"Benar-benar sudah keluar?"Hardy tertegun sejenak dan merasa terkejut. Dia juga tidak menyangka Luther benar-benar bisa keluar dari situasi itu dengan selamat, dia hanya menelepon ayahnya tanpa berharap apa pun. Sejak kapan ayahnya memiliki pengaruh sebesar ini?"Itu ... apa kamu baik-baik saja?"Charlotte adalah orang pertama yang keluar dari kafe dan menyambut Luther. Kemudian, dia diikuti oleh sekelompok teman sekelasnya.Luther mengayunkan tangannya. "Apa yang bisa terjadi padaku? Aku yang seharusnya bertanya kenapa kamu masih belum kembali?"Gadis berambut pendek itu menyela, "Charlotte khawatir kamu akan dibunuh, jadi dia tetap di sini untuk melihat. Harus diakui, nasibmu benar-benar baik, sudah menyinggung Tuan Ronald saja masih bisa keluar dengan selamat.""Apa Tuan Ronald sangat luar biasa? Aku tadi tidak menghajarnya sudah termasuk mengampuninya," kata Luther dengan tenang.Tatapan gadis berambut pendek itu melihat Luther seolah-olah dia gila. "Apa? Kamu ingin menghajar Tuan
Di sebuah pemukiman pinggiran kota, ada sebuah bangunan bergaya barat. Begitu Luther dan Charlotte turun dari mobil, mereka melihat Harsa yang gelisah sedang bolak-balik di depan pintu dengan ekspresi penuh khawatir dan gelisah.Begitu melihat Luther, Harsa segera menyambutnya dengan gembira, "Pak Luther, Anda baik-baik saja? Saya baru saja menelepon Nona Kedua, tak disangka dia begitu cepat menyelamatkan Anda.""Terima kasih, Paman Harsa. Tapi, masalah kecil seperti ini tidak usah merepotkan Keluarga Caonata," kata Luther sambil tersenyum."Masalah kecil?" kata Harsa dengan sudut matanya berkedut.Sudah menyinggung Tuan Ronald masih dianggap masalah kecil? Jadi, bagaimana baru dianggap masalah besar? Namun, melihat Luther dalam keadaan baik-baik saja, hatinya juga merasa lega."Charlotte, bagaimana denganmu?" kata Harsa sambil mengalihkan pandangannya ke putrinya."Tidak perlu kamu mengkhawatirkanku. Kelak, jangan pernah muncul di hadapan teman-teman sekelasku lagi!"Setelah melontark
Luther merasa sangat kesal. Padahal Charlotte yang datang sendiri, tapi dia malah menyalahkan Luther yang berpikir berlebihan? Memangnya itu pantas? Namun, dia juga terlalu malas untuk memperdebatkan masalah ini. Akhirnya, Luther bertanya, "Katakanlah, ada masalah apa yang perlu kubantu?""Melihatmu berkelahi hari ini, sepertinya kamu sangat hebat. Bahkan 20-30 orang pun bukan lawanmu. Bagaimana kamu melakukan hal itu?" tanya Charlotte penasaran."Kamu pernah dengar yang namanya seniman bela diri kuno? Aku adalah orang seperti itu. Jangankan 20-30 orang, bahkan 200-300 orang sekalipun bukanlah lawanku," jawab Luther dengan tenang."Cih! Kamu pasti membual, 'kan? Mana mungkin kamu bisa melawan orang sebanyak itu?" kata Charlotte dengan wajah tak percaya. Orang awam memang sangat minim pengetahuan mengenai seniman bela diri kuno, mereka tidak akan bisa mengenalinya meskipun bertemu."Baiklah, anggap saja kamu memang sangat hebat. Apa kamu bisa mengajariku? Permintaanku nggak terlalu ting
Keesokan paginya, Luther yang baru saja bangun tidur mendapat sebuah panggilan dari Ronald."Halo, apakah Anda sudah bangun, Tuan Luther?""Baru saja, ada apa? Apa sudah ada hasilnya?" tanya Luther."Tuan Luther, ketua kami ingin menemui Anda. Kalau ada masalah, kita bisa membicarakannya dengan baik," kata Ronald sambil tersenyum tipis."Boleh, di mana lokasinya?" jawab Luther dengan lugas."Sekolah Bela Diri Draco.""Baik, aku akan ke sana sebentar lagi," balas Luther. Setelah mengakhiri panggilan, Luther membersihkan diri, lalu memanggil taksi untuk berangkat menuju lokasi yang dijanjikan. Dia sudah menduga bahwa Faksi Draco tidak akan takluk semudah itu. Berhubung Luther sedang senggang, dia memutuskan untuk meladeni orang-orang ini.Setengah jam kemudian, mobilnya berhenti di depan pintu Sekolah Bela Diri Draco. Begitu turun dari mobil, Ronald beserta beberapa bawahannya datang untuk menyambut Luther. "Anda sudah datang ya, Tuan Luther? Silakan masuk.""Ya," sahut Luther seraya men
"Bocah! Besar sekali nyalimu menantang kami berempat!"Di atas arena, keempat pria botak itu menatap Luther dengan waswas dan mencibir. Mereka sudah banyak melihat ahli bela diri di provinsi, tapi pada akhirnya semua kalah di tangan mereka. Tidak terkecuali juga hari ini."Jangan banyak bicara, ayo cepat maju." Luther meletakkan tangan kirinya di belakang punggung, lalu mengulurkan tangan kanannya perlahan-lahan."Kalau kamu memang ingin mati secepat itu, aku akan mengabulkan permintaanmu!" Salah seorang pria botak itu melangkah maju dan memelesat ke arah Luther sambil melayangkan tinjuan. Saking hebatnya tinjunya ini, tempat yang dilaluinya bahkan terdengar deru angin yang dahsyat."Mengerikan sekali angin tinjunya ini! Kalau sampai terkena orang, mungkin orang itu akan langsung mati!""Kutarik kembali ucapanku tadi. Jangankan 3 jurus, sepertinya dia bahkan nggak akan bertahan 1 jurus pun!"Beberapa wanita cantik di sampingnya tampak kaget melihat tinju yang dilancarkan oleh pria bota
Seketika, keempat orang itu merasa ketakutan tanpa sebab."Kalau kemampuan kalian hanya seperti ini, lupakan saja." Luther meregangkan ototnya dengan malas. Ekspresinya terlihat seakan-akan telah kehilangan minat."Cari mati kamu!" Keempat orang itu langsung murka. Mereka saling memandang satu sama lain, lalu kembali menyerang Luther. Kali ini, mereka tidak segan-segan mengincar titik kelemahan Luther. Setiap serangan yang dilancarkan itu sangatlah sadis dan bisa berakibat fatal."Huh!" Luther mendengus, lalu mengentakkan kakinya hingga membentuk sebuah lubang di arena pertempuran. Seketika, seisi gedung itu terguncang hebat! Pada saat bersamaan, sebuah energi sejati yang dahsyat menguar bagaikan ombak dan menyapu keempat orang tersebut.Bum!Seolah-olah ditabrak oleh truk, keempat orang itu terpelanting jauh dan menyemburkan darah dari mulut mereka. Pada akhirnya, mereka terbanting dengan keras di lantai dan tak sadarkan diri."Hah ...." Melihat keempat orang yang terlempar jauh itu,
Ekspresi Hubert langsung berseri-seri. Dia segera berlutut dan berkata, "Hormat untuk ketua baru Faksi Draco!""Hormat untuk ketua baru Faksi Draco!" Tanpa ragu-ragu, semua orang berlutut dan memberi salam kepada Luther. Dalam dunia persilatan, orang yang terkuatlah yang berkuasa. Kemampuan Luther yang hebat ini membuatnya berhak menyandang gelar sebagai ketua baru faksi mereka."Selamat, Sobat. Siapa namamu?" Joshua berdiri dan memberi hormat dengan menangkupkan tangannya. Dia tentu tidak ingin melewatkan kesempatan untuk berkenalan dengan pemuda sehebat ini."Luther," balas Luther sambil memberi hormat kembali."Namaku Joshua Hutomo. Bertemu denganmu hari ini benar-benar membuka wawasanku. Apakah kamu berminat untuk bertamu di Keluarga Hutomo?" ujar Joshua mengusulkan."Kalau ada waktu, aku akan datang bertamu nantinya," jawab Luther berbasa-basi. Dia memiliki kesan baik terhadap pria di hadapannya ini."Ketua, mumpung kita sudah bertemu hari ini, suasana di Restoran Jaya di sebelah
"Tuan Luther, kata-katamu agak keterlaluan," ujar Hubert. Senyuman di wajahnya perlahan memudar dan ekspresinya menjadi dingin. Sebagus apa pun Hubert mengontrol dirinya, dia tetap tidak bisa menerima provokasi seperti ini."Kita teman, bukan? Kalau kamu sudah nggak sanggup, bukannya bagus kalau aku membantumu? Membantu sesama itu sumber kebahagiaan," ujar Luther sambil tetap tersenyum.Hubert memaksakan diri untuk tersenyum dan mencoba mengubah topik pembicaraan dengan berujar, "Tuan Luther, aku nggak butuh bantuanmu dalam hal semacam ini. Aku masih kuat. Ayo, kita minum lagi."Namun, Luther masih tetap berkata, "Gimana kalau kamu tanya pendapatnya dulu? Mungkin saja dia bersedia.""Sudah cukup!"Begitu mendengar ucapan Luther ini, para wanita cantik di sana tidak bisa menahan diri lagi."Penampilanmu boleh saja bagus, tapi aku nggak nyangka kamu begitu menjijikkan. Berani sekali kamu mengincar wanita orang lain!""Iya! Biarpun kamu cukup kuat, kamu nggak boleh menghina orang seperti
"Ini .... Ada beberapa hal yang nggak bisa dikatakan, tapi aku yakin kamu pasti mengerti," kata Trisno dengan serius."Aku ini bodoh, jadi nggak tahu apa yang Tuan Trisno maksud. Mohon Tuan Trisno memakluminya," jawab Gema dengan tenang."Kamu!" teriak Trisno yang mulai marah. Melihat sikap Gema saat masuk, dia mengira Gema menyadari situasinya dan pandai membaca keadaan. Namun, dia tidak menyangka Gema malah berpura-pura bodoh, jelas tidak menghargainya."Sudahlah, Trisno. Biar aku saja yang bertanya."Loland mengambil alih pembicaraan dan bertanya dengan terus terang, "Gema, 'kan? Kami nggak akan bertele-tele lagi denganmu. Kami sudah tahu maksud kedatanganmu ke sini, sekarang kami hanya ingin tahu informasi apa saja yang sudah kamu dapatkan.""Informasi tentang apa yang dimaksud Tuan Loland?" tanya Gema lagi.Bang!Loland tiba-tiba memukul meja dan berkata dengan ekspresi muram, "Anak muda, jangan berpura-pura bodoh denganku, kesabaranku ada batasnya. Kalau kamu nggak menjawab denga
Setelah membuat keputusan, Gema tidak ragu-ragu lagi. Dia segera meminta sopirnya untuk berbalik arah dan langsung menuju lokasi pertemuan.Tempat pertemuan berada di sebuah restoran yang tidak jauh dari istana. Perjalanan kembali hanya memakan waktu sekitar 10 menit.Saat Gema dan Loki melangkah masuk ke restoran, mereka langsung menyadari bahwa tempat itu kosong. Selain beberapa pegawai penyambut tamu, tidak ada satu pun pelanggan.Jelas sekali, restoran ini telah dikosongkan."Silakan, Jenderal Loland sudah menunggu di lantai atas."Begitu memasuki ruangan, pemilik restoran sendiri yang menyambut mereka dan mengantar Gema serta Loki ke ruang privat di lantai dua.Saat ini, di dalam ruangan, Loland, Weker, serta Trisno sedang menikmati teh dengan santai.Mereka bertiga mengobrol dengan akrab dan penuh semangat. Namun, begitu Gema dan Loki memasuki ruangan, mereka segera menghentikan pembicaraan dan mengalihkan perhatian mereka kepada Gema.Ketiganya sangat penasaran, siapa sebenarnya
"Apa? Siapa itu?" tanya Trisno segera."Jangan-jangan wakil jenderal yang masuk saat siang tadi?"Loland mengerutkan alisnya. "Aku sudah menyelidiki orang itu. Nggak punya latar belakang, nggak punya dukungan, cuma orang biasa. Jadi, nggak ada yang perlu dikhawatirkan.""Bukan dia, tapi ada hubungannya dengannya." Weker tiba-tiba merendahkan suara. "Masih ingat apa yang dikatakan Pangeran Huston siang tadi? Saat memanggil wakil jenderal itu, Pangeran Huston secara khusus menyebut Keluarga Paliama.""Keluarga Paliama?" Trisno menunjukkan ekspresi terkejut. "Maksudmu Keluarga Paliama dari Midyar sudah bertemu dengan Raja?""Itu belum. Tapi menurut informasiku, seseorang bernama Gema mengobrol dengan Pangeran Huston selama 4 jam hari ini. Mereka berbincang dan tertawa seperti sahabat. Bahkan, Pangeran Huston secara khusus mengundangnya untuk makan malam di istana."Wajah Weker sedikit muram. "Semuanya, coba pikirkan baik-baik. Pada saat genting seperti ini, Keluarga Paliama mengirim seseo
Setelah berbicara sejenak di aula pertemuan, Huston mengundang Gema untuk mulai berkeliling di Kediaman Raja Atlandia. Kediaman itu sangat luas dan memiliki berbagai fasilitas, orang yang tidak mengenal tempat itu akan sangat mudah tersesat.Gema yang merasa dirinya sudah melihat banyak hal pun tetap merasa sangat terkejut saat diajak untuk melihat keadaan Kediaman Raja Atlandia yang sebenarnya. Berbeda dengan kemewahan dari rumah orang kaya baru, kediaman ini bisa dibilang mewah dan berwibawa. Setiap sudut yang terlihat memancarkan aura yang sangat kuat.Yang membuat Gema paling terkesan adalah ada aula pahlawan dengan sembilan lantai di dalam kediaman itu dan terlihat seperti sebuah pagoda kuno dari luar. Isi di dalamnya adalah makam simbolis untuk puluhan ribu para pahlawan yang gugur di medan perang dan memenuhi seluruh ruangan.Para pahlawan itu memiliki batu peringatan dengan catatan jelas kehidupan mereka agar generasi berikutnya bisa mengenangnya. Keluarga Paliama juga memiliki
"Pangeran Huston, hati-hati dengan ucapanmu," kata Gema yang segera memperingatkan sambil melihat ke sekeliling karena khawatir ada yang menguping percakapan mereka.Membahas hidup dan mati anggota keluarga kerajaan secara pribadi adalah pelanggaran besar. Jika hal ini disebarkan oleh orang yang berniat buruk, nama baik hancur masih termasuk hal kecil. Namun, jika nanti diminta pertanggungjawaban, ini akan menjadi masalah besar."Paman Gema, tenang saja. Ini adalah Atlandia, bukan Midyar. Kamu bisa membahas apa pun dengan tenang, nggak perlu khawatir," kata Huston sambil tersenyum, sama sekali tidak peduli apa pun. Dia berpikir hal ini sudah diketahui semua orang, apa salah membicarakannya? Apakah orangnya tidak akan mati jika tidak membicarakannya? Benar-benar konyol."Uhuk uhuk .... Sepertinya aku sudah terlalu banyak berpikir," kata Gema sambil tersenyum dengan canggung. Meskipun tahu apa yang dikatakan Huston benar, dia tetap harus berhati-hati dan tidak berani membicarakan anggota
Huston masuk ke ruang rapat dengan senyuman cerah, sambil menggandeng tangan Gema dengan sikap yang sangat ramah. Sebaliknya, Gema terlihat kebingungan, sama sekali tidak menduga situasi ini.Sebelum masuk, Gema sudah membayangkan berbagai kemungkinan dalam pertemuan mereka. Misalnya, Huston bersikap dingin atau arogan. Semua itu bisa dia terima, bahkan dia sudah siap secara mental.Bagaimanapun menurut rumor, Huston adalah pangeran yang suka membuat onar dan berani melakukan apa saja.Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Bukan hanya tidak ada kesulitan, Huston malah bersikap sangat ramah, membuat Gema bingung bukan main.Seperti kata pepatah, ketika sesuatu terlihat tidak biasa, pasti ada sesuatu yang buruk. Gema tidak tahu apa maksud tersembunyi di balik keramahan ini."Pelayan! Siapkan teh!" Setelah mempersilakan Gema duduk, Huston langsung memerintahkan pelayan untuk menyajikan teh.Teh yang disajikan adalah teh mahal khas Atlandia, yang tidak dijual untuk umum dan hanya diperunt
Setelah mengikuti Huston masuk, Loki merasa sangat cemas. Sebelumnya dia pernah masuk ke istana, tetapi kebanyakan karena urusan resmi dan orang yang memandunya biasanya adalah penjaga atau pelayan.Namun, kali ini berbeda. Kunjungan ini untuk urusan pribadi dan yang memandunya adalah Huston. Hal ini membuatnya merasa sangat terhormat. Dia sangat penasaran, sejak kapan dirinya memiliki pengaruh sebesar ini?Huston bahkan mengabaikan jenderal besar dan hanya bersikap ramah padanya. Apa mungkin kepalanya yang botak terlalu mencolok sehingga menarik perhatian?Dengan segudang pertanyaan di benaknya, Loki mengikuti Huston hingga akhirnya mereka tiba di ruang rapat."Duduk." Setelah Huston duduk di kursi utama, dia memberi isyarat kepada Loki untuk duduk."Nggak perlu, aku berdiri saja," ujar Loki dengan senyuman sungkan."Kalau aku bilang duduk, ya duduk. Kenapa tegang sekali? Aku nggak akan memakanmu," kata Huston dengan nada tidak sabar."Baik, baik." Loki buru-buru mengiakan dan duduk.
Saat pintu gerbang terbuka, semua perhatian langsung tertuju ke sana. Di tengah tatapan semua orang, Huston berjalan keluar dengan tubuh tegap, diikuti dua pengawal di belakangnya."Pangeran Huston?" Melihatnya, semua orang langsung menyambut dengan senyuman ramah. Baik itu Weker, Trisno, maupun Loland, semuanya menunjukkan sikap menyanjung.Huston terkenal kuat dan kejam. Meskipun beberapa tahun terakhir ini, dia sudah lebih terkendali, pengaruh masa lalunya masih membuat orang takut.Jadi, jangan sampai mereka membuat Huston marah. Huston seperti bom waktu berjalan. Banyak dari mereka pernah terkena imbasnya dulu."Pangeran, akhirnya kamu keluar juga. Aku ada urusan penting untuk dilaporkan, tolong ....""Minggir!"Saat Trisno maju untuk berbicara, Huston langsung mendorongnya dengan kasar, hingga tubuhnya yang kurus hampir terjatuh."Trisno, segala sesuatu harus ada urutannya. Pangeran sangat menghargai keadilan, mana mungkin dia membiarkan kebiasaan burukmu itu," ejek Loland yang t
"Makan apanya! Aku lagi nggak mood! Kalau mau makan, makan saja sendiri!" bentak Loland dengan murka."Aku juga nggak mau pergi. Aku sedang menjaga kesehatan dan cuma minum teh. Aku nggak minum alkohol," tolak Trisno langsung."Kalau kalian mau menunggu, silakan saja. Aku nggak akan menemani kalian," ucap Weker dengan senyuman tipis. Kemudian, dia hendak berjalan pergi.Begitu berbalik, Weker hampir bertabrakan dengan Loki yang datang dari arah berlawanan. "Tuan Weker, maaf, maaf! Aku nggak sengaja."Di tengah kerumunan tokoh-tokoh penting, Loki merasa sangat tertekan. Tadi dia melamun sejenak sehingga menabrak Weker. Dia ketakutan hingga tidak tahu harus mengatakan apa.Loki tidak seperti para jenderal lainnya yang memiliki dukungan kuat. Dia mencapai posisinya saat ini berkat kerja keras dan usaha sendiri. Jika dia tidak sengaja menyinggung tokoh penting, dia bisa saja kehilangan semua pencapaiannya.Weker awalnya mengerutkan kening, tetapi segera berekspresi normal dan tersenyum. "N