"Nona Berry, sikapmu agak keterlaluan." Alarik akhirnya bersuara, "Sarisha adalah juniorku. Kamu nggak menghargaiku kalau bicara seperti itu.""Oh, ternyata Tuan Alarik di sini. Maaf, maaf," sahut Berry yang pura-pura terkejut. Kemudian, dia berucap sambil tersenyum tipis, "Pantas saja Sarisha bisa masuk ke Restoran Sultan, ternyata karena Tuan Alarik. Hanya saja, Tuan Alarik berasal dari keluarga terkemuka, kenapa seleramu malah begitu buruk? Kamu menyukai wanita biasa begini?""Hei! Siapa yang kamu sebut biasa!" Sarisha sungguh murka mendengarnya. Dia hendak menghajar Berry, tetapi orang-orang segera menahannya.Keluarga Chuwardi tidak kalah dari Keluarga Siregar, bahkan bisa dibilang lebih hebat sedikit. Apabila Sarisha benar-benar memukul Berry, Alarik sekalipun mungkin tidak akan bisa melindunginya."Tentu saja orang yang menyela. Kenapa? Kamu keberatan, ya?" timpal Berry sambil tersenyum sinis. Tatapannya jelas menunjukkan provokasi. Dia paling senang melihat Sarisha marah sepert
Pendapatan Klinik Svarga sebenarnya sangat rendah. Mereka tidak menerima biaya pengobatan dari orang miskin atau hanya menerima sedikit. Reputasi klinik memang bagus, tetapi bisa dibilang mereka cukup susah.Uang 200 miliar tidak mungkin bisa diperoleh Klinik Svarga untuk selamanya. Itu sebabnya, Sarisha memutuskan untuk mempertaruhkannya. Dia juga tidak akan rugi."Nggak ada yang mutlak di dunia ini. Aku nggak akan membiarkanmu mempertaruhkan Klinik Svarga seperti ini!" seru Ghufran yang masih bersikeras."Kakek, kenapa kamu nggak percaya padaku? Ketika preman-preman itu membuat onar, kamu juga melakukan hal yang sama. Kenapa kamu memercayai Luther yang hanya orang luar? Kenapa begini?" pekik Sarisha."Sarisha, aku juga terpaksa sebelumnya. Tapi sekarang berbeda, kamu mempertaruhkan Klinik Svarga karena sifatmu yang kekanak-kanakan. Kamu harus bisa membedakan kedua situasi," jelas Ghufran sambil mengernyit."Aku nggak peduli! Atas dasar apa kamu lebih percaya pada Luther daripada aku?
"Para tamu sekalian, selamat sore." Setelah pesta budaya dimulai, seorang pria paruh baya yang gemuk dan putih naik ke atas panggung sambil tersenyum. Kemudian, dia memberi hormat kepada para tamu di bawah panggung. Pria itu sangat sopan dan tidak ada kelalaian sedikit pun.Pria gemuk itu berkata sambil tersenyum, "Namaku Chandra, penjaga restoran ini. Terima kasih kepada semuanya yang telah mengunjungi Restoran Sultan. Malam ini, kita kembali mengadakan pesta budaya yang diadakan selama tiga bulan sekali. Bos kami sengaja memilih sebuah barang berharga dari gudang harta karun sebagai hadiah malam ini supaya semua orang bersemangat. Tentu saja, tujuan kami adalah membangun persahabatan melalui budaya, bukan bersaing menang dan kalah. Hanya berbagi keindahan budaya.""Pak Chandra, harta karun apa yang disiapkan bos kalian? Tunjukkan pada kami!" sahut seorang pria tiba-tiba."Benar! Kami sengaja datang ke sini untuk acara ini. Jangan buat kami kecewa," seru beberapa orang secara bersamaa
Setelah mengetahui asal-usul lukisan itu, seluruh ruangan itu menjadi gempar. Orang-orang yang hadir malam itu memiliki minat dalam hal seni dan tokoh legendaris seperti Master Doris juga sangat dihormati.Puisi dan lukisan adalah dua kategori seni yang berbeda. Bisa menguasai salah satu saja sudah tidak mudah. Jadi tentunya, orang yang bisa menguasai keduanya sangatlah langka. Bagi mereka, sosok seperti Master Doris yang ahli dalam puisi dan lukisan ini sungguh merupakan tokoh yang luar biasa.Yang lebih menarik lagi, Master Doris memiliki kepribadian yang unik. Dia tidak tertarik dengan uang, sehingga dia juga jarang sekali menghasilkan karya. Oleh karena itu, setiap kali karyanya diluncurkan, benda itu akan dilelang dengan harga tinggi dan dianggap sebagai harta berharga. Banyak pejabat dan bangsawan yang suka dengan seni akan merasa bangga jika memiliki salah satu karya asli dari Master Doris. Tentu saja orang-orang di restoran itu merasa luar biasa karena sekarang mereka bisa meli
"Menebak teka-teki?" Mendengar perkataan itu, semua orang tertegun sejenak. Mereka saling memandang dengan ekspresi yang agak bingung. Pasalnya, pertandingan dalam acara ini sebelumnya selalu berupa puisi, keterampilan musik, catur, dan melukis. Kenapa hari ini malah menebak teka-teki?Banyak pejabat dan bangsawan sudah sengaja menghabiskan banyak uang untuk mengundang ahli puisi dan tokoh sastra untuk membantu mereka. Sekarang, pertandingannya bukan tentang puisi ataupun melukis, malah tiba-tiba menjadi menebak teka-teki. Bukankah semua persiapan mereka sebelumnya jadi sia-sia?"Pak Chandra, kenapa nggak bertanding puisi malah tiba-tiba menebak teka-teki? Bukankah ini sama saja kamu sengaja mempersulit kita?" protes salah satu peserta."Tuan salah paham. Pertanyaan yang diajukan bos kami ini dipilih secara acak dan nggak berniat mempersulit. Mohon dimaklumi," kata Chandra sambil sedikit menganggukkan kepalanya."Sudahlah, jangan omong kosong lagi. Menebak teka-teki saja, apa susahnya?
Sarisha berkata dengan penuh percaya diri, "Kata itu adalah pucat! Bulan mewakili cahaya dan pohon tinggi mewakili jarak yang jauh. Maksudnya sebuah cahaya yang dilihat dari kejauhan dan nggak jelas warnanya, jadi terlihat pucat.""Pucat? Kamu yakin?" tanya Alarik."Tentu saja! Teka-teki semudah itu nggak mungkin bisa mempersulitku. Asalkan menggunakan otakku, aku bisa menebaknya dengan mudah," kata Sarisha dengan yakin."Sarisha memang hebat. Bisa menebak teka-teki ini dengan cepat, memang wanita berbakat yang diakui semua orang!" puji Omar."Benar! Kalau ada Sarisha, kita bukan hanya bisa memenangkan Lukisan Bahari, kita bahkan bisa mendapatkan 200 miliar," kata para murid Klinik Svarga dengan sangat bersemangat."Huh .... Hanya menebak teka-teki saja, sama sekali nggak menantang dan nggak bisa menunjukkan kemampuanku," kata Sarisha dengan ekspresi angkuh.Mendengar perkataan itu, Luther hanya menggeleng dan tersenyum. Dia berpikir wanita ini memang terlalu percaya diri. Teka-tekinya
"Hei! Apa hakmu bilang jawabanku salah? Mana mungkin aku bisa salah menebak teka-teki semudah ini?" protes Sarisha yang tidak bisa menahan dirinya sembari bangkit dari tempat duduknya. Sebagai seorang wanita berbakat, dia memiliki kebanggaannya tersendiri. Sarisha sulit menerima kenyataan bahwa dia tidak bisa menebak sebuah teka-teki."Nona, tolong tenang. Jawaban teka-teki ini sudah ditentukan sejak awal dan jawaban kalian memang salah," kata Chandra mencoba menjelaskan."Baiklah! Kalau jawabanku salah, segera umumkan jawaban yang benar sekarang. Aku ingin lihat apa masih ada jawaban yang lebih baik daripada jawabanku!" kata Sarisha mendesak Chandra."Nona, para tamu lainnya masih belum menebak, mengumumkan jawabannya sekarang nggak sesuai peraturan. Kalau nggak ada yang bisa menjawab pertanyaan ini, aku akan mengumumkan hasilnya nanti. Mohon bersabar," kata Chandra dengan tenang."Sarisha, harus bisa legowo kalau salah. Sebagai seorang wanita berbakat, kamu nggak sanggup menerima kek
Setelah tersadar kembali, Alarik menyesali keputusannya dan hampir saja menampar dirinya sendiri. Sialan, seandainya saja tadi dia mendengar saran dari Luther. Sekarang dia bukan hanya gagal menonjolkan kemampuannya, tapi malah mempermalukan dirinya sendiri."Kenapa jawabannya bisa gelap bukan pucat?" gumam Sarisha yang sulit untuk menerima kenyataan."Sarisha si wanita berbakat, gimana? Apa lagi yang mau kamu katakan sekarang?" tanya Berry menantang Sarisha sambil tersenyum.Sarisha kehabisan kata-kata. Dia merasa sangat tidak puas, tetapi kenyataan sudah di depan mata dan dia tidak bisa membantahnya. Setelah mendengar penjelasan tadi, hatinya juga menyadari gelap memang lebih cocok untuk menjadi jawabannya dibandingkan dengan pucat."Selamat kepada Nona Berry yang berhasil menjawab satu pertanyaan."Chandra memberi hormat, lalu berkata sambil tersenyum, "Para tamu sekalian tentu saja jangan berkecil hati, masih ada beberapa pertanyaan selanjutnya. Kalau kalian bisa menjawab semuanya