Plak! Tamparan mendadak ini membuat kepala Barney terasa sangat pusing. Dia pun tidak bisa bereaksi untuk sesaat. Sementara itu, orang lainnya kebingungan dengan situasi yang terjadi. Valda bukan datang untuk membantu Barney? Kenapa dia langsung menampar keponakannya begitu saja?"Paman, kenapa menamparku?" tanya Barney dengan ekspresi sedih sambil memegang pipinya yang perih. Di mata orang luar, dia adalah Tornado Hitam yang hebat. Di mata Valda, dia sama saja dengan seekor tikus. Bagaimanapun, Barney bisa mencapai posisi ini berkat bantuan pamannya."Huh! Memangnya kamu nggak tahu kenapa aku menamparmu? Sudah kubilang, kamu boleh melakukan apa pun di luar karena ada Keluarga Angelo yang akan membereskannya untukmu. Tapi, ada satu hal yang nggak boleh, yaitu kalah dalam pertarungan!""Keluarga Angelo nggak pernah membina pengecut. Kamu seorang jenderal, masa bisa kalah dari seorang pecundang? Buat malu saja! Jadi, kamu rasa dirimu pantas ditampar atau nggak!" bentak Valda."Aku ...."
"Entahlah, aku nggak ingat," sahut Luther dengan tidak acuh."Kamu tahu siapa aku?" tanya Valda lagi."Aku baru tahu tadi, Tuan Kelima Keluarga Angelo, seorang jenderal besar," jawab Luther."Kalau begitu, kenapa nggak takut?" Valda merasa agak heran. Orang biasa akan ketakutan hingga lemas, tetapi bocah ini masih begitu tenang seperti tidak menghormatinya. Apakah dia memang tak kenal takut atau terlalu percaya diri?"Kenapa harus takut? Midyar adalah tempat yang memiliki hukum. Keponakanmu menantangku dan menerima kekalahannya. Semua orang di sini bisa bersaksi. Keluarga besar seperti kalian nggak mungkin menindasku hanya karena kalian berkuasa, 'kan?" timpal Luther."Hehe ... pintar sekali berdalih." Valda memicingkan mata dan berucap, "Tapi, yang kamu katakan benar. Barney kalah karena dia nggak punya kemampuan, kami nggak akan menindasmu. Tapi, kami juga nggak akan melepaskanmu begitu saja karena sudah menghajar anggota Keluarga Angelo.""Jadi, apa rencanamu, Tuan Valda?" tanya Lut
Di tengah ratapan histeris, Alarik dan Sarisha tetap dibawa pergi. Tidak peduli bagaimana mereka menjelaskan, tidak ada seorang pun yang mendengar mereka.Bagaimanapun, Valda sangat murka sejak tadi. Kebetulan sekali, dia bisa melampiaskan amarahnya kepada kedua orang yang tidak bisa menilai situasi ini. Siapa suruh mereka sebodoh itu? Jelas-jelas mereka tidak terlibat, tetapi malah mencari masalah sendiri.Hukuman pukulan 80 kali di kemiliteran bukanlah sebuah lelucon. Pesilat bertubuh kekar sekalipun akan berbaring selama setengah bulan lebih jika dijatuhi hukuman seperti itu, apalagi mereka yang tidak memiliki kemampuan bela diri apa pun."Sayang, sepertinya 2 orang yang dibawa pergi tadi sangat membencimu. Kamu pernah menyinggung mereka, ya?" tanya Bianca dengan penasaran sambil menatap Alarik dan Sarisha yang diseret pergi."Mereka hanya anjing gila, nggak usah dipedulikan," sahut Luther sembari menggeleng. Alarik dan Sarisha hanya berani menindas orang yang menurut mereka lemah,
Bianca merangkul lengan Luther dan berkata, "Ayo, kita pergi. Aku akan membawamu jalan-jalan dan melihat Grup Luca."Di kediaman Keluarga Suratman, di sebuah kamar yang luas dan terang. Yudas dan Julia duduk berseberangan. Keduanya mengobrol sambil memakan camilan."Kak Yudas, kenapa Master Justin belum sampai? Dia nggak menipu kita, 'kan?" tanya Julia setelah memeriksa jam. Ekspresinya pun terlihat agak jengkel. Dia sudah menunggu hampir sejam, tetapi Justin masih belum sampai."Julia, tenanglah. Master Justin sibuk, kita tunggu sebentar lagi. Dia pasti akan datang," sahut Yudas sambil tersenyum menyanjung.Saat berikutnya, pintu kamar pun terbuka. Terlihat seorang pria tua berjubah hitam dan berwajah dingin melangkah masuk.Pria tua itu meletakkan kedua tangannya di belakang punggung. Ekspresinya tampak angkuh dan sekujur tubuhnya memancarkan aura misterius."Master, akhirnya kamu datang." Mata Yudas berbinar-binar, dia segera bangkit untuk menyambut."Kalian sudah persiapkan barang
Tatapan Julia yang beringas membuat Yudas merasa ngeri. Yudas mengira wanita ini akan merasa ragu, tetapi ternyata langsung menyatakan bahwa dirinya ingin melihat Luther tersiksa. Bukankah sikapnya ini terlalu kejam? Bagaimanapun, Luther pernah membantunya.Ketika teringat pada sikapnya dulu, Yudas pun tak kuasa merasa takut. Untung saja, dia memiliki Keluarga Suratman sebagai penyokongnya. Jika jatuh ke tangan wanita ini, nasibnya mungkin akan sangat menyedihkan."Kak Yudas, apa ada masalah?" tanya Julia sambil menyunggingkan senyuman tak berdosa. Ekspresi yang seperti ini tampak sangat kontras dengan kekejamannya."Nggak ... nggak ada masalah!" Yudas tertawa sebelum melanjutkan, "Luther memang pantas mati, siapa suruh dia menyinggung pacar tercintaku? Dia harus menanggung akibatnya!""Ya, memang Kak Yudas yang paling menyayangiku." Julia tersenyum manis, lalu menunjuk tabung hijau itu dan berkata, "Master, aku pilih tabung beracun itu. Aku ingin beri dia pelajaran! Siapa suruh dia be
"Aku selalu memberi serangga peliharaanku esensi darahku. Seiring berjalannya waktu, kami akan memiliki kontak batin. Begitu seranggaku berhasil, aku akan langsung tahu," jelas Justin."Sehebat itu?" Julia mengangkat alisnya dengan terkejut."Ini namanya ilmu sihir, nona besar sepertimu tentu nggak mengerti hal misterius seperti ini," timpal Justin dengan angkuh."Kalau berhasil, kamu akan bisa merasakannya. Gimana kalau gagal?" tanya Julia lagi.Begitu mendengarnya, Justin tak kuasa mengernyit. Wanita ini sengaja mencari masalah dengannya, ya?"Nggak akan gagal," ujar Yudas buru-buru untuk mencairkan suasana. Dia tersenyum sambil berkata, "Julia, jangan sembarangan berpikir. Master Justin sangat hebat, dia punya berbagai metode untuk berhasil dan nggak pernah melakukan kesalahan.""Aku hanya bertanya untuk jaga-jaga," sahut Julia."Huh! Nggak ada hal seperti itu. Asalkan belum menjadi manusia suci, dia nggak mungkin bisa lolos dari seranggaku," ujar Justin dengan ekspresi masam."Aku
"Master Justin!" Setelah tersadar dari keterkejutannya, Yudas pun maju untuk memapahnya. Dia mencoba untuk membangunkan Justin, tetapi tidak berhasil. Sebaliknya, Justin malah mengejang. Darah segar bahkan mengalir dari hidungnya, membuat situasi makin mengerikan."Apa yang terjadi padanya? Dia nggak kerasukan, 'kan?" tanya Julia dengan mata terbelalak. Justin jelas-jelas baik-baik saja sebelumnya, tetapi sekarang tiba-tiba terkapar tak berdaya, bahkan seperti orang yang terkena epilepsi. Aneh sekali."Cepat, kita antar dia ke rumah sakit." Yudas benar-benar panik sehingga buru-buru menyuruh anak buahnya untuk mengangkat Justin dan membawanya ke rumah sakit untuk diselamatkan. Lagi pula, Justin berasal dari Sekte Sihir. Jika mati di kediaman Keluarga Suratman, bukankah mereka yang akan terkena masalah?....Malam makin larut. Di sebuah bangsal, kondisi Justin sudah stabil setelah ditolong oleh tim medis. Sementara itu, Yudas mondar-mandir di dalam bangsal dengan cemas.Adapun Julia, di
Umumnya, serangan balik yang dirasakan hanyalah pusing. Kalaupun parah, paling-paling hanya merasa lemas selama beberapa hari.Akan tetapi, serangan balik tadi justru hampir mencabut nyawanya. Hal ini sudah cukup untuk membuktikan bahwa lawannya ini sangatlah mengerikan. Kalau orang itu ingin membalas dendam, Justin sudah pasti akan mati tragis."Master, apa kepalamu terbentur tadi? Kenapa tiba-tiba bicara omong kosong? Luther cuma dokter, memangnya bisa punya kemampuan apa? Kamu ketakutan sampai pucat pasi begini?" tanya Julia."Benar, Master. Apa ada kesalahpahaman di sini?" tanya Yudas yang juga merasa aneh. Dia sudah menyelidiki latar belakang Luther, pria ini hanya orang kampungan. Meskipun menguasai sedikit ilmu bela diri dan ilmu medis, Justin tidak seharusnya ketakutan sampai seperti ini."Kalian benar-benar tak kenal takut!" Justin berseru dengan gusar, "Orang yang bisa menggagalkanku mana mungkin orang biasa! Kemampuannya jelas jauh lebih kuat dari yang kalian bayangkan! Kala