Ketika Lucia mendongakkan kepala, pandangannya langsung beradu dengan manik hitam pria yang ada di bawahnya."Tubuhmu berat." Suara serak Dean akhirnya memutus kontak mata keduanya.Saat menyadari kalau sejak tadi dia menimpa tubuh Dean, Lucia segera bangkit dengan perasaan canggung. "Maaf." Lucia nampak salah tingkah, dia merapihkan rambut dan membenahi pakaiannya untuk menutupi kegugupannya.Sementara Dean hanya memasang wajah datar, seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya. "Lain kali, bangunkan aku dengan benar." Usai mengatakan itu, Dean menyingkap selimut, turun dari tempat tidur lalu berdiri di samping Lucia. "Siapkan pakaianku."Tanpa menunggu jawaban dari Lucia, Dean melenggang ke kamar mandi dengan bertelanjang dada. Sepertinya dia tidak merasa malu mempertontonkan tubuh bagian atasnya pada Lucia.Sementara Lucia yang melihatnya yang menjadi malu. Meskipun dia sudah pernah melihat keseluruhan tubuh pria itu, tetap saja dia merasa malu. Wajahnya terlihat sangat merona ketika t
Lucia segera turun mobil setelah taksi yang dia naiki berhenti di depan hotel tempat Lucia menginap. Dia segera menuju restoran hotel yang ada di lantai 2.Tadi, Julian mengabari kalau dia menginap di hotel dekat rumahnya, hotel yang sama di tempatnya menginap. Jadi, dia segera kembali ke hotel setelah kepergian Dean. Lucia tidak tahu kalau Julian sengaja menginap di situ karena tahu kalau Lucia juga menginap di situ. Info itu, Julian dapat dari Renata. Jadi, setelah tiba di bandara kota Y, Julian segera menaiki taksi menuju hotel tempat Lucia menginap.Setelah memasuki restoran, Lucia langsung melihat Julian yang sedang duduk di salah satu meja sembari menatap fokus pada layar ponselnya."Kau dari mana?" tanya Julian setelah Lucia menyapanya."Bertemu seseorang." Lucia duduk di depan Julian lalu berkata, "Kau ada pekerjaan di sini?"Tiba-tiba saja mengabari kalau dirinya berada di kota Y, tentu saja membuat Lucia terkejut sekaligus heran. Bagaimana tidak heran, baru beberapa hari yan
"Setelah ini kau mau ke mana?" tanya Julian setelah menyeka bibirnya usai meneguk habis air minumnya."Aku akan ke apartemen Renata. Bibi Nan tadi sudah mengabariku kalau barang kami sudah tiba di apartemen."Sesuai rencananya beberapa hari yanh lalu, kalau dia akan pindah hari ini ke apartemen Renata.Julian mengangguk tanda mengerti. "Apa aku boleh ke sana?""Julian, apartemennya masih berantakan. Pasti tidak akan nyaman kalau ikut aku dengannku sekarang."Bukannya dia keberatan Julian ikut dengannya. Hanya saja, saat ini Bibi Nan sedang membereskan semua barang di sana. Pasti kondisi apartemen Renata berantakan dan dia takut banyak debu. Pria di depannya itu, sedikit sensitif dengan debu sama seperti Dean. "Tidak apa-apa. Aku juga bisa sekaligus membantumu.""Tapi ..."Mana mungkin dia membiarkan pria di depannya itu membantunya membereskan barang miliknya. Julian berasal dari keluarga kaya. Seumur hidupnya tidak pernah mengerjakan pekerjaan kasar seperti itu. Dia sama seperti Dea
Dean Anderson, anak pertama sekaligus penerus dari semua bisnis yang berada di bawah naungan keluarga Anderson serta Merion Corp. Pria tampan itu banyak digilai oleh wanita yang ada di kota Y. Tidak hanya kota Y, tapi hampir seluruh wanita di negara Z menyukai dan menganguminya. Saat mendengar Dean menjalin hubungan dengan Lucia, semua wanita merasa kecewa dan patah hati. Dalam sekejap, Lucia menjadi pusat perhatian di kota Y semenjak hubungannya dengan Dean tersebar. Banyak yang iri dengannya, banyak juga yang kecewa dan membencinya. Bahkan banyak yang terang-terangan menunjukkan kebecian mereka di depan Lucia. Namun, diabaikan Lucia. Baginya, itu bukanlah hal yang penting untuk diurusi.Meskipun begitu, Lucia merasa sangat bahagia karena bisa menjalin hubungan dengan Dean. Walaupun Dean adalah orang yang kaku dan tidak bisa mengespresikan dengan bebas emosi dan perasaannya dan, tapi Lucia merasa dicintai oleh pria itu. Dean memang bukan tipe pria yang suka mengumbar cinta, bahkan
“Julian, apa Lucia bersamamu?” Nyonya Helia langsung bertanya ketika panggilan telponnya dijawab oleh Julian.“Ada apa, Bibi?” Julian sengaja tidak menjawab karena ingin tahu kenapa Nyonya Helia menanyakan keberadaan Lucia padanya.“Dia belum pulang sampai sekarang. Bibi khawatir dengannya.”Sore tadi, setelah selesai membereskan apartemennya, Lucia berpamitan padanya ingin mengantar Julian kembali ke hotel, tapi hingga pukul 10 malam lewat, putrinya itu belum juga kembali. Pesannya pun belum dibalas hingga saat ini, dan itu membuatnya cemas. Itu sebabnya dia menghubungi Julian untuk menanyakan keberadaan putrinya.“Lucia, ada bersamaku. Bibi jangan khawatir. Lucia akan pulang setelah ini.”Nyonya Helia langsung merasa lega setelah mendengar itu. Jika dia bersama dengan Julian, maka dia tidak perlu cemas lagi. Setidaknya, dia sudah tahu dengan siapa putrinya saat iniSebenarnya, Nyonya Helia bukan tipe orang tua yang suka mengekang anaknya. Dia selalu memberikan kebebasan pada anakny
"Lucia, kau membohongiku lagi.” "Aku tidak berbohong padamu," sanggah Lucia. "Aku sungguh tidak tahu kenapa Julian berada di sini."Dean memiringkan senyumannya seolah tidak percaya dengan ucapan Lucia. “Kalau begitu, kita buktikan saja.” Dean memarkiran mobil tidak jauh dari loby, tempat di mana Julia berdiri.“Kau mau ke mana?” tanya Lucia ketika melihat Dean membuka pintu mobil.“Memastikan ucapanmu.” Setelah itu, Dean turun dari mobil, disusul dengan Lucia. Keduanya berjalan menuju loby untuk menghampiri Julian.“Lucia, kau dari mana saja?” Julian langsung menghampiri Lucia ketika melihatnya semakin dekat. “Aku menghubungimu berkali-kali, tapi tidak kau angkat.” Julian mengabaikan Dean yang berdiri di samping Lucia. “Maaf, Julian. Aku belum memegang ponselku sejak tadi.” Dia justru mematikan nada ponselnya. Maka dari itu, dia tidak tahu kalau ada yang menghubunginya.“Ibumu mengira kau bersamaku. Dia menghubungiku dan menanyakan keberadaanmu.” Julian sempat melirik sesaat pada D
"Berikan aku satu alasan, kenapa aku harus menjauhi Julian?" ujar Lucia dengan berani. "Jika alasanmu bisa kuterima dan masul akal, maka aku akan menjauhinya, jika tidak, aku tidak akan melakukan apa yang kau katakan."Pria di depannya itu, selalu saja mengatakan dirinya adalah miliknya, tapi dia sendiri yang sudah membatalkan pernikahan mereka. Hanya karena mereka pernah menghabiskan satu malam bersama, bukan berarti dia berhak mengklaim dirinya sebagai miliknya. Terlebih setelah mencampakkannya dengan kejam."Karena kau asisten pribadiku. Aku tidak mau selama menjadi asisten pribadiku, kau fokus dengan yang lain."Lucia mengerutkan keningnya. Pria di depannya itu, semenjak kapan menjadi bodoh? Asisten pribadi adalah pekerjaan, dan pertemanan adalah masalah pribadi. Keduanya tidak bisa dicampuradukkan. Lagi pula, tetap dekat dengan Julian, tidak akan memperngaruhi pekerjaannya."Dean, alasanmu tidak bisa kuterima." Usai mengatakan itu, Lucia pergi ke walk in closet untuk mempersiapka
"Tunggu, Nona Rebecca." Jossy berlari ke arah Rebecca yang sudah hampir mencapai pintu."Jossy, kau berani melarangku?" tanya Rebecca setelah berhasil dihentikan oleh Jossy. "Tidak takut Dean memecatmu?"Sekretaris Dean itu nampak bimbang. Bagaimanapun, di dalam ada Lucia, jika Rebecca tahu apa dia tidak akan marah? "Bukan seperti itu, Nona, tapi Tuan Dean sedang tidak ada di dalam."“Aku tahu.” Rebecca menampilkan wajah kesal karena terus dihalangi sekretaris Dean. "Jangan menghalangiku. Aku hanya ingin menunggunya di dalam.”Belum sempat sekretaris Dean menghentikan Rebecca, pintu ruang Dean sudah dibuka olehnya. Rebecca nampak terkejut ketika melihat ada Lucia di dalam ruangan Dean. Pantas saja Jossy melarangnya masuk, ternyata ada mantan Dean di dalam ruangannya.“Kenapa dia ada di sini?” Rebecca bertanya pada Jossy seraya menunjuk Lucia yang nampak duduk di sofa dengan wajah tidak kalah terkejut. Sepertinya, dia juga tidak menyangka kalau Rebecca akan datang ke kantor Dean. Padah