Bianca merangkul lengan Luther dan berkata, "Ayo, kita pergi. Aku akan membawamu jalan-jalan dan melihat Grup Luca."Di kediaman Keluarga Suratman, di sebuah kamar yang luas dan terang. Yudas dan Julia duduk berseberangan. Keduanya mengobrol sambil memakan camilan."Kak Yudas, kenapa Master Justin belum sampai? Dia nggak menipu kita, 'kan?" tanya Julia setelah memeriksa jam. Ekspresinya pun terlihat agak jengkel. Dia sudah menunggu hampir sejam, tetapi Justin masih belum sampai."Julia, tenanglah. Master Justin sibuk, kita tunggu sebentar lagi. Dia pasti akan datang," sahut Yudas sambil tersenyum menyanjung.Saat berikutnya, pintu kamar pun terbuka. Terlihat seorang pria tua berjubah hitam dan berwajah dingin melangkah masuk.Pria tua itu meletakkan kedua tangannya di belakang punggung. Ekspresinya tampak angkuh dan sekujur tubuhnya memancarkan aura misterius."Master, akhirnya kamu datang." Mata Yudas berbinar-binar, dia segera bangkit untuk menyambut."Kalian sudah persiapkan barang
Tatapan Julia yang beringas membuat Yudas merasa ngeri. Yudas mengira wanita ini akan merasa ragu, tetapi ternyata langsung menyatakan bahwa dirinya ingin melihat Luther tersiksa. Bukankah sikapnya ini terlalu kejam? Bagaimanapun, Luther pernah membantunya.Ketika teringat pada sikapnya dulu, Yudas pun tak kuasa merasa takut. Untung saja, dia memiliki Keluarga Suratman sebagai penyokongnya. Jika jatuh ke tangan wanita ini, nasibnya mungkin akan sangat menyedihkan."Kak Yudas, apa ada masalah?" tanya Julia sambil menyunggingkan senyuman tak berdosa. Ekspresi yang seperti ini tampak sangat kontras dengan kekejamannya."Nggak ... nggak ada masalah!" Yudas tertawa sebelum melanjutkan, "Luther memang pantas mati, siapa suruh dia menyinggung pacar tercintaku? Dia harus menanggung akibatnya!""Ya, memang Kak Yudas yang paling menyayangiku." Julia tersenyum manis, lalu menunjuk tabung hijau itu dan berkata, "Master, aku pilih tabung beracun itu. Aku ingin beri dia pelajaran! Siapa suruh dia be
"Aku selalu memberi serangga peliharaanku esensi darahku. Seiring berjalannya waktu, kami akan memiliki kontak batin. Begitu seranggaku berhasil, aku akan langsung tahu," jelas Justin."Sehebat itu?" Julia mengangkat alisnya dengan terkejut."Ini namanya ilmu sihir, nona besar sepertimu tentu nggak mengerti hal misterius seperti ini," timpal Justin dengan angkuh."Kalau berhasil, kamu akan bisa merasakannya. Gimana kalau gagal?" tanya Julia lagi.Begitu mendengarnya, Justin tak kuasa mengernyit. Wanita ini sengaja mencari masalah dengannya, ya?"Nggak akan gagal," ujar Yudas buru-buru untuk mencairkan suasana. Dia tersenyum sambil berkata, "Julia, jangan sembarangan berpikir. Master Justin sangat hebat, dia punya berbagai metode untuk berhasil dan nggak pernah melakukan kesalahan.""Aku hanya bertanya untuk jaga-jaga," sahut Julia."Huh! Nggak ada hal seperti itu. Asalkan belum menjadi manusia suci, dia nggak mungkin bisa lolos dari seranggaku," ujar Justin dengan ekspresi masam."Aku
"Master Justin!" Setelah tersadar dari keterkejutannya, Yudas pun maju untuk memapahnya. Dia mencoba untuk membangunkan Justin, tetapi tidak berhasil. Sebaliknya, Justin malah mengejang. Darah segar bahkan mengalir dari hidungnya, membuat situasi makin mengerikan."Apa yang terjadi padanya? Dia nggak kerasukan, 'kan?" tanya Julia dengan mata terbelalak. Justin jelas-jelas baik-baik saja sebelumnya, tetapi sekarang tiba-tiba terkapar tak berdaya, bahkan seperti orang yang terkena epilepsi. Aneh sekali."Cepat, kita antar dia ke rumah sakit." Yudas benar-benar panik sehingga buru-buru menyuruh anak buahnya untuk mengangkat Justin dan membawanya ke rumah sakit untuk diselamatkan. Lagi pula, Justin berasal dari Sekte Sihir. Jika mati di kediaman Keluarga Suratman, bukankah mereka yang akan terkena masalah?....Malam makin larut. Di sebuah bangsal, kondisi Justin sudah stabil setelah ditolong oleh tim medis. Sementara itu, Yudas mondar-mandir di dalam bangsal dengan cemas.Adapun Julia, di
Umumnya, serangan balik yang dirasakan hanyalah pusing. Kalaupun parah, paling-paling hanya merasa lemas selama beberapa hari.Akan tetapi, serangan balik tadi justru hampir mencabut nyawanya. Hal ini sudah cukup untuk membuktikan bahwa lawannya ini sangatlah mengerikan. Kalau orang itu ingin membalas dendam, Justin sudah pasti akan mati tragis."Master, apa kepalamu terbentur tadi? Kenapa tiba-tiba bicara omong kosong? Luther cuma dokter, memangnya bisa punya kemampuan apa? Kamu ketakutan sampai pucat pasi begini?" tanya Julia."Benar, Master. Apa ada kesalahpahaman di sini?" tanya Yudas yang juga merasa aneh. Dia sudah menyelidiki latar belakang Luther, pria ini hanya orang kampungan. Meskipun menguasai sedikit ilmu bela diri dan ilmu medis, Justin tidak seharusnya ketakutan sampai seperti ini."Kalian benar-benar tak kenal takut!" Justin berseru dengan gusar, "Orang yang bisa menggagalkanku mana mungkin orang biasa! Kemampuannya jelas jauh lebih kuat dari yang kalian bayangkan! Kala
Tengah malamnya, Luther berpamitan dengan Bianca dan kembali ke vilanya. Meskipun merasa agak enggan, keduanya tidak boleh berhubungan dengan terlalu terang-terangan.Bagaimanapun, hal yang akan dilakukan Luther sangat berbahaya. Dia tidak ingin melibatkan Bianca dalam masalah.Itu sebabnya, mereka tidak boleh terlalu sering bertemu atau harus bertemu secara diam-diam. Sebagai cucu Ezra, status Bianca terlalu menarik perhatian. Jika terlalu sering menghabiskan waktu bersama Luther, identitasnya ini pasti akan terbongkar.Malam berlalu dengan cepat. Keesokan paginya, Luther bangun pagi-pagi dan menuju ke Restoran Sultan untuk bertemu dengan Berry. Mereka bertemu di ruang privat dan jam yang sama seperti sebelumnya. Keduanya duduk, lalu minum teh sambil mengobrol."Tampan, aku sudah mendapat dukungan keluarga tentang kerja sama kita. Keluarga Chuwardi akan mengerahkan seluruh kemampuan untuk meneliti dan mempromosikan Salep Halimun," ujar Berry yang menyeduh teh dengan santai. Kemudian,
Berry tersenyum dan berkata, "Di antara delapan keluarga kaya, ada empat keluarga yang hampir setara, termasuk Keluarga Oktavius. Sementara itu, Keluarga Ghanim, Keluarga Suratman, Keluarga Fabiano, dan Keluarga Kantata, kalah sedikit dari mereka. Asalkan bisa bekerja sama dengan Keluarga Oktavius, mudah saja untuk melawan Keluarga Ghanim dan Keluarga Suratman.""Bagus, kita pilih Keluarga Oktavius kalau begitu." Luther mengangguk dan menyahut dengan nada agak memuji, "Sepertinya, kamu sudah melakukan penyelidikan secara menyeluruh. Kamu sudah menghubungi orang Keluarga Oktavius?""Tampan, kamu memang cerdas." Berry mengangkat alis dan tersenyum, lalu berucap, "Tebakanmu benar, aku sudah menemukan targetku di Keluarga Oktavius. Asalkan berhasil membujuknya untuk bekerja sama, semuanya akan berjalan lancar.""Oh ya? Siapa orang itu?" tanya Luther dengan penasaran."Putra bungsu Keluarga Oktavius, namanya Hemdar," jawab Berry."Hemdar? Nama yang menarik." Luther mengangkat alisnya."Tamp
Berry tersenyum nakal, lalu menggunakan dagunya untuk menunjuk suatu tempat. Luther pun memandang ke arah tersebut. Terlihat seorang pemuda tampan yang berpakaian mewah menuju ke lantai 2 dengan dikelilingi orang-orang.Pemuda ini berambut panjang. Dia memegang kipas sambil melangkah dengan mantap. Sekujur tubuhnya memancarkan pesona pria kuno.Di sampingnya, terlihat sekelompok pengawal yang mengikuti. Siapa pun yang mencoba mendekati akan langsung diadang oleh mereka. Bahkan, yang bertindak keterlaluan akan langsung dibunuh di tempat."Gimana? Cukup tampan, 'kan? Kalau benar-benar terjadi sesuatu, kamu nggak bakal rugi kok," ujar Berry sambil menutup bibirnya yang tersenyum. Dia tidak bisa menutupi antusiasme pada matanya. Menurutnya, pasti seru kalau pria bermain dengan pria. Dia akan mencari kesempatan untuk diam-diam merekamnya dan menikmatinya di rumah nanti."Nona Berry, tolong bersikap serius sedikit. Oke?" tegur Luther dengan kesal. Entah apa saja yang dipikirkan wanita ini."