"Mommy mau kan berfoto denganku dan juga daddy? Sama seperti teman-teman Ray yang lainnya. Mereka memiliki foto keluarga, ada mommy dan juga daddy mereka. Bahkan ada juga bersama kakak atau adik mereka. Sedangkan Raygan," ucap Raygan sedih sambil menatap foto-foto yang terpajang di dinding kamarnya. Foto yang memperlihatkan kebahagiaannya bersama sang daddy, walaupun tidak ada sosok mommy di samping mereka.
"Ray! Apa tugas sekolahmu sudah selesai?" tanya Leon mengalihkan pembicaraan."Baiklah! kita akan berfoto bersama. Mommy, Ray dan juga daddy," ucap Naura tersenyum manis sambil memgusap lembut wajah Raygan."Benarkah mom?" tanya Raygan penuh semangat. Bocah itu tidak menyangka jika akhirnya keinginannya selama ini akhirnya terkabul juga. Dimana dia akan memiliki foto keluarga yang lengkap, sama seperti teman-temannya."Benar sayang," ucap Naura tersenyum hangat."Bisakah kita bicara sebentar?" tanya Leon menatap istrinya itu dengan tatapan datar."Em!" Naura hanya mengangguk pelan."Sayang! Kamu di sini dulu ya. Daddy mau bicara dengan mommy sebentar," ucap Leon mengusap kecil puncak kepala putranya itu."Ia, Dad," ucap Raygan mengangguk patuh sambil menatap Naura dengan senyuman penuh kehangatan.Setelah mendapatkan izin dari sang putra, Leon perlahan melangkahkan kakinya keluar dari kamar itu. Naura hanya menunduk lalu mengikuti langkah sang suami. Namun, baru beberapa langkah, langkah Naura langsung terhentikan karena tangannya di genggam oleh Raygan."Mom! Mommy tidak pergi lagi 'kan? Mommy tidak akan meninggalkan Ray dan juga daddy lagi 'kan? Ray mohon, mommy jangan pergi lagi ya," ucap Raygan dengan mata berkaca-kaca.Tes.....Tidak terasa air mata Naura langsung mengalir membasahi wajah cantiknya. Dia menatap Raygan dengan tatapan penuh kesedihan, melihat wajah bocah itu, dengan seketika ingatan Naura langsung tertuju pada kejadian sepuluh tahun lalu. Dimana dia harus kehilangan sosok orang tua dalam hidupnya."Mommy tidak akan pernah meninggalkanmu. Mulai sekarang mommy akan selalu ada di bersamamu," ucap Naura langsung memeluk tubuh munggil putra sambungnya itu."Mommy janji?" tanya Raygan dengan polosnya sambil menyodorkan jari kelingkingnya."Janji!"Melihat keakraban istri dan juga putranya, Leon hanya tersenyum kecil. Dia merasa jika keputusannya menikahi Naura adalah keputusan yang tepat. Selama ini Raygan memang sangat merindukan sosok seorang ibu, bahkan selama lima tahun ini bocah itu selalu menantikan janji yang tidak pasti dari sang daddy.Setelah memberikan Raygan kepada pengasuhnya, Leon langsung membawa Naura ke kamar. Naura menatap ruangan luas dan juga mewah itu dengan tatapan penuh kekaguman. Dengan cepat Leon mengambil sesuatu dari laci meja yang ada di samping ranjang lalu kembali mendekati Naura. Dia memperlihatkan sebuah foto pernikahan, dimana mempelai prianya adalah dirinya sendiri.Melihat foto itu, Naura langsung mengerutkan keningnya bingung. Dia menatap mempelai wanita yang ada di foto itu dengan lekat. Terlihat dengan jelas senyuman yang mengembang di wajah pasangan pengantin itu, senyuman yang mewakili kebahagiaan mereka pada waktu itu."Dia adalah Grace, Mommy kandung Raygan," jelas Leon singkat."Tidak banyak yang harus kamu ketahui, intinya cuman satu, kamu harus mengantikan posisi Grace untuk Raygan. Apa kamu mengerti apa yang aku katakan?" tanya Leon singkat, tidak lupa dengan tatapan tajam yang tertuju pada wanita itu. "Kamu baca surat perjanjian ini dengan baik," ucap pria itu kembali sambil menyodorkan sebuah kertas perjanjian kepada Naura.Naura hanya diam sambil menatap tulisan di kertas itu satu persatu. Dia menatap pria yang baru menikahinya itu dengan tatapan penuh kebingungan, sungguh dia tidak tau apa yang ada di pikiran pria itu sama sekali."Aku menikahimu agar putraku dapat merasakan kasih sayang seorang ibu. Jadi kamu jangan terlalu banyak berharap dengan hubungan ini," ucap Leon tegas sambil membuka jasnya dan melepaskan satu persatu kancing kemejanya. "Aku harap kamu bisa melakukan tugasmu dengan baik, dan jangan pernah melewati batasanmu,"Mendengar ucapan pria itu, Naura hanya bisa mengangguk kecil tanpa berani menatap wajah lawan bicaranya itu. Tatapan pria itu sangat tajam, sehingga membuat suasana di dalam ruangan itu terasa sangat mencekam."Bersihkan dirimu, lemari itu khusus untukmu, di sana sudah ada pakaian dan juga semua keperluanmu. Jadi jangan pernah sentuh apapun yang bukan milikmu, " ucap Leon dengan tegas sambil menunjuk salah satu lemari yang ada di sana."Baik!" ucap Naura menunduk, lalu berjalan menuju lemari yang di tunjuk oleh Leon.Leon hanya menatap sekilas punggung sang istri sambil mengenakan kemeja yang baru. Tanpa banyak bicara, dia kembali melangkahkan kakinya menuju pintu keluar."Tu ... Tuan mau kemana?" tanya Naura dengan gugup."Saya ada urusan sebentar," ucap Leon datar tanpa menoleh sedikitpun."Baik!" ucap Naura mengangguk patuh, tetapi sayangnya pria itu sudah terlebih dulu menghilang dari penglihatannya.Baru saja di nikahi beberapa jam yang lalu, tetapi dia langsung di tinggal begitu saja. Sehingga membuat wajah gadis itu langsung terlihat murung. Dia menatap seluruh sudut kamar itu dengan tatapan yang tidak bisa di artikan. Hingga akhirnya tatapannya terhenti kearah laci tempat Leon menyimpan foto pernikahannya tadi.Rasa penasaran akan masa lalu pria itu langsung menganggu pikiran Naura, siapa sebenarnya pria itu? Mengapa dia memilihnya untuk menggantikan posisi wanita yang ada di foto itu? berbagai pertanyaan langsung datang berhamburan memenuhi pikiran wanita itu."Sudahlah! lebih baik aku mandi saja," ucap Naura menepis semua pertanyaan yang ada di otaknya lalu berjalan menuju lemari yang di tunjuk oleh suaminya tadi.Namun, saat membuka lemari itu, mata Naura langsung membulat ketika melihat jenis pakaian kurang bahan memenuhi isi lemari itu. Benar, ternyata dugaannya benar, pria itu adalah pria mesum, tetapi bukan pria tua bangka yang dia bayangkan. Melainkan pria matang yang terlihat mengoda dan juga gagah perkasa."What! Pakaian jenis apa ini?" Gumam Naura menatap semua pakaian itu satu persatu.Dari begitu banyak pakaian yang ada di lemari itu, tidak ada satupun yang lengkap. Jangankan memakai, membayangkannya saja Naura sudah kehilangan muka."Apa mereka gila? mana mungkin aku mengunakan pakaian seperti ini" batin Naura terus mengoceh kesal.Bersambung.......Seorang pria sedang sibuk memeriksa dokumen yang ada di tangannya. Dia membuka lembaran dokumen itu satu persatu, tidak lupa dia membaca setiap tulisan di dokumen itu dengan teliti sambil sesekali mengusap wajahnya kasar. Terlihat dengan jelas jika sorot matanya memancarkan kemarahan yang sangat besar. "Apa kau sudah yakin jika informasi ini benar?" tanya Leon menatap Arga sang asisten dengan tatapan datar."Sudah, Tuan! Saya sendiri yang mencari informasi itu, jadi tidak mungkin salah," ucap Arga dengan penuh keyakinan."Baiklah! aku percaya kepadamu. Posisi sekertarisku masih kosong bukan?""Ia, Tuan! tapi sudah ada tiga berkas yang masuk untuk melamar di posisi itu. Bahkan besok mereka sudah di hubungi untuk melakukan interview.""Batalkan saja! aku sudah menemukan orang yang tepat untuk menduduki posisi itu," ucap Leon dengan tegas."Baik, Tuan!" Arga hanya bisa mengangguk patuh mendengar perintah bosnya itu.Leon hanya tersenyum tipis sambil menatap dokumen yang ada di tangannya
Saat membuka pintu, mata Leon langsung tertuju kearah wanita yang sedang tertidur di atas sofa. Terlihat wanita itu tertidur dengan begitu lelap, sehingga membuat pria itu menjadi tidak enak untuk membangunkannya. Namun, ketika melihat wajah teduh wanita itu, tiba-tiba ingatannya langsung tertuju pada masa lalu. "Maaf! Aku minta maaf karena baru menemukannya sekarang. Aku berjanji, akan mendidiknya menjadi seperti dirimu." Leon hanya bisa menatap wajah Naura dengan tatapan yang tidak bisa di artikan. Dia terus menatap wajah wanita yang baru dia nikahi itu tanpa berani menyentuhnya. Dari posisi tidur sang istri, dia tau jika wanita itu tertidur karena menunggunya. Ntah apa tujuan Leon menikahi Naura, akan tetapi ada rahasia besar di balik pernikahan itu. Jika karena nafsu, sudah pasti dia mengambil haknya malam ini juga, tetapi dia terlihat tidak tertarik untuk melakukan hal itu. Melihat Naura yang hanya menggunakan kemeja putih miliknya, kening pria itu tiba-tiba mengerut. Padahal d
"Apa kau sudah mempelajari semua berkas yang papa berikan?" Tanya Heri menatap sang putra yang asik memainkan ponsel. "Ia, Pa! Papa tenang saja, Rico pasti bisa," Ucap Rico santai sambil terus bermain game online. Melihat kelakuan putranya itu, Heri hanya bisa membuang napasnya pelan. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain berdoa, semoga putranya itu tidak membuat malu di rapat nanti. Hingga akhirnya mereka berhenti di depan bangunan mewah yang berdiri kokoh. Rico menatap bangunan itu dengan tatapan penuh kekaguman, bagaimana tidak, bangunan itu jauh lebih besar dan juga mewah dari kantor sang papa. "Pa! Apa ini kantor milik pria tua itu?" Tanya Rico sambil terus menatap kantor Leon tanpa berkedip. "Benar! Jadi kau harus jaga sikapmu. Jangan sampai gara-gara kelakuanmu yang tidak beradap, Tuan Leon membatalkan kerja samanya dengan perusahaan kita," Ucap Heri ketus lalu melangkahkan kakinya memasuki kantor itu. Sesampainya di ruang rapat, dia melihat beberapa pengusaha penti
''Mommy!" pekik Raygan ketika melihat sang mommy berdiri di depan gerbang sekolah untuk menunggu kepulangannya. Senyuman di wajah polos bocah itu terlihat dengan jelas. Sudah lama dia memimpikan hal ini, hal yang sangat sederhana, akan tetapi sangat bermakna di hati kecilnya. "Jagoan mommy sudah pulang. Bagaimana sekolahnya? Apa menyenangkan?'' Tanya Naura sambil mengusap lembut puncak kepala Raygan. "Hari ini Raygan sangat senang. Karena akhirnya Ray bisa mengatakan kepada teman-teman Ray jika Ray juga punya mommy," ucap Raygan tersenyum penuh percaya diri. "Ray! apakah dia mommymu?" tanya Bimo, teman sekelas Raygan. "Ia! dia adalah mommyku. Aku juga punya mommy sama sepertimu," ucap Raygan mengenggam tangan Naura. Bocah itu menatap Naura dengan tatapan penuh kebahagiaan. "Tapi saya perhatikan kalian tidak mirip sama sekali. Apalagi melihat mommymu itu yang masih sangat muda. Saya rasa dia tidak mungkin mommy kandungmu, atau jangan-jangan," ucap Tania, mama Bimo tersenyum sini
"Mom! Apa benar mommy itu mommy tiri Ray?" Deg... Jantung Naura langsung berdegup kencang mendengar pertanyaan putra sambungnya itu. Walaupun usianya masih sangat muda, akan tetapi Raygan memiliki pemikiran yang sangat dewasa. Jadi, walaupun Tania tidak mengucapkan secara langsung, tetapi dia dapat mengerti apa maksud ucapan wanita itu. "Sayang! Kamu tidak perlu memikirkan perkataan mereka." Naura memilih untuk tidak membahas masalah itu lagi. "Tapi Ray juga berhak tahu, Mom," ucap Raygan dengan tegas. Sudah cukup selama ini dia di bully oleh teman-temannya, memang dia tidak masalah mendapatkan hinaan dan ejekan dari mereka. Namun, dia tidak terima jika ada orang yang menyakiti Naura, wanita yang telah memberikan kasih sayang seorang ibu untuknya. Mendengar ucapan Raygan, Naura hanya bisa diam membisu. Mulutnya seperti terkunci, sehingga dia tidak bisa mengucapkan sepatah katapun. "Sayang!" ucap Naura menatap Raygan dengan mata yang berkaca-kaca. "Kebohongan tidak akan pernah
"Sayang! Ikut Mommy Naura ke kamarmu ya," Ucap Leon mengusap lembut air mata Raygan. "Naura! Bawa Raygan ke kamarnya." Naura hanya mengangguk patuh mendengar perintah Leon. "Sayang!" Ucap Naura dengan lembut sambil membawa Raygan menjauh. Melihat Naura dan Raygan telah pergi, Grace langsung tersenyum kecil. Dia berjalan mendekati Leon dengan senyuman yang melingkar di wajah cantiknya. Dia sangat yakin jika Leon akan menyambut kedatangannya dengan baik. "Kenapa kau kembali?" Tanya Leon dengan raut wajah yang tidak bisa di artikan. Sehingga membuat senyuman yang sejak tadi melingkar di wajah Grace langsung menghilang dalam seketika. "Sayang! Kenapa kau bertanya seperti itu? Aku sudah kembali, sekarang lebih baik kita buka lembaran baru bersama-sama. Bersama putra kita," Grace merangkul mesra lengan Leon lalu menyandarkan kepalanya di dada bidang pria itu. "Maaf! Kami tidak membutuhkanmu lagi." Leon langsung mendorong tubuh Grace agar menjauh darinya. Tidak banyak bicara, dia langs
"Tuan!" Ucap Arga menatap Leon yang masih fokus dengan tumpukan dokumen yang ada di hadapannya. "Hem!" Leon hanya berdehem, tanpa menoleh sedikitpun. Tatapannya tetap tertuju pada dokumen yang ada di tangannya. Walaupun dia terlihat sangat lelah, tetapi dia tetap fokus dengan tumpukan dokumen itu. "Sepertinya tuan sangat kelelahan. Lebih baik tuan istirahat saja, biar saya yang memberiksa dokumen ini," "Tidak! Saya akan memeriksanya sendiri. Sebentar lagi juga selesai," Ucap Leon terus membuka lembaran dokumen itu. Pernikahannya dan Naura sudah berjalan selama dua minggu, akan tetapi hari-harinya selalu dia habiskan di kantor. Pergi sebelum Naura bagun, dan pulang setelah Naura tidur terlelap. Bahkan mereka hanya berbicara di kantor saja, itupun hanya mengenai masalah pekerjaan saja. Setelah kedatangan Grace, pria itu terlihat lebih tertutup dari biasanya. Walaupun aslinya dia memang seperti itu. "Tuan! Apa Anda tidak ingin menghabiskan waktu dengan nyonya besar?" Tanya Arga m
"Arggh! Sial. Kenapa tiba-tiba keuangan perusahaan kita bisa menurun seperti ini? Bukankah perusahaan Tuan Leon sudah memberikan bantuan kepada perusahaan ini?" Tanya Heri melemparkan berkas yang berisi laporan keuangan kantor. "Ma... Maaf, Tuan! Tapi," "Tapi apa?" Tidak membiarkan manager keuangan berbicara, Heri terus saja nyerocos tiada henti. Walaupun sudah mendapatkan uang yang begitu banyak dari Leon, tidak membuat nasib keuangannya semakin membaik. Kepalanya terasa ingin pecah melihat keadaan perusahaan yang semakin hancur. "Tuan Rico mengunakan uang perusahaan, Tuan!" Jelas manager keuangan itu tidak mau menjadi sasaran kemarahan Heri. Rico yang berbuat ulah, kenapa dia yang harus mendapatkan hukumannya. "Apa! Dimana anak itu?" "Di... Di ruangannya, Tuan!"Tidak banyak bicara, Heri langsung bergegas menuju ruangan Rico. Matanya memerah, rahannya langsung mengeras, seakan ingin menerkam setiap orang yang mendekat. Melihat ekspresi Heri yang menakutkan, semua karyawan yang d
Leon tersenyum sendiri melihat layar ponselnya. Seperti anak remaja yang sedang jatuh cinta, dia terus tersenyum sambil menatap foto propil whatshap milik Naura. Dia melihat jika pesan yang dia kirim telah di baca, akan tetapi san istri sama sekali tidak ada niat untuk membalas pesan itu. "Walaupun aku tidak bisa mendapatkanmu, tapi aku bisa memiliki putrimu. Maaf karena aku bersikap terlalu keras kepadanya. Aku janji akan memperbaiki sikapku," batin Leon beralih menatap foto Shella yang ada di meja kerjanya. "Tuan!" Tiba-tiba Arga main nyelonong masuk, sehinga Leon refleks meletakkan ponselnya (Tapi lupa mematikan layar) "Ehm! Ternyata duda jika jatuh cinta melebihi anak ingusan," Batin Arga melihat layar ponsel Leon yang masih menyala. Melihat tatapan asistennya itu, Leon langsung tersadar. Dia mengambil ponsel itu lalu memasukkannya ke saku celana. "Aku hanya ingin bertanya bagaimana keadaannya" jelas Leon tanpa menatap sekertarisnya itu. "Memangnya saya bertanya, Tu
Naura berjalan memasuki kediaman keluarga Debora. Dia menatap satu persatu pelayan yang menyambut kedatangannya, akan tetapi dia tidak menemukan Rita di barisan itu. "Dimana tante?" Tanya Naura kepada ketua pelayan. "Nyonya ada di kamarnya, Nyonya. Beberapa hari ini dia terus mengurung diri di kamarnya," Jelas pelayan itu. Mendengar penjelasan pelayan itu, Naura perlahan berpikir sejenak. Tidak biasa sang tante seperti itu, biasanya dia selalu ikut dalam barisan pelayan saat Naura berkunjung. "Baiklah! Aku akan menemuinya," ucap Naura kembali melangkahkan kakinya. Dia melangkahkan kakinya menuju kamar yang di tempati Rita. Kamar yang begitu sempit dan juga tidak memiliki perlengkapan tidur yang lengkap. Naura menatap pintu kamar yang tertutup dengan rapat. Melihat kamar itu, ingatan akan masa lalu yang begitu menyakitkan kembali muncul di ingatannya. Kamar yang sempit dan tidak layak itu adalah saksi penderitaan Naura selama ini. Di sana dia selalu menangis menumpahkan se
Mendengar ucapan Leon yang menyudutkan nya, Dirga hanya bisa terdiam. Dia tidak bisa berkata-kata lagi, dia sadar jika dia salah. Namun, dia juga merasa kesal akan sikap Leon yang selalu acuh tak acuh kepada Naura. "Maafkan saya, Tuan!" hanya kata-kata itu yang bisa muncul dari bibir Dirga. "Tidak masalah. Kau sudah menebus kesalahanmu," Leon tersenyum sekilas mengingat permainan panasnya dengan Naura semalam. Walaupun awalnya sang istri menolak, akan tetapi lama-lama dia juga menikmati setiap sentuhan yang Leon berikan kepadanya. "Tuan! kita ada pertemuan penting dengan salah satu klien. Apa Anda sudah siap?" tanya Arga mengalihkan pembicaraan. "Sudah!" ucap Leon melangkahkan hedak melangkahkan kakinya keluar. "Dimana Alex?" "Alex!" mendengar nama sang adik di sebut, Arga dan Dirga langsung saling lempar pandang. Tidak biasanya tuan besar mereka itu mengingat adik mereka. "Di ... Dia sedang kuliah, Tuan!" ucap Dirga sedikit gugup. Dia merasa cemas dan menduga jik
Setelah selesai melanjutkan olahraga, Leon langsung bergegas ke kamar mandi. Dia membersihkan tubuhnya sambil sesekali membayangkan olahraga panas yang telah dia laukan bersama sang istri. Sudah cukup lama dia tidak menuntaskan birahinya, sehingga dia tidak bisa mengontrol diri dan menguras habis seluruh tenaga sang istri. "Pasti dia sangat lelah," batin Leon tersenyum kecil. "Tapi dia sangat nikmat. Bahkan aku ingin lagi." Tiba-tiba pria itu berubah bucit. Padahal baru beberapa waktu lalu dia mengucapkan kata perpisahan. Apa sebenarnya yang ada dipikirannya selama ini? Setelah selesai membersihkan diri, dia bergegas keluar dengan mengunakan handuk yang melilit di pingangnya. Dia menatap ke arah Naura yang kembali tertidur karena kelelahan. "Ternyata dia sangat kelelahan. Aku sudah seperti singa lapar saja," ucap Leon terkekeh kecil sambil merapikan selimut yang menutupi tubuh naura. Tidak lupa dia sedikit mengintip untuk melihat tubuh polos istrinya itu. Tidak lupa dengan hi
"Apa?" Tanya Arga dan Alex terkejut, bahkan mereka hampir kesedak minuman mendengar ucapan Dirga. "Kenapa? Aku tidak salah. Mereka sudah menikah, jadi wajar saja mereka melakukannya," ucap Dirga tersenyum tanpa dosa. Sebenarnya Dirga tidak rela jika Naura dan Leon berpisah. Terlebih lagi mengingat wanita itu sangat menyayangi Raygan, tentu saja Dirga tidak mau jika hidup Tuan Kecilnya itu kembali seperti dulu. Dimana dia selalu merindukan kasih sayang seorang ibu. "Aku hanya ingin menebus kesalahanku. Aku secara tidak sengaja mendukung keputusan Nyonya untuk berpisah dari Tuan Leon. Jadi, aku hanya ingin memperbaiki kesalahanku saja," ucap Dirga mencoba memberikan pengertian kepada kedua adiknya itu. "Kakak tidak salah. Aku juga mendukung," ucap Alex tersenyum puas. "Malam indah yang pernah tertunda akhirnya terlaksana juga," ucap Arga tersenyum mesum. Tanpa mereka sadari, ternyata sejak tadi ada sepasang kuping yang mendengarkan pembicaraan mereka. Siapa lagi jika bu
Leon berdiri seorang diri di balkon kamarnya. Dia menatap langit yang begitu gelap sambil mengisap sebatang rokok. Wajahnya terlihat murung, seperti sedang memikirkan sesuatu. "Dad!" Suara lembut sang buah hati tiba-tiba menyadarkannya. "Ia!" Dia menatap sumber suara itu dengan tatapan yang tidak bisa di artikan. "Apa daddy dan mommy bertengkar? kenapa mommy ingin pergi?" tanya Raygan dengan mata berkaca-kaca. Leon hanya bisa terdiam membisu. Mulutnya seakan terkunci dengan rapat, sehingga dia tidak bisa mengucapkan sepatah katapun. Dia mencoba mencari alasan agar sang putra dapat mengerti. Namun, pikirannya juga sangat kacau, sehingga membuatnya tidak bisa berpikir dengan jernih. "Daddy!" Leon mencoba berbicara, akan tetapi dia tetap tidak tau apa yang harus dia katakan. "Mom! mommy mau kemana? mommy sudah janji tidak akan meninggalkan Ray, tapi ini," Raygan mencoba beralih ke Naura yang sedang membereskan barang-barangnya. Dia menatap wanita itu dengan tatapan pe
Semua yang telah berpartisipasi di dalam kejahatan Heri telah di hukum satu persatu. Mulai dari Arif yang telah memalsukan surat wasiat Tuan Besar Debora, dan juga Budi yang telah membantu dalam kecelakaan yang di alami kedua orang tua Naura. Setelah menemukan beberapa bukti, ternyata kematian mereka terjadi karena rencana Budi dan Heri. Mereka sengaja menciptakan kejadian itu seperti kecelakaan, dan menghilangkan semua bukti kejahatan mereka. Namun, sepintar-pintarnya mereka menyembunyikan kejahatan yang mereka lakukan, pasti akan terbongkar juga. Hari ini, di depan seluruh pejabat penting dan juga para pegawai penting Pt. Debora grub Naura di tetapkan sebagai direktur utama Pt. debora grub dan juga pewaris tunggal keluarga Debora. "Selamat, Nyonya!" Dirga memberikan selamat atas keberhasilan Naura merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya. "Terima kasih! ini semua karena bantuan Anda," ucap Naura tersenyum. "Selamat, Nyonya! Akhirnya Anda berhasil menyingkirkan s
"Maaf! dengan Vico Asrico Debora?" beberapa pria berbadan tegap dan mengunakan seragam dinas polisi mendekati Rico yang sedang minum di sudut bar. "Ya! saya adalah Vico Asrico Debora. Ada apa?" tanya Rico tidak mengerti. "Anda di tahan atas tuduhan penggelapan dana perusahaan Debora, dan juga pemalsuan dokumen kepemilikan perusahaan itu," ucap ketua polisi memberikan surat perintah penahanan. "Bukan hanya itu, ada juga terlibat dalam sindikat jaringan narkoba dan juga judi online. Jadi, ikut kami sekarang," ucap polisi itu kembali sambil memborgol tangan Rico. "Pemalsuan dokumen? saya tidak tau masalah itu, Pak. Itu semua pengacara itu, dia yang memalsukan surat wasiat kakek." Rico berusaha untuk membela diri. "Silakan Anda jelaskan di kantor. Sekarang ikut kami secara baik-baik, atau kami akan berbuat kasar." Melihat tatapan tajam para polisi itu, Rico langsung ketakutan. Wajahnya memucat, diikuti dengan keringat dingin yang bercucuran. Tentu saja dia tidak berani menghada
Di saat semua orang masih tertidur dengan lelap, terlihat seorang wanita paruh baya sedang sibuk berkutik di dapur. Dia meracik setiap bumbu yang hendak dia masak dengan perasaan kesal. Terlihat wajahnya begitu lelah, apalagi usianya kini yang sudah tidak muda lagi, sehingga membuat seluruh tubuhnya terasa sakit. "Lelah sekali!" dia mencoba menyeka keringat yang memenuhi keningnya. "Ternyata Anda tau lelah juga," ucap seorang wanita berdiri di depan pintu sambil memperhatikan wanita itu. "Naura!" ucap Rita melihat kedatangan keponakan sekaligus majikan barunya. "Aku mau sarapan, cepat siapkan sarapan untukku," ucap Naura melirik jam tangannya yang sudah menunjuk ke pukul enam pagi. "Sebentar! Tante akan masakkan nasi goreng untukmu," ucap Rita menunduk. Jujur tubuhnya sudah sangat lelah, akan tetapi dia tidak berani membantah sama sekali. Apalagi mendengar ancaman Naura semalam, tentu dia tidak mau mendapatkan hukuman karena tidak becus bekerja. Di saat semua pelayan masih