"Ra, kamu duduk dulu. Aku bisa jelaskan." "Okey, jelaskan sekarang juga semuanya! Dan jangan sampai ada yang terlewat sedikit pun." Zahra menatap Erlangga dengan masih menahan amarahnya memberikan kesempatan untuk berlangga menjelaskan. Erlangga menarik nafas dalam-dalam. Bingung, tentu saja Erlangga sangat bingung. Erlangga takut hubungannya yang baru saja membaik dengan Zahra akan kembali renggang jika dirinya mengatakan yang sebenarnya. Namun, Erlangga juga takut jika dirinya tak jujur dan Zahra akan lebih membencinya jika mengetahui kebenarannya dari orang lain. "Sekarang, Kak!" sentak Zahra dengan mata yang sudah berembun karena tidak menyangka jika Erlangga tega melakukan hal sekeji itu. "Ra, aku ...." "Kakak yang sudah membuat perusahaan Kak Andi bangkrut dengan sengaja. Kakak juga menjadikan Pak Daus kambing hitam dari apa yang Kakak lakukan, begitu bukan?" Zahra kembali meneteskan air matanya sungguh merasa hidupnya begitu sulit karena baru saja mereka berbaikan tetapi ha
Kehidupan Zahra dengan Andi kembali seperti biasa. Zahra memutuskan untuk tidak memberitahukan kepada Andi apa yang dilakukan Erlangga padanya. Biarlah semua itu Zahra kubur dan akan menjadi rahasianya bersama Erlangga. Bukan tanpa alasan, Zahra tak ingin terjadi kesalah pahaman antara dirinya dengan Andi. "Ra, kamu itu kenapa sih? Bengooong terus. Padahal biasanya orang mau menikah itu selalu bahagia, sering ketawa, bahkan senyum-senyum sendiri," tegur sang ibu pada putrinya yang sering sekali bengong.Zahra menoleh pada Aisyah. "Ibu ini, masa Zahra ketawa sendiri, begitu?""Ya enggak gitu juga, Ra. Ya kamu kok penuh terus, ibu kan jadi bingung sebenarnya kamu itu mau atau tidak menikah dengan Andi." Aisyah membalikkan tubuh Zahra agar menghadap nya. "Ra, pernikahan itu hal yang sakral dan tidak bisa dibawa main-main. Jika kamu memang tidak bisa-" "Zahra mau menikah dengan Kak Andi kok, Bu. Ibu tidak usah khawatir Zahra baik-baik saja," ujar Zahra selalu menepis tebakan ibunya. Ai
Erlangga menatap wajah Zahra yang tengah tersenyum manis padanya. Mengusap lembut juga terus menatap foto itu dengan dalam. Foto itu di ambilnya saat Erlangga dengan sengaja meminta Zahra berpose memberikan senyuman karena Erlangga ingin memotretnya. "Satu, dua, tiga." Cekreek! "Perfect," ucap Erlangga dengan tersenyum lalu mengecup foto itu. "Kak, kenapa di kecupin terus fotonya?" "Pengennya orangnya sih, tapi kamu pasti nggak mau kan?" "Janganlah, Kak. Kita belum muhrim." Zahra mengerucutkan bibirnya. "Jangan cemberut, nanti malah beneran ku cium." Erlangga mencuil hidung Zahra. "Iiissst, Kak. Jangan lakukan itu lagi, aku gak suka." "Terus aku harus gimana, Hem? Nyium enggak boleh, nyuil enggak boleh, apa aku harus langsung menerkam mu?" "Huwaaa." Zahra berlari saat Erlangga berusaha mengejarnya dengan tertawa bersuka cita.Mereka begitu bahagia walau Erlangga seorang preman, mereka tak pernah melakukan hal-hal yang belum di perbolehkan sebelum mereka menjadi muhrim. Erlan
Andi meminta Erlangga mendampinginya hingga di depan penghulu. Zahra begitu terkejut karena ternyata Erlangga kini berada di samping Andi. Dan akan menyaksikan pernikahannya dengan Andi. 'Kak Erlangga?' gumamnya dengan mata yang berembun. 'Kenapa Kak Erlangga harus datang?' Zahra meremas dadanya dan memejamkan matanya. Zahra mengingat kembali ucapan Erlangga saat di Bandung. Di mana hari itu Erlangga mengatakan jika dirinya masih sangat mencintai Zahra. Akan tetapi, dia akan rela melihat Zahra bahagia dengan Andi. Seketika air mata Zahra menetes walau sudah berusaha untuk dibendungnya. Zahra segera memalingkan wajah agar sang ibu yang kini mengapitnya melihatnya menangis. Hati Zahra begitu sesak melihat pria yang dicintai juga mungkin mencintainya tengah duduk menunggunya datang. Mirisnya, pria yang kini duduk menunggunya itu bukan menunggu karena akan menikah dengan Zahra melainkan menjadi saksi dari pernikahan sang pujaan hati. 'Kak, kumohon pergilah!' batin Zahra terus berteria
"Menikahlah dengan Zahra, Pak Er. Anda dan Zahra saling mencintai bukan?" "Pak Andi." Erlangga menggelengkan kepalanya tak percaya. "Tidak Pak Andi. Saya ikhlas melepas Zahra. Aku yakin Pak Andi bisa membahagiakannya." Andi beranjak dan menghampiri Zahra lalu menariknya untuk duduk di samping Erlangga. "Pak penghulu, bisakah Bapak menikahkan mereka sekarang?" "Nak Andi, tolong jangan gegabah mengambil keputusan." Malik menatap Andi dengan sendu."Tidak, Ayah. Aku yakin ini yang terbaik. Aku tidak ingin menyesal menjadi orang jahat yang menjadi penghalang hubungan mereka, Ayah. Mereka saling mencintai bukan?" Malik akhirnya mengeluarkan air matanya yang sudah tidak bisa ditahan. Bagaimana pun dirinya paling merasa menyesal karena keegoisannya yang membuat Zahra dan Erlangga harus berpisah. Dan kini Andi pun harus tersakiti karena ternyata cinta Erlangga dan Zahra yang begitu kuat. "Maafkan Ayah, Nak Andi. Maafkan Ayah. Ini semua salah Ayah." Malik terisak menyadari kesalahannya di
Suasana kembali haru karena kini kedua mempelai begitu terlihat bahagia. Andi duduk di samping Erlangga seperti halnya tadi Erlangga duduk di samping Andi. Bedanya kini pengantin wanitanya begitu terlihat bahagia. Tak ada yang tahu bagaimana perasaan Anda saat ini. Akan tetapi, Andi begitu pintar menyembunyikan perasaannya. "Beda ya raut wajahnya. Kini berseri, enggak kaya tadi," ujar Andi saat Zahra duduk di samping Erlangga. "Aku bercanda, Ra, he he. Berbahagia lah, aku yang akan menjadi saksi pernikahan kalian." Santosa izin untuk tidak hadir dalam acara itu. Andi pun tidak ingin memaksa sang ayah karena tentu saja itu rasanya sakit. Melihat sang putra tak jadi menjadi sang pengantin pria. Dan mantannya itu. Ya, mantan. Zahra kini sudah menjadi mantan tunangan Andi. Andi hanya meminta pada ayahnya untuk tidak banyak berpikir tentang dirinya. Andi sudah benar-benar ikhlas dan bahkan akan merasa sangat bersalah jika dirinya menikah dengan wanita yang dicintai oleh orang lain dan m
"Er, astaghfirullah ... kenapa kamu menikah dengan tiba-tiba seperti ini?" Yudistira segera menghampiri Erlangga setelah saat memasuki gedung itu. "Kamu tidak melakukan kesalahan kan, Er?" Malik menatap Yudistira dengan masih menyisakan penyesalan. Menyesal karena pernah menolak Erlangga dan bahkan memakinya. Padahal Erlangga adalah putra dari sahabatnya yang terkenal baik hati juga dermawan seperti Yudistira. "Lik, apa yang terjadi? Mengapa anak kita menikah dadakan? Bukankah-" "Pah, Papah lagi sakit. Dudukla dulu, nanti Er jelaskan dengan detailnya. Sekarang Papa duduk dulu yang tenang untuk menyapa tamu. Tapi kalau Papa cape, mungkin sebaiknya Papah istirahat." Malik begitu tak percaya dengan Erlangga yang dulu dimakinya karena di anggapnya hanya seorang preman tak punya masa depan bisa berbicara yang baik-baik. Nyatanya, Erlangga begitu lembut dan perhatian pada papanya. Malik kembali menyadari kesalahannya yang hanya menilai orang dari penampilannya. Malik serasa di tampar b
Erlangga dan Zahra pun menunaikan sholat isya di lanjutkan dengan sholat sunnah. Walau pun Erlangga bukan pria yang sholehah, tapi untuk adab ketika akan melaksanakan ibadah suami istri Erlangga pun sudah mempelajarinya dari sang guru agama yang pernah dulu didatanginya. Erlangga dan Zahra memohon ampun atas segala dosa-dosa yang telah mereka lakukan, lalu memanjatkan berbagai doa untuk kemaslahatan dalam rumah tangganya. Mereka juga berdoa agar mereka bisa menjadi suami istri yang bisa saling melengkapi satu sama lain. Terakhir, mereka pun meminta pada sang pemilik hati agar cinta mereka tetap terjaga dalam balutan cinta karena Allah. Erlangga pun menyimpan tangannya di ubun-ubun Zahra dan memberikannya doa. Sampai akhirnya mereka pun saling tatap. Erlangga mengangkat dagu Zahra. "Ingat, ya! Malam ini kamu dapat hukuman dariku," ucapnya dengan mengedipkan mata genit pada sang istri. Zahra kali ini tidak terkejut karena sudah mengerti arti ucapan dari suaminya. Zahra justru malah t