Beranda / Romansa / Dikejar Lagi Oleh Suamiku / Bab 136 Pilih Aku Atau Sanur, Mas

Share

Bab 136 Pilih Aku Atau Sanur, Mas

last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-05 23:32:33

Mahira mengajak bicara hal yang serius dengan Wisnu hari ini. Dia menunggu pria itu di rumah sakit sekaligus memberi kabar mengenai kondisi kehamilan Sanur. Ada perasaan gelisah di pikirannya.

Saat ini Mahira duduk di kursi di dekat jendela. Tangan mungilnya meremas ujung bajunya dengan cemas memandang keluar jendela ke arah langit yang suram. Tak lama, suara langkah kaki terdengar di koridor.

"Halo Mas .... "

"Masuk Mas," kata Mahira melihat Wisnu datang seorang diri.

Wisnu akhirnya tiba. Pintu terbuka dan dia masuk dengan langkah tenang, wajahnya datar tanpa ekspresi. Mata dinginnya segera bertemu dengan tatapan Mahira yang penuh keresahan.

Mahira menghela napas pelan lalu berdiri untuk menyambut Wisnu.

"Terima kasih sudah datang, Mas Wisnu," katanya dengan suara pelan dan jelas. Dia mengangkat matanya yang penuh dengan pertanyaan.

"Ada apa kamu memanggilku ke sini, Hira?" tanya Wisnu seraya duduk di hadapan Mahira.

"Ada hal penting yang akan kusampaikan, Mas," ucap Mahira memberi s
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 137 Mas Birendra Mau Berubah

    Setelah perbincangan panjang dengan Dokter Arya di ruang konsultasi, aku menatap wajah Mas Birendra. Wajahnya kaku, meski bibirnya melontarkan ucapan terima kasih kepada Arya. Namun, sorot matanya yang sesekali melirik tajam ke arah Arya tidak bisa disembunyikan."Birendra, aku meminta tolong. Perhatikan kondisi istrimu. Jangan egois menjadi suami." Hanya dokter Agustin saja yang berani berbicara seperti itu pada Mas Birendra."Iya aku tahu, Agustin," seloroh Mas Birendra seraya menggandeng tanganku dengan erat."Jangan cuma bicara saja kamu ya. Awas kamu jika Mahira sampai sakit," lanjut dokter Agustin dengan bercanda.Aku melihat dokter Arya yang berdiam diri saja di samping dokter Agustin. Tatapan Mas Birendra membuat dirinya tak berani memandang ke arah kami."Lusa saya harap Pak Birendra menemani dokter Mahira berkonsultasi dengan kami di sini," ucap dokter Arya seraya membuka pintu keluar."Aku akan pastikan dia tidak jatuh atau pingsan," ucap Mas Birendra, suaranya tegas.Dokte

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 138 Pertengkaran Birendra Dan Wisnu

    Setelah mendapat telepon dari Sumiati, Mahira segera bergegas menuju rumah tanpa memedulikan makan siangnya. Langkahnya dia percepat dan penuh kecemasan. Perasaannya campur aduk selama perjalanan pulang, mencoba membayangkan apa yang sebenarnya terjadi.Ketika mobil online berhenti di depan rumah, pemandangan yang dia temukan membuat dadanya semakin sesak. Polisi berjaga-jaga di halaman, dan pintu rumahnya terbuka lebar, memperlihatkan ruang tamu yang berantakan. Barang-barang berserakan seolah terjadi kerusuhan."Apa yang terjadi di sini?" tanyanya kepada seorang polisi yang berdiri di tengah ruangan. Dengan napas memburu, Mahira melangkah masuk."Maaf dengan siapa kami bicara?" tanya salah satu petugas melihat kedatangan Mahira."Saya Mahira. Istri dari Birendra pemilik rumah ini," sahut Mahira seraya menyerahkan kartu pengenalnya."Sebenarnya apa yang terjadi, Pak? Apa orang asing memasuki rumah kami?"Polisi itu menoleh dan menghela napas sebelum menjawab. "Bu Mahira, suami Anda,

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 139 Sanur Dicelakai

    Derap langkah berpacu dengan rasa cemas melingkupi ketiga orang yang sedang menuju ruang operasi. Mahira berjalan di depan disertai wajahnya yang cemas, sementara Birendra dan Wisnu mengikuti di belakangnya.Birendra tampak gelisah dan terus meremas kedua tangannya. Wisnu, di sisi lain, memasang ekspresi datar diiringi langkahnya yang berat seakan menunjukkan kegundahan yang dia coba sembunyikan."Bukankah tadi mereka mengatakan Sanur baik-baik saja? Tapi kenapa sekarang harus dioperasi?" tanya Wisnu merasakan kebingungan."Kita tunggu saja di sini sampai dokter yang memberitahu," ucap Mahira menenangkan.Selang beberapa jam seorang dokter perempuan keluar dari ruang operasi, wajahnya lelah, tetapi tetap profesional untuk berbicara mengenai keadaan sang pasien. Mahira segera melangkah mendekat, diikuti oleh Birendra dan Wisnu."Bagaimana keadaan Sanur, Dokter Erika?" tanya Mahira dengan suara bergetar, matanya menatap dokter penuh harap. Mahira mengenal dokter kandungan itu dengan bai

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 140 Lelah Hati

    Sudah semalam hingga pagi ini Sanur masih terbaring tak sadarkan diri. Wajahnya pucat, alat bantu pernapasan terpasang di sampingnya. Di kursi sebelah ranjang ada Wisnu yang duduk dengan tangan terlipat di dada lalu tatapannya kosong dan berat. Sepasang mata lelahnya terus menatap Sanur seolah mencoba menyampaikan sesuatu yang tak terucap.Mahira berdiri di ujung ruangan seraya menatap mereka dari kejauhan. Sesekali dia melirik ke arah inkubator di sudut ruangan tempat bayi prematur Sanur berada. Raut wajahnya dipenuhi rasa cemas dan bingung. Dia menggigit bibirnya, mencoba menahan air mata yang mulai menggenang di sudut matanya."Cepatlah sadar Mbak Sanur. Apa Mbak tidak ingin melihat bayimu? Kasihan Alya yang menunggumu di rumah ayahku.""Mas Wisnu juga menunggumu, Mbak," gumam Mahira dalam hati.Meskipun wanita itu pernah menyakitinya, Mahira tak sekalipun membencinya. Bahkan kini Alya gadis kecil itu dititipkan kepada Rahmat Hasan ayah Mahira untuk sementara waktu."Mahira ...."

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 141 Sanur Kembali Sadar

    "Mahira, operasi hematomamu harus segera dilakukan. Kita tidak bisa terus menunda," ucap Arya dengan nada penuh penekanan, kedua tangannya dia silangkan di depan dada, seolah bersiap menghadapi penolakan yang sudah dia duga."Jangan menundanya, Hira," imbuh Arya mencemaskan keadaan Mahira.Mahira duduk di ruang perawatan dengan tatapan tajam yang sulit diabaikan. Dokter Arya berdiri di depannya, wajahnya penuh ketegasan meski dia tahu jawabannya.Mahira menarik napas dalam-dalam, matanya menatap Arya sejenak sebelum mengalihkan pandangan ke luar jendela. Dia tahu hal ini tak bisa ditunda, tetapi sekarang ada hal lebih penting baginya.“Aku tahu,” jawabnya dingin. Mahira tetap berusaha mempertahankan ketenangannya.“Tapi aku tidak bisa sekarang. Ada masalah yang harus aku selesaikan lebih dulu, Dokter Arya." Arya menurunkan tangannya, mendekati Mahira dengan gerakan pelan.“Ini soal hidupmu, Mahira. Hal apa yang lebih penting dari operasimu?”"Kecelakaan Sanur, kecelakaan yang menimpak

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 142 Menemukan Pelaku Tabrakan

    "Kamu tampak segar hari ini," kata Birendra saat memasuki kamar perawatan Sanur mantan istrinya."Iya Mahira membantuku membersihkan diri," sahut Sanur seraya mencoba duduk dan menyandarkan punggungnya menggunakan bantal dibantu Birendra.Sanur duduk di ranjang rumah sakit dengan tatapan tenang, wajahnya tampak lebih segar setelah pulih dari masa kritis. Di seberang tempat tidurnya, Birendra berdiri, lengannya menyilang di depan dada, terlihat gelisah. Kedua matanya tajam memandangi Sanur, mencoba memahami apa yang hendak diutarakan oleh wanita yang pernah menjadi istrinya.“Birendra ...” Sanur memulai dengan suaranya yang lembut dan tegas."Iya ada apa, Sanur. Katakan apa yang hendak kamu bicarakan denganku," kata Birendra tak sabar.“Aku sudah memutuskan untuk pergi dari sini, Bi. Aku ikhlas dan rela dengan perceraian kita. Aku tidak akan menuntut apapun darimu. Yang aku inginkan hanya pulang ke Amerika dan memulai hidup baru dengan anak-anakku.”"Aku salah padamu dan Mahira selama

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 143 Maya Pelaku Kecelakaan

    "Kopi hitam dan satu slice cake moca. Selamat menikmati, Pak.""Terima kasih, Kak."Arya berada di kafe dekat rumah sakit siang ini untuk menikmati makan siangnya. Kafe di siang itu ramai dipenuhi suara orang-orang yang tengah menikmati makan siang mereka.Arya duduk di meja pojok dengan kepala sedikit menunduk, sibuk dengan ponselnya. Sesekali, dia mengangkat wajahnya untuk melihat ke arah pintu karena suara bel. Namun, perhatiannya tiba-tiba tertarik pada suara yang terdengar familiar."Dengan siapa dia di sini?"Arya mengernyitkan kening saat mendengar nada suara Fatma yang dingin dan menusuk tajam. Arya memiringkan tubuhnya sedikit dan berpura-pura tidak memperhatikan, tetapi telinganya menangkap setiap kata yang keluar dari mulut Fatma.Arya penasaran akan sosok yang diajak bicara oleh Fatma. Pasalnya Fatma bukan orang yang mudah berteman dengan siapa pun kecuali teman arisannya."Apa alasanmu menabrak Sanur, hah?" Arya memerhatikan suara Fatma yang terdengar penuh amarah."Sanur

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 144 Mari Kita Tangkap Mereka

    ["Tak seharusnya anda melibatkan nona Mahira, Ibu Fatma. Cukup Sarayu saja." ]["Mahira itu harus tewas dalam kecelakaan itu, tapi dia hidup kembali."]["Pokoknya aku tak mau tahu, Maya. Sarayu sudah tiada sekarang aku ingin hidup Mahira menderita. Dia mengingatkanku pada ibunya."]Wisnu mendengar rekaman percakapan itu yang cukup panjang durasinya hingga rencana pemalsuan pelaku tabrak lari tersebut. Wisnu benar-benar tak menyangka jika Maya bekerjasama dengan Fatma."Apa kamu pernah menjanjikan sesuatu kepada Maya hingga menyebabkan dia begitu terobsesi padamu?" tanya Birendra menatap Wisnu."Entahlah Mas. Aku tak ingat. Mungkin ada di masa kecil kami saat aku mengajaknya bermain dan belajar bersama. Aku tak ingat aku pernah menjanjikan apa padanya," ujar Wisnu mencoba mengingat, tetapi tak bisa dia lakukan."Apa bisa kasus ini kembali dibuka, Mas?""Tentu saja bisa, Mas Wisnu. Aku bisa menjadi saksi mengenai kecelakaan tersebut jika aku sempat melihat wanita duduk di sebelah sopir

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15

Bab terbaru

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 171 Perpisahan Yang Bahagia

    "Takdir itu tak bisa diubah dan akan menghampiri setiap insan manusia.""Ini sudah takdir ayahmu. Jangan merasa bersalah.""Allah menempatkan ayahmu di sisi-Nya."Kerabat ayah dan teman-teman sesama TKI datang ke pemakaman ayah. Mereka menguatkan aku di hari yang paling menyedihkan. Andai mereka tahu, aku tak bisa kuat seperti yang mereka katakan.Saat kabar itu datang—bahwa Ayahku dan Ayah Dani meninggal bersamaan dalam kecelakaan itu, rasanya seperti seseorang mencabut seluruh napas dari paru-paruku. Dan seakan belum cukup, Ibu Tari... koma. Antara hidup dan mati layaknya menggantungkan harapan kami di benang yang nyaris putus.Aku mengunci diri di kamar. Dua hari. Dua malam. Aku tidak bicara. Tidak makan. Bahkan air mataku pun seakan berhenti mengalir. Yang tersisa hanya kebisuan dan rasa marah—pada dunia, pada semesta dan juga pada takdir."Kenapa Ayah harus semobil dengan mereka?""Sebenarnya Ayah mau ke mana?"Aku tak menyangka jika ayah semobil dengan kedua orang tua Mas Birend

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 170 Inilah Takdir Yang Harus Aku Terima

    ["Mahira, kamu bisa ke rumah sore ini? Ada yang mau aku bicarakan denganmu."]"Rumah ayah Dani atau ke rumahnya Mas di jalan Cempaka?"["Datanglah ke jalan Cempaka."]Pagi ini aku mendapat notif pesan dari Mas Birendra. Dia menyuruhku untuk datang ke rumahnya. Katanya ada yang sesuatu yang hendak dia bicarakan. Aku langsung membalas pesannya dan mengiyakan permintaannya.Setelah menyelesaikan tugasku, aku segera melangkah pergi menemui Mas Birendra di rumahnya. Aku mengambil kunci mobil. Sudah dua bulan ini aku belajar lagi menyetir setelah pernah mengalami trauma."Selamat sore, Mbak Hira. Lama tidak ke sini.""Senang bisa melihat Mbak Hira lagi."Sesampainya di depan pintu gerbang rumah Mas Birendra, aku disambut hangat para pekerja di sini. Dulu sebelum Mas Birendra menikah dengan Sarayu, aku sering ke sini bersama ibu Tari hanya untuk beberes dan menyetok makanan, karena tempat kerja Mas Birendra lebih dekat daripada di rumah utama."Ah iya Pak. Hira juga kangen sama kalian," sapa

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 169 Takdir Yang Berbeda

    Aku berdiri di depan lift dengan jantung berdegup kencang. Wanita itu tersenyum, tetapi bukan ditujukan padaku melainkan pada dua sosok di belakangku. Aku menoleh dan melihat seorang pria bersama gadis remaja.Dia dengan langkah anggun. Tubuh ini menegang karena orang yang aku kenal ada di hadapanku sekarang. Ibu Fatma mengangkat tangan, melambai dengan semangat pada dua sosok yang juga membalas lambaian tangannya."Ibu Fatma!" seruku disertai langkah maju dengan penuh harap.Wanita itu berhenti dan alisnya berkerut. Tatapannya kosong seolah aku hanyalah orang asing di matanya dan menatapku dengan penuh kebingungan."Maaf, apakah kita saling mengenal?" tanyanya dengan suara tenang, tapi ada kehati-hatian di matanya.Dadaku seketika terasa sesak. Aku mengerjap dan mencari jawaban di wajahnya lalu berharap ada secercah pengakuan. Namun tidak ada dan ku tersenyum kaku, berharap dia sedang bercanda."Ibu tidak ingat aku?" suaraku terdengar ragu.Wanita itu menghela napas, menggigit bibirn

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 168 Apa Yang Terjadi Di Tahun Ini

    Aku melangkah masuk ke ruang lobi rumah sakit dengan sedikit rasa gugup. Saat kakiku berjalan lebih jauh, aku merasa ada sesuatu yang aneh. Dua kali aku dihidupkan kembali oleh semesta.Semua yang ada di gedung rumah sakit ini terlihat sama. Tak ada perubahan sama sekali. Aku menghela napas sembari terus berjalan menuju ruang UGD, tempat aku akan bertugas.Mataku menyapu ruangan yang penuh dengan staf dan dokter. Beberapa dari mereka tersenyum ramah, sementara yang lain sibuk dengan tugas masing-masing. Dua perawat senior mendekat, wajahnya lembut, menyodorkan tangan untuk berjabat. Aku kenal dengan mereka."Selamat datang di rumah sakit ini, Dokter Mahira.""Senang rasanya bisa berkenalan dengan anak dokter Dani.""Terima kasih Sus Mariani dan Sus Siska," sahutku seraya berjabat tangan dan mengetahui nama mereka dari name tag.Satu per satu staf memperkenalkan diri. Beberapa bersalaman dengan tatapan penasaran, mungkin mendengar kabar tentang aku dan pemilik rumah sakit ini. Namun ti

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 167 Mesin Waktu

    Aku menggeliat di atas kasur dan tubuhku masih enggan untuk bangun. Matahari pagi menerobos melalui celah jendela hingga menyilaukan pandanganku yang masih setengah terpejam. Saat aku hendak menarik selimut kembali ada suara ketukan dari luar kamar terdengar, diiringi panggilan namaku."Mahira, ayo bangun Nak." Terdengar suara dari luar pintu, memanggilku dengan nada tegas. Aku tak memerhatikan siapa yang berada di luar pintu kamarku.“Iya... sebentar lagi.” Aku mendesah pelan dan menjawab dengan suara serak.Namun suara dari luar kembali terdengar, kali ini dengan nada yang lebih mendesak seperti ada sesuatu yang serius karena aku mendengar namaku dipanggil lagi."Mahira ... kamu baik-baik saja, bukan?""Bangunlah ... kita ditunggu ayah Dani dan ibu Tari di rumahnya."Mataku terbuka lebar. Jantungku berdegup lebih cepat. Ada sesuatu dalam nada suara itu yang membuatku terkejut. Aku bangkit dengan enggan lalu menyibak selimut dan turun dari tempat tidur. Begitu aku membuka pintu kamar

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 166 Selamat Jalan Mahira

    "Biar Abisatya bersama kami, Pak. Bapak ke ruang rawat dokter Mahira saja."Setelah mendapat telepon dari Agustin dan menitipkan Abisatya bersama dokter anak yang dikenalnya Birendra segera berlari menembus koridor rumah sakit yang panjang dan sunyi. Nafasnya tersengal disertai wajahnya dipenuhi kegelisahan. Sesekali dia menyeka keringat di dahinya dengan punggung tangan."Aku mohon Mahira, bertahanlah."Pandangannya lurus ke depan dan penuh tekad. Sesampainya di depan ruangan rawat inap, Birendra berhenti sejenak, menunduk dan menahan napas mencoba menenangkan degup jantungnya yang tak terkendali.Begitu Birendra membuka pintu, dia melihat Mahira dikelilingi para dokter yang sibuk dengan wajah mereka dipenuhi ketegangan. Di balik tirai yang setengah terbuka, tubuh Mahira terlihat lemah dan tak berdaya. Matanya terpejam dan wajahnya pucat, sementara mesin-mesin medis di sekelilingnya berdengung cepat. Birendra mengepalkan kedua tangannya berusaha menahan diri agar tidak panik."Berik

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 165 Bertahanlah, Mahira

    "Sebentar lagi kita akan sampai menemui ibu, Nak.""Ayah berharap ibumu segera sadar."Birendra memegang erat tubuh kecil Abisatya yang sedang tertidur dalam gendongannya. Balita berusia dua tahun itu tampak damai, wajahnya bersandar di dada Birendra. Setiap harinya Birendra membawa Abisatya ke rumah sakit untuk mengunjungi Mahira. Harapan akan keajaiban tidak pernah surut dari hati Birendra, meski waktu terus berlalu dan kondisi Mahira tak juga menunjukkan perubahan."Selamat pagi, Pak Birendra," sapa satpam melihat Birendra berjalan menuju lobby."Selamat pagi juga, Pak," balas Birendra menyunggingkan senyum.Sejak Mahira dinyatakan koma, mau tak mau Birendra mengambil alih urusan rumah sakit dibantu oleh sahabat ayahnya sementara pekerjaan yang dibangunnya sendiri ditangani oleh Rudi.Setiap hari Birendra mengambil alih tugas Mahira sebagai direktur pelaksana rumah sakit dan mengerjakan semuanya di ruang rawat inap hingga rumah sakit menjadi rumah kedua bagi Birendra."Pak Hasan ti

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 164 Memilih Jalan Yang Tepat

    "Selamat pagi dunia.""Terima kasih untuk berkat-Mu hari ini, Allah."Cahaya pagi menyelinap masuk melalui jendela rumah sakit, menerangi lorong-lorong yang mulai sibuk dengan aktivitas para dokter dan perawat. Di antara mereka, seorang pria dengan jas dokter yang baru saja dikenakan kembali setelah sekian lama berjalan dengan langkah penuh harapan sembari bergumam sendiri.Wajahnya masih sedikit pucat, tetapi terlihat di matanya berbinar. Dia menarik napas dalam-dalam seolah ingin meresapi udara rumah sakit yang begitu familiar, tempat yang pernah menjadi bagian besar dalam hidupnya sebelum semuanya berubah."Dokter Arya, senang berjumpa dengan anda lagi," kata seorang perawat yang kebetulan berpapasan dengannya."Saya juga senang berjumpa dengan kalian lagi," balas Arya seraya tersenyum."Selamat bertugas kembali, Dok," ucap salah satu perawat wanita."Terima kasih suster Wina."Arya melanjutkan kembali langkah kakinya menuju ruang berkumpulnya para dokter sebelum bertugas di pagi i

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 163 Kapan Kamu Bangun, Mahira?

    "Ayo Mahira ....""Kamu pasti bisa melewati ini semuanya. Berjuanglah."Di ruang operasi yang dipenuhi suara mesin pemantau detak jantung dan alat-alat medis, Dokter Gatot berkeringat di balik masker bedahnya. Tangannya yang bersarung tangan lateks bergerak cepat, berusaha menghentikan pendarahan hebat di otak Mahira. Para perawat dan petugas anestesi bekerja dengan cekatan, saling bertukar pandang setiap kali tekanan darah pasien turun drastis.“Tekanan darahnya anjlok lagi, Dok!” seru seorang perawat, suaranya tegang.Dokter Gatot mengatupkan rahangnya dengan napasnya yang tertahan. “Tambahkan satu ampul epinefrin. Kita harus stabilkan dia dulu.”"Baik, Dok."Jarum jam terus berdetak, tapi keadaan Mahira tak juga membaik. Sudah tiga jam lamanya Dokter Gatot yang menggantikan Arya mengoperasi Mahira, keadaan di ruang operasi sungguh mendebarkan."Dokter Mahira, jangan menyerah. Anda harus berjuang demi dokter Arya!" seru perawat Raka mendampingi dokter Gatot.Para dokter dan perawat

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status