Luther melontarkan perkataannya dengan lantang dan tegas. Tindakannya ini membuat si kepala sekolah gusar hingga sekujur tubuhnya gemetaran. Raut wajahnya pun tampak tidak karuan.Sementara itu, beberapa orang tua murid yang pernah ditindas oleh kepala sekolah ini diam-diam bersorak gembira dalam hati. Siapa suruh kamu meremehkan orang? Mampus!"Kamu ... kamu berani memakiku? Memangnya siapa kamu? Berani sekali kamu mengajariku! Kamu tunggu saja! Aku pasti akan mengusir Becca dan memboikotnya! Aku akan membuatnya nggak bisa bersekolah untuk seumur hidup!" seru kepala sekolah dengan murka."Memboikot?" Luther mendengus dingin dan menendangnya. Kemudian, dia menantang, "Coba saja kalau kamu berani. Aku justru ingin melihat seberapa hebatnya kamu!"Kepala sekolah pun terjatuh karena tendangan itu. Sesudah bangkit, dia sontak berteriak, "Satpam! Satpam! Ke mana kalian semua? Cepat kemari!"Seiring terdengarnya teriakan ini, terlihat 2 orang satpam buru-buru berlari masuk. Namun, sebelum me
"Istriku?" Lockie mengamati dengan saksama, lalu sontak membelalakkan matanya dan bertanya, "Ke ... kenapa kamu terluka sampai seperti ini?""Semua ini gara-gara dia!" sahut Clianta sambil menunjuk Luther dengan tangan yang gemetaran."Kamu pelakunya?" Lockie memandang ke arah yang ditunjuk oleh Clianta, lalu bertanya dengan raut wajah suram, "Kamu yang memukul istriku?""Ya, aku." Luther mengangguk sambil mengaku dengan terus terang, "Wanita ini bertindak sewenang-wenang, jadi aku memberinya sedikit pelajaran.""Besar sekali nyalimu! Beraninya kamu mendidik istriku!" Lockie pun bertanya dengan murung, "Jadi, gimana kamu ingin menyelesaikan masalah ini?"Semua penduduk di sini selalu menghormatinya. Dengan kata lain, hanya orang dengan latar belakang hebat atau orang bodoh yang berani memukul istrinya. Sebelum mengetahui identitas Luther, Lockie tidak akan bertindak kelewatan."Suruh wanita gila ini meminta maaf kepada kami. Dengan begitu, aku nggak akan mengusut masalah ini lagi," sah
"Eh?" Kepala sekolah itu termangu. Dia memegang pipinya yang terasa perih dengan agak heran, lalu membatin, 'Aku membelamu, kenapa kamu malah memukulku? Situasi macam apa ini?'"Kenapa diam saja? Cepat minta maaf!" tegur Lockie yang melayangkan tamparan lagi. Dia tidak bisa menyinggung orang seperti Bianca, tetapi tidak masalah jika menekan seorang kepala sekolah."Ma ... maafkan aku ...," ujar kepala sekolah itu dengan wajah masam. Meskipun tidak tahu apa yang terjadi, jelas wanita ini memiliki latar belakang yang tidak biasa. Jika tidak, seorang inspektur seperti Lockie tidak akan bereaksi seheboh ini."Nona Bianca, maaf. Aku nggak tahu kamu ada di sini." Sesudah memberi pelajaran kepada si kepala sekolah, Lockie segera menyunggingkan senyuman sembari bertanya, "Omong-omong, kenapa Nona ada di sini?""Ini pacarku, ini putri angkatku. Istrimu memukul putri angkatku tadi, makanya pacarku memukulnya balik. Aku rasa, tindakan ini termasuk perlindungan diri, 'kan?" tanya Bianca."Eh?" Loc
Saat ini, di sebuah restoran barat kelas atas, terlihat beberapa pemuda pemudi yang berpakaian mewah sedang mengobrol sambil minum-minum."Kak Ariana, aku iri sekali padamu. Tuan Ernest mengangkatmu menjadi putrinya. Selamat, ya!" ujar seorang wanita berpakaian merah sambil tersenyum ramah. Wanita ini tidak lain adalah Gretel, keturunan resmi Keluarga Fabiano yang merupakan salah satu dari 8 keluarga terkaya di Midyar."Dengar-dengar, Tuan Ernest terus berperang selama bertahun-tahun ini, jadi nggak punya anak. Dia mengangkatmu sebagai putrinya jelas karena kamu berbakat!" ujar seorang pria yang memiliki riasan di wajahnya. Namanya Loris, pacar Gretel. Pria ini selalu mengandalkan wajah tampannya dan mulut manisnya."Kak Ariana, coba ceritakan bagaimana kalian bisa saling mengenal?" tanya Gretel dengan penasaran.Ernest selalu hidup menyendiri dan berkarakter dingin, tidak pernah bergaul dengan orang lain. Akan tetapi, dia tiba-tiba datang ke ibu kota provinsi kali ini, bahkan mengangk
Setengah jam kemudian, ketika Gretel dan Ariana masih asyik mengobrol, ponsel Gretel tiba-tiba berdering.Gretel menerima panggilan, lalu terdengar suara Loris yang terisak-isak. "Huhu ... Gretel, aku dipukul. Cepat bantu aku, bocah ini sombong sekali!""Apa? Kamu juga dipukul? Kok bisa? Bukankah aku menyuruhmu membawa 2 pengawal ke sana?" tanya Gretel sambil mengerutkan dahinya. Semua pengawal Gretel dipilih dengan cermat, mustahil bagi preman untuk melawan mereka."Mereka terlalu lemah. Mereka baru maju, tapi sudah kalah. Benar-benar nggak berguna! Gara-gara mereka, aku juga dipukul," sahut Loris dengan kesal."Kamu sudah menyebut nama keluargaku belum?" tanya Gretel."Sudah, tapi aku malah dipukul dengan makin kejam!" timpal Loris."Apa? Berani sekali orang itu mengabaikan Keluarga Fabiano! Preman saja bisa sesombong ini! Kamu tunggu di sana, aku akan segera membawa pengawal datang!" seru Gretel."Oke, cepat ya! Aku akan menahannya sebisa mungkin," ucap Loris."Nona Gretel, sepertin
Para pengawal itu mendorong siapa pun yang menghalangi jalan mereka. Setelah ada jalan untuk lewat, muncullah Gretel yang merias diri dengan begitu cantik. Parasnya yang menawan, ditambah dengan pakaian mewahnya dan karismanya, membuat siapa pun yang melihatnya tahu dia memiliki latar belakang yang tidak biasa."Gretel! Akhirnya kamu datang!" Mata Loris sontak berbinar-binar. Dia bergegas menyambut untuk mengadu, "Lihat, lihat wajahku! Dia memukulku sampai babak belur begini! Kamu harus memberinya pelajaran!""Hm?" Gretel mengulurkan tangan dan memegang dagu Loris. Setelah mengamati sesaat, wajahnya sontak menjadi suram. Dia bertanya dengan galak, "Siapa yang memukulmu sampai begini?"Pria yang menjadi kekasihnya harus mencapai 3 standar, yaitu tampan, bisa memuaskannya, juga bisa menyenangkan hatinya. Kini, wajah tampan Loris menjadi babak belur. Ini sama saja dengan merusak aset pribadinya. Gretel tidak akan bisa menoleransinya!"Dia!" Loris menunjuk Luther, lalu berkata, "Dia yang m
"Kurang ajar!""Lancang sekali!"Begitu ucapan itu dilontarkan, Loris dan lainnya sontak memaki dengan murka. Berani sekali pria ini bersikap tidak hormat kepada Nona Besar Keluarga Fabiano! Benar-benar cari mati!"Ka ... kamu berani mengusirku?" Setelah termangu sejenak, Gretel yang gusar sekaligus malu sontak berseru, "Dasar rakyat jelata! Kurang ajar! Hari ini, aku pasti akan memberimu pelajaran! Pengawal, tangkap dia!""Baik!" Tanpa berbasa-basi, beberapa pengawal di belakang langsung menyerbu ke arah Luther. Saat berikutnya, terlihat sebuah sosok berkelebat. Para pengawal tadi pun terhempas dan menghantam tanah dengan keras hingga akhirnya jatuh pingsan."Eh?" Kejadian mendadak ini membuat semua orang tercengang. Semua terjadi terlalu cepat, tidak ada yang sempat bereaksi. Dimulai dari Gretel memberi perintah, lalu para pengawal menyerbu dan jatuh pingsan, semua hanya memakan waktu 3 detik.Kerumunan bahkan tidak sempat melihat apa yang terjadi, tetapi pertarungan sudah berakhir.
Luther biasanya tidak bersikap perhitungan dengan wanita. Namun, hal ini berbeda jika lawannya adalah wanita yang bersikap tidak masuk akal.Semua orang tercengang melihat Gretel yang ditampar oleh Luther. Apakah pria ini sudah gila? Bukan hanya memukul pengawal Keluarga Fabiano, tetapi juga memukul keturunan resmi Keluarga Fabiano? Mereka jelas memiliki kekuasaan besar di Midyar! Apakah pria ini ingin memberontak atau memang tidak takut mati?"Kamu berani memukulku?" tanya Gretel sembari memegang pipinya yang terasa perih dan menatap dengan tidak percaya. Sejak kecil, dia tidak pernah dipukul oleh siapa pun, apalagi di khalayak ramai seperti ini. Ini sungguh penghinaan besar baginya!"Kenapa kalian terus-menerus melontarkan kalimat yang sama? Membosankan sekali!" Luther mulai kehilangan kesabarannya."Kamu ... aku akan membunuhmu!" seru Gretel dengan suara melengking. Kemudian, dia menerjang ke arah Luther dengan ganas."Gretel! Tenang, tenang sedikit!" seru Loris yang terperanjat mel