"Bu, sepertinya aku punya ide?" ucap Jihan mengejutkan Bu Imah."Ide apa nak? Kamu mau jualan? Biar nanti ibu bantu atau kamu ada ide lain?"Jihan mengangguk antusias, meskipun Jihan terlahir dari keluarga yang kaya raya bahkan Jihan tidak kekurangan. Apa pun bisa ia dapatkan tanpa kesulitan lebih dulu. Berbeda dengan saat ini. Ia harus berjuang seorang diri demi menghidupi putra tunggalnya."Bu gimana kalau aku jualan? Desa ini tidak terlalu jauh dari pasar. Aku coba jualan disana?""Itu ide bagus nak, sebaiknya biar ibu yang jualan. Nak Jihan cukup di rumah mengurus Veer? Ibu tidak tega jika kamu jualan, bagaimana dengan Veer? Dia masih membutuhkan kamu nak,""Tidak Bu, aku yang akan berjualan. Ibu cukup di rumah menjaga Veer masalah asi itu urusan gampang. Aku akan menyediakan sebelum aku pergi. Gimana kalau besok kita lihat ke pasar Bu?""Tapi nak—""Tidak ada tapi Bu, ini sudah menjadi aturan aku. Maaf jika aku kasar sama ibu. Tapi ini sudah aku pikirkan sebelumnya, kita lihat ke
"Dasar pelakor tidak tahu diri!! Usir aja Bu dari sini, bahaya yang ada nanti suami kita di goda sama dia. Usir aja Bu, usir!!!"Berapa warga dan pengunjung pasar berhenti mereka seakan-akan mendapatkan lotre untuk mengambil uang yang akan di bagikan oleh Jihan. Mereka dengan rapih mengelilingi Jihan dengan suara dan tangan menunjuk kearahnya."Berapa kali aku katakan, aku tidak menggoda suamimu. Aku tidak pernah melakukan yang kamu tuduhkan—""Halah!!! Maling mana ngaku sih!! Kamu lupa siapa yang berkuasa di sini? Aku, aku yang berkuasa. Pasti kamu pindah disini karena suamiku 'kan? Dia yang sudah memberikan modal padamu, sampai kamu bisa usaha seperti ini. Dasar wanita tidak tahu diri!!!""Maaf aku tidak kenal suamimu, mbak. Aku pindah kesini dan usaha itu semua hasil uang tabungan aku pribadi. Jadi jangan menuduhku yang tidak-tidak.""Omong kosong apa kamu hah?! Di mana-mana kalau orang salah itu tidak berani ngaku. Kalau ngaku itu penjara penuh!!"Jihan berusaha untuk menetralkan
Dia rumah mewah seorang wanita paruh baya sibuk menyiapkan acara makan malam yang spesial. Acara yang sejak lama ia rencanakan harus di undur untuk kesekian kalinya. Namun hari ini ia begitu bahagia sang putra kesayangannya bersedia datang meskipun ia harus membujuknya berulang kali."Selamat malam mama, pah," sapanya lembut tanpa menoleh kearah lain yang ia ketahui adalah sosok wanita yang akan di jodohkan dengannya."Sayang, kamu sudah datang? Terima kasih kamu menerima undangan makan malam ini. Sayang duduklah," Intan Grantland adalah sosok wanita yang begitu lembut, penyayang meskipun sedikit memaksakan kehendaknya pada putra tunggalnya Kenzie Kalingga Grantland satu-satunya pewaris tunggal dari kekayaan milik keluarganya. Walau terlahir menjadi anak tunggal Kenzie adalah pria yang mandiri bahkan ia memiliki bisnis sendiri tanpa bantuan dari nama besar Ayahnya."Tania, perkenalkan anak Tante namanya Kenzie. Ken, kenalkan dia Tania putri sahabat mama," Intan menganggukkan kepalany
"Kemungkinan terburuknya seperti itu Bu,""Astagfirullah hal adzim, Jihan putri ibu." Isak tangis Bu Imah membangunkan Veer yang tertidur dalam gendongannya. Dokter cantik di depannya dengan sikap mengangkat tubuh Veer agar tidak terjatuh melihat Bu Imah terpukul dengan kenyataan yang baru di dengarnya."Bu istiqhfar, ini hanyalah sebuah kemungkinan saja dan kita berdoa semoga hal ini tidak akan terjadi. Dokter juga manusia tempatnya lupa dan salah. Karena Allah yang menentukan kehidupan seseorang, Bu Imah. Saya bisa memberikan saran ini pada ibu, maaf tapi sepertinya mbak Jihan membutuhkan sosok yang bisa mengerti keadaannya tempat yang bisa menceritakan keluh kesahnya, dan jika kondisi mbak Jihan sudah lebih baik datanglah ke rumah ibu dari sahabat saya—"Usai mendengar penjelasan dari dokter yang menangani Jihan, Bu Imah masuk kedalam ruangan perawatan dimana Jihan tertidur dengan pulas. Berlahan Bu Imah menyentuh pergelangan tangan Jihan mengusapnya dengan lembut, di genggamnya se
"Assalamualaikum," Suara lembut terdengar begitu indah di telinga mereka yang berada di ruang perawatan Jihan. Kehadirannya yang mengejutkan namun di sambut dengan senyum antusias oleh Bu Imah. "Wa'alaikumsalam, Umi Fatimah. Silahkan masuk Umi," sahut Bu Imah menggeser tubuhnya memberikan ruang pada Umi yang datang untuk melihat kondisi Jihan. Ia tidak menyangka jika kehadiran Umi Fatimah lebih cepat dari yang ia duga. Berapa kali wanita yang menutup seluruh tubuhnya dengan pakaian yang longgar dan Khimar yang panjang mengunjungi Jihan namun tidak mendapatkan respon dari Jihan dan kali ini ia datang tepat waktu setelah berapa hari Jihan tidak memberikan respon. Umi mendekati tempat tidur pasien, dimana Jihan terbaring dengan memeluk tubuh Veer yang semakin aktif. Bu Imah bersyukur Veer anak yang baik tidak rewel meski harus jauh dari Jihan. Walau di hari pertama Jihan di rawat Veer menangis bersamaan dengan Veer yang terpaksa mengganti ASI-nya dengan susu formula."Assalamualaikum
"Brukkk!!!" Tubuh Rini terkulai di lantai setelah mendengar tuntutan penjara yang membutuhkan waktu lama dan kabar tentang suaminya yang kini telah kabur dengan wanita lain membawa harta benda yang di milikinya. Ajeng meninggalkan kantor polisi tidak ada lagi yang ia lakukan. Mengenai Rini, itu sudah menjadi urusan kepolisian, baginya saat ini keadilan untuk sang sahabat telah ia lakukan. Sudah saatnya ia kembali ke kota dimana usahanya telah membutuhkan dirinya. Usai menemui Bu Imah dan Veer, Ajeng menemui Jihan yang kini jauh lebih baik lagi. Bukan hanya hatinya tapi juga dengan penampilannya yang baru, Ajeng bersyukur melihat perubahan yang terjadi dengan Jihan. Wanita yang begitu lembut dan baik hati harus menerima ujian yang begitu berat, jika yang hal buruk menimpa dirinya Ajeng tidak tahu apa yang akan terjadi. Mungkin akan lebih parah dari Jihan, bahkan ia akan menggantung dirinya, ia tidak akan sanggup untuk melihat dunia lagi. Ia begitu takjub pada Jihan, walau berada di
"Nak Jihan, ambil ini. Gunakan untuk menambah modal usahamu, nak,"Jihan terkejut dengan amplop coklat dengan isi yang berwarna merah. Ia tidak menyangka jika Bu Imah memberikan uang tabungannya."Ibu simpan saja, aku masih memiliki tabungan Bu. jangan khawatir, jika suatu saat aku membutuhkan uang ibu. Aku pasti minta pada ibu.""Tapi nak,"Usai berdebat dengan Bu Imah akhirnya, Bu Imah menyimpan kembali amplop coklat miliknya. Jihan yang diam-diam memiliki tabungan yang masih cukup dan penghasilan yang terakhir sebelum terjadi pembakaran itu. Penjualan pakaian miliknya ramai sampai Jihan sendiri kewalahan untuk melayani, rencana awal Jihan akan mencari satu karyawan namun takdir berkata lain tragedi terjadi sehingga Jihan kehilangan semuanya dan ia harus masuk rumah sakit."Astaghfirullah, kenapa aku harus mengingat lagi? Ayo, Jihan bangkit. Sudah waktunya berdiri bukan meratapi." ucap Jihan membuat Bu Imah terkekeh, meski penampilannya telah berubah namun Jihan tetaplah Jihan yang
"Kamu menjebak ku, Indah?!"Andra tidak percaya jika wanita yang kini tertunduk telah menjebaknya untuk mengakui apa yang tidak ia lakukan. Usahanya sia-sia, tidak ada lagi untuk yang bisa Andra lakukan selain memilih untuk mengikuti permainan Indah."Kalian harus menikah!!""Bagaimana nak? Apakah kamu bersedia menikah dengan Indah? Ibu percaya kamu bukan pelakunya. Tetapi untuk membela diri itu tidak mungkin." lirih Imas ibu Andra.Pernikahan Andra dengan Indah di laksanakan dengan sederhana di saksikan oleh penduduk desa dan kerabatnya. Indah bersyukur jika rencananya telah berhasil, meski Andra akan sangat marah bahkan benci padanya namun itu hal berbeda. Yang terpenting sekarang indah resmi menjadi istri Andra laki-laki yang sangat ia cintai sejak lama."Mas, kamu mau makan?" tanya indah dengan lembut."Tidak. Aku akan pulang,""T— tapi kamu itu suamiku, rumahku adalah rumahmu mas. Kenapa kamu memilih pulang? Apakah kamu tidak Nayaman di sini?"Andra mengusap wajahnya kasar di tat