Luther biasanya tidak bersikap perhitungan dengan wanita. Namun, hal ini berbeda jika lawannya adalah wanita yang bersikap tidak masuk akal.Semua orang tercengang melihat Gretel yang ditampar oleh Luther. Apakah pria ini sudah gila? Bukan hanya memukul pengawal Keluarga Fabiano, tetapi juga memukul keturunan resmi Keluarga Fabiano? Mereka jelas memiliki kekuasaan besar di Midyar! Apakah pria ini ingin memberontak atau memang tidak takut mati?"Kamu berani memukulku?" tanya Gretel sembari memegang pipinya yang terasa perih dan menatap dengan tidak percaya. Sejak kecil, dia tidak pernah dipukul oleh siapa pun, apalagi di khalayak ramai seperti ini. Ini sungguh penghinaan besar baginya!"Kenapa kalian terus-menerus melontarkan kalimat yang sama? Membosankan sekali!" Luther mulai kehilangan kesabarannya."Kamu ... aku akan membunuhmu!" seru Gretel dengan suara melengking. Kemudian, dia menerjang ke arah Luther dengan ganas."Gretel! Tenang, tenang sedikit!" seru Loris yang terperanjat mel
"Apa yang kalian berdua bicarakan?" tanya Ariana dengan heran saat melihat Bianca yang kadang tersenyum dan kadang menghela napas. Apakah wanita ini sudah gila?"Bukan apa-apa, aku salah mengenali orang, maaf sekali," sahut Bianca sambil tersenyum. Kemudian, dia memilih untuk mundur. Lagi pula, dia tidak mungkin bersikap perhitungan terhadap orang yang otaknya sedang bermasalah, 'kan?"Aneh," ujar Ariana sambil mengerutkan dahinya. Meskipun tidak mengenal Bianca, entah mengapa dia merasa kesal saat melihat wanita ini.Ariana melirik Bianca, lalu tatapannya tiba-tiba tertuju pada Luther. Dia berkata, "Eh, kamu kelihatan familier. Apa kita pernah bertemu?"Ucapan singkat ini langsung membuat Bianca menjadi berwaspada kembali. Bukannya Ariana hilang ingatan? Kenapa tiba-tiba ingat pada Luther? Jangan-jangan dia hanya berakting?"Kamu ingat aku?" tanya Luther yang tertegun sekaligus merasa heran."Oh, aku sudah ingat, kamu sales asuransi itu!" Setelah merenung sesaat, Ariana akhirnya mengi
Ariana sudah berinisiatif menjadi pelerai. Asalkan pria ini menuruti perkataannya, nyawanya pun masih bisa diselamatkan. Jadi, mengapa harus keras kepala seperti ini? Apakah gengsi lebih penting dari harga diri?"Ucapanmu sudah jelas sekali, aku juga sudah mengerti. Tapi, kalian sudah salah akan satu hal. Aku sama sekali nggak takut pada Keluarga Fabiano. Sebaliknya, seharusnya Keluarga Fabiano yang takut padaku," ujar Luther dengan ekspresi datar.Begitu ucapan ini dilontarkan, orang-orang sontak tertawa dan mulai mengejek."Keluarga Fabiano takut padamu? Hahaha! Kamu nggak salah makan obat? Kamu sadar dengan apa yang kamu katakan?""Hanya sales asuransi, tapi berani bicara selancang ini. Benar-benar nggak tahu diri!""Dasar bodoh! Sepertinya dia masih belum tahu siapa yang sudah disinggungnya."Semua orang menggeleng sambil mencela. Mereka menatap Luther layaknya menatap seorang pria idiot."Dasar kepala batu. Aku sudah memberimu kesempatan. Lupakan saja kalau kamu memang nggak mengh
Dalam perjalanan pulang, Luther mengemudikan mobil, sedangkan Bianca duduk di samping kursi pengemudi. Adapun Junifer dan Becca, keduanya sama-sama duduk di jok belakang."Becca, beri tahu saja aku kalau ada yang menindasmu lagi lain kali. Aku pasti akan memberi mereka pelajaran. Oke?" Sambil berbicara, Bianca mengeluarkan tisu basah untuk membantu Becca menyeka noda di wajahnya."Um." Becca mengangguk dengan serius."Becca, gimana kalau aku mengajarimu ilmu bela diri besok? Kamu hajar saja siapa pun yang berani menindasmu. Kamu juga boleh menghajar siapa pun yang kamu inginkan!" ujar Luther dengan serius."Hei, sembarangan saja kamu ini!" tegur Bianca. Kemudian, dia meneruskan, "Becca pasti lelah kalau belajar ilmu bela diri. Lagi pula, mana ada wanita yang kerjaannya bertarung terus? Becca seharusnya belajar melukis dan piano!""Justru bagus kalau Becca punya banyak keahlian. Belajar ilmu bela diri nggak akan salah, Becca bisa melindungi diri kalau bertemu bahaya," jelas Luther.Berl
Seluruh wajah Junifer berlumuran darah, tangan dan kakinya juga patah. Karena terjadi benturan dahsyat, ketubannya pecah dan darah mulai mengalir keluar."Kak! Becca!" seru Luther. Namun, keduanya tidak merespons karena sudah kehilangan kesadaran. Tanpa berani menunda, Luther segera turun dan membuka pintu mobil yang sudah penyok. Sesudah itu, dia menggendong Junifer dan Becca.Cedera keduanya sangat parah sehingga Luther terpaksa mengobati mereka secara bersamaan. Dia menggunakan jarum perak untuk menghentikan pendarahan, juga menggunakan energi sejati untuk mengobati luka mereka. Yang paling penting untuk sekarang adalah mempertahankan nyawa mereka."Tuan Luther!" seru beberapa anggota Faksi Kirin sambil menghampiri dengan tergesa-gesa. Mereka adalah pengawal yang diatur Luther untuk melindungi Bianca. Selama ini, mereka selalu melindungi Bianca secara diam-diam. Begitu melihat terjadinya kecelakaan, mereka buru-buru turun dari mobil."Cepat! Antar mereka ke rumah sakit!" Setelah men
Malam harinya, di salah satu kamar pasien Rumah Sakit Artha. Luther dan Bianca yang berjaga di samping tempat tidur dengan tenang, tiba-tiba merasa kasihan melihat Becca yang sudah tertidur. Setelah menjalani operasi, tulangnya yang sudah putus sudah disambung kembali dan semua bagian yang terluka diperban. Darah beku di dalam tubuhnya juga sudah dikeluarkan Luther dengan jarum perak. Meskipun dia sudah tidak dalam bahaya lagi, bagi seorang anak berusia lima tahun, rasa sakit dan ketakutan dari kecelakaan mobil tetap meninggalkan dampak yang besar."Nggak usah khawatir, Becca akan baik-baik saja." Luther menggenggam tangan Bianca untuk menghiburnya."Benar-benar sekelompok orang berengsek, bahkan anak kecil pun nggak dilepaskan." Bianca menggertakkan giginya dan terlihat jelas merasa marah."Aku akan menyelidiki masalah ini. Entah siapa pun dalang di baliknya, aku nggak akan melepaskannya begitu saja!" kata Luther dengan ekspresi serius. Setiap orang harus menanggung kesalahannya sendi
"Aku sudah pernah menjelaskan masalah ini kepada ayahmu dan Kak Juno, peta harta karun ini sudah dicuri orang beberapa tahun yang lalu dan sekarang nggak tahu di mana," kata Kevin.Ivan mengambil sebuah pisang dan mulai mengupasnya dengan santai. "Paman Kevin, nggak berarti lagi kalau kamu berkata seperti ini. Peta harta karun begitu berharga, kamu harusnya menganggapnya lebih berharga dibandingkan nyawamu. Mana mungkin peta itu dicuri? Jangan-jangan, kamu menyembunyikannya dan ingin memonopolinya sendiri ya?""Kamu mencurigaiku? Mana buktinya?" Kevin mengernyitkan alisnya.Setelah menggigit pisangnya, Ivan tersenyum dan berkata, "Paman Kevin, kalau nggak ingin ketahuan orang, jangan lakukan hal itu. Semua orang sudah tahu kenyataannya. Sebagai keponakanmu, aku sarankan kamu sebaiknya segera menyerahkannya. Kalau nggak, nggak ada yang bisa menjamin masalah hari ini nggak akan terulang kembali."Begitu mendengar perkataan itu, ekspresi semua orang berubah, terutama Bianca. Dia langsung
Saat Luther dan yang lainnya mendengar kabar itu dan tiba di depan pintu ruang operasi, Junifer yang masih tidak sadarkan diri kebetulan didorong keluar bersama dengan sesuatu yang dibungkus dengan kain putih. Luther membuka kain putih itu dengan tangan yang bergetar dan melihat ternyata di dalamnya adalah mayat bayi. Dalam sekejap, kedua matanya memerah dan menggertakkan giginya. Sebuah api kemarahan yang tidak bisa dijelaskan tiba-tiba meledak.Luther sudah berjanji dengan Ronald akan menjaga Junifer dan bayinya. Saat ini, sebuah kecelakaan mobil ini bukan hanya membuat ibu dan anak itu terluka parah dan masuk ke rumah sakit, anak di kandungan Junifer juga tiba-tiba mati. Baginya, berita ini benar-benar mengejutkan. Selain merasa dirinya bersalah, dia lebih merasa dirinya dipenuhi dengan kemarahan."Kenapa bisa begini? Bukankah saat datang mereka baik-baik saja? Kenapa tiba-tiba ...." Wajah Bianca menjadi pucat karena merasa sulit percaya dengan kejadian itu. Bayi itu sudah dikandung