"Assalamualaikum," Suara lembut terdengar begitu indah di telinga mereka yang berada di ruang perawatan Jihan. Kehadirannya yang mengejutkan namun di sambut dengan senyum antusias oleh Bu Imah. "Wa'alaikumsalam, Umi Fatimah. Silahkan masuk Umi," sahut Bu Imah menggeser tubuhnya memberikan ruang pada Umi yang datang untuk melihat kondisi Jihan. Ia tidak menyangka jika kehadiran Umi Fatimah lebih cepat dari yang ia duga. Berapa kali wanita yang menutup seluruh tubuhnya dengan pakaian yang longgar dan Khimar yang panjang mengunjungi Jihan namun tidak mendapatkan respon dari Jihan dan kali ini ia datang tepat waktu setelah berapa hari Jihan tidak memberikan respon. Umi mendekati tempat tidur pasien, dimana Jihan terbaring dengan memeluk tubuh Veer yang semakin aktif. Bu Imah bersyukur Veer anak yang baik tidak rewel meski harus jauh dari Jihan. Walau di hari pertama Jihan di rawat Veer menangis bersamaan dengan Veer yang terpaksa mengganti ASI-nya dengan susu formula."Assalamualaikum
"Brukkk!!!" Tubuh Rini terkulai di lantai setelah mendengar tuntutan penjara yang membutuhkan waktu lama dan kabar tentang suaminya yang kini telah kabur dengan wanita lain membawa harta benda yang di milikinya. Ajeng meninggalkan kantor polisi tidak ada lagi yang ia lakukan. Mengenai Rini, itu sudah menjadi urusan kepolisian, baginya saat ini keadilan untuk sang sahabat telah ia lakukan. Sudah saatnya ia kembali ke kota dimana usahanya telah membutuhkan dirinya. Usai menemui Bu Imah dan Veer, Ajeng menemui Jihan yang kini jauh lebih baik lagi. Bukan hanya hatinya tapi juga dengan penampilannya yang baru, Ajeng bersyukur melihat perubahan yang terjadi dengan Jihan. Wanita yang begitu lembut dan baik hati harus menerima ujian yang begitu berat, jika yang hal buruk menimpa dirinya Ajeng tidak tahu apa yang akan terjadi. Mungkin akan lebih parah dari Jihan, bahkan ia akan menggantung dirinya, ia tidak akan sanggup untuk melihat dunia lagi. Ia begitu takjub pada Jihan, walau berada di
"Nak Jihan, ambil ini. Gunakan untuk menambah modal usahamu, nak,"Jihan terkejut dengan amplop coklat dengan isi yang berwarna merah. Ia tidak menyangka jika Bu Imah memberikan uang tabungannya."Ibu simpan saja, aku masih memiliki tabungan Bu. jangan khawatir, jika suatu saat aku membutuhkan uang ibu. Aku pasti minta pada ibu.""Tapi nak,"Usai berdebat dengan Bu Imah akhirnya, Bu Imah menyimpan kembali amplop coklat miliknya. Jihan yang diam-diam memiliki tabungan yang masih cukup dan penghasilan yang terakhir sebelum terjadi pembakaran itu. Penjualan pakaian miliknya ramai sampai Jihan sendiri kewalahan untuk melayani, rencana awal Jihan akan mencari satu karyawan namun takdir berkata lain tragedi terjadi sehingga Jihan kehilangan semuanya dan ia harus masuk rumah sakit."Astaghfirullah, kenapa aku harus mengingat lagi? Ayo, Jihan bangkit. Sudah waktunya berdiri bukan meratapi." ucap Jihan membuat Bu Imah terkekeh, meski penampilannya telah berubah namun Jihan tetaplah Jihan yang
"Kamu menjebak ku, Indah?!"Andra tidak percaya jika wanita yang kini tertunduk telah menjebaknya untuk mengakui apa yang tidak ia lakukan. Usahanya sia-sia, tidak ada lagi untuk yang bisa Andra lakukan selain memilih untuk mengikuti permainan Indah."Kalian harus menikah!!""Bagaimana nak? Apakah kamu bersedia menikah dengan Indah? Ibu percaya kamu bukan pelakunya. Tetapi untuk membela diri itu tidak mungkin." lirih Imas ibu Andra.Pernikahan Andra dengan Indah di laksanakan dengan sederhana di saksikan oleh penduduk desa dan kerabatnya. Indah bersyukur jika rencananya telah berhasil, meski Andra akan sangat marah bahkan benci padanya namun itu hal berbeda. Yang terpenting sekarang indah resmi menjadi istri Andra laki-laki yang sangat ia cintai sejak lama."Mas, kamu mau makan?" tanya indah dengan lembut."Tidak. Aku akan pulang,""T— tapi kamu itu suamiku, rumahku adalah rumahmu mas. Kenapa kamu memilih pulang? Apakah kamu tidak Nayaman di sini?"Andra mengusap wajahnya kasar di tat
Waktu berjalan dengan cepat hari berganti dengan meninggalkan kenangan yang terukir di hari sebelumnya. Tidak henti-hentinya Jihan bersyukur atas apa yang ia dapatkan saat ini, impiannya telah tercapai. Kini saatnya untuk membenahi diri bertemu dengan sang ayah yang tinggal di ibu kota. Walau harapan itu sepertinya jauh dari kenyataan mengingat kemarahan sang ayah pada waktu itu. Tetapi Jihan tidak begitu saja menyerah jika sudah waktunya ia akan kembali mengambil yang seharusnya menjadi miliknya terutama kasih sayang sang ayah."Assalamualaikum,""Wa'alaikumsalam, ibu, sayang. Kejutan sekali!" Jihan menyambut ibu dan putranya yang datang walau hanya sebentar rumah makan miliknya."Mama, aku berangkat sekolah dulu. Tapi aku ingin Mama ikut dengan kami," rengek Veer, hari ini adalah hari pertamanya masuk sekolah taman kanak-kanak. Usianya yang kini menginjak empat tahun namun ucapannya seperti orang dewasa. Sangat tegas dan lembut hal itulah yang membuat Jihan merasa anaknya memiliki
"Melupakan wanita itu dan menikah dengan wanita pilihan Mama. Itu permintaan Mama.""Mama, tolong jangan paksa aku untuk melakukan hal itu. Aku tidak mungkin berhenti mencarinya, dia mengandung anakku. Itu artinya cucu Mama."Kenzie berusaha memberikan pengertian pada sang Mama, walau pada akhirnya perdebatan akan berlanjut. Tetapi Kenzie tidak ingin gegabah menerima tawaran dari wanita yang sangat ia sayangi. Namun rasa bersalah atas apa yang terjadi dengan wanita yang bermalam dengannya adalah wanita baik-baik Kenzie tersadar dari lamunannya saat suara sang Mama memecahkan keheningan."Mau sampai kapan, Ken? Apa kamu mau Mama menunggu sampai Mama mati? Mama mati karena menginginkan cucu dari kamu?""Mama, cukup. Jangan bicara begitu, aku sayang Mama. Tapi aku juga merasa bersalah padanya, dia bekerja di perusahaan ini mereka menghinanya karena hamil tanpa suami. Aku, adalah ayah dari anak yang ada dalam kandungannya ma, tolong pahami aku tentang ini.""Mama ingin kamu memiliki kehi
"Ayah, maksud mas Ivan itu. Mas Ivan ingin bicara sama ayah. Ada yang ingin di sampaikan mas Ivan pada ayah. Katanya ini sangat penting, aku harap ayah tidak memikirkan hal yang tidak seharusnya di pikirkan. Sekarang waktunya berbenah ayah, pikirkan yang akan di katakan oleh mas Ivan. Semua demi kita bukan untuk kamu pribadi." ujar Luna manja pada Ivan.Cakra memperhatikan putri tirinya yang begitu manja pada Ivan. Laki-laki yang seharusnya menjadi suami putri kandungnya, namun kesalahan yang di lakukan oleh putrinya berhasil membuat Ivan menikahi Luna. Kebenaran terlalu lama tersembunyi, lelah Cakra menunggu lelah ia mencoba untuk mencari tahu kejadian yang sebenarnya walau ada hal ganjil setalah kepergian putrinya. Sikap dan kekuasaan yang dinginkan istri dan putri tirinya adalah tanda tanya besar untuknya.Sebagai seorang ayah, Cakra menginginkan putrinya kembali kerumah. Ia akan meminta maaf padanya, atas apa yang ia lakukan telah melukai hatinya."Yah, begini, aku—" Ivan mengurung
Irina di buat kesal dengan jawaban Lina. Selama ini ia sudah berjuang untuk mendapatkan yang seharusnya menjadi milik putrinya. Walau yang ia lakukan memiliki resiko yang besar, tetapi sebagai seorang istri Irina memiliki hak atas harta suaminya yang bisa ia berikan pada putri tunggalnya."Kamu, anak yang tidak bisa di andalkan. Ivan bawa istrimu pergi dari hadapan Mama. Mama sudah pusing jangan bikin Mama semakin pusing!! Kamu pikir ayahmu bisa memberikan dua hal sekaligus? Pikir pake otak kamu sebelum bicara, Luna!!""Mama yang sabar ya. Aku akan menasehati Luna, apa yang kita lakukan saat ini hanya untuk harta dan aku menginginkan kekuasaan itu, dengan begitu aku dan Luna bisa berkuasa penuh ma.""Sudah pergi sana!!""Baik Ma, aku ajak Luna pergi."Ivan mengajak Luna menjauh dari Irina. Hal biasa baginya melihat perdebatan antara Luna dengan Irina. Ivan berusaha untuk menasehati Luna yang tidak terima dengan ucapan Irina. Suara Ivan mampu menekan amarah Irina yang menggebu-gebu."Sa