku ini siapa?""Kamu murid Penyihir Hitam?" ujar Kevin sambil mengernyit dengan ekspresi muram. Penjahat di dalam rumah sendiri adalah yang paling sulit dilawan. Tak disangka, orang Penyihir Hitam telah menyusup ke tengah-tengah Keluarga Caonata."Ternyata memang kamu pelakunya. Hei! Tangkap dia!" perintah Billy tanpa basa-basi.Wanita cantik itu memiringkan sedikit belatinya dan mengancam, "Berhenti! Belatiku sudah kurendam dengan racun. Begitu menggores
Di bawah pengaturan Kevin yang sistematis, para tamu yang menghadiri pertemuan tahunan Keluarga Caonata dipulangkan satu per satu. Acara tahunan ini dihentikan untuk sementara waktu. Untuk mencegah penjahat lain menyerang saat mereka sedang lemah, Kevin mengeluarkan perintah agar semua orang tutup mulut atas kejadian hari ini. Tidak seorang pun yang diizinkan membocorkannya.Setelah para tamu bubar, hanya tersisa 100-an anggota Keluarga Caonata di tempat. Sebagai anggota Keluarga Caonata, senang dan susah tentu harus ditanggung bersama."Terima kasih, Luther. Berkat bantuanmu kali ini, kami bisa menemukan pelaku sebenarnya. Kalau nggak, Keluarga Caonata pasti akan celaka," ujar Kevin sambil menepuk bahu Luther. Dari sorot matanya, terlihat jelas bahwa dia sangat menghargai Luther. Menurutnya, pemuda unggul seperti ini sangat langka."Ayah, Luther sudah menyelamatkan keluarga kita. Ayah nggak mungkin cuma bilang makasih saja, 'kan?" tuntut Bianca."Tentu saja nggak." Kevin tersenyum tip
"Ini .... Ada beberapa hal yang nggak bisa dikatakan, tapi aku yakin kamu pasti mengerti," kata Trisno dengan serius."Aku ini bodoh, jadi nggak tahu apa yang Tuan Trisno maksud. Mohon Tuan Trisno memakluminya," jawab Gema dengan tenang."Kamu!" teriak Trisno yang mulai marah. Melihat sikap Gema saat masuk, dia mengira Gema menyadari situasinya dan pandai membaca keadaan. Namun, dia tidak menyangka Gema malah berpura-pura bodoh, jelas tidak menghargainya."Sudahlah, Trisno. Biar aku saja yang bertanya."Loland mengambil alih pembicaraan dan bertanya dengan terus terang, "Gema, 'kan? Kami nggak akan bertele-tele lagi denganmu. Kami sudah tahu maksud kedatanganmu ke sini, sekarang kami hanya ingin tahu informasi apa saja yang sudah kamu dapatkan.""Informasi tentang apa yang dimaksud Tuan Loland?" tanya Gema lagi.Bang!Loland tiba-tiba memukul meja dan berkata dengan ekspresi muram, "Anak muda, jangan berpura-pura bodoh denganku, kesabaranku ada batasnya. Kalau kamu nggak menjawab denga
Setelah membuat keputusan, Gema tidak ragu-ragu lagi. Dia segera meminta sopirnya untuk berbalik arah dan langsung menuju lokasi pertemuan.Tempat pertemuan berada di sebuah restoran yang tidak jauh dari istana. Perjalanan kembali hanya memakan waktu sekitar 10 menit.Saat Gema dan Loki melangkah masuk ke restoran, mereka langsung menyadari bahwa tempat itu kosong. Selain beberapa pegawai penyambut tamu, tidak ada satu pun pelanggan.Jelas sekali, restoran ini telah dikosongkan."Silakan, Jenderal Loland sudah menunggu di lantai atas."Begitu memasuki ruangan, pemilik restoran sendiri yang menyambut mereka dan mengantar Gema serta Loki ke ruang privat di lantai dua.Saat ini, di dalam ruangan, Loland, Weker, serta Trisno sedang menikmati teh dengan santai.Mereka bertiga mengobrol dengan akrab dan penuh semangat. Namun, begitu Gema dan Loki memasuki ruangan, mereka segera menghentikan pembicaraan dan mengalihkan perhatian mereka kepada Gema.Ketiganya sangat penasaran, siapa sebenarnya
"Apa? Siapa itu?" tanya Trisno segera."Jangan-jangan wakil jenderal yang masuk saat siang tadi?"Loland mengerutkan alisnya. "Aku sudah menyelidiki orang itu. Nggak punya latar belakang, nggak punya dukungan, cuma orang biasa. Jadi, nggak ada yang perlu dikhawatirkan.""Bukan dia, tapi ada hubungannya dengannya." Weker tiba-tiba merendahkan suara. "Masih ingat apa yang dikatakan Pangeran Huston siang tadi? Saat memanggil wakil jenderal itu, Pangeran Huston secara khusus menyebut Keluarga Paliama.""Keluarga Paliama?" Trisno menunjukkan ekspresi terkejut. "Maksudmu Keluarga Paliama dari Midyar sudah bertemu dengan Raja?""Itu belum. Tapi menurut informasiku, seseorang bernama Gema mengobrol dengan Pangeran Huston selama 4 jam hari ini. Mereka berbincang dan tertawa seperti sahabat. Bahkan, Pangeran Huston secara khusus mengundangnya untuk makan malam di istana."Wajah Weker sedikit muram. "Semuanya, coba pikirkan baik-baik. Pada saat genting seperti ini, Keluarga Paliama mengirim seseo
Setelah berbicara sejenak di aula pertemuan, Huston mengundang Gema untuk mulai berkeliling di Kediaman Raja Atlandia. Kediaman itu sangat luas dan memiliki berbagai fasilitas, orang yang tidak mengenal tempat itu akan sangat mudah tersesat.Gema yang merasa dirinya sudah melihat banyak hal pun tetap merasa sangat terkejut saat diajak untuk melihat keadaan Kediaman Raja Atlandia yang sebenarnya. Berbeda dengan kemewahan dari rumah orang kaya baru, kediaman ini bisa dibilang mewah dan berwibawa. Setiap sudut yang terlihat memancarkan aura yang sangat kuat.Yang membuat Gema paling terkesan adalah ada aula pahlawan dengan sembilan lantai di dalam kediaman itu dan terlihat seperti sebuah pagoda kuno dari luar. Isi di dalamnya adalah makam simbolis untuk puluhan ribu para pahlawan yang gugur di medan perang dan memenuhi seluruh ruangan.Para pahlawan itu memiliki batu peringatan dengan catatan jelas kehidupan mereka agar generasi berikutnya bisa mengenangnya. Keluarga Paliama juga memiliki
"Pangeran Huston, hati-hati dengan ucapanmu," kata Gema yang segera memperingatkan sambil melihat ke sekeliling karena khawatir ada yang menguping percakapan mereka.Membahas hidup dan mati anggota keluarga kerajaan secara pribadi adalah pelanggaran besar. Jika hal ini disebarkan oleh orang yang berniat buruk, nama baik hancur masih termasuk hal kecil. Namun, jika nanti diminta pertanggungjawaban, ini akan menjadi masalah besar."Paman Gema, tenang saja. Ini adalah Atlandia, bukan Midyar. Kamu bisa membahas apa pun dengan tenang, nggak perlu khawatir," kata Huston sambil tersenyum, sama sekali tidak peduli apa pun. Dia berpikir hal ini sudah diketahui semua orang, apa salah membicarakannya? Apakah orangnya tidak akan mati jika tidak membicarakannya? Benar-benar konyol."Uhuk uhuk .... Sepertinya aku sudah terlalu banyak berpikir," kata Gema sambil tersenyum dengan canggung. Meskipun tahu apa yang dikatakan Huston benar, dia tetap harus berhati-hati dan tidak berani membicarakan anggota
Huston masuk ke ruang rapat dengan senyuman cerah, sambil menggandeng tangan Gema dengan sikap yang sangat ramah. Sebaliknya, Gema terlihat kebingungan, sama sekali tidak menduga situasi ini.Sebelum masuk, Gema sudah membayangkan berbagai kemungkinan dalam pertemuan mereka. Misalnya, Huston bersikap dingin atau arogan. Semua itu bisa dia terima, bahkan dia sudah siap secara mental.Bagaimanapun menurut rumor, Huston adalah pangeran yang suka membuat onar dan berani melakukan apa saja.Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Bukan hanya tidak ada kesulitan, Huston malah bersikap sangat ramah, membuat Gema bingung bukan main.Seperti kata pepatah, ketika sesuatu terlihat tidak biasa, pasti ada sesuatu yang buruk. Gema tidak tahu apa maksud tersembunyi di balik keramahan ini."Pelayan! Siapkan teh!" Setelah mempersilakan Gema duduk, Huston langsung memerintahkan pelayan untuk menyajikan teh.Teh yang disajikan adalah teh mahal khas Atlandia, yang tidak dijual untuk umum dan hanya diperunt
Setelah mengikuti Huston masuk, Loki merasa sangat cemas. Sebelumnya dia pernah masuk ke istana, tetapi kebanyakan karena urusan resmi dan orang yang memandunya biasanya adalah penjaga atau pelayan.Namun, kali ini berbeda. Kunjungan ini untuk urusan pribadi dan yang memandunya adalah Huston. Hal ini membuatnya merasa sangat terhormat. Dia sangat penasaran, sejak kapan dirinya memiliki pengaruh sebesar ini?Huston bahkan mengabaikan jenderal besar dan hanya bersikap ramah padanya. Apa mungkin kepalanya yang botak terlalu mencolok sehingga menarik perhatian?Dengan segudang pertanyaan di benaknya, Loki mengikuti Huston hingga akhirnya mereka tiba di ruang rapat."Duduk." Setelah Huston duduk di kursi utama, dia memberi isyarat kepada Loki untuk duduk."Nggak perlu, aku berdiri saja," ujar Loki dengan senyuman sungkan."Kalau aku bilang duduk, ya duduk. Kenapa tegang sekali? Aku nggak akan memakanmu," kata Huston dengan nada tidak sabar."Baik, baik." Loki buru-buru mengiakan dan duduk.
Saat pintu gerbang terbuka, semua perhatian langsung tertuju ke sana. Di tengah tatapan semua orang, Huston berjalan keluar dengan tubuh tegap, diikuti dua pengawal di belakangnya."Pangeran Huston?" Melihatnya, semua orang langsung menyambut dengan senyuman ramah. Baik itu Weker, Trisno, maupun Loland, semuanya menunjukkan sikap menyanjung.Huston terkenal kuat dan kejam. Meskipun beberapa tahun terakhir ini, dia sudah lebih terkendali, pengaruh masa lalunya masih membuat orang takut.Jadi, jangan sampai mereka membuat Huston marah. Huston seperti bom waktu berjalan. Banyak dari mereka pernah terkena imbasnya dulu."Pangeran, akhirnya kamu keluar juga. Aku ada urusan penting untuk dilaporkan, tolong ....""Minggir!"Saat Trisno maju untuk berbicara, Huston langsung mendorongnya dengan kasar, hingga tubuhnya yang kurus hampir terjatuh."Trisno, segala sesuatu harus ada urutannya. Pangeran sangat menghargai keadilan, mana mungkin dia membiarkan kebiasaan burukmu itu," ejek Loland yang t
"Makan apanya! Aku lagi nggak mood! Kalau mau makan, makan saja sendiri!" bentak Loland dengan murka."Aku juga nggak mau pergi. Aku sedang menjaga kesehatan dan cuma minum teh. Aku nggak minum alkohol," tolak Trisno langsung."Kalau kalian mau menunggu, silakan saja. Aku nggak akan menemani kalian," ucap Weker dengan senyuman tipis. Kemudian, dia hendak berjalan pergi.Begitu berbalik, Weker hampir bertabrakan dengan Loki yang datang dari arah berlawanan. "Tuan Weker, maaf, maaf! Aku nggak sengaja."Di tengah kerumunan tokoh-tokoh penting, Loki merasa sangat tertekan. Tadi dia melamun sejenak sehingga menabrak Weker. Dia ketakutan hingga tidak tahu harus mengatakan apa.Loki tidak seperti para jenderal lainnya yang memiliki dukungan kuat. Dia mencapai posisinya saat ini berkat kerja keras dan usaha sendiri. Jika dia tidak sengaja menyinggung tokoh penting, dia bisa saja kehilangan semua pencapaiannya.Weker awalnya mengerutkan kening, tetapi segera berekspresi normal dan tersenyum. "N