Amanda menatap wajah sang suami seraya terkekeh. “Itu PR kita lah, Mas.”Haikal menghela napas sambil geleng-geleng kepala. Dia lalu mendekatkan wajahnya ke telinga sang istri dan berbisik di sana.“Biarkan Pasya merenung dulu, Manda. Biar dia sembuhkan dulu lukanya.”Tawa Amanda seketika terhenti mendengar penuturan suaminya. Dia lalu menatap lekat wajah suaminya.“Iya, betul. Aku juga dulu merasakan luka yang sama seperti yang anakku rasakan saat ini. Dikhianati oleh orang yang aku cintai. Sakit memang rasanya, Mas. Apa ini sebuah karma?” ucap Amanda, yang membuat Haikal sontak terpaku di tempatnya.Sementara itu di dalam kamar, Pasya sedang menerima telepon dari Niko.“Halo, Nik. Bagaimana dengan calon pembeli mobil saya?” sapa Pasya.“Halo, Pak. Kami sudah ketemu dengan Bu Irene. Kata Bu Irene, dia yang akan membeli mobil Bapak. Dia ingin selalu mengenang tentang diri Bapak, begitu katanya. Jadi kami batal melihat mobil itu. Lalu Bu Irene bilang, akan mentransfer uangnya ke rekeni
Tiga bulan kemudian.“Sya, antar Mama dong ke rumah teman Mama. Kamu sedang nggak sibuk kan?” pinta Amanda di Sabtu pagi.“Ya sudah, aku antar sampai depan rumahnya saja ya, Ma,” sahut Pasya kalem.Amanda berdecak sebal mendengar ucapan anaknya. Wajahnya yang semula ceria kini berubah sendu.“Ck, masak sampai di depan rumahnya saja sih, Sya. Memangnya kamu sopir taksi, yang selesai mengantar langsung pergi. Kamu ini anak Mama lho, Sya. Harusnya menjaga Mama di saat papa kamu sedang nggak ada di rumah,” ucap Amanda mulai merajuk. Wajahnya langsung ditekuk, dan bibirnya pun cemberut“Memangnya papa ke mana, Ma? Tumben amat Mama nggak ikutan pergi. Biasanya ke mana papa pergi, di situ selalu ada Mama,” sahut Pasya dengan senyum yang dikulum.“Papa sudah jalan duluan tadi, Sya. Papa juga yang suruh Mama datang dengan diantar kamu. Nanti pulangnya barulah Mama bersama Papa. Ayolah, antar Mama! Kalau kamu nggak mau, nanti papa bisa marah lho soalnya istrinya nggak datang ke sana,” jelas Ama
Amanda akhirnya masuk ke dalam rumah pasangan Ridwan dan Winda dengan langkah gontai. Dia sudah siap malu andaikan Ridwan dan Winda menanyakan Pasya. Sebelumnya, antara Haikal dan Ridwan memang sudah ada omongan untuk memperkenalkan anak mereka. Sehingga, kini Amanda merasa malu kala Pasya melarikan diri.“Lho, kok kamu datang sendiri? Pasya mana? Dia nggak mau mengantar kamu?” cecar Haikal dengan tatapan menyelidik.“Eh, anu...si Pasya tadi sudah mengantar aku kemari sih, Mas. Cuma tadi dia ada telepon dari asistennya. Katanya ada perlu penting mengenai pekerjaan,” sahut Amanda berbohong.Kening Haikal berkerut. Dia menatap istrinya yang terlihat agak gugup. Dia tahu kalau saat ini Amanda sedang berbohong. Tapi, dia tak mau mengorek keterangan lebih lanjut di depan Ridwan dan Winda. Biarlah nanti di rumah, dia akan bertanya lebih lanjut pada sang istri.“Wah, nggak jadi kenalan dong. Ya sudah, nggak apa lain kali kan bisa. Sekarang dicoba dulu deh kue buatanku ini, Manda, Haikal,” uc
Pasya melongo ketika mendapati bahwa dokter gigi yang akan memeriksanya, adalah Saskia. Seorang wanita yang mengungkap perselingkuhan Irene.“Wah, saya nggak sangka kalau kamu ternyata seorang dokter gigi, Saskia.” Pasya berkata sambil tersenyum dan menyalami Saskia.Saskia tertawa semringah, menampilkan deretan giginya yang rapi serta putih dan bersih. Membuat Pasya seketika jadi terpana.‘Baru kali ini melihat dia tersenyum, dan ternyata senyumnya manis juga. Giginya juga tersusun rapi dan putih. Dasar dokter gigi,’ ucap Pasya dalam hati.“Apa keluhan yang Pak Pasya rasakan?” tanya Saskia yang kini tampak serius, dan siap menjalankan tugasnya sebagai dokter gigi.“Gigi saya yang sebelah kanan paling ujung sakit banget, Saskia. Eh, maaf, salah sebut. Dokter Saskia maksudnya,” sahut Pasya sambil meringis menahan sakit di giginya.“Bapak ke kursi itu dulu, ya. Saya mau memeriksa gigi Pak Pasya dan sekitarnya,” ucap Saskia lembut.Pasya mengangguk. Dia lalu melangkah ke arah kursi, yang
Haikal masuk ke dalam kamarnya dan menatap sang istri sedang mengoleskan krim malam di wajah. Dia tersenyum melihat wajah istrinya yang masih tampak cantik, meski usianya sudah tak muda lagi.“Manda.”“Hm.”“Aku kayaknya sudah mantap dengan anaknya Ridwan. Naluriku sebagai orang tua mengatakan, kalau anaknya Ridwan cocok mendampingi Pasya. Terbukti kan kalau naluriku ini benar. Dulu saat Pasya mengenalkan Irene pada kita, aku kurang sreg. Entah, kayaknya aku nggak yakin saja sama si Irene. Akhirnya terbukti kan kalau dia bukan seorang istri yang baik. Nah, sekarang pun begitu. Saat kita di rumahnya Ridwan tempo hari, anaknya itu begitu santun juga ramah dan itu nggak dibuat-buat. Menurut kamu bagaimana kalau kita jodohkan saja deh langsung Pasya sama anaknya Ridwan, ya? Jadi langsung saja kita ajak Pasya ke rumahnya, tanpa pura-pura diajak silaturahmi segala kayak tempo hari,” ucap Haikal ketika sudah duduk di tepi tempat tidur.“Tapi, kayaknya aku ngomong dulu deh sama Pasya, Mas. Ja
“Kalian sudah saling mengenal rupanya?” tanya Haikal dengan tatapan pada Pasya dan Saskia secara bergantian.“Iya, Pa. Kebetulan Saskia ini dokter gigi yang mencabut gigi aku beberapa waktu yang lalu. Dia juga yang memberitahu aku...” Pasya sontak menggantung kalimatnya ketika tiba-tiba dia menyadari kalau akan keceplosan bicara.Haikal serta yang lainnya dengan seksama menunggu kelanjutan kalimat yang baru saja digantung oleh Pasya. Namun setelah sekian detik menunggu dan tak ada lagi kelanjutannya, keempat orang tua paruh baya itu lantas gelisah. Mereka merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh anak-anak mereka itu.“Pasya, kenapa nggak dilanjutkan kalimatnya? Apa yang diberitahu oleh Kia?” tanya Ridwan dengan tatapan penuh selidik pada Pasya.“Iya, lanjutkan kalimat yang kamu gantung tadi, Sya. Kamu jangan bikin kita di sini pada penasaran dong,” timpal Haikal, yang diangguki oleh Amanda.Pasya menghela napas panjang. Dia lalu menatap Saskia yang kini hanya bisa mengangkat kedua b
Winda yang sempat mendengar gumaman anaknya, lantas buka suara.“Mau saja, Kia.” Winda berkata sambil mengulum senyuman dan mengedipkan sebelah matanya.“Mama semangat sekali. Padahal yang dikirimi pesan aku, tapi Mama yang heboh,” ucap Saskia dengan tawanya.“Namanya juga orang tua, Kia. Waktu kamu menangis dan mengadu pada Mama kalau Raka berselingkuh, Mama ikutan sakit hati. Bahkan mungkin hati Mama lebih sakit dari kamu. Makanya Mama memaksa kamu untuk kasih tahu siapa selingkuhannya si Raka itu. Mama mau datangi perempuan itu. Tapi, kamu melarang. Kamu lebih memilih cara kamu sendiri untuk membalas sakit hati kamu. Begitu yang kamu bilang saat itu. Jadi Mama menurut saja, yang penting hati kamu bisa tenang,” sahut Winda. Dia mengusap lembut pipi mulus Saskia seraya berkata, “Mama nggak menyangka, kalau kamu berhasil membalas sakit hati kamu pada perempuan itu. Jujur saja, cara kamu itu elegan sekali, Kia. Kamu nggak perlu marah-marah pada perempuan itu. Tapi, pada akhirnya peremp
Seorang pria tampan bertubuh tinggi tegap baru saja keluar kantor, dan kini sedang melangkah ke area parkiran mobil. Waktu baru menunjukkan pukul lima sore, namun karena mendung yang kini menghiasi langit, membuat suasana terasa lebih gelap. Pria itu berlari kecil menuju mobilnya karena gerimis mulai membasahi bumi.Tepat ketika pria itu tiba di sisi mobilnya, tiba-tiba dua orang pria bertubuh kekar menghampirinya.“Sebaiknya Anda tinggalkan dulu mobil Anda di sini. Kami ada perlu penting, dan silakan masuk ke dalam mobil yang sudah tersedia!” ucap salah seorang pria bertubuh kekar itu.“Hei, kalian ini siapa? Kenapa datang-datang langsung main perintah begitu saja sih?” sentak pria muda itu dengan tatapan tajam ke arah dua pria kekar, yang sekarang justru mengapit dirinya.“Sudah jangan banyak tanya. Sekarang ikuti saja perintah kami kalau Anda mau selamat,” sahut salah satu pria kekar itu.“Ya nggak bisa begini juga dong. Masak kenal juga nggak, tiba-tiba mau bawa saya ke mobil itu