"Nggak boleh dijual?" Alarik tak kuasa mengernyit mendengarnya. Dia mengira salep itu sangat mujarab, tetapi ternyata punya efek samping separah itu. Selain merasa kecewa, dia juga curiga."Luther, kamu nggak bercanda, 'kan? Dilihat dari situasi Draig tadi, aku lihat dia baik-baik saja kok," tanya Alarik."Memang belum terlihat, tapi setengah jam kemudian, dia akan mulai merasakannya," balas Luther dengan tenang."Jadi, apa ada cara untuk mengurangi efek sampingnya? Nggak masalah kalau khasiatnya agak menurun." Alarik mencoba lagi. Wajar jika dosis tinggi menyebabkan efek samping. Akan tetapi, jika dosisnya normal, seharusnya tidak akan ada masalah."Untuk sementara waktu ini belum ada," sahut Luther sambil menggeleng. Faust dan Alarik ini sama-sama merepotkan. Luther tidak mungkin menjual obat yang akan mengacaukan keseimbangan pasar. Tentunya, ini juga karena dia tidak menyukai kedua orang ini."Nggak apa-apa. Kamu berikan saja resepnya kepadaku, aku bisa mengubahnya menjadi lebih ba
"Demi kebaikan orang-orang?" tanya Luther. Dia merasa lucu mendengarnya. Pria ini pintar sekali berbicara.Jelas-jelas Alarik terus membujuk demi keserakahannya, tetapi masih bisa berbicara seolah-olah diri sendiri sangat bijak. Menjijikkan sekali!Faust juga serakah, tetapi setidaknya dia menawarkan harga tinggi, tidak seperti Alarik yang ingin mendapatkannya secara cuma-cuma. Benar-benar tidak tahu malu!"Hei! Seniorku berbicara denganmu, kamu nggak dengar?" Sarisha merasa tidak sabar melihat Luther yang hanya diam. Dia meneruskan, "Kamu seharusnya mendengarkan kami karena sudah bergabung dengan Klinik Svarga. Anggap saja resep Salep Halimun itu sebagai kontribusimu untuk Klinik Svarga! Kelak, kamu sendiri juga akan mendapatkan manfaatnya!""Biar kuulangi untuk yang terakhir kalinya, aku nggak akan memberikan resepnya kepada siapa pun!" ucap Luther dengan dingin."Hei! Kenapa kamu ini keras kepala sekali? Kak Alarik ingin resepmu bukan karena keegoisan sendiri, tapi demi kebaikan ora
"Keterlaluan! Kamu keterlaluan sekali!" Sarisha benar-benar tidak tahan lagi sehingga meneteskan air mata.Sarisha cantik dan berbakat, juga dikagumi banyak orang. Biasanya, orang-orang selalu mengalah padanya.Namun, Luther justru berbeda. Bukan hanya tidak menghormatinya, pria ini bahkan menghinanya di depan umum. Menyebalkan sekali!"Sudahlah, Dik, jangan bicara lagi." Melihat situasi makin buruk, Alarik mencairkan suasana dengan berkata, "Kita ini saudara seperguruan, nggak perlu merusak hubungan sampai seperti ini.""Cih! Siapa juga yang ingin menjadi saudara dengannya? Di Klinik Svarga ini, hanya boleh ada salah satu di antara kami!" jelas Sarisha dengan galak."Cukup!" Ghufran akhirnya tidak tahan lagi. Dia membentak, "Sarisha, kamu kelewatan sekali. Resep Salep Halimun itu punya Luther, terserah dia mau bagaimana! Apa hakmu untuk mengatur-aturnya!""Kakek, aku cucumu, kenapa kamu membelanya?" tanya Sarisha yang tidak percaya. Ghufran selalu memanjakannya, tetapi kenapa malah me
"Baiklah! Kita sepakat!" ucap Alarik dengan penuh semangat. Keluarga Siregar adalah keluarga medis dan termasuk keluarga terkemuka di sini. Asalkan berusaha, seharusnya mudah bagi mereka untuk menemukan 3 bahan obat langka itu."Sudah waktunya makan, bagaimana kalau kita makan bersama sekaligus menyambut kedatangan Luther?" usul Ghufran tiba-tiba."Tentu saja! Hari ini aku akan mentraktir kalian di Restoran Sultan!" seru Alarik yang penuh dengan semangat."Restoran Sultan?" Begitu perkataan ini dilontarkan, semua orang di Klinik Svarga sontak dipenuhi antusiasme.Restoran Sultan adalah restoran paling terkenal di sini. Mereka hanya menjamu para bangsawan, sehingga orang biasa tidak memenuhi syarat untuk masuk. Yang bisa makan di restoran itu bukan hanya kaya raya, tetapi berstatus tinggi.Yang paling penting adalah cerita tentang Restoran Sultan ini. Cerita inilah yang menyebabkan para bangsawan berbondong-bondong datang.Rumor mengatakan bahwa Kaisar pernah makan di Restoran Sultan. S
"Apa? Makan bersama Kaisar?" Sarisha awalnya termangu, tetapi kemudian mengejek, "Orang kampungan, otakmu bermasalah, ya? Kamu makan bersama Kaisar? Apa pantas? Seniorku saja nggak punya hak seperti itu, mana mungkin kamu punya?"Luther hanya seorang pria dengan pakaian jelek, mana mungkin mengenal Kaisar? Benar-benar tidak tahu malu!"Terserah mau percaya atau nggak," sahut Luther sambil mengedikkan kepalanya dan tidak berbasa-basi lagi. Tidak ada gunanya berbicara dengan wanita yang kerjaannya hanya meremehkan orang."Huh! Sebelumnya aku hanya merasa kamu ini nggak gentle dan nggak tahu diri. Ternyata, kamu juga pintar membual. Entah kenapa kakekku begitu menyukaimu," sindir Sarisha sambil melipat lengan di depan dada.Sebagai orang Midyar, Sarisha merasa dirinya lebih superior daripada Luther yang dianggapnya kampungan."Oke, di sini." Alarik tiba-tiba berhenti dan menunjuk kertas yang tergantung di atas. Kertas ini sangat besar, bahkan dibingkai dengan bingkai emas. Posisi tempatny
"Aku nggak nyangka Gerald yang menulis ini, pantas saja dia bisa menuliskannya untuk Kaisar.""Puisi dari Kaisar, tulisan dari Putra Kirin. Nggak heran kalau Restoran Sultan begitu ramai!""Putra Kirin memang luar biasa. Dia masih remaja saat menulisnya, tapi kemampuannya sudah bisa disetarakan dengan para ahli. Bagus sekali."Semua orang berseru takjub saat melihat puisi tersebut. Kini, mereka juga mengerti alasan Restoran Sultan bisa seramai ini."Dengar-dengar, Putra Kirin berbakat dan tampan. Andai saja aku bisa bertemu sesaat dengannya!" gumam Sarisha sambil menopang dagu dengan tangannya. Tatapannya dipenuhi kekaguman.Meskipun Alarik memang hebat, dia masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Gerald, karena dia memang sulit untuk dijangkau. Baik itu latar belakang, kemampuan, ataupun paras, Gerlad tentu saja telah mencapai puncaknya.Pria yang telah mendekati kata sempurna itu adalah kekasih impian para wanita. Dulu, Sarisha sering kali membayangkan dirinya berpacaran dengan Ger
"Aku sudah lama nggak menulis, pasti agak kaku. Lupakan saja hal ini," tolak Luther sembari menggeleng. Tulisannya sangat mudah dikenali oleh para ahli profesional. Meskipun tidak takut identitasnya terbongkar, akan repot kalau orang-orang ini mengenalinya."Kaku? Huh! Aku rasa tulisanmu memang jelek! Kalau nggak punya kemampuan, jangan sok hebat. Menjijikkan sekali!" hina Sarisha."Sudahlah, jangan bertengkar terus. Ada banyak orang yang melihat, masa nggak malu?" Ghufran mencairkan suasana. Menurutnya, Luther memang hebat, tetapi tidak seharusnya mengkritik tulisan Putra Kirin."Huh! Dia sendiri yang ingin malu. Beraninya dia menjelek-jelekkan Putra Kirin, dia kira kami ini takut padanya?" hardik Sarisha sambil memelotot."Sudahlah, hanya tulisan biasa, jangan dilanjutkan lagi. Aku sudah memesan tempat di restoran ini, di sana ada banyak harta karun langka. Aku jamin, kalian akan takjub nanti. Selain itu, Restoran Sultan mengadakan acara khusus malam ini. Kalau beruntung, kita mungki
Meskipun cucunya ini menguasai banyak keterampilan, bukan berarti dia jauh lebih hebat dari orang-orang. Bagaimanapun, ada banyak genius di Midyar."Kakek, aku sangat terkenal akan kecerdasanku di kuliah. Kalau kalah dalam pesta budaya ini, lebih baik aku mati saja," ucap Sarisha dengan penuh percaya diri."Dasar, omong kosong apa yang kamu katakan," balas Ghufran sambil mengernyit."Guru, Sarisha memang berbakat dalam hal ini. Aku yakin dia pasti bisa menang," kata Alarik sambil tersenyum."Dengar itu? Kak Alarik saja merasa aku yang akan menang hari ini," ujar Sarisha yang menjadi makin angkuh.Ghufran pun hanya menggeleng dan merasa tidak berdaya. Cepat atau lambat, orang-orang sombong seperti ini hanya akan menderita kerugian."Sudahlah, ayo kita naik ke lantai atas," instruksi Alarik. Kemudian, dia membawa sekelompok orang itu naik dengan angkuh.Apabila dibandingkan dengan lantai bawah yang tampak megah, desain lantai atas jauh lebih elegan. Setiap sudut dihias dengan teliti, mem