Leon tersenyum sendiri melihat layar ponselnya. Seperti anak remaja yang sedang jatuh cinta, dia terus tersenyum sambil menatap foto propil whatshap milik Naura. Dia melihat jika pesan yang dia kirim telah di baca, akan tetapi san istri sama sekali tidak ada niat untuk membalas pesan itu. "Walaupun aku tidak bisa mendapatkanmu, tapi aku bisa memiliki putrimu. Maaf karena aku bersikap terlalu keras kepadanya. Aku janji akan memperbaiki sikapku," batin Leon beralih menatap foto Shella yang ada di meja kerjanya. "Tuan!" Tiba-tiba Arga main nyelonong masuk, sehinga Leon refleks meletakkan ponselnya (Tapi lupa mematikan layar) "Ehm! Ternyata duda jika jatuh cinta melebihi anak ingusan," Batin Arga melihat layar ponsel Leon yang masih menyala. Melihat tatapan asistennya itu, Leon langsung tersadar. Dia mengambil ponsel itu lalu memasukkannya ke saku celana. "Aku hanya ingin bertanya bagaimana keadaannya" jelas Leon tanpa menatap sekertarisnya itu. "Memangnya saya bertanya, Tu
Arghhh... sakit, Tante!" teriak seorang gadis ketika sebuah rotan meluncur mulus di kulitnya."Sakit? Ternyata kau tau sakit juga? Ha!" pekik wanita itu, sambil menarik rambut Naura tanpa rasa kasihan sedikit pun."Ampun! Naura minta maaf, Tante. Naura minta maaf," ucap Naura, gadis malang yang selalu mendapat siksaan dari keluarga sang paman."Sudah, Ma! Pukul saja dia. Dia yang merayuku, tapi dia malah menuduhku!” sentak Rico, sepupu Naura. “Dia kira aku ini pria apaan? Kalau aku mau, aku bisa mendapatkan gadis yang lebih cantik darinya!" tambahnya, sambil tersenyum sinis melihat Naura disiksa oleh sang mama.Sebenarnya, Rico sangat mengagumi kecantikan Naura. Namun, dia merasa gengsi untuk mengakuinya. Itulah sebabnya dia selalu merayu Naura secara diam-diam, bahkan sering mencoba melecehkan gadis itu, walaupun dia selalu gagal."Katakan! Apa kau ingin menuduh putraku lagi?" Rita menatap geram gadis itu. Tentu saja dia lebih percaya kepada putranya dibandingkan dengan Naura. Walaup
Bersihkan dirimu, lalu pakai kebaya ini. Sebentar lagi ada orang yang akan mendandanimu!"Naura mengerjapkan mata bingung saat Rita tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya sambil membawa sepasang kebaya dan melemparkannya pada Naura. Gadis yang baru saja bangun itu terlihat bingung. "Memangnya ada acara apa, Tante?" "Apa kau lupa kalau papamu meninggalkan hutang yang sangat banyak? Bahkan kami juga harus mengeluarkan banyak uang untuk membesarkanmu sampai saat ini. Jadi, anggap saja kau harus membayarnya dengan cara ini," gerutu Rita panjang lebar, sama sekali tidak menjawab pertanyaan Naura. “Aku tidak meng—”"Kau harus menikah!” sela Rita tampak kesal. “Kau harus menikah untuk melunasi semua hutang papamu dan juga membayar semua biaya yang kami keluarkan untukmu!” “Me-menikah? Apa maksud—” “Lebih tepatnya kau hanya akan dijadikan sebagai pemuas ranjang!” kata Rita sambil melipat kedua tangannya di dada. Ia tersenyum sinis pada keponakannya itu. “Jadi jangan terlalu berharap!”"Kalian
"Mommy mau kan berfoto denganku dan juga daddy? Sama seperti teman-teman Ray yang lainnya. Mereka memiliki foto keluarga, ada mommy dan juga daddy mereka. Bahkan ada juga bersama kakak atau adik mereka. Sedangkan Raygan," ucap Raygan sedih sambil menatap foto-foto yang terpajang di dinding kamarnya. Foto yang memperlihatkan kebahagiaannya bersama sang daddy, walaupun tidak ada sosok mommy di samping mereka. "Ray! Apa tugas sekolahmu sudah selesai?" tanya Leon mengalihkan pembicaraan. "Baiklah! kita akan berfoto bersama. Mommy, Ray dan juga daddy," ucap Naura tersenyum manis sambil memgusap lembut wajah Raygan. "Benarkah mom?" tanya Raygan penuh semangat. Bocah itu tidak menyangka jika akhirnya keinginannya selama ini akhirnya terkabul juga. Dimana dia akan memiliki foto keluarga yang lengkap, sama seperti teman-temannya. "Benar sayang," ucap Naura tersenyum hangat. "Bisakah kita bicara sebentar?" tanya Leon menatap istrinya itu dengan tatapan datar. "Em!" Naura hanya mengangguk p
Seorang pria sedang sibuk memeriksa dokumen yang ada di tangannya. Dia membuka lembaran dokumen itu satu persatu, tidak lupa dia membaca setiap tulisan di dokumen itu dengan teliti sambil sesekali mengusap wajahnya kasar. Terlihat dengan jelas jika sorot matanya memancarkan kemarahan yang sangat besar. "Apa kau sudah yakin jika informasi ini benar?" tanya Leon menatap Arga sang asisten dengan tatapan datar."Sudah, Tuan! Saya sendiri yang mencari informasi itu, jadi tidak mungkin salah," ucap Arga dengan penuh keyakinan."Baiklah! aku percaya kepadamu. Posisi sekertarisku masih kosong bukan?""Ia, Tuan! tapi sudah ada tiga berkas yang masuk untuk melamar di posisi itu. Bahkan besok mereka sudah di hubungi untuk melakukan interview.""Batalkan saja! aku sudah menemukan orang yang tepat untuk menduduki posisi itu," ucap Leon dengan tegas."Baik, Tuan!" Arga hanya bisa mengangguk patuh mendengar perintah bosnya itu.Leon hanya tersenyum tipis sambil menatap dokumen yang ada di tangannya
Saat membuka pintu, mata Leon langsung tertuju kearah wanita yang sedang tertidur di atas sofa. Terlihat wanita itu tertidur dengan begitu lelap, sehingga membuat pria itu menjadi tidak enak untuk membangunkannya. Namun, ketika melihat wajah teduh wanita itu, tiba-tiba ingatannya langsung tertuju pada masa lalu. "Maaf! Aku minta maaf karena baru menemukannya sekarang. Aku berjanji, akan mendidiknya menjadi seperti dirimu." Leon hanya bisa menatap wajah Naura dengan tatapan yang tidak bisa di artikan. Dia terus menatap wajah wanita yang baru dia nikahi itu tanpa berani menyentuhnya. Dari posisi tidur sang istri, dia tau jika wanita itu tertidur karena menunggunya. Ntah apa tujuan Leon menikahi Naura, akan tetapi ada rahasia besar di balik pernikahan itu. Jika karena nafsu, sudah pasti dia mengambil haknya malam ini juga, tetapi dia terlihat tidak tertarik untuk melakukan hal itu. Melihat Naura yang hanya menggunakan kemeja putih miliknya, kening pria itu tiba-tiba mengerut. Padahal d
"Apa kau sudah mempelajari semua berkas yang papa berikan?" Tanya Heri menatap sang putra yang asik memainkan ponsel. "Ia, Pa! Papa tenang saja, Rico pasti bisa," Ucap Rico santai sambil terus bermain game online. Melihat kelakuan putranya itu, Heri hanya bisa membuang napasnya pelan. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain berdoa, semoga putranya itu tidak membuat malu di rapat nanti. Hingga akhirnya mereka berhenti di depan bangunan mewah yang berdiri kokoh. Rico menatap bangunan itu dengan tatapan penuh kekaguman, bagaimana tidak, bangunan itu jauh lebih besar dan juga mewah dari kantor sang papa. "Pa! Apa ini kantor milik pria tua itu?" Tanya Rico sambil terus menatap kantor Leon tanpa berkedip. "Benar! Jadi kau harus jaga sikapmu. Jangan sampai gara-gara kelakuanmu yang tidak beradap, Tuan Leon membatalkan kerja samanya dengan perusahaan kita," Ucap Heri ketus lalu melangkahkan kakinya memasuki kantor itu. Sesampainya di ruang rapat, dia melihat beberapa pengusaha penti
''Mommy!" pekik Raygan ketika melihat sang mommy berdiri di depan gerbang sekolah untuk menunggu kepulangannya. Senyuman di wajah polos bocah itu terlihat dengan jelas. Sudah lama dia memimpikan hal ini, hal yang sangat sederhana, akan tetapi sangat bermakna di hati kecilnya. "Jagoan mommy sudah pulang. Bagaimana sekolahnya? Apa menyenangkan?'' Tanya Naura sambil mengusap lembut puncak kepala Raygan. "Hari ini Raygan sangat senang. Karena akhirnya Ray bisa mengatakan kepada teman-teman Ray jika Ray juga punya mommy," ucap Raygan tersenyum penuh percaya diri. "Ray! apakah dia mommymu?" tanya Bimo, teman sekelas Raygan. "Ia! dia adalah mommyku. Aku juga punya mommy sama sepertimu," ucap Raygan mengenggam tangan Naura. Bocah itu menatap Naura dengan tatapan penuh kebahagiaan. "Tapi saya perhatikan kalian tidak mirip sama sekali. Apalagi melihat mommymu itu yang masih sangat muda. Saya rasa dia tidak mungkin mommy kandungmu, atau jangan-jangan," ucap Tania, mama Bimo tersenyum sini
Leon tersenyum sendiri melihat layar ponselnya. Seperti anak remaja yang sedang jatuh cinta, dia terus tersenyum sambil menatap foto propil whatshap milik Naura. Dia melihat jika pesan yang dia kirim telah di baca, akan tetapi san istri sama sekali tidak ada niat untuk membalas pesan itu. "Walaupun aku tidak bisa mendapatkanmu, tapi aku bisa memiliki putrimu. Maaf karena aku bersikap terlalu keras kepadanya. Aku janji akan memperbaiki sikapku," batin Leon beralih menatap foto Shella yang ada di meja kerjanya. "Tuan!" Tiba-tiba Arga main nyelonong masuk, sehinga Leon refleks meletakkan ponselnya (Tapi lupa mematikan layar) "Ehm! Ternyata duda jika jatuh cinta melebihi anak ingusan," Batin Arga melihat layar ponsel Leon yang masih menyala. Melihat tatapan asistennya itu, Leon langsung tersadar. Dia mengambil ponsel itu lalu memasukkannya ke saku celana. "Aku hanya ingin bertanya bagaimana keadaannya" jelas Leon tanpa menatap sekertarisnya itu. "Memangnya saya bertanya, Tu
Naura berjalan memasuki kediaman keluarga Debora. Dia menatap satu persatu pelayan yang menyambut kedatangannya, akan tetapi dia tidak menemukan Rita di barisan itu. "Dimana tante?" Tanya Naura kepada ketua pelayan. "Nyonya ada di kamarnya, Nyonya. Beberapa hari ini dia terus mengurung diri di kamarnya," Jelas pelayan itu. Mendengar penjelasan pelayan itu, Naura perlahan berpikir sejenak. Tidak biasa sang tante seperti itu, biasanya dia selalu ikut dalam barisan pelayan saat Naura berkunjung. "Baiklah! Aku akan menemuinya," ucap Naura kembali melangkahkan kakinya. Dia melangkahkan kakinya menuju kamar yang di tempati Rita. Kamar yang begitu sempit dan juga tidak memiliki perlengkapan tidur yang lengkap. Naura menatap pintu kamar yang tertutup dengan rapat. Melihat kamar itu, ingatan akan masa lalu yang begitu menyakitkan kembali muncul di ingatannya. Kamar yang sempit dan tidak layak itu adalah saksi penderitaan Naura selama ini. Di sana dia selalu menangis menumpahkan se
Mendengar ucapan Leon yang menyudutkan nya, Dirga hanya bisa terdiam. Dia tidak bisa berkata-kata lagi, dia sadar jika dia salah. Namun, dia juga merasa kesal akan sikap Leon yang selalu acuh tak acuh kepada Naura. "Maafkan saya, Tuan!" hanya kata-kata itu yang bisa muncul dari bibir Dirga. "Tidak masalah. Kau sudah menebus kesalahanmu," Leon tersenyum sekilas mengingat permainan panasnya dengan Naura semalam. Walaupun awalnya sang istri menolak, akan tetapi lama-lama dia juga menikmati setiap sentuhan yang Leon berikan kepadanya. "Tuan! kita ada pertemuan penting dengan salah satu klien. Apa Anda sudah siap?" tanya Arga mengalihkan pembicaraan. "Sudah!" ucap Leon melangkahkan hedak melangkahkan kakinya keluar. "Dimana Alex?" "Alex!" mendengar nama sang adik di sebut, Arga dan Dirga langsung saling lempar pandang. Tidak biasanya tuan besar mereka itu mengingat adik mereka. "Di ... Dia sedang kuliah, Tuan!" ucap Dirga sedikit gugup. Dia merasa cemas dan menduga jik
Setelah selesai melanjutkan olahraga, Leon langsung bergegas ke kamar mandi. Dia membersihkan tubuhnya sambil sesekali membayangkan olahraga panas yang telah dia laukan bersama sang istri. Sudah cukup lama dia tidak menuntaskan birahinya, sehingga dia tidak bisa mengontrol diri dan menguras habis seluruh tenaga sang istri. "Pasti dia sangat lelah," batin Leon tersenyum kecil. "Tapi dia sangat nikmat. Bahkan aku ingin lagi." Tiba-tiba pria itu berubah bucit. Padahal baru beberapa waktu lalu dia mengucapkan kata perpisahan. Apa sebenarnya yang ada dipikirannya selama ini? Setelah selesai membersihkan diri, dia bergegas keluar dengan mengunakan handuk yang melilit di pingangnya. Dia menatap ke arah Naura yang kembali tertidur karena kelelahan. "Ternyata dia sangat kelelahan. Aku sudah seperti singa lapar saja," ucap Leon terkekeh kecil sambil merapikan selimut yang menutupi tubuh naura. Tidak lupa dia sedikit mengintip untuk melihat tubuh polos istrinya itu. Tidak lupa dengan hi
"Apa?" Tanya Arga dan Alex terkejut, bahkan mereka hampir kesedak minuman mendengar ucapan Dirga. "Kenapa? Aku tidak salah. Mereka sudah menikah, jadi wajar saja mereka melakukannya," ucap Dirga tersenyum tanpa dosa. Sebenarnya Dirga tidak rela jika Naura dan Leon berpisah. Terlebih lagi mengingat wanita itu sangat menyayangi Raygan, tentu saja Dirga tidak mau jika hidup Tuan Kecilnya itu kembali seperti dulu. Dimana dia selalu merindukan kasih sayang seorang ibu. "Aku hanya ingin menebus kesalahanku. Aku secara tidak sengaja mendukung keputusan Nyonya untuk berpisah dari Tuan Leon. Jadi, aku hanya ingin memperbaiki kesalahanku saja," ucap Dirga mencoba memberikan pengertian kepada kedua adiknya itu. "Kakak tidak salah. Aku juga mendukung," ucap Alex tersenyum puas. "Malam indah yang pernah tertunda akhirnya terlaksana juga," ucap Arga tersenyum mesum. Tanpa mereka sadari, ternyata sejak tadi ada sepasang kuping yang mendengarkan pembicaraan mereka. Siapa lagi jika bu
Leon berdiri seorang diri di balkon kamarnya. Dia menatap langit yang begitu gelap sambil mengisap sebatang rokok. Wajahnya terlihat murung, seperti sedang memikirkan sesuatu. "Dad!" Suara lembut sang buah hati tiba-tiba menyadarkannya. "Ia!" Dia menatap sumber suara itu dengan tatapan yang tidak bisa di artikan. "Apa daddy dan mommy bertengkar? kenapa mommy ingin pergi?" tanya Raygan dengan mata berkaca-kaca. Leon hanya bisa terdiam membisu. Mulutnya seakan terkunci dengan rapat, sehingga dia tidak bisa mengucapkan sepatah katapun. Dia mencoba mencari alasan agar sang putra dapat mengerti. Namun, pikirannya juga sangat kacau, sehingga membuatnya tidak bisa berpikir dengan jernih. "Daddy!" Leon mencoba berbicara, akan tetapi dia tetap tidak tau apa yang harus dia katakan. "Mom! mommy mau kemana? mommy sudah janji tidak akan meninggalkan Ray, tapi ini," Raygan mencoba beralih ke Naura yang sedang membereskan barang-barangnya. Dia menatap wanita itu dengan tatapan pe
Semua yang telah berpartisipasi di dalam kejahatan Heri telah di hukum satu persatu. Mulai dari Arif yang telah memalsukan surat wasiat Tuan Besar Debora, dan juga Budi yang telah membantu dalam kecelakaan yang di alami kedua orang tua Naura. Setelah menemukan beberapa bukti, ternyata kematian mereka terjadi karena rencana Budi dan Heri. Mereka sengaja menciptakan kejadian itu seperti kecelakaan, dan menghilangkan semua bukti kejahatan mereka. Namun, sepintar-pintarnya mereka menyembunyikan kejahatan yang mereka lakukan, pasti akan terbongkar juga. Hari ini, di depan seluruh pejabat penting dan juga para pegawai penting Pt. Debora grub Naura di tetapkan sebagai direktur utama Pt. debora grub dan juga pewaris tunggal keluarga Debora. "Selamat, Nyonya!" Dirga memberikan selamat atas keberhasilan Naura merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya. "Terima kasih! ini semua karena bantuan Anda," ucap Naura tersenyum. "Selamat, Nyonya! Akhirnya Anda berhasil menyingkirkan s
"Maaf! dengan Vico Asrico Debora?" beberapa pria berbadan tegap dan mengunakan seragam dinas polisi mendekati Rico yang sedang minum di sudut bar. "Ya! saya adalah Vico Asrico Debora. Ada apa?" tanya Rico tidak mengerti. "Anda di tahan atas tuduhan penggelapan dana perusahaan Debora, dan juga pemalsuan dokumen kepemilikan perusahaan itu," ucap ketua polisi memberikan surat perintah penahanan. "Bukan hanya itu, ada juga terlibat dalam sindikat jaringan narkoba dan juga judi online. Jadi, ikut kami sekarang," ucap polisi itu kembali sambil memborgol tangan Rico. "Pemalsuan dokumen? saya tidak tau masalah itu, Pak. Itu semua pengacara itu, dia yang memalsukan surat wasiat kakek." Rico berusaha untuk membela diri. "Silakan Anda jelaskan di kantor. Sekarang ikut kami secara baik-baik, atau kami akan berbuat kasar." Melihat tatapan tajam para polisi itu, Rico langsung ketakutan. Wajahnya memucat, diikuti dengan keringat dingin yang bercucuran. Tentu saja dia tidak berani menghada
Di saat semua orang masih tertidur dengan lelap, terlihat seorang wanita paruh baya sedang sibuk berkutik di dapur. Dia meracik setiap bumbu yang hendak dia masak dengan perasaan kesal. Terlihat wajahnya begitu lelah, apalagi usianya kini yang sudah tidak muda lagi, sehingga membuat seluruh tubuhnya terasa sakit. "Lelah sekali!" dia mencoba menyeka keringat yang memenuhi keningnya. "Ternyata Anda tau lelah juga," ucap seorang wanita berdiri di depan pintu sambil memperhatikan wanita itu. "Naura!" ucap Rita melihat kedatangan keponakan sekaligus majikan barunya. "Aku mau sarapan, cepat siapkan sarapan untukku," ucap Naura melirik jam tangannya yang sudah menunjuk ke pukul enam pagi. "Sebentar! Tante akan masakkan nasi goreng untukmu," ucap Rita menunduk. Jujur tubuhnya sudah sangat lelah, akan tetapi dia tidak berani membantah sama sekali. Apalagi mendengar ancaman Naura semalam, tentu dia tidak mau mendapatkan hukuman karena tidak becus bekerja. Di saat semua pelayan masih