Setelah mengetahui identitas Luther, Darwo pun terkulai lemas. Seakan-akan kehilangan semangat hidupnya, tatapan Darwo terlihat kosong. Sebab, dia tahu bahwa hidupnya ini sudah berakhir. Tidak akan ada lagi yang sanggup dan berani menolongnya."Bawa dia pergi." Mendengar perintah Eril, para bawahannya langsung mengikat Darwo dan membawanya ke mobil.Meskipun sudah tahu kenyataannya, Darwo hanya bisa menghabiskan sisa hidupnya di dalam penjara gelap. Satu-satunya cara keluar dari tempat itu adalah ketika dia telah meninggal nanti, jenazahnya akan diangkut keluar dan dikremasi."Berhenti! Apa-apaan kalian ini? Lepaskan dia!" Pada saat ini, pria berpakaian mewah itu keluar dari rumah dengan aura yang berwibawa bersama kedua pengawalnya.Awalnya, dia tidak ingin ikut campur dalam masalah ini. Namun, Darwo benar-benar tidak berguna. Bukan hanya tidak bisa mengalahkan lawannya, kini Darwo bahkan ditangkap orang. Michael tidak bisa lagi bersabar melihat hal ini sehingga dia memutuskan untuk t
Di sisi lain, vila Keluarga Warsono. Saat Ariana pulang ke rumah, situasi di Keluarga Warsono sangat heboh. "Ariana! Akhirnya kamu pulang juga, Ibu benar-benar khawatir padamu!""Kak! Kamu baik-baik saja, 'kan? Apa kamu menderita di dalam sana?" Helen dan Keenan buru-buru bertanya dengan perhatian. Sejak mengetahui bahwa Ariana jatuh di tangan "Dewa Kematian", mereka semua sangat mencemaskan Ariana akan terluka.Oleh karena itu, mereka menggunakan segala cara dan banyak sekali uang untuk menyelamatkannya. Namun, semuanya berakhir sia-sia, tidak membuahkan hasil apa pun. Ketika mereka sedang mencemaskan hal ini, tak disangka Ariana malah pulang dengan sendirinya."Ibu, aku nggak apa-apa. Maaf telah membuat kalian semua cemas," ucap Ariana sambil tersenyum tipis. Hari ini, dia memang merasa ketakutan. Namun, untungnya kini dia telah pulang dengan selamat."Semua ini gara-gara Luther pembawa sial itu! Kalau bukan karena dia yang melibatkanmu, mana mungkin kamu akan ditangkap?" kata Helen
Bianca yang sedang memejamkan mata dan memanyunkan bibirnya ini terlihat sangat menggoda. Luther sangat tertegun melihatnya."Kenapa bibirmu? Sakit?""Apa yang kamu bicarakan? Aku ingin kamu menciumku," kata Bianca dengan kesal.Kelopak mata Luther berkedut. "Hah? Apa boleh aku berbuat seperti ini?""Nggak apa-apa kalau kamu nggak mau menciumku. Tapi, kalau kamu melewatkan kesempatan ini, mungkin tidak akan ada kesempatan lainnya lagi," kata Bianca sambil tersenyum menggoda."Bocah! Sudah diberi kesempatan malah nggak mau memanfaatkannya, kamu benar-benar bodoh!" Ronan yang sedang mengintip dari lantai dua menghela napas panjang."Tutup mulutmu!"Luther berbalik dan menatap Ronan. Namun, saat Luther membalikkan kepalanya lagi, dia melihat wajah Bianca yang cantik dan bibirnya yang merah merona. Luther tiba-tiba menyadari dia sepertinya sudah melewatkan kesempatan bagus ....Bianca mengalihkan topiknya dan berkata, "Baiklah, aku tidak menggodamu lagi, ayo kita bicarakan hal penting. Bel
"Bianca, kenapa kamu membawanya ke sini?" Susan mengernyitkan alisnya.Bianca berkata dengan ekspresi tenang, "Ini adalah rumahku, terserah aku mau membawa siapa ke sini. Selain itu, aku sudah memiliki kandidat untuk posisi kepala tim, dia adalah Pak Luther!""Apa?"Saat mendengar perkataan itu, ekspresi semua orang terlihat terkejut."Bianca! Apa kamu sedang bercanda? Apa dia layak menjabat posisi itu?" Susan merasa agak kesal."Keterampilan medis Luther sangat mengagumkan dan dia juga menguasai farmakologi. Aku pikir dia pasti akan sangat cocok untuk menjadi kepala ahli!" Ekspresi Bianca terlihat sangat tegas."Kamu ini benar-benar omong kosong!" Susan menjadi marah.Melihat situasinya semakin memburuk, Belinda langsung berdiri dan meredakan suasananya. "Sudahlah, jangan ribut dulu, kita duduk dan bicarakan dengan baik-baik. Luther, biar kuperkenalkan. Ini ibuku, kamu seharusnya sudah pernah bertemu dengannya, sedangkan ini adalah kakak sepupuku, Ken.""Halo, Bibi. Halo, Kak Ken," ka
"Eh?"Bianca yang tiba-tiba marah membuat Ken mengernyitkan alisnya. "Bianca, demi pria simpanan ini, kamu ingin bermusuhan denganku?"Ken menindas Luther karena dia tidak menyukai Luther, sekaligus sedang menguji sikap Bianca."Luther adalah penyelamatku. Kalau kamu berani menyentuhnya, jangan salahkan aku tidak segan denganmu!" teriak Bianca. Jika Ken bukan sepupunya, Bianca sudah menamparnya sedari tadi."Sangat bagus!"Ekspresi Ken terlihat buruk. "Aku boleh melupakan masalah Bibi Linda untuk sementara, tapi untuk posisi kepala ahli, dia masih tidak layak!"Ini adalah langkah pertama Ken dalam upaya merebut kekuasaan, tentu saja dia tidak akan menyerah begitu saja."Layak atau tidak, bukan kamu yang menentukan, tapi aku!" kata Bianca dengan tegas."Bianca, segala sesuatu yang kamu miliki berasal dari keluarga. Kalau kamu menggunakan posisimu untuk kepentingan pribadi dan merugikan kepentingan keluarga, jangan salahkan aku melaporkannya ke markas besar keluarga!" ancam Ken."Tersera
Setelah kedua pihak mencapai kesepakatan, suasana di tempat itu menjadi sangat tegang. Luther dan pria tua itu masing-masing mengutus seorang perwakilan untuk pergi membeli obat. Di tempat itu, mereka langsung membuat racun dan mengonsumsinya.Siapa yang akan menang, tergantung pada kemampuan masing-masing."Kak, apakah menurutmu Luther mampu melakukannya? Bagaimana kalau dia mati karena keracunan?" Belinda agak khawatir."Kalau dia berani menerima tantangan, berarti dia pasti sudah yakin. Aku percaya padanya," jawab Bianca sambil mencoba menyembunyikan kecemasan dalam hatinya. Meskipun tidak ditunjukkan dari ekspresinya, dalam hati Bianca sebenarnya merasa sangat khawatir. Jika memungkinkan, dia lebih memilih Luther menyerah dengan sukarela."Memang benar begitu, tapi Luther lebih ahli dalam bidang kedokteran. Dalam hal penelitian racun, dia kalah jauh dibandingkan dengan Pak Ricardo," ujar Belinda sambil menggelengkan kepala.Bidang yang ditekuninya adalah poin yang sangat penting. S
"Apa? Kotoran?"Mendengar perkataannya, Ken langsung mual-mual. Namun, ramuan itu sudah telanjur diminumnya, jadi Ken tidak bisa lagi memuntahkannya. Hal ini membuat seluruh wajahnya merah padam. Dulu, istilah "makan kotoran" hanya sebuah lelucon, sekarang malah menjadi kenyataan baginya."Tak kusangka Luther selicik itu sampai membuat Kak Ken makan kotoran. Mau bagaimana lagi dia menikmati makanan kelak?" Belinda menutup hidungnya dan bergerak menjauh sambil menatap Kn dengan ekspresi jijik."Salahkan dia sendiri bermulut busuk, dia memang pantas makan kotoran," kata Bianca yang kesulitan menahan tawanya."Sialan! Kamu sengaja mempermainkanku?" Ken mendongak dan menatap Luther dengan tatapan beringas. Sejak kecil hingga dewasa, dia tidak pernah dipermalukan seperti ini."Sebagai peracik racun, tentu saja aku bebas menentukan formulanya. Aku bisa menambahkan apa pun sesuka hatiku," kata Luther dengan lantang."Bagus sekali ...! Nyalimu besar sekali!" Dengan wajah bengis, Ken berkata, "
"Bocah, kamu jangan keterlaluan!" Ricardo mulai emosi, dia berkata, "Bukan hanya Tuan Ken saja yang terkena racun, kamu juga terkena racunku. Tanpa obat penawar dariku, kamu nggak akan bisa hidup sampai besok!""Oh ya? Bagaimana kalau kita bertaruh, siapa duluan yang mati?" tanya Luther dengan senyum tipis."Kamu ...." Ricardo terdiam mendengar perkataannya. Dilihat dari situasinya saat ini, sepertinya Ken tidak akan bisa bertahan lagi. Mengingat hal ini, Ricardo baru memilih untuk mengalah. Namun, Luther malah tidak menghargainya sama sekali."Luther, berikan obat penawarnya. Anggap saja kali ini kami kalah!" balas Ken sambil menggertakkan giginya. Dia benar-benar tidak bisa bertahan lagi. Kalau tidak, dia juga tidak akan tunduk pada cecunguk ini."Tuan Ken, mengaku kalah secara lisan saja terkesan tidak tulus sama sekali," sahut Luther sambil menggeleng."Luther! Jangan dikasih hati minta jantung!" Ken mulai emosi."Kalau memang bersalah, kamu harus mengakuinya dan menerima hukuman.