"Apa kau sudah mempelajari semua berkas yang papa berikan?" Tanya Heri menatap sang putra yang asik memainkan ponsel.
"Ia, Pa! Papa tenang saja, Rico pasti bisa," Ucap Rico santai sambil terus bermain game online. Melihat kelakuan putranya itu, Heri hanya bisa membuang napasnya pelan. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain berdoa, semoga putranya itu tidak membuat malu di rapat nanti. Hingga akhirnya mereka berhenti di depan bangunan mewah yang berdiri kokoh. Rico menatap bangunan itu dengan tatapan penuh kekaguman, bagaimana tidak, bangunan itu jauh lebih besar dan juga mewah dari kantor sang papa. "Pa! Apa ini kantor milik pria tua itu?" Tanya Rico sambil terus menatap kantor Leon tanpa berkedip. "Benar! Jadi kau harus jaga sikapmu. Jangan sampai gara-gara kelakuanmu yang tidak beradap, Tuan Leon membatalkan kerja samanya dengan perusahaan kita," Ucap Heri ketus lalu melangkahkan kakinya memasuki kantor itu. Sesampainya di ruang rapat, dia melihat beberapa pengusaha penting yang sudah hadir untuk melaksanakan rapat itu. Perusahaan Leon adalah perusahaan terbesar di kota ini, jadi wajar saja jika begitu banyak perusahaan yang ingin bekerja sama dengannya. "Selamat datang Tuan Heri! Nak Rico," Ucap Budi menatap Rico yang berjalan di belakang Heri. "Perkenalkan, dia adalah Rico, putra saya sekaligus pewaris satu-satunya keluarga Debora," Ucap Heri memperkenalkan Rico tanpa ada rasa malu sedikitpun. "Pewaris satu-satunya," Batin Arga terkekeh kecil mendengar ucapan Heri. "Selamat siang semuanya! Maaf lama menunggu," ucap Arga memecahkan pembicaraan Heri dan yang lainnya. Mendengar kedatangan Arga, semuanya langsung duduk di kursi masing-masing. Seperti biasa, Arga akan memasuki ruang rapat terlebih dahulu untuk memastikan jika semuanya telah tiba. Ruangan itu tiba-tiba menjadi sangat hening, hingga akhirnya suara hentakan sepatu terdengar mendekati ruangan. Leon memang sangat dingin dan menakutkan, jadi tidak akan ada yang berani berbicara jika tanda-tanda kemunculannya telah tiba. "Kenapa semuanya diam?" Tanya Rico memecahkan suasana hening itu. Mendengar pertanyaan sang putra, Heri hanya bisa memukul keningnya pelan. "Diamlah, jika kau tidak mau di lempar keluar." "Aku hanya bertanya," Gumam Rico menggaruk kepalanya yang tidak gatal mendengar omelan sang papa. Tanpa bicara, Leon langsung masuk keruangan lalu duduk di bangku kuasanya. Namun, yang menjadi sebuah tanda tanya besar seisi ruangan itu, siapa wanita yang bersamanya? "Perkenalkan! Dia Naura Ayunda Debora. Sekertaris baru saya." Tanpa bertanya, Leon langsung bisa menebak apa yang ada di pikiran para rekan bisnisnya itu. "Naura! Kenapa dia ada disini?" Batin Heri tiba-tiba merasakan sesuatu firasat yang buruk. "Bukannya dia putri adikmu? Kenapa tiba-tiba dia ada di sini? Bukannya dia," Tanya Budi sedikit berbisik. "Nanti kita bicara," Ucap Heri lalu kembali fokus dengan rapat itu. "Baiklah! Kita mulai rapatnya sekarang. Naura," Ucap Leon memberi kode agar Naura menjelaskan tentang isi rapat kepada yang lainnya. Naura langsung berdiri lalu menjelaskan tentang pembangunan proyek yang akan mereka lakukan. Tidak seperti yang Heri katakan kepada semua orang, Naura menjelaskan semuanya dengan begitu baik, bahkan semua orang langsung tertarik atas setiap kata yang keluar dari mulutnya. ***** Setelah rapat selesai, Heri dengan cepat keluar dari ruangan itu. Dia melonggarkan dasi yang sejak tadi seperti mencekik lehernya. Selama sepuluh tahun dia menjauhkan Naura dari orang-orang sekitar, akan tetapi dengan sekejap Leon memperlihatkan wanita itu kehadapan semua orang. "Kenapa? Kenapa dia menjadikan Naura sebagai sekertarisnya?" batin Heri bertanya pada dirinya sendiri. "Pa! Papa kenapa panik seperti itu?" Tanya Rico melihat wajah sang papa yang terlihat pucat. "Kau selidiki siapa sebenarnya Tuan Leon?" Ucap Heri dengan tegas. "Bukannya dia adalah rekan bisnis papa? Kenapa papa malah menyuruhku mencari tau tentangnya?" "Papa bilang selidiki ya selidiki!" Pekik Heri menatap sang putra dengan mata memerah. "Saya harap Anda bisa merahasiakan tentang pernikahanku dengan Naura. Jika tidak." Tiba-tiba suara tegas seseorang menghentikan perdebatan papa dan anak itu. "Siapa Anda sebenarnya?" Tanya Heri memberanikan diri. "Kenapa Anda bicara seperti itu? Bukannya saya sudah memperkenalkan diri enam bulan lalu?" Tanya Leon tersenyum sinis. "Baiklah! Lalu apa tujuanmu menghadirkan Naura dalam proyek ini?" Mendengar pertanyaan Heri, Leon hanya tersenyum sinis sambil menatap pria itu dengan tatapan yang tidak bisa di artikan. "Aku sudah membayar banyak untuk mendapatkannya, jadi aku berhak melakukan apapun. Termasuk menjadikannya sebagai karyawanku," Ucap Leon tersenyum sinis lalu berjalan meningalkan Heri dan juga putranya. "Sial! Siapa dia sebenarnya," Batin Heri mengumpat geram. Dia terus berusaha mengingat tentang pria itu, akan tetapi tetap saja dia tidak bisa mengingatnya dengan jelas. Dia hanya bisa merasakan jika dia sudah mengenal pria itu sejak lama. Namun, dia tidak bisa mengingatnya sama sekali. "Apa mungkin dia? Tidak! Tidak mungkin. Jika dia adalah pria itu, tidak mungkin dia memiliki kekuasaan yang begitu besar," Gumam Heri terkekeh kecil dengan pikirannya sendiri. "Pri itu? Pria itu siapa?" Tanya Rico tidak sengaja mendengar gumaman sang papa. "Sudah! Kau diam saja. Bicaramu tidak ada gunanya," Umpat Heri kesal lalu pergi meninggalkan Rico yang masih kebingungan sendiri. "Papa aneh! Dia yang terus bergumam sendiri. Tapi dia malah menyalahkanku," Oceh Rico menatap kepergian sang papa.''Mommy!" pekik Raygan ketika melihat sang mommy berdiri di depan gerbang sekolah untuk menunggu kepulangannya. Senyuman di wajah polos bocah itu terlihat dengan jelas. Sudah lama dia memimpikan hal ini, hal yang sangat sederhana, akan tetapi sangat bermakna di hati kecilnya. "Jagoan mommy sudah pulang. Bagaimana sekolahnya? Apa menyenangkan?'' Tanya Naura sambil mengusap lembut puncak kepala Raygan. "Hari ini Raygan sangat senang. Karena akhirnya Ray bisa mengatakan kepada teman-teman Ray jika Ray juga punya mommy," ucap Raygan tersenyum penuh percaya diri. "Ray! apakah dia mommymu?" tanya Bimo, teman sekelas Raygan. "Ia! dia adalah mommyku. Aku juga punya mommy sama sepertimu," ucap Raygan mengenggam tangan Naura. Bocah itu menatap Naura dengan tatapan penuh kebahagiaan. "Tapi saya perhatikan kalian tidak mirip sama sekali. Apalagi melihat mommymu itu yang masih sangat muda. Saya rasa dia tidak mungkin mommy kandungmu, atau jangan-jangan," ucap Tania, mama Bimo tersenyum sini
"Mom! Apa benar mommy itu mommy tiri Ray?" Deg... Jantung Naura langsung berdegup kencang mendengar pertanyaan putra sambungnya itu. Walaupun usianya masih sangat muda, akan tetapi Raygan memiliki pemikiran yang sangat dewasa. Jadi, walaupun Tania tidak mengucapkan secara langsung, tetapi dia dapat mengerti apa maksud ucapan wanita itu. "Sayang! Kamu tidak perlu memikirkan perkataan mereka." Naura memilih untuk tidak membahas masalah itu lagi. "Tapi Ray juga berhak tahu, Mom," ucap Raygan dengan tegas. Sudah cukup selama ini dia di bully oleh teman-temannya, memang dia tidak masalah mendapatkan hinaan dan ejekan dari mereka. Namun, dia tidak terima jika ada orang yang menyakiti Naura, wanita yang telah memberikan kasih sayang seorang ibu untuknya. Mendengar ucapan Raygan, Naura hanya bisa diam membisu. Mulutnya seperti terkunci, sehingga dia tidak bisa mengucapkan sepatah katapun. "Sayang!" ucap Naura menatap Raygan dengan mata yang berkaca-kaca. "Kebohongan tidak akan pernah
"Sayang! Ikut Mommy Naura ke kamarmu ya," Ucap Leon mengusap lembut air mata Raygan. "Naura! Bawa Raygan ke kamarnya." Naura hanya mengangguk patuh mendengar perintah Leon. "Sayang!" Ucap Naura dengan lembut sambil membawa Raygan menjauh. Melihat Naura dan Raygan telah pergi, Grace langsung tersenyum kecil. Dia berjalan mendekati Leon dengan senyuman yang melingkar di wajah cantiknya. Dia sangat yakin jika Leon akan menyambut kedatangannya dengan baik. "Kenapa kau kembali?" Tanya Leon dengan raut wajah yang tidak bisa di artikan. Sehingga membuat senyuman yang sejak tadi melingkar di wajah Grace langsung menghilang dalam seketika. "Sayang! Kenapa kau bertanya seperti itu? Aku sudah kembali, sekarang lebih baik kita buka lembaran baru bersama-sama. Bersama putra kita," Grace merangkul mesra lengan Leon lalu menyandarkan kepalanya di dada bidang pria itu. "Maaf! Kami tidak membutuhkanmu lagi." Leon langsung mendorong tubuh Grace agar menjauh darinya. Tidak banyak bicara, dia langs
"Tuan!" Ucap Arga menatap Leon yang masih fokus dengan tumpukan dokumen yang ada di hadapannya. "Hem!" Leon hanya berdehem, tanpa menoleh sedikitpun. Tatapannya tetap tertuju pada dokumen yang ada di tangannya. Walaupun dia terlihat sangat lelah, tetapi dia tetap fokus dengan tumpukan dokumen itu. "Sepertinya tuan sangat kelelahan. Lebih baik tuan istirahat saja, biar saya yang memberiksa dokumen ini," "Tidak! Saya akan memeriksanya sendiri. Sebentar lagi juga selesai," Ucap Leon terus membuka lembaran dokumen itu. Pernikahannya dan Naura sudah berjalan selama dua minggu, akan tetapi hari-harinya selalu dia habiskan di kantor. Pergi sebelum Naura bagun, dan pulang setelah Naura tidur terlelap. Bahkan mereka hanya berbicara di kantor saja, itupun hanya mengenai masalah pekerjaan saja. Setelah kedatangan Grace, pria itu terlihat lebih tertutup dari biasanya. Walaupun aslinya dia memang seperti itu. "Tuan! Apa Anda tidak ingin menghabiskan waktu dengan nyonya besar?" Tanya Arga m
"Arggh! Sial. Kenapa tiba-tiba keuangan perusahaan kita bisa menurun seperti ini? Bukankah perusahaan Tuan Leon sudah memberikan bantuan kepada perusahaan ini?" Tanya Heri melemparkan berkas yang berisi laporan keuangan kantor. "Ma... Maaf, Tuan! Tapi," "Tapi apa?" Tidak membiarkan manager keuangan berbicara, Heri terus saja nyerocos tiada henti. Walaupun sudah mendapatkan uang yang begitu banyak dari Leon, tidak membuat nasib keuangannya semakin membaik. Kepalanya terasa ingin pecah melihat keadaan perusahaan yang semakin hancur. "Tuan Rico mengunakan uang perusahaan, Tuan!" Jelas manager keuangan itu tidak mau menjadi sasaran kemarahan Heri. Rico yang berbuat ulah, kenapa dia yang harus mendapatkan hukumannya. "Apa! Dimana anak itu?" "Di... Di ruangannya, Tuan!"Tidak banyak bicara, Heri langsung bergegas menuju ruangan Rico. Matanya memerah, rahannya langsung mengeras, seakan ingin menerkam setiap orang yang mendekat. Melihat ekspresi Heri yang menakutkan, semua karyawan yang d
"Sekali lagi kau menatap istriku seperti itu, akan kupastikan kau tidak bisa melihat lagi untuk selamanya." Leon menatap Rico dengan tatapan elangnya. "Ayo!" Ucap Leon menarik tangan Naura menuju mobil."Ternyata Tuan bisa cemburu juga," Batin Arga tersenyum kecil melihat tingkah tuan besarnya itu."Jaga sikapmu jika kau ingin hidup. Ingat! Nyonya Naura yang sekarang adalah Nyonya besar keluarga Arvando. Jika sekali lagi kau melakukan kebodohan ini, maka tidak akan ada kata ampun untukmu,'' ucap Arga dengan tegas, lalu pergi meningalkan Rico yang sedang menahan sajit karena bugeman mentah dari Loen."Arghh! Sial. Kenapa nasibku hari ini sangat sial?'' pekik Rico dengan kesal. Sudah jatuh, tertimpa tangga lagi, itulah yang dirasakan Rico saat.Sedangkan Leon langsung membawa Naura ke mobil. Tidak lupa dia membukakan pintu untuk sang istri. Naura hanya diam melihat sikap suaminya itu. Tentu dia tidak mau mengambil hati dari setiap setiap perlakuan baik sang suami, demi kebaikan dirinya
Di saat semua orang sedang menikmati suasana pesta, tiba-tiba perhatian mereka teralihkan ketika melihat kedatangan Leon dan juga Naura. Keduanya berjalan secara beriringan, sehingga semua orang yang ada di sana menjadi penasaran. Apalagi melihat kecantikan Naura, membuat mereka enggan untuk membuka mata. "Siapa wanita itu? Kenapa dia bersama Tuan Leon?""Dia sangat cantik, bahkan lebih cantik dari Nyonya Grace, istri Tuan Leon,""Bukankah mereka susah berpisah? Perasaan sudah tujuh tahun Nyonya Grace menghilang. Apa mungkin wanita itu," Suara bisik-bisik tamu langsung terdengar ke seluruh gedung. Grace memang sudah lama menghilang, bahkan status pernikahannya dengan Leon juga belum jelas seperti apa. Namun, selama ini berita perceraian mereka tidak ada terdengar sama sekali, sehingga banyak yang mengira jika status mereka masih suami istri. "Selamat datang, Tuan!" Ucap Dirga, seorang pengacara terkenal yang kebetulan hadir di pesta itu. Dia adalah pengacara keluarga Arvando. "Ken
Beberapa waktu lalu. "Catatan keuangan perusahaan Debora Grup," Gumam Naura menatap dokumen yang ada di depannya. Ntah mengapa tiba-tiba dokumen yang berisi catatan keuangan perusahaan mendiang sang papa ada di mejanya. Padahal sekarang dia berada di perusahaan keluarga Arvando. Tidak mau berpikir panjang, Naura membuka lembaran dokumen itu satu persatu. Di sana telah tercantum dengan jelas catatan keuangan perusahaan mendiang papanya mulai sebelas tahun silam, tepat beberapa saat sebelum kedua orang tuanya meninggal dunia. "Catatan ini," Gumam Naura menatap lembaran dokumen itu dengan tidak percaya. "Ternyata mereka selama ini membodohiku. Lalu tanda tanggan itu." Naura kembali mengingat kejadian beberapa tahun silam. Dimana Heri meminta tanda tangannya, dengan alasan untuk membayar hutang papanya. Waktu itu Naura masih menginjak remaja dan belum mengerti apa-apa. "Sial! Ternyata mereka merebut semua aset papa dengan cara licik." Naura mengepalkan tangannya geram mengingat semua
Leon tersenyum sendiri melihat layar ponselnya. Seperti anak remaja yang sedang jatuh cinta, dia terus tersenyum sambil menatap foto propil whatshap milik Naura. Dia melihat jika pesan yang dia kirim telah di baca, akan tetapi san istri sama sekali tidak ada niat untuk membalas pesan itu. "Walaupun aku tidak bisa mendapatkanmu, tapi aku bisa memiliki putrimu. Maaf karena aku bersikap terlalu keras kepadanya. Aku janji akan memperbaiki sikapku," batin Leon beralih menatap foto Shella yang ada di meja kerjanya. "Tuan!" Tiba-tiba Arga main nyelonong masuk, sehinga Leon refleks meletakkan ponselnya (Tapi lupa mematikan layar) "Ehm! Ternyata duda jika jatuh cinta melebihi anak ingusan," Batin Arga melihat layar ponsel Leon yang masih menyala. Melihat tatapan asistennya itu, Leon langsung tersadar. Dia mengambil ponsel itu lalu memasukkannya ke saku celana. "Aku hanya ingin bertanya bagaimana keadaannya" jelas Leon tanpa menatap sekertarisnya itu. "Memangnya saya bertanya, Tu
Naura berjalan memasuki kediaman keluarga Debora. Dia menatap satu persatu pelayan yang menyambut kedatangannya, akan tetapi dia tidak menemukan Rita di barisan itu. "Dimana tante?" Tanya Naura kepada ketua pelayan. "Nyonya ada di kamarnya, Nyonya. Beberapa hari ini dia terus mengurung diri di kamarnya," Jelas pelayan itu. Mendengar penjelasan pelayan itu, Naura perlahan berpikir sejenak. Tidak biasa sang tante seperti itu, biasanya dia selalu ikut dalam barisan pelayan saat Naura berkunjung. "Baiklah! Aku akan menemuinya," ucap Naura kembali melangkahkan kakinya. Dia melangkahkan kakinya menuju kamar yang di tempati Rita. Kamar yang begitu sempit dan juga tidak memiliki perlengkapan tidur yang lengkap. Naura menatap pintu kamar yang tertutup dengan rapat. Melihat kamar itu, ingatan akan masa lalu yang begitu menyakitkan kembali muncul di ingatannya. Kamar yang sempit dan tidak layak itu adalah saksi penderitaan Naura selama ini. Di sana dia selalu menangis menumpahkan se
Mendengar ucapan Leon yang menyudutkan nya, Dirga hanya bisa terdiam. Dia tidak bisa berkata-kata lagi, dia sadar jika dia salah. Namun, dia juga merasa kesal akan sikap Leon yang selalu acuh tak acuh kepada Naura. "Maafkan saya, Tuan!" hanya kata-kata itu yang bisa muncul dari bibir Dirga. "Tidak masalah. Kau sudah menebus kesalahanmu," Leon tersenyum sekilas mengingat permainan panasnya dengan Naura semalam. Walaupun awalnya sang istri menolak, akan tetapi lama-lama dia juga menikmati setiap sentuhan yang Leon berikan kepadanya. "Tuan! kita ada pertemuan penting dengan salah satu klien. Apa Anda sudah siap?" tanya Arga mengalihkan pembicaraan. "Sudah!" ucap Leon melangkahkan hedak melangkahkan kakinya keluar. "Dimana Alex?" "Alex!" mendengar nama sang adik di sebut, Arga dan Dirga langsung saling lempar pandang. Tidak biasanya tuan besar mereka itu mengingat adik mereka. "Di ... Dia sedang kuliah, Tuan!" ucap Dirga sedikit gugup. Dia merasa cemas dan menduga jik
Setelah selesai melanjutkan olahraga, Leon langsung bergegas ke kamar mandi. Dia membersihkan tubuhnya sambil sesekali membayangkan olahraga panas yang telah dia laukan bersama sang istri. Sudah cukup lama dia tidak menuntaskan birahinya, sehingga dia tidak bisa mengontrol diri dan menguras habis seluruh tenaga sang istri. "Pasti dia sangat lelah," batin Leon tersenyum kecil. "Tapi dia sangat nikmat. Bahkan aku ingin lagi." Tiba-tiba pria itu berubah bucit. Padahal baru beberapa waktu lalu dia mengucapkan kata perpisahan. Apa sebenarnya yang ada dipikirannya selama ini? Setelah selesai membersihkan diri, dia bergegas keluar dengan mengunakan handuk yang melilit di pingangnya. Dia menatap ke arah Naura yang kembali tertidur karena kelelahan. "Ternyata dia sangat kelelahan. Aku sudah seperti singa lapar saja," ucap Leon terkekeh kecil sambil merapikan selimut yang menutupi tubuh naura. Tidak lupa dia sedikit mengintip untuk melihat tubuh polos istrinya itu. Tidak lupa dengan hi
"Apa?" Tanya Arga dan Alex terkejut, bahkan mereka hampir kesedak minuman mendengar ucapan Dirga. "Kenapa? Aku tidak salah. Mereka sudah menikah, jadi wajar saja mereka melakukannya," ucap Dirga tersenyum tanpa dosa. Sebenarnya Dirga tidak rela jika Naura dan Leon berpisah. Terlebih lagi mengingat wanita itu sangat menyayangi Raygan, tentu saja Dirga tidak mau jika hidup Tuan Kecilnya itu kembali seperti dulu. Dimana dia selalu merindukan kasih sayang seorang ibu. "Aku hanya ingin menebus kesalahanku. Aku secara tidak sengaja mendukung keputusan Nyonya untuk berpisah dari Tuan Leon. Jadi, aku hanya ingin memperbaiki kesalahanku saja," ucap Dirga mencoba memberikan pengertian kepada kedua adiknya itu. "Kakak tidak salah. Aku juga mendukung," ucap Alex tersenyum puas. "Malam indah yang pernah tertunda akhirnya terlaksana juga," ucap Arga tersenyum mesum. Tanpa mereka sadari, ternyata sejak tadi ada sepasang kuping yang mendengarkan pembicaraan mereka. Siapa lagi jika bu
Leon berdiri seorang diri di balkon kamarnya. Dia menatap langit yang begitu gelap sambil mengisap sebatang rokok. Wajahnya terlihat murung, seperti sedang memikirkan sesuatu. "Dad!" Suara lembut sang buah hati tiba-tiba menyadarkannya. "Ia!" Dia menatap sumber suara itu dengan tatapan yang tidak bisa di artikan. "Apa daddy dan mommy bertengkar? kenapa mommy ingin pergi?" tanya Raygan dengan mata berkaca-kaca. Leon hanya bisa terdiam membisu. Mulutnya seakan terkunci dengan rapat, sehingga dia tidak bisa mengucapkan sepatah katapun. Dia mencoba mencari alasan agar sang putra dapat mengerti. Namun, pikirannya juga sangat kacau, sehingga membuatnya tidak bisa berpikir dengan jernih. "Daddy!" Leon mencoba berbicara, akan tetapi dia tetap tidak tau apa yang harus dia katakan. "Mom! mommy mau kemana? mommy sudah janji tidak akan meninggalkan Ray, tapi ini," Raygan mencoba beralih ke Naura yang sedang membereskan barang-barangnya. Dia menatap wanita itu dengan tatapan pe
Semua yang telah berpartisipasi di dalam kejahatan Heri telah di hukum satu persatu. Mulai dari Arif yang telah memalsukan surat wasiat Tuan Besar Debora, dan juga Budi yang telah membantu dalam kecelakaan yang di alami kedua orang tua Naura. Setelah menemukan beberapa bukti, ternyata kematian mereka terjadi karena rencana Budi dan Heri. Mereka sengaja menciptakan kejadian itu seperti kecelakaan, dan menghilangkan semua bukti kejahatan mereka. Namun, sepintar-pintarnya mereka menyembunyikan kejahatan yang mereka lakukan, pasti akan terbongkar juga. Hari ini, di depan seluruh pejabat penting dan juga para pegawai penting Pt. Debora grub Naura di tetapkan sebagai direktur utama Pt. debora grub dan juga pewaris tunggal keluarga Debora. "Selamat, Nyonya!" Dirga memberikan selamat atas keberhasilan Naura merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya. "Terima kasih! ini semua karena bantuan Anda," ucap Naura tersenyum. "Selamat, Nyonya! Akhirnya Anda berhasil menyingkirkan s
"Maaf! dengan Vico Asrico Debora?" beberapa pria berbadan tegap dan mengunakan seragam dinas polisi mendekati Rico yang sedang minum di sudut bar. "Ya! saya adalah Vico Asrico Debora. Ada apa?" tanya Rico tidak mengerti. "Anda di tahan atas tuduhan penggelapan dana perusahaan Debora, dan juga pemalsuan dokumen kepemilikan perusahaan itu," ucap ketua polisi memberikan surat perintah penahanan. "Bukan hanya itu, ada juga terlibat dalam sindikat jaringan narkoba dan juga judi online. Jadi, ikut kami sekarang," ucap polisi itu kembali sambil memborgol tangan Rico. "Pemalsuan dokumen? saya tidak tau masalah itu, Pak. Itu semua pengacara itu, dia yang memalsukan surat wasiat kakek." Rico berusaha untuk membela diri. "Silakan Anda jelaskan di kantor. Sekarang ikut kami secara baik-baik, atau kami akan berbuat kasar." Melihat tatapan tajam para polisi itu, Rico langsung ketakutan. Wajahnya memucat, diikuti dengan keringat dingin yang bercucuran. Tentu saja dia tidak berani menghada
Di saat semua orang masih tertidur dengan lelap, terlihat seorang wanita paruh baya sedang sibuk berkutik di dapur. Dia meracik setiap bumbu yang hendak dia masak dengan perasaan kesal. Terlihat wajahnya begitu lelah, apalagi usianya kini yang sudah tidak muda lagi, sehingga membuat seluruh tubuhnya terasa sakit. "Lelah sekali!" dia mencoba menyeka keringat yang memenuhi keningnya. "Ternyata Anda tau lelah juga," ucap seorang wanita berdiri di depan pintu sambil memperhatikan wanita itu. "Naura!" ucap Rita melihat kedatangan keponakan sekaligus majikan barunya. "Aku mau sarapan, cepat siapkan sarapan untukku," ucap Naura melirik jam tangannya yang sudah menunjuk ke pukul enam pagi. "Sebentar! Tante akan masakkan nasi goreng untukmu," ucap Rita menunduk. Jujur tubuhnya sudah sangat lelah, akan tetapi dia tidak berani membantah sama sekali. Apalagi mendengar ancaman Naura semalam, tentu dia tidak mau mendapatkan hukuman karena tidak becus bekerja. Di saat semua pelayan masih