Di saat semua orang sedang menikmati suasana pesta, tiba-tiba perhatian mereka teralihkan ketika melihat kedatangan Leon dan juga Naura. Keduanya berjalan secara beriringan, sehingga semua orang yang ada di sana menjadi penasaran. Apalagi melihat kecantikan Naura, membuat mereka enggan untuk membuka mata. "Siapa wanita itu? Kenapa dia bersama Tuan Leon?""Dia sangat cantik, bahkan lebih cantik dari Nyonya Grace, istri Tuan Leon,""Bukankah mereka susah berpisah? Perasaan sudah tujuh tahun Nyonya Grace menghilang. Apa mungkin wanita itu," Suara bisik-bisik tamu langsung terdengar ke seluruh gedung. Grace memang sudah lama menghilang, bahkan status pernikahannya dengan Leon juga belum jelas seperti apa. Namun, selama ini berita perceraian mereka tidak ada terdengar sama sekali, sehingga banyak yang mengira jika status mereka masih suami istri. "Selamat datang, Tuan!" Ucap Dirga, seorang pengacara terkenal yang kebetulan hadir di pesta itu. Dia adalah pengacara keluarga Arvando. "Ken
Beberapa waktu lalu. "Catatan keuangan perusahaan Debora Grup," Gumam Naura menatap dokumen yang ada di depannya. Ntah mengapa tiba-tiba dokumen yang berisi catatan keuangan perusahaan mendiang sang papa ada di mejanya. Padahal sekarang dia berada di perusahaan keluarga Arvando. Tidak mau berpikir panjang, Naura membuka lembaran dokumen itu satu persatu. Di sana telah tercantum dengan jelas catatan keuangan perusahaan mendiang papanya mulai sebelas tahun silam, tepat beberapa saat sebelum kedua orang tuanya meninggal dunia. "Catatan ini," Gumam Naura menatap lembaran dokumen itu dengan tidak percaya. "Ternyata mereka selama ini membodohiku. Lalu tanda tanggan itu." Naura kembali mengingat kejadian beberapa tahun silam. Dimana Heri meminta tanda tangannya, dengan alasan untuk membayar hutang papanya. Waktu itu Naura masih menginjak remaja dan belum mengerti apa-apa. "Sial! Ternyata mereka merebut semua aset papa dengan cara licik." Naura mengepalkan tangannya geram mengingat semua
Naura menatap tajam Grace yang berdiri angkuh di depannya. Dia sama sekali tidak tau masalah rumah tangga Leon dan Grace, bahkan Leon juga tidak menceritakan apapun kepadanya. "Maaf! Saya tidak punya waktu untuk melayani Anda," Ucap Naura singkat lalu bangkit dari duduknya. "Kenapa? Apa kau takut semua orang tau tentang kebusukanmu?" Tanya Tania tersenyum sinis. Ntah mengapa setelah pertemuannya beberapa waktu lalu dengan Naura, dia langsung menyimpan dendam terhadap wanita itu. "Tanpa aku bicara, semua orang juga sudah tau siapa dirimu," Ucap Grace tersenyum sinis sambil menunjukkan akun media sosialnya. Dia menunjukkan berita terbaru tentang hubungan Naura dengan Leon yang telah menjadi berita viral. Padahal baru beberapa menit berita itu tersebar, akan tetapi langsung menjadi trending topic di dunia sosial media. "Naura Ayunda Debora, putri keluarga Debora yang telah diam-diam menikah dengan Tuan Leon Arvando. Diduga mereka telah menikah sirih beberapa minggu lalu," Ucap Grace
"Hai! Lama tidak bertemu," Ucap seorang pria menghampiri sang sahabat yang sudah lima tahun tidak dia temui. Suatu kebetulan, mereka bertemu di sebuah cafe, dimana mereka sama-sama ingin menemui seseorang. "Hai, Rik! Lo sejak kapan ada di sini?" Tanya Leon menatap Rico, sahabat yang sudah dia anggap seperti kakaknya sendiri. Rico dan Leon sudah bersahabat sejak kecil. Namun, saat tamat SMA, Rico memilih untuk melanjutkan pendidikannya di luar negeri. Sehingga mereka harus berpisah, dan harus putus kontak karena suatu alasan. "Gue baru saja sampai. Gue langsung datang kesini untuk menemui seseorang," Ucap Riko tersenyum penuh kebahagiaan. Melihat kebahagiaan yang terpancar di di wajah Rico, Leon langsung mengerutkan keningnya bingung. Tidak biasanya sahabatnya itu terlihat sangat bahagia seperti ini. "Seseorang?" Tanya Leon tersenyum kecil. "Apa dia sangat spesial?" Leon mulai bisa menebak alasan di balik kebahagiaan itu. "Ehm... Dia jauh dari kata spesial," Ucap Rico terkekeh ke
"Mommy!" Raygan memeluk erat tubuh Naura yang masih terbaring di atas ranjang. Melihat kelakuan Raygan, Naura hanya tersenyum kecil sambil membalas pelukan bocah itu. "Apa mommy sangat lelah?" Tanya Raygan dengan polos. "Kenapa kamu bertanya seperti itu?""Berapa hari ini Ray lihat mommy sangat sibuk. Bahkan mommy tidak punya waktu lagi untuk Ray." Raygan memanyunkan bibirnya karena merasa tidak di perhatikan lagi oleh Naura. Belakangan ini Naura memang sangat sibuk, sehingga dia tidak punya waktu lagi untuk Raygan. Bahkan dia tidak sempat lagi untuk mengantar jemput putranya itu ke sekolah. Sehingga membuat Raygan kembali merasa kesepian. "Maafkan mommy ya, Sayang. Mommy terlalu sibuk, jadi tidak punya waktu lagi untukmu. Mommy janji, setelah tugas mommy selesai. Mommy akan menghabiskan waktu bersamamu." "Benarkah, Mom?""Tentu, Sayang. Mommy masih ada urusan penting yang harus mommy kerjakan. Jadi kamu harus mengerti ya." Naura berusaha menghibur putra sambungnya itu. "Bukanka
Naura menatap penampilannya di pantulan cermin. Baru kali ini dia pergi ke taman bermain bersama Raygan, jadi dia harus menyesuaikan penampilannya. Bukan hanya bersama bocah itu, akan tetapi lebih tepatnya baru kali ini dia pergi ke taman bermain. Dia mengenakan celana jeans panjang, dipadukan dengan baju kaos putih oblong. Tidak lupa dengan sepatu putih dengan corak garis hitam di samping kanan dan kiri. Rambutnya di kucir satu dengan poni depan yang membuat wajah imutnya semakin terpancar. "Sudah selesai," Ucap Naura tersenyum kecil sambil mengoleskan lipstik berwarna pink ke bibirnya. Naura dengan cepat keluar dari kamar, dan berjalan menuruni anak tangga. Sudah pasti Leon dan Raygan sudah lama menunggunya. Maklum saja, baju yang dia kenakan adalah baju yang ke sepuluh kali dia coba. Dia berjalan dengan cepat menghampiri Leon dan Raygan yang sudah menunggu di ruang utama. Dia menatap ayah dan anak itu duduk dengan memelas di atas sofa. Sehingga membuat perasaan tidak enak langs
"Ha... Ha... " Suara tawa segerombolan anak laki-laki berhasil mengema di sebuah gudang sekolah. Di ikuti oleh suara tangis seorang anak perempuan yang sedang berdiri dengan tangan terlentang. Terlihat ada kaleng kosong yang berdiri di atas kepala dan juga di kedua telapak tangannya. "Ayo lempar lagi. Aku sudah berhasil menjatuhkan satu, sekarang giliranmu." Rico memberikan sebuah bola yang terbuat dari gumpalan plastik kresek yang di ikat oleh karet gelang. Sehingga membuat plastik kresek itu sudah seperti sebuah bola kecil. "Hikss... Hiksss... Jangan. Aku takut," Lirih gadis itu tanpa berani bergerak. Matanya terlihat membiru, sudut bibir mungilnya juga terlihat ada noda darah, mungkin karena terkena bola yang di lemparkan para anak laki-laki itu untuk menjatuhkan kaleng yang ada di kepalanya. "Ha... Ha... Kenapa kau menangis? Bukankah tadi kau menantangku?" Tawa Rico semakin pecah. Di ikuti beberapa anak laki-laki yang ada di ruangan itu. Mereka seperti tidak punya hati nurani
"Kenapa kamu melihat daddy seperti itu? Daddy tidak takut," Ucap Leon langsung melepaskan cubitannya. Sekuat apapun dia kencubit, tidak akan membuat kora-kora itu kesakitan. "Kalau daddy tidak takut, jangan menutup mata," Raygan tersenyum kecil ketika melihat kora-kora itu mulai bergerak. Leon memegang pegangan kora-kora itu dengan kuat, sehingga memperlihatkan urat tangannya. Dia menggingit bibir bawahnya untuk menyembunyikan ketakutannya. "Ini permainan atau ajang bunuh diri?" Leon mulai merasa jika perutnya sudah tidak bisa di ajak kompromi. Huek.... Huekk... Tidak peduli dengan tatapan orang, Leon langsung memuntahkan isi perutnya setelah turun dari kora-kora. Tubuhnya terasa begitu dingin, ditambah lagi dengan keringat yang mengalir deras dari keningnya. Sehingga membuat keangkuhan yang sejak tadi dia tinggikan langsung turun dengan seketika. "Itu permainan gila! Daddy tidak akan mau menaikinya lagi. Bukannya senang, bisa-bisa daddy mati di tempat," Oceh Leon sambil duduk l
Leon tersenyum sendiri melihat layar ponselnya. Seperti anak remaja yang sedang jatuh cinta, dia terus tersenyum sambil menatap foto propil whatshap milik Naura. Dia melihat jika pesan yang dia kirim telah di baca, akan tetapi san istri sama sekali tidak ada niat untuk membalas pesan itu. "Walaupun aku tidak bisa mendapatkanmu, tapi aku bisa memiliki putrimu. Maaf karena aku bersikap terlalu keras kepadanya. Aku janji akan memperbaiki sikapku," batin Leon beralih menatap foto Shella yang ada di meja kerjanya. "Tuan!" Tiba-tiba Arga main nyelonong masuk, sehinga Leon refleks meletakkan ponselnya (Tapi lupa mematikan layar) "Ehm! Ternyata duda jika jatuh cinta melebihi anak ingusan," Batin Arga melihat layar ponsel Leon yang masih menyala. Melihat tatapan asistennya itu, Leon langsung tersadar. Dia mengambil ponsel itu lalu memasukkannya ke saku celana. "Aku hanya ingin bertanya bagaimana keadaannya" jelas Leon tanpa menatap sekertarisnya itu. "Memangnya saya bertanya, Tu
Naura berjalan memasuki kediaman keluarga Debora. Dia menatap satu persatu pelayan yang menyambut kedatangannya, akan tetapi dia tidak menemukan Rita di barisan itu. "Dimana tante?" Tanya Naura kepada ketua pelayan. "Nyonya ada di kamarnya, Nyonya. Beberapa hari ini dia terus mengurung diri di kamarnya," Jelas pelayan itu. Mendengar penjelasan pelayan itu, Naura perlahan berpikir sejenak. Tidak biasa sang tante seperti itu, biasanya dia selalu ikut dalam barisan pelayan saat Naura berkunjung. "Baiklah! Aku akan menemuinya," ucap Naura kembali melangkahkan kakinya. Dia melangkahkan kakinya menuju kamar yang di tempati Rita. Kamar yang begitu sempit dan juga tidak memiliki perlengkapan tidur yang lengkap. Naura menatap pintu kamar yang tertutup dengan rapat. Melihat kamar itu, ingatan akan masa lalu yang begitu menyakitkan kembali muncul di ingatannya. Kamar yang sempit dan tidak layak itu adalah saksi penderitaan Naura selama ini. Di sana dia selalu menangis menumpahkan se
Mendengar ucapan Leon yang menyudutkan nya, Dirga hanya bisa terdiam. Dia tidak bisa berkata-kata lagi, dia sadar jika dia salah. Namun, dia juga merasa kesal akan sikap Leon yang selalu acuh tak acuh kepada Naura. "Maafkan saya, Tuan!" hanya kata-kata itu yang bisa muncul dari bibir Dirga. "Tidak masalah. Kau sudah menebus kesalahanmu," Leon tersenyum sekilas mengingat permainan panasnya dengan Naura semalam. Walaupun awalnya sang istri menolak, akan tetapi lama-lama dia juga menikmati setiap sentuhan yang Leon berikan kepadanya. "Tuan! kita ada pertemuan penting dengan salah satu klien. Apa Anda sudah siap?" tanya Arga mengalihkan pembicaraan. "Sudah!" ucap Leon melangkahkan hedak melangkahkan kakinya keluar. "Dimana Alex?" "Alex!" mendengar nama sang adik di sebut, Arga dan Dirga langsung saling lempar pandang. Tidak biasanya tuan besar mereka itu mengingat adik mereka. "Di ... Dia sedang kuliah, Tuan!" ucap Dirga sedikit gugup. Dia merasa cemas dan menduga jik
Setelah selesai melanjutkan olahraga, Leon langsung bergegas ke kamar mandi. Dia membersihkan tubuhnya sambil sesekali membayangkan olahraga panas yang telah dia laukan bersama sang istri. Sudah cukup lama dia tidak menuntaskan birahinya, sehingga dia tidak bisa mengontrol diri dan menguras habis seluruh tenaga sang istri. "Pasti dia sangat lelah," batin Leon tersenyum kecil. "Tapi dia sangat nikmat. Bahkan aku ingin lagi." Tiba-tiba pria itu berubah bucit. Padahal baru beberapa waktu lalu dia mengucapkan kata perpisahan. Apa sebenarnya yang ada dipikirannya selama ini? Setelah selesai membersihkan diri, dia bergegas keluar dengan mengunakan handuk yang melilit di pingangnya. Dia menatap ke arah Naura yang kembali tertidur karena kelelahan. "Ternyata dia sangat kelelahan. Aku sudah seperti singa lapar saja," ucap Leon terkekeh kecil sambil merapikan selimut yang menutupi tubuh naura. Tidak lupa dia sedikit mengintip untuk melihat tubuh polos istrinya itu. Tidak lupa dengan hi
"Apa?" Tanya Arga dan Alex terkejut, bahkan mereka hampir kesedak minuman mendengar ucapan Dirga. "Kenapa? Aku tidak salah. Mereka sudah menikah, jadi wajar saja mereka melakukannya," ucap Dirga tersenyum tanpa dosa. Sebenarnya Dirga tidak rela jika Naura dan Leon berpisah. Terlebih lagi mengingat wanita itu sangat menyayangi Raygan, tentu saja Dirga tidak mau jika hidup Tuan Kecilnya itu kembali seperti dulu. Dimana dia selalu merindukan kasih sayang seorang ibu. "Aku hanya ingin menebus kesalahanku. Aku secara tidak sengaja mendukung keputusan Nyonya untuk berpisah dari Tuan Leon. Jadi, aku hanya ingin memperbaiki kesalahanku saja," ucap Dirga mencoba memberikan pengertian kepada kedua adiknya itu. "Kakak tidak salah. Aku juga mendukung," ucap Alex tersenyum puas. "Malam indah yang pernah tertunda akhirnya terlaksana juga," ucap Arga tersenyum mesum. Tanpa mereka sadari, ternyata sejak tadi ada sepasang kuping yang mendengarkan pembicaraan mereka. Siapa lagi jika bu
Leon berdiri seorang diri di balkon kamarnya. Dia menatap langit yang begitu gelap sambil mengisap sebatang rokok. Wajahnya terlihat murung, seperti sedang memikirkan sesuatu. "Dad!" Suara lembut sang buah hati tiba-tiba menyadarkannya. "Ia!" Dia menatap sumber suara itu dengan tatapan yang tidak bisa di artikan. "Apa daddy dan mommy bertengkar? kenapa mommy ingin pergi?" tanya Raygan dengan mata berkaca-kaca. Leon hanya bisa terdiam membisu. Mulutnya seakan terkunci dengan rapat, sehingga dia tidak bisa mengucapkan sepatah katapun. Dia mencoba mencari alasan agar sang putra dapat mengerti. Namun, pikirannya juga sangat kacau, sehingga membuatnya tidak bisa berpikir dengan jernih. "Daddy!" Leon mencoba berbicara, akan tetapi dia tetap tidak tau apa yang harus dia katakan. "Mom! mommy mau kemana? mommy sudah janji tidak akan meninggalkan Ray, tapi ini," Raygan mencoba beralih ke Naura yang sedang membereskan barang-barangnya. Dia menatap wanita itu dengan tatapan pe
Semua yang telah berpartisipasi di dalam kejahatan Heri telah di hukum satu persatu. Mulai dari Arif yang telah memalsukan surat wasiat Tuan Besar Debora, dan juga Budi yang telah membantu dalam kecelakaan yang di alami kedua orang tua Naura. Setelah menemukan beberapa bukti, ternyata kematian mereka terjadi karena rencana Budi dan Heri. Mereka sengaja menciptakan kejadian itu seperti kecelakaan, dan menghilangkan semua bukti kejahatan mereka. Namun, sepintar-pintarnya mereka menyembunyikan kejahatan yang mereka lakukan, pasti akan terbongkar juga. Hari ini, di depan seluruh pejabat penting dan juga para pegawai penting Pt. Debora grub Naura di tetapkan sebagai direktur utama Pt. debora grub dan juga pewaris tunggal keluarga Debora. "Selamat, Nyonya!" Dirga memberikan selamat atas keberhasilan Naura merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya. "Terima kasih! ini semua karena bantuan Anda," ucap Naura tersenyum. "Selamat, Nyonya! Akhirnya Anda berhasil menyingkirkan s
"Maaf! dengan Vico Asrico Debora?" beberapa pria berbadan tegap dan mengunakan seragam dinas polisi mendekati Rico yang sedang minum di sudut bar. "Ya! saya adalah Vico Asrico Debora. Ada apa?" tanya Rico tidak mengerti. "Anda di tahan atas tuduhan penggelapan dana perusahaan Debora, dan juga pemalsuan dokumen kepemilikan perusahaan itu," ucap ketua polisi memberikan surat perintah penahanan. "Bukan hanya itu, ada juga terlibat dalam sindikat jaringan narkoba dan juga judi online. Jadi, ikut kami sekarang," ucap polisi itu kembali sambil memborgol tangan Rico. "Pemalsuan dokumen? saya tidak tau masalah itu, Pak. Itu semua pengacara itu, dia yang memalsukan surat wasiat kakek." Rico berusaha untuk membela diri. "Silakan Anda jelaskan di kantor. Sekarang ikut kami secara baik-baik, atau kami akan berbuat kasar." Melihat tatapan tajam para polisi itu, Rico langsung ketakutan. Wajahnya memucat, diikuti dengan keringat dingin yang bercucuran. Tentu saja dia tidak berani menghada
Di saat semua orang masih tertidur dengan lelap, terlihat seorang wanita paruh baya sedang sibuk berkutik di dapur. Dia meracik setiap bumbu yang hendak dia masak dengan perasaan kesal. Terlihat wajahnya begitu lelah, apalagi usianya kini yang sudah tidak muda lagi, sehingga membuat seluruh tubuhnya terasa sakit. "Lelah sekali!" dia mencoba menyeka keringat yang memenuhi keningnya. "Ternyata Anda tau lelah juga," ucap seorang wanita berdiri di depan pintu sambil memperhatikan wanita itu. "Naura!" ucap Rita melihat kedatangan keponakan sekaligus majikan barunya. "Aku mau sarapan, cepat siapkan sarapan untukku," ucap Naura melirik jam tangannya yang sudah menunjuk ke pukul enam pagi. "Sebentar! Tante akan masakkan nasi goreng untukmu," ucap Rita menunduk. Jujur tubuhnya sudah sangat lelah, akan tetapi dia tidak berani membantah sama sekali. Apalagi mendengar ancaman Naura semalam, tentu dia tidak mau mendapatkan hukuman karena tidak becus bekerja. Di saat semua pelayan masih