Malam kian larut. Hawa dingin semakin mendera kamar pasangan Pasya dan Irene. Namun, di kamar itu hanya ada Irene seorang. Sedangkan Pasya masih berada di ruang kerjanya. Semenjak tadi sore, Pasya memang mengacuhkan istrinya. Pasya sengaja ingin menghukum Irene dengan menyerang batinnya terlebih dulu, sebelum hantaman lebih besar dia berikan pada wanita itu. hal itu membuat Irene merasa serba salah di rumahnya sendiri.“Mas Pasya ngapain saja sih di ruang kerjanya? Sampai selarut ini masih betah di sana. Apa dia nggak rindu padaku? Tapi, memang semenjak pulang dari kantor, dia acuh tak acuh padaku. Padahal beberapa hari nggak ketemu. Atau...ada cewek lain yang menggoda dia?” gumam Irene seorang diri. Dia sepertinya belum sadar juga kalau Pasya tengah marah padanya.“Aku harus menyusul ke ruang kerjanya sekarang. Jangan-jangan di sana dia sedang menelepon seseorang, makanya betah berjam-jam di sana,” gumamnya lagi. Dia lantas melangkah keluar kamar menuju ruang kerja suaminya.Irene me
Indra datang tepat setelah Pasya selesai menelepon ayah mertuanya. Rencana Pasya, dia akan mendatangi rumah mertuanya setelah selesai berdiskusi dengan Indra. Pasya akan mengatakan pada ayah mertua perihal rencananya yang akan menceraikan Irene. Segala sesuatu yang dimulai dengan baik-baik, maka harus diakhiri dengan baik-baik pula. Dia ingin berpisah dengan Irene secara baik-baik tanpa adanya keributan, hingga bisa menjadi konsumsi publik. Begitu menurut pemikiran pria itu.“Selamat siang, Pak Pasya. Semoga kedatangan saya tepat waktu, dan tak mengganggu,” ucap Indra ketika dilihatnya Pasya mengakhiri pembicaraan di telepon, dan meletakkan ponselnya di atas meja.“Oh, sama sekali nggak mengganggu kok, Pak. Itu tadi saya baru selesai menelepon ayah mertua saya. Silakan duduk!” sahut Pasya ramah.Indra tersenyum dan mengangguk. Dia lantas duduk di kursi di depan Pasya yang dibatasi oleh sebuah meja.“Begini, Pak. Saya minta Pak Indra datang kemari agar Bapak mengurus perceraian saya,”
Pasya lalu melanjutkan langkahnya menaiki anak tangga. Dia tak menghiraukan lagi panggilan Irene. Dia hanya ingin mandi, lalu istirahat. Kebetulan tadi setelah dari rumah mertuanya, Pasya menerima telepon dari Indra. Dia lalu membuat pertemuan dengan Indra di sebuah restoran, dan makan malam bersama di sana. Indra melaporkan padanya, bahwa sidang gugatan cerainya yang pertama akan dilangsungkan minggu depan.“Sayang, maafkan aku. Semua itu nggak ada artinya. Aku nggak sadar melakukan itu. Saat itu aku sedang mabuk. Pasti ada yang sengaja membuat aku mabuk, dan merekam kejadian itu. Pasti ada yang nggak suka dengan kebahagiaan kita, makanya merekam itu semua dan mengirimkannya padamu. Kamu dapat video itu dari mana? Kita tanyakan padanya, siapa yang menyuruh,” ujar Irene memelas.Pasya menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah sang istri dengan tatapan tajam. Dia geram mendengar Irene yang masih berusaha berkelit. Padahal bukti sudah cukup jelas kalau istrinya itu berselingkuh.“Sud
Irene melangkah masuk ke gedung pengadilan agama sambil mencengkeram erat tas tangannya. Tangan dan kakinya terasa dingin. Hanya wajahnya saja yang masih tampak seperti biasa, karena polesan make up yang dapat menutupi wajah pucat dan rona hitam di bawah kantung matanya. Semenjak gugatan cerai yang diajukan Pasya, Irene memang kesulitan tidur karena memikirkan nasib dirinya nanti. Dia sepertinya belum siap melepas kemewahan selama menyandang status Nyonya Pasya Prayuda. Masih teringat di pikirannya, pertemuannya kembali dengan Raka-mantan cinta pertamanya. Sebuah pertemuan yang membuatnya terjebak dalam pusaran perselingkuhan selama enam bulan terakhir. Raka merayu dan mengisi kekosongan, di kala Pasya sibuk dengan bisnis keluarga yang semakin maju pesat. Membuat Irene lupa dan merusak pagar ayu yang harusnya dia jaga dengan baik. Dia telah menginjak-injak harga diri Pasya, dengan banyak berbohong dan berkhianat pada pria itu. Seorang pria yang begitu mencintai dan mempercayainya, kin
Amanda menatap wajah sang suami seraya terkekeh. “Itu PR kita lah, Mas.”Haikal menghela napas sambil geleng-geleng kepala. Dia lalu mendekatkan wajahnya ke telinga sang istri dan berbisik di sana.“Biarkan Pasya merenung dulu, Manda. Biar dia sembuhkan dulu lukanya.”Tawa Amanda seketika terhenti mendengar penuturan suaminya. Dia lalu menatap lekat wajah suaminya.“Iya, betul. Aku juga dulu merasakan luka yang sama seperti yang anakku rasakan saat ini. Dikhianati oleh orang yang aku cintai. Sakit memang rasanya, Mas. Apa ini sebuah karma?” ucap Amanda, yang membuat Haikal sontak terpaku di tempatnya.Sementara itu di dalam kamar, Pasya sedang menerima telepon dari Niko.“Halo, Nik. Bagaimana dengan calon pembeli mobil saya?” sapa Pasya.“Halo, Pak. Kami sudah ketemu dengan Bu Irene. Kata Bu Irene, dia yang akan membeli mobil Bapak. Dia ingin selalu mengenang tentang diri Bapak, begitu katanya. Jadi kami batal melihat mobil itu. Lalu Bu Irene bilang, akan mentransfer uangnya ke rekeni
Tiga bulan kemudian.“Sya, antar Mama dong ke rumah teman Mama. Kamu sedang nggak sibuk kan?” pinta Amanda di Sabtu pagi.“Ya sudah, aku antar sampai depan rumahnya saja ya, Ma,” sahut Pasya kalem.Amanda berdecak sebal mendengar ucapan anaknya. Wajahnya yang semula ceria kini berubah sendu.“Ck, masak sampai di depan rumahnya saja sih, Sya. Memangnya kamu sopir taksi, yang selesai mengantar langsung pergi. Kamu ini anak Mama lho, Sya. Harusnya menjaga Mama di saat papa kamu sedang nggak ada di rumah,” ucap Amanda mulai merajuk. Wajahnya langsung ditekuk, dan bibirnya pun cemberut“Memangnya papa ke mana, Ma? Tumben amat Mama nggak ikutan pergi. Biasanya ke mana papa pergi, di situ selalu ada Mama,” sahut Pasya dengan senyum yang dikulum.“Papa sudah jalan duluan tadi, Sya. Papa juga yang suruh Mama datang dengan diantar kamu. Nanti pulangnya barulah Mama bersama Papa. Ayolah, antar Mama! Kalau kamu nggak mau, nanti papa bisa marah lho soalnya istrinya nggak datang ke sana,” jelas Ama
Amanda akhirnya masuk ke dalam rumah pasangan Ridwan dan Winda dengan langkah gontai. Dia sudah siap malu andaikan Ridwan dan Winda menanyakan Pasya. Sebelumnya, antara Haikal dan Ridwan memang sudah ada omongan untuk memperkenalkan anak mereka. Sehingga, kini Amanda merasa malu kala Pasya melarikan diri.“Lho, kok kamu datang sendiri? Pasya mana? Dia nggak mau mengantar kamu?” cecar Haikal dengan tatapan menyelidik.“Eh, anu...si Pasya tadi sudah mengantar aku kemari sih, Mas. Cuma tadi dia ada telepon dari asistennya. Katanya ada perlu penting mengenai pekerjaan,” sahut Amanda berbohong.Kening Haikal berkerut. Dia menatap istrinya yang terlihat agak gugup. Dia tahu kalau saat ini Amanda sedang berbohong. Tapi, dia tak mau mengorek keterangan lebih lanjut di depan Ridwan dan Winda. Biarlah nanti di rumah, dia akan bertanya lebih lanjut pada sang istri.“Wah, nggak jadi kenalan dong. Ya sudah, nggak apa lain kali kan bisa. Sekarang dicoba dulu deh kue buatanku ini, Manda, Haikal,” uc
Pasya melongo ketika mendapati bahwa dokter gigi yang akan memeriksanya, adalah Saskia. Seorang wanita yang mengungkap perselingkuhan Irene.“Wah, saya nggak sangka kalau kamu ternyata seorang dokter gigi, Saskia.” Pasya berkata sambil tersenyum dan menyalami Saskia.Saskia tertawa semringah, menampilkan deretan giginya yang rapi serta putih dan bersih. Membuat Pasya seketika jadi terpana.‘Baru kali ini melihat dia tersenyum, dan ternyata senyumnya manis juga. Giginya juga tersusun rapi dan putih. Dasar dokter gigi,’ ucap Pasya dalam hati.“Apa keluhan yang Pak Pasya rasakan?” tanya Saskia yang kini tampak serius, dan siap menjalankan tugasnya sebagai dokter gigi.“Gigi saya yang sebelah kanan paling ujung sakit banget, Saskia. Eh, maaf, salah sebut. Dokter Saskia maksudnya,” sahut Pasya sambil meringis menahan sakit di giginya.“Bapak ke kursi itu dulu, ya. Saya mau memeriksa gigi Pak Pasya dan sekitarnya,” ucap Saskia lembut.Pasya mengangguk. Dia lalu melangkah ke arah kursi, yang