Home / Romansa / Dikejar Lagi Oleh Suamiku / Bab 86 Melawan Hati

Share

Bab 86 Melawan Hati

Author: Sherly Monicamey
last update Last Updated: 2024-10-31 16:01:53

Mahira duduk di kursi sebuah kafe di dalam mal bersama dokter Agustin. Semburat senyum tenang menghiasi wajah Mahira, meski di dalam hatinya, luka yang dia pendam dalam-dalam masih terasa samar-samar. Tapi, hari ini berbeda. Dia memilih untuk menikmati momen ini, tanpa bayangan masa lalu yang membayangi.

Kemarin Birendra dan Sanur berangkat bulan madu. Mahira tidak tahu sampai kapan pasangan itu berada di kota Paris. Toh ... dia pun sudah tak peduli dengan Birendra dan memilih untuk melanjutkan hidup.

“Kamu benar-benar terlihat berbeda sekarang, Mahira. Ada cahaya di matamu,” kata Agustin sambil menatap Mahira sejenak dan tersenyum penuh pengertian.

Mahira menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, tangannya menggenggam cangkir kopi yang hangat. Dalam hatinya, dia mengingat masa-masa penuh kesepian dan rasa terabaikan saat masih menjadi seorang istri baik di kehidupan mendatang atau di masa lalu.

“Aku sudah cukup kuat untuk melewati ini,” batinnya lalu dia tersenyum pada Agustin.

Dia
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 87 Aku Tak Mau Bercerai

    Di ruang praktek Arya yang sejuk dan penuh keheningan, Mahira duduk di kursi dengan tubuh tegak. Matanya menatap ke arah Arya yang sedang membuka amplop hasil laboratorium. Wajahnya tampak tenang, meskipun hatinya bergemuruh—kesedihan dan ketakutan mencoba dia sembunyikan di balik ekspresi tegar yang dia tampilkan."Jadi saya sakit apa, Dok?"Arya menarik napas panjang sebelum mendongak, menatap Mahira dengan penuh empati. Dia menutup amplop perlahan dan mengumpulkan kata-kata sejenak sebelum mulai berbicara."Mahira," katanya lembut sembari menyandarkan tubuhnya ke kursi."Dari hasil pemeriksaan ini tampak jelas bahwa cedera akibat kecelakaan setahun lalu memang meninggalkan bekas. Kamu mengalami Hematoma Subdural. Mungkin itulah yang sering membuatmu merasa pusing atau sulit berkonsentrasi akhir-akhir ini."Kamu tahu sendiri penyakit ini, bukan? Hematoma subdural atau yang biasa kita sebut pendarahan di bawah selaput otak. Pendarahan ini menekan jaringan otak."Mahira mengangguk kec

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 88 Jangan Pura-Pura Lupa, Mas

    "Jadi kamu sudah membaca perjanjian kontrak itu kan, Mas?" Sebelum berangkat kerja, Mahira mengajak Birendra bicara berdua saja tanpa Sanur."Sudah aku sobek," jawab Birendra sembari berjalan menuju jendela."Tentunya sudah kamu baca isinya. Aku ingin kita bercerai, Mas," kata Mahira dengan suara sengaja keraskan."Aku tak akan bercerai darimu, Mahira. Selamanya kamu tetap menjadi istriku.""Lalu bagaimana dengan perjanjian yang kita buat satu tahun lalu?" Mahira mencoba mengingatkan kembali."Tidak ada bedanya dengan yang sekarang. Bukankah pernikahan kita sah?" Birendra menyahut dengan santai.“Mas Birendra, aku tidak mengerti. Kamu sudah punya Sanu dan aku? Aku ini apa untukmu?” Mahira bertanya dengan nada lembut dan tanpa amarah, tetapi senyum masam terlihat di wajahnya.Mahira duduk di sofa bersandar dengan tubuh yang tampak rileks, tetapi tangannya terkepal erat di pangkuannya. Birendra berdiri di dekat jendela melihat ke luar seolah menghindari pandangan Mahira.Mahira menghela

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 89 Harusnya Kamu Sadari Diri, Mas

    Birendra berjalan dengan langkah lebar dan ekspresi wajah yang murka memasuki ruang IGD. Wajahnya tegang, bibirnya terkatup rapat dan kedua tangannya terkepal. Di lorong rumah sakit yang penuh dengan perawat dan dokter, dia melangkah langsung ke arah Mahira yang sedang memeriksa hasil laboratorium pasien lain. Mahira tampak lelah, tapi tetap tenang dan fokus."Apa yang kamu pikirkan, Mahira? Makanan yang kamu berikan ke Sanur tadi membuatnya keracunan! Kamu sebagai dokter harusnya sadar jika Sanur bisa saja kehilangan nyawanya?" Birendra menatap tajam ke arah Mahira. Suaranya keras dan penuh tuduhan."Apa maksudmu, Mas?" Mahira bertanya dengan tenang sembari melihat ke arah Birendra."Makanan yang kamu masak tadi pagi telah membuat keracunan. Kamu mau membuat dia sama seperti yang kamu lakukan kepada Sarayu!"Mahira tetap tenang, tapi sorot matanya menunjukkan ketidaksukaan. Dia menegakkan punggungnya menatap balik ke arah suaminya tanpa rasa takut."Mas Birendra, kamu tahu aku selalu

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 90 Perhatianmu Membuatku Bingung

    "Malam Non Mahira ..."Mahira disapa oleh satpam rumahnya saat dia baru pulang dari tempatnya bekerja. Mahira mengangguk dan tersenyum sambil menyerahkan camilan yang dia beli untuk para pekerja di rumahnya."Non baik-baik saja?" Salah satu penjaga rumahnya melihat wajah Mahira yang berkeringat."Tentu saja, Pak. Hanya kelelahan saja habis bantu dokter senior operasi," jawab Mahira pelan."Ya sudah Non istirahat. Terima kasih untuk makanannya," sahut penjaga rumahnya."Dimakan ya, Pak." Mahira berlalu dengan senang karena camilannya disukai mereka.Mahira memijit kepalanya sembari berjalan. Sejak sore tadi dia sudah merasakan kepalanya nyeri dan meminum obatnya, tetapi belum kunjung mereda."Ini kenapa belum sembuh? Apa efek obatnya sudah tak mempan?" tanyanya pada diri sendiri.Mahira baru saja tiba di depan pintu rumah. Matanya tampak sayu dan gerak tubuhnya terasa berat. Dengan satu tangan menopang kepala, da menahan rasa pusing yang mulai menyerang sejak di perjalanan.Setiap lang

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 91 Penemuan Bukti Terbaru Kasus Kecelakaan

    "Enak ya sekarang sudah jadi istri orang kaya raya dan kamu bisa menikmati fasilitas kemewahan?"Fatma berdiri di depan pintu kamar rumah sakit, menggenggam tasnya erat-erat. Wajahnya terlihat tegang, bibirnya mengatup keras menahan amarah yang sudah lama terpendam. Dia berjalan mendekati Sanur."Bibi, apa yang kau lakukan di sini?""Dan dari mana bibi tahu aku dirawat di rumah sakit?" Sanur memandang Fatma dengan rasa tidak suka. Dia benar-benar terganggu atas kehadiran Fatma."Kau tak ingat, Sanur? Aku punya segala cara mengetahui keberadaanmu," ucap Fatma memberi tatapan menghujam."Jadi mau bibi menemuiku?""Begitu caramu membalasku, Sanuf? Setelah semua yang kulakukan untukmu, kau tinggalkan aku begitu saja? Bahkan uang bulanan pun sudah tak kau berikan sekarang."Fatma menyahut dengan nada yang dingin lalu memandang tajam ke arah Sanur.Sanur terdiam sesaat, wajahnya pucat dan tatapannya tak menyingkir dari hadapan Fatma. Dia tersenyum sinis, lalu menyesuaikan diri duduk dengan

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 92 Kecemburuan Birendra

    Birendra duduk di kursi kemudi, sesekali melirik ke arah Mahira yang tampak rapi dengan seragam dokternya. Mahira yang duduk di sampingnya, memperhatikan suaminya dengan kening berkerut."Kalau pergi bekerja jangan terlalu rapi dan bedakmu ketebalan," omel Birendra melihat Mahira sedang berhias diri di dalam mobil."Lah kalau tidak rapi dan tidak memakai bedak ya jadi jelek aku, Mas," sahut Mahira merasa kesal karena sejak tadi Birendra mengkritik penampilannya.Sejak pulang dari kantor polisi dan Birendra mengantarkan kembali ke tempat bekerja, Birendra memerhatikan Mahira yang tampak cantik daripada biasanya karena itulah dirinya tak sadar jika sudah terpesona."Kamu kan berhadapan dengan orang sakit jadi buat apa berdandan cantik.""Meskipun aku hanya sebagai dokter, kami harus menunjukkan penampilan kami yang rapi agar tak menjadi pembicaraan," kata Mahira sembari memakai lipbalm."Lagipula kalau tidak suka aku berdandan lebih baik aku naik taksi saja daripada Mas yang mengantar a

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 93 Menghindari Tatapanmu

    Aku duduk di meja dapur, membiarkan aroma kopi yang mulai dingin menyelinap masuk ke dalam rongga hidungku. Namun pikiranku melayang jauh, tak lagi tertambat di ruang dapur. Keningku berkerut dan mataku menatap kosong ke arah meja makan. Di dalam kepala, kenangan sore tadi di lorong rumah sakit berputar tanpa henti."Tak mungkin penglihatanku salah." Aku berucap pada diri sendiri.Di lorong rumah sakit tadi aku melihat wanita berjaket biru. Rambut hitamnya jatuh hingga bahu, dan wajahnya terekam samar di ingatanku. Seperti tersambar petir, ingatanku terlempar setahun ke belakang di saat aku mengalami kecelakaan yang hampir merenggut nyawa.Dan di balik kaca mobil yang menabrakku, aku sempat melihat seorang wanita berjaket biru. Apakah mungkin itu orang yang sama? Tapi siapa dia? Mengapa wajahnya tidak meninggalkan jejak yang jelas di benakku?"Kenapa sebelumnya ingatan itu tak muncul di kepalaku?"Aku memijat kening, berusaha membongkar kenangan yang tersembunyi di dalam ingatanku. Ad

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 94 Adu Debat Di Pagi Hari

    Perasaanku masih belum bisa pulih sepenuhnya akibat sikap Mas Birendra yang tak dapat aku pahami. Satu tahun lalu dia mencoba untuk memperbaiki hubungan kami. Kala itu aku dibuat bahagia, karena pada akhirnya Mas Birendra mau menerimaku.Namun saat Sanur datang, semua kembali ke awal lagi. Mas Birendra tak lagi mau menanggapi jika aku berbicara mengenai hubungan kami dan dia menikahi Sanur meski harus melukai hatiku. Kini dia memulai lagi dengan sikapnya yang memperlakukanku penuh perhatian. Aku bingung akan dirinya."Kenapa... kenapa aku tak bisa percaya lagi padanya? Bukankah dulu dia berjanji?" pikirku, mataku berkedip cepat, mencoba menyingkirkan bayangan masa lalu yang menyakitkan.Tanganku menggenggam pena lebih erat, memendam gelisah yang seolah mendesak ingin keluar. Aku ingin sekali percaya padanya, tapi aku terlalu takut menghadapi kenyataan yang menyakitkan kelak."Sudah berapa kali aku mencoba memaafkan? Tapi setiap kali aku mendekat, aku hanya teringat pada pernikahan ked

Latest chapter

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 104 Aku Juga Berhak Bahagia

    "Akhirnya sampai rumah juga!" Aku berseru melepaskan rasa lelah setelah seharian bekerja dan membantu dokter senior di ruang operasi."Malam, Non Mahira," sapa Pak San sopir pribadi Mas Birendra."Malam juga, Pak." Aku membalas sapaannya."Oh ya Pak. Saya ada roti buat dimakan bersama-sama, Pak.""Waduh Non Mahira selalu membuat kami kekenyangan di kalau di malam hari. Jadi gagal diet nih," imbuh pak satpam yang bertubuh gemuk."Tidak apa-apa, Pak."Aku meniru kebiasaan alm mertua yang selalu membawakan kami dan para pekerja di rumah camilan setiap malam. Menurut Ayah Dani sebagai bentuk rasa terima kasih sudah mau bekerja dengan baik."Saya masuk dulu ya, Pak."Iya Non. Cepat makan malam dan beristirahat," ucap Pak San seperti ucapan Ayah Dani padaku dulu.Udara dingin malam ini membuatku menarik mantel lebih rapat. Namun langkahku terhenti saat melihat Sanur berdiri di depan pintu masuk, melipat tangan di dadanya dengan ekspresi tegang."Kita perlu bicara, Mahira," kata Sanur dengan

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 103 Aku Harap Kamu Tahu Batas, Mbak Sanur

    Mahira duduk di meja makan dengan perasaan yang masih tersisa dari kejadian kemarin sore. Luka yang tertoreh oleh sikap suaminya, Birendra, masih terasa segar. Tanpa mempertimbangkan perasaannya, Birendra lebih memilih membela Alya, anak Sanur, yang dengan seenaknya membuka semua kado ulang tahun Mahira.Kini, pagi yang seharusnya penuh ketenangan kembali diisi dengan ketegangan. Birendra duduk di depannya, wajahnya masih diliputi kemarahan yang bahkan Mahira sendiri sudah lelah untuk memahami."Mahira, aku harap kamu tahu batasmu. Sanur sedang hamil dan Alya masih anak-anak. Jangan sampai ada lagi masalah seperti kemarin. Aku tidak mau mereka tersakiti," kata Birendra meletakkan sendok dengan keras di atas meja.Mahira menghela napas, mencoba menenangkan dirinya. Tatapannya dingin, tetapi dia memilih tidak banyak bicara. Dia hanya menunduk dan mengaduk teh di cangkirnya perlahan-lahan, seakan tak peduli."Aku tahu batasanku, Mas. Tapi kadang-kadang, mungkin orang lain yang tidak tahu

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 103 Kalau Tidak Mau Diusik, Jangan Mencari Masalah

    Mahira duduk di kantor dengan tatapan kosong, jemarinya mengetuk-ketuk meja sambil berpikir tentang apa yang baru saja dia ketahui. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa Sanur terlibat perselingkuhan dengan seseorang yang dia kenal.Dia ingin memberi tahu Birendra, tetapi hati kecilnya mengingatkan bahwa dia tak punya hak lagi. Apalagi dia sudah cukup lelah dengan drama rumah tangganya sendiri. Namun, pikiran itu terus berputar, membuat Mahira merasa semakin hampa."Mereka masih saja berhubungan meski Sanur sudah menikah.""Kalau aku memberitahu Mas Bi, apa dia akan percaya dengan yang aku ucapkan?"Mahira menggelengkan kepala seolah tak bisa membayangkan jika dia akan bicara yang sebenarnya pada Birendra mengingat pria itu terlalu menjaga Sanur dan tak mau ada yang menyakiti."Hei, kamu melamun ya?" Arya tiba-tiba menepuk bahu Mahira, membuatnya terkejut."Aduh dokter Arya, anda mengagetkan saya," kata Mahira menepuk dada-nya."Makanya jangan melamun, Dokter Mahira. Memangnya apa ya

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 102 Aku Bukan Pembantu Kalian

    Langit sore yang temaram menghiasi langkahku menuju pintu rumah. Aku menghela napas panjang, berusaha meredakan lelah dan kesepian yang terkadang merayap. Saat hendak masuk, sebuah pesan masuk di ponsel membuatku berhenti sejenak."Mas Wisnu? Tumben kirim pesan biasanya menelepon," gumamku mengambil benda pipih ini dari dalam tas.Aku agak kesulitan mengambilnya karena tangan kananku memegang satu kantung kresek hadiah dari rekan kerja yang merayakan ulang tahunku."Selamat ulang tahun, Mahira. Semoga selalu diberi kekuatan. Kami semua sayang padamu." Aku tersenyum tipis saat membaca pesan dari Mas Wisnu.Aku membalas pesannya dengan jempol gemetar, perasaan hangat muncul di dadanya. “Terima kasih, Mas Wisnu. Rasanya terharu, ada yang ingat…” tulisku sebelum melangkah lagi ke dalam rumah.Begitu membuka pintu dan memasuki ruang tamu, aku tertegun. Mas Birendra duduk di sofa dengan ekspresi yang dingin dan tatapan tajam yang menusuk. Aku merasa ada ketegangan dalam sikapnya, bahunya te

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 101 Aku Yang Terlupakan

    Birendra terbangun dengan perasaan tak nyaman. Begitu membuka mata, dia langsung menyadari sesuatu yang berbeda. Sepi sekali tak terdengar suara ocehan Abisatya atau bau masakan."Ke mana semua orang?" tanya Birendra tampak bingung setelah membuka pintu kamar. Sanur dan sang putri masih tertidur. Kamar Mahira tertutup."Sepi sekali," gumamnya mengedarkan pandangan.Dia berjalan ke ruang tamu dengan langkah tergesa, berharap menemukan Mahira dan Abisatya di sana. Namun yang dia temukan hanya secarik kertas di meja. Dengan napas tertahan, Birendra membaca pesan dari Mahira.["Aku pergi berlibur dengan rekan-rekan kerja. Abisatya bersama ayah dan bibi di rumah mereka. Jangan khawatir, dia akan baik-baik saja."]Birendra mengatupkan rahangnya. Matanya menyipit, tanda gelisah dan cemburu. Ia membanting kertas itu ke meja. "Pergi begitu saja...tanpa bilang apa-apa padaku?""Bik Sum ... Maya ..." panggil Birendra mencari kedua pelayan rumah tangganya di halaman belakang."Iya Mas Bi, ada apa

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 100 Ya ... Teruskanlah Kalian Seperti Itu

    Aku berdiri di ruang tamu menatap Mas Birendra yang duduk tenang di kursi favoritnya. Di sampingnya, Sanur berdiri, wajahnya menunduk sedikit. Di tangan, dia menggenggam jari anak kecil berusia lima tahun yang tampak tak mengerti situasi ini."Jadi apa yang ingin kamu bicarakan lagi, Mas?" tanyaku masih menatap Sanur yang tampak canggung."Mahira, mereka akan tinggal di sini." Suara Mas Birendra terdengar tegas. Matanya tak lepas menatapku seolah memberi tahu bahwa keputusannya tidak untuk diperdebatkan.Aku menarik napas panjang, mengalihkan pandangan pada Sanur dan anak perempuan kecil yang digenggamnya. Abisatya anaknya yang selama ini kuasuh sendiri, kini harus berbagi cinta dan perhatian ayahnya dengan anak dari istri lain. Ada rasa marah, kecewa, dan juga perih yang tak bisa kuucapkan."Kenapa harus serumah, Mas? Apa tidak bisa mencari cara lain?" tanyaku pelan, tetapi terdengar penuh penekanan.Sanur yang awalnya diam dan mengangkat wajahnya memandangku dengan tegas."Mahira, a

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 99 Mati Rasa Melihatmu Bersamanya, Mas

    Aku tak akan mau mengurusi lagi kehidupan Mas Birendra dan Sanur. Aku ingin menjalani kehidupanku dengan bahagia tanpa diberi beban pikiran yang berat lagipula aku juga fokus pada penyembuhan sakitku dan penyelidikan kembali kasus kecelakaanku.Aku bersama Mas Wisnu yang dipanggil karena pihak kepolisian memintanya untuk bersaksi atas bukti gantungan kunci tersebut. Di dalam ruangan kantor polisi yang sunyi, aku duduk sambil meremas jemarinya dengan gelisah. Mataku tampak menatap lantai, sementara Mas Wisnu duduk di sampingku bersandar dengan tenang di kursinya. Seorang polisi yang bertugas mencatat semua pernyataan kami menatap keduanya dengan wajah serius."Jadi anda memang tidak berada di tempat kejadian perkara saat kecelakaa itu terjadi?" Seorang polisi bertampang dingin menanyai Mas Wisnu sekarang."Saya bersedia memberikan keterangan terkait kecelakaan Mahira setahun yang lalu. Saat itu saya berada di luar kota, jadi saya yakin tidak terlibat dalam kejadian tersebut." Mas Wisnu

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 98 Sanur Hamil

    Di koridor rumah sakit yang sepi, Birendra tiba-tiba menarik lengan dokter Arya, menghentikan langkahnya dengan cengkeraman kuat. Mata Birendra menatap tajam, penuh amarah yang sudah lama dipendam."Dokter Arya, berhenti!" seru Birendra menemui Arya."Ada apa, Pak Birendra?" Arya menyahut menatap serius ke lawan bicaranya."Saya tidak terima kalau Anda yang mengantar Mahira ke rumah sakit. Ini sudah keterlaluan!" ucap Birendra dengan nada rendah, tetapi penuh ketegangan."Oh rupanya anda mengetahui kalau saya yang mengantarkan istri anda ke sini," sahut Arya dengan santai."Apapun tentang istri saya, saya harus mengetahuinya. Ini keterlaluan dan anda tak punya hak melakukannya!"Dokter Arya hanya tersenyum sinis, melepas cengkeraman Birendra dengan perlahan, dan menatapnya dengan tatapan menantang."Keterlaluan? Justru yang keterlaluan itu anda, Pak Birendra. Anda begitu sibuk mengurusi Sanur—istri keduamu—sementara Mahira diabaikan begitu saja.""Di mana anda tadi pagi saat Mahira be

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 97 Kali Ini Biarkan Aku Yang Menang, Mbak Sanur

    Mahira berjalan pelan sembari memasang jaketnya. Dia melihat Birendra keluar dari kamarnya dengan wajah kusut. Dia menghampiri dan menanyakan sesuatu hal."Mas, bisa antar aku sebentar saja ke rumah sakit?" tanya Mahira pelan."Kan ada pak Burhan, Hira. Minta saja sama pak Burhan," jawab Birendra sedikit kasar."Pak Burhan belum datang, Mas," sahut Mahira merintih menahan sakit.Birendra hanya memandangnya dengan memegang gelas lalu memutar tubuhnya membelakangi Mahira lalu mendengkus."Aku baru tidur beberapa jam. Sanur demam semalam. Makanya belajar lagi menyetir dan hilangkan trauma kamu itu," ucap Birendra ketus."Ya sudah aku bisa pergi sendiri," sela Mahira sembari berjalan ke luar dan tak menoleh lagi pada Birendra."Bi Tum, saya titip Abisatya dulu ya. Saya mau ke rumah sakit," kata Mahira menemui Sumiati di halaman belakang."Nggak diantar sama Mas Bi, Non?""Mas Bi sibuk mengurusi Mbak Sanur yang sakit, Bi," ucapnya sengaja sembari menoleh kepada Birendra yang masuk kembali

DMCA.com Protection Status