Share

Menjadi Ibu Susu

Author: Merpati_Manis
last update Last Updated: 2024-11-15 12:03:15

Wanita muda berhijab merah maroon itu berjalan pelan mendekati pintu lalu mengambil sebuah map yang diletakkan di atas koper berukuran sedang. Larasati meyakini bahwa yang ada di dalam koper tersebut, pastilah barang-barang pribadi miliknya. Rupanya, Abimana memang telah merencanakan semua dengan matang dan bodohnya, Larasati tidak pernah menaruh curiga. 

Tangan Larasati kembali bergetar membuka map tersebut. Map yang berisi data salinan surat yang telah dia tanda tangani tadi. Surat gugatan cerai Abimana dan pengalihan hak asuh sang putra pada mantan suami. 

Air mata kembali luruh. Sesungguhnya dia sudah lelah menangis dan tidak ingin lagi mengeluarkan air mata. Namun, Larasati tidak sanggup mencegah air mata yang menyeruak dan memaksa keluar ketika mengingat semuanya. 

"Aku tidak butuh uangmu, Mas! Aku hanya butuh anakku!" jerit Larasati ketika tatapannya tertuju pada selembar cek yang di dalamnya tertera deretan tujuh angka. Lima juta rupiah. Ya, hanya seharga itulah luka hati Larasati di mata Abimana. 

Wanita muda itu meremas cek tersebut hingga kusut tidak berbentuk lagi. Dia lalu membuangnya dengan asal seraya merutuk, "aku bersumpah, Mas! Kamu akan merasakan kepedihan yang lebih dahsyat dari yang aku rasakan!"

Puas memaki sang mantan suami yang pastinya tidak dapat mendengar caci makinya, Larasati mencoba menenangkan diri. Dia mengambil napas panjang dan menghirup udara bebas sebanyak-banyaknya untuk mengisi penuh paru-paru, lantas menghembuskan perlahan. Setelah merasa cukup tenang, Larasati menyapu wajah dengan ujung jilbab dan kemudian segera meninggalkan rumah yang penuh kenangan mesra, tetapi ternyata penuh kepalsuan. 

Tertatih, Larasati menyusuri gang perumahan yang nampak lengang. Udara yang panas dan memang ini adalah jam istirahat siang, membuat warga di komplek perumahan tempat Larasati selama hampir setahun ini tinggal, malas untuk keluar. Mereka pasti lebih memilih untuk berada di dalam rumah dan menghabiskan waktu dengan beristirahat. 

"Aku baru sadar sekarang, kenapa Mas Bima tidak mengizinkan aku membeli barang-barang keperluan untuk anak kami," gumam Larasati sambil terus berjalan, seraya menyeret koper yang berisi pakaian miliknya yang tidak seberapa banyak. Suaminya hanya mengizinkan dirinya membeli pakaian bayi, itu pun seperlunya saja.

Kejanggalan lain yang baru disadari oleh wanita muda itu adalah, suaminya juga tidak setuju jika Larasati ingin membeli barang-barang lain untuk melengkapi atau mempercantik tampilan rumah sederhananya. Seperti, membeli perlengkapan dapur atau sekadar mengoleksi barang rumah tangga lain seperti kebanyakan para wanita. Sehingga di dapur minimalisnya hanya terdapat almari pendingin berukuran kecil, satu kompor dengan satu tungku, penggorengan kecil dan panci untuk memasak sayur yang juga berukuran kecil. Semua yang ada, serba sederhana dan kecil. 

"Enggak perlu membeli peralatan masak macam-macam, Sayang. Kalau pengin sesuatu, kita beli saja. Aku tidak mau kamu kelelahan nantinya jika harus memasak," larang Abimana, beralasan. Alasan yang mampu membuat hati Larasati melayang karena merasa disayang dan diratukan. 

Begitu selalu yang dikatakan sang suami jika Larasati ingin membeli barang. Sehingga di umah sederhana dengan tipe tiga enam yang dibelikan oleh Abimana dan sudah diatasnamakan Larasati tersebut, tidak banyak terdapat barang-barang di dalamnya. Hanya ada satu set sofa minimalis di ruang tamu. Satu kasur lantai di ruang keluarga yang biasa digunakan ketika sedang menonton televisi yang berukuran 21 inci. Sementara di dua kamar yang ada di rumah itu, masing-masing hanya ada satu tempat tidur berukuran sedang dan satu almari pakaian yang juga tidak seberapa besar. 

Lamunan Larasati buyar ketika sebuah motor membunyikan klaksok dengan nyaring, tepat di sampingnya. Pengendara motor itu lalu berhenti. Dia membuka kaca helm dan tersenyum manis pada Larasati. 

"Mbak Lara mau kemana?" tanyanya, sopan. 

"Eh, Mas Galuh. Ini, saya mau ke depan, Mas."

"Butuh tumpangan?" tawar pria muda bernama Galuh yang merupakan tetangga Larasati dan selama ini sering mencuri-curi pandang pada wanita muda itu. 

"Lho, Mbak Lara sudah melahirkan? Kapan? Kok enggak ada kabar apa-apa?" Galuh mengerutkan dahi setelah menyadari bahwa perut wanita di sampingnya, kembali rata. 

"Mas, maaf, ya. Saya buru-buru harus segera sampai di rumah ibu," elak Larasati yang sengaja menghindar dari cercaan pertanyaan pria muda, yang sepertinya menaruh hati padanya. 

Setelah mengangguk seraya tersenyum, Larasati segera berlalu menuju ke ujung jalan yang sudah terlihat di depan. Tepat di saat yang sama, sebuah angkutan melintas dan wanita muda itu melambaikan tangan. Buru-buru, dia naik ke dalam angkutan karena tidak ingin Galuh mengejar. 

Setelah berada di dalam angkutan umum, Larasati kembali merenung. Wanita berhijab maroon itu nampak bingung. Dia belum menentukan, kemana tempat yang harus dia tuju untuk bernaung? 

'Apa aku harus balik ke resto? Siapa tahu masih ada lowongan pekerjaan untukku di sana? Tapi, dengan kondisiku yang masih seperti ini, apa bisa aku langsung bekerja?'

Larasati meringis, menahan ngilu di area inti tubuh. Dia sudah banyak bergerak sedari tadi dan berjalan terlalu jauh. Rasa perih serta panas di bagian bawah tubuhnya sana, mungkin saja karena ada jahitan yang terbuka. 

'Tidak-tidak. Aku belum sanggup jika harus langsung bekerja. Apalagi pekerjaan di sana, butuh kecekatan dan kesigapan dalam melayani pelanggan. Kalau keaadaanku seperti ini, yang ada bos akan marah-marah. Sebaiknya, aku mencari tempat untuk memulihkan kondisi tubuhku dulu,' monolog Larasati dalam diam. 

Wanita itu lalu memutuskan kemana tujuannya. Dia berganti angkot setelah sampai di terminal angkutan kota. Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam, sampailah dia di tempat tujuan. 

Larasati tertegun ketika baru saja turun dari angkutan kota. Tatapannya terpaku pada bangunan gedung bertingkat yang menjulang ke atas cakrawala. Bangunan dengan banyak jendela itu memang belum jadi sempurna, tapi Larasati sudah dapat memperkirakan kemewahannya. 

"Apartemen Mutiara?" gumam Larasati, membaca papan nama pembangunan apartemen tersebut. 

"Lalu, kemana panti asuhan dipindahkan? Kemana ibu panti dan adik-adik?" Air mata mulai menggenang di pelupuk mata wanita muda yang wajahnya terlihat kuyu tersebut. 

Larasati berdiri dengan kaki gemetaran. Kondisinya belum pulih benar pasca persalinan tadi, ditambah rasa sakit yang dia rasakan. Bukan hanya di area inti, kini dia juga merasakan sakit di kedua gunung kembar miliknya yang semakin membesar. 

Larasati mera*ba dadanya yang mulai basah. "Apa kamu haus, Nak?" Air mata semakin meleleh ketika ingatan wanita muda itu tertuju pada bayinya. Harusnya, saat ini dia sudah menyusui putranya. Namun, sang mantan suami dengan tega memisahkan mereka berdua. 

Wanita berhijab itu memindai keadaan sekeliling bangunan bertingkat. Di ujung area parkir gedung, dia melihat sebuah warung kecil yang cukup ramai. Langkahnya tergerak menuju ke sana sekadar untuk mencari minuman sebagai pelepas dahaga dan numpang berteduh untuk melepaskan penat.

"Bu, teh hangat manis satu," pintanya pada pemilik warung. Larasati kemudian duduk setelah dipersilakan dengan ramah oleh wanita paruh baya, pemilik warung tersebut. 

Wanita muda itu memilih duduk di bagian belakang karena semua pengunjung warung adalah kaum pria yang merupakan pekerja proyek bangunan. Larasati duduk terdiam, sambil menyeruput teh hangat pesanannya yang baru saja datang. Dia tidak menghiraukan kelakar para pekerja proyek yang mulai menggodanya dengan kata-kata yang kurang sedap didengar. 

"Kopi hitam satu, Mbok!" pinta seseorang dengan wajah murung yang baru saja masuk ke dalam warung. 

"Kusut benar wajahmu, Jal?" tanya pemilik warung tanpa menjawab pesanan pria berusia sekitar tiga puluh tahun tersebut. 

"Gimana enggak kusut, Mbok? Dari kemarin sore, anak bos rewel enggak mau minum susu. Aku sampai bolak-balik ke super market untuk membeli susu aneka merek dan rasa, tapi tetap saja Den Bram enggak mau nyusu. Dia hanya mau minum air putih, kasihan sekali 'kan? Dan sekarang Den Bram demam, Mbok," keluh Jali, sopir pribadi bos kontraktor yang membangun apartemen Mutiara. 

"Kasihan sekali, ya, putra Pak Bara. Masih bayi, tapi sudah ditinggal pergi mamanya," kata Mbok Nah, pemilik warung tersebut, bersimpati. 

"Ndoro putri sampai memintaku untuk mencari ibu susu buat cucunya, lho, Mbok. Lah, aku 'kan jadi semakin bingung. Nyari di mana ibu susu seperti itu?" lanjut Jali, membuat Larasati langsung berdiri dan menatap pria yang baru pertama kali dilihatnya itu. 

"Ibu susu? Jika diperbolehkan, sa-saya bersedia menjadi ibu susu putra majikan Anda, Mas." 

bersambung ... 

Related chapters

  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Wanita Penyakitan

    Jali, pria yang berprofesi sebagai sopir pribadi dan sudah cukup lama ikut dengan Barata Adiguna, menatap Larasati dengan tatapan bimbang. Dia mengerutkan dahi, seolah tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh wanita muda di hadapan. Di mata Jali, Larasati masih sangat muda dan mustahil jika wanita itu bisa menjadi ibu susu untuk putra sang majikan. Mbok Nah yang mengerti kebimbangan pria yang sudah sangat dikenalnya karena mereka berasal dari kampung yang sama, kemudian mendekati Larasati. Wanita paruh baya tersebut lalu menepuk pelan pundak wanita berhijab yang masih menatap ke arah Jali. Hal itu sontak membuat Larasati terkejut, lantas kembali mendudukkan diri. "Maaf, jika saya lancang, Bu, Mas," kata Larasati yang kemudian menundukkan kepala. Dia juga merasa malu karena tatapan semua pengunjung warung yang kkesemuanya pria, kini tertuju padanya. Mbok Nah ikut duduk di samping Larasati. "Neng, apa Neng yakin bisa menjadi ibu susu? Mbok lihat, Neng masih sangat muda." Pemilik

    Last Updated : 2024-11-15
  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Jatidiri Larasati

    Bukan hanya Larasati yang terkejut dan merasa sakit hati mendengar perkataan Bara. Bu Dini nyatanya juga tidak kalah terkejut dan sangat menyayangkan perkataan sang putra. Wanita anggun itu lalu melepaskan kaca matanya dan menatap tajam pada sang putra. "Ini bukan saatnya untuk berdebat, Bara! Segera bersihkan tubuhmu, setelah itu temui mama di ruang kerja!"Bara nampak masih ingin menyampaikan rasa keberatan. Namun, sang mama telah mengajak wanita yang di mata Bara terlihat lusuh itu untuk berlalu dari hadapan. Dia hanya bisa mengacak kasar rambutnya, seraya menghela napas panjang. Pria yang baru saja menjadi duda itu segera kembali ke kamarnya. Sepanjang membersihkan diri, pikiran Bara terus tertuju pada wanita muda yang baru saja dia lihat dan akan menjadi ibu susu untuk sang putra. Segala pikiran buruk tentang wanita itu, masih bertahta di hatinya. 'Aku tidak mau kalau kehadirannya membawa pengaruh buruk untuk putraku! Aku juga akan tuntut dia kalau sampai Bram kenapa-napa, set

    Last Updated : 2024-11-15
  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Asal-usulnya Tidak Jelas

    Setelah mendengar cerita dari sang mama mengenai Larasati, Bara menyandarkan punggung pada sandaran sofa. Tatapannya terlihat menelisik, ke arah sang mama. Pria yang memiliki garis wajah tegas, mata tajam dengan bulu mata pendek, tetapi lentik itu masih saja menatap sang mama tanpa bersuara."Apa yang kamu pikirkan tentang mama, Bara? Kenapa kamu menatap mama seperti itu?" cecar Bu Dini setelah beberapa saat berlalu, tetapi Bara masih membisu."Bara heran sama Mama. Sejak kapan Mama begitu mudahnya percaya pada orang asing? Bukankah Mama sendiri yang selama ini mengajarkan pada Bara agar berhati-hati dan jangan sampai termakan dengan kepolosan seseorang? Bisa saja 'kan, Ma, dia itu hanya berpura-pura lugu untuk menipu? Bara tetap tidak bisa mempercayai wanita itu begitu saja, Ma.""Dia beda, Bara! Kita tidak dapat menyamakan semua orang seperti itu! Mama yakin, Rara memang wanita yang baik!" tegas Bu Dini. Wanita anggun itu meyakini, sesuai apa kata

    Last Updated : 2024-12-06
  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Feeling

    Wanita muda berhijab warna biru laut itu masih menatap tajam pada Bara. Sesaat kemudian dia mengalihkan pandangan pada bayi laki-laki yang menangis dalam gendongan sang oma. Larasati sebenarnya hendak mendekat dan memeluk bayi yang tidak berdosa tersebut karena merasa tidak tega. Namun, langkahnya terasa berat karena kata-kata Bara yang pedas benar-benar telah melukai hatinya."Maaf, Bu Dini. Sepertinya, kehadiran saya tidak diinginkan di rumah ini. Saya mohon pamit." Larasati mengangguk sopan lalu membalikkan badan. Dia hendak berlalu dari ambang pintu kamar, tetapi suara Bu Dini yang lembut dan terdengar memelas menahan langkahnya."Kamu juga seorang ibu, Nak Rara. Ibu tahu kamu memiliki hati yang lembut. Ibu mohon, Nak, tetaplah tinggal di sini demi Bram."Larasati menoleh ke dalam kamar yang luas milik Bara. Tatapannya tertuju pada netra Bu Dini yang sudah berkaca-kaca. Bayi laki-laki dalam gendonga

    Last Updated : 2024-12-07
  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Terjebak Permainan

    Bara nampak sangat marah dan kecewa. Dia mulai dapat menebak, kemana arah pembicaraan mamanya. Sang mama sepertinya ingin menjodohkan dia dengan wanita yang kini menjadi ibu susu sang putra.Tentu saja Bara sangat marah. Tanah pemakaman istrinya saja masih basah. Bisa-bisanya sang mama malah mulai membicarakan tentang wanita lain yang bahkan baru mereka kenal."Santai, Boy. Duduklah!" titah sang mama seraya menepuk bangku kosong di sampingnya.Mau tidak mau, Bara kembali duduk di tempatnya semula."Mama tidak bermaksud melukai perasaan kamu, Bara. Mama juga sangat kehilangan dengan kepergian menantu mama yang baik seperti Cantika." Bu Dini menatap sang putra dengan lekat."Kamu masih ingat, kan, ketika mengenalkan Cantika pertama kali pada mama? Mama langsung setuju karena begitu melihat Cantika dan mengenal sebentar dari cara bicaranya, mama yakin dia itu wanita berhati lembut dan pasti bisa menjadi istri yang baik un

    Last Updated : 2024-12-09
  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Menjerat Bara

    Waktu begitu cepat berlalu. Tanpa terasa, hampir dua minggu Larasati berada di rumah megah itu. Menjalankan perannya yang baru menjadi ibu susu.Selama itu pula, Larasati mencoba untuk fokus menyusui Bram. Dia juga fokus untuk pemulihan dirinya, pasca persalinan. Bukannya melupakan keinginan untuk mencari sang putra, tetapi dia belum memiliki kesempatan.Pagi ini, Larasati yang sedang menjemur Bram di bawah hangatnya sinar mentari pagi, melihat Jali sedang mencuci salah satu mobil sang majikan. Kebetulan mobil yang dicuci Jali, sama persis jenisnya dengan mobil milik sang mantan. Larasati kemudian mendekat, setelah Jali menyelesaikan pekerjaan."Mas Jali, maaf. Boleh Rara bertanya?""Iya, Mbak Rara. Ada apa?""Kalau mobil jenis seperti itu, apa benar harganya mencapai setengah milyar?"Jali mengerutkan dahi, mendengar pertanyaan Larasati. "Kurang lebihnya segitu, Mbak. Kenapa memang?"Larasati terdiam, tidak se

    Last Updated : 2024-12-09
  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Kecurigaan Bara

    Kehadiran Bu Dini di dapur, membuat semuanya terdiam. Wanita anggun itu lalu berjalan mendekat. "Inah, siapkan mandi untuk Bram dan berikan dulu anak itu pada Rara," titahnya.Setelah Bram berpindah ke tangan Larasati, Inah segera berlalu menuju kamar Bram. Bu Dini kemudian mendekati wanita muda berhijab yang kini memangku sang cucu kesayangan. Sementara di tempatnya duduk, Larasati terlihat sedikit gugup khawatir Bu Dini mempercayai apa yang beliau dengar barusan."Ndoro Putri, maafkan Inah, ya. Inah kalau bicara memang suka asal," kata Bi Mimin, bermaksud mengklarifikasi. Asisten rumah tangga itu pun tidak ingin, sang majikan menilai buruk pada Larasati."Tidak apa-apa, Bi. Saya tahu Nak Rara itu i seperti apa." Bu Dini tersenyum hangat pada Larasati, membuat ibu susu Bram itu menjadi lega.Bi Mimin ikut tersenyum. 'Sepertinya, ndoro putri menyukai Nak Rara bukan hanya sebagai ibu susu Den Bram. Semoga saja dugaanku tidak keliru.

    Last Updated : 2024-12-10
  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Perusak Rumah Tangga Orang

    Bara mulai disibukkan dengan pekerjaan di proyek. Setelah meninjau perkembangan pembangunan apartemen mewah yang penggarapannya dia serahkan pada Abimana, pria bertampang dingin itu lalu menuju kantor karena dia harus segera menghadiri pertemuan dengan klien dari luar kota. Bara melupakan niatnya untuk ke kantor polisi dan mencari tahu siapa pemilik mobil yang nomor polisinya sudah dikantongi oleh sang sopir.Sementara Jali sengaja tidak mengingatkan majikannya. Sopir pribadi Bara itu ingin mencari tahu sendiri, ada hubungan apa antara Larasati dengan Abimana. Sepanjang bekerja menemani Bara, pria berkulit hitam manis itu terus menduga-duga.Fokus dengan masalah pemilik mobil, membuat Jali sering melakukan kesalahan. Hal itu membuatnya mendapatkan teguran dari sang majikan. "Jal, kamu kenapa, sih? Dari tadi pagi, aku lihat kamu enggak fokus bekerja!""Eh, iya, Pak Bara. Tidak ada apa-apa, kok, Pak." Jali yang sedang mengendarai mobil, menggaruk tengk

    Last Updated : 2024-12-10

Latest chapter

  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Kerikil Tajam

    Tidak berhasil menemui sang putra dan malah mendapatkan pengusiran, Larasati mengayun langkah lunglai menuju parkiran. Dia seperti robot tidak bernyawa, sedang berjalan. Tatapannya yang kosong menyorot lurus ke depan.Larasati terus berjalan dan tidak menghiraukan orang-orang di sekitar. Dia sampai tidak menyadari ketika Jali meneriakkan namanya dengan lantang. Pria yang telah membawa Larasati ke rumah Bara tersebut kemudian mengejarnya yang berjalan tidak tentu arah."Mbak Rara mau kemana, sih? Dimana Pak Bara?" cecar Jali ketika berhasil menghadang langkah wanita berhijab yang tadi datang ke rumah sakit bersamanya.Larasati menggelengkan kepala sebagai jawaban. Dia sama sekali tidak mau membuka suara, membuat Jali kebingungan. Sopir pribadi Bara itu lalu menghela napas panjang."Ayo, Mbak! Kita tunggu Pak Bara di mobil," ajak Jali, tetapi Larasati kembali menggelengkan kepala.Jali yang semakin kebingungan, menggaruk

  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Pecundang

    Di sebuah rumah sakit besar tidak jauh dari lokasi proyek apartemen yang tengah dibangun oleh Bara, terdengar sepasang suami-istri sedang berdebat di depan ruang rawat VVIP. Mereka berdua adalah Abimana dan istrinya, Lastri Kusuma. Putri sulung salah seorang konglomerat di ibukota."Mengertilah, Ma. Aku menyuruh Galuh untuk mencari keberadaan Larasati bukan untuk diriku sendiri, Ma. Nanda sedang sakit dan mungkin saja putra kita itu kangen dengan ibu kandungnya. Siapa tahu 'kan jika mereka bertemu, Nanda akan langsung sembuh." Abimana menatap sang istri yang wajahnya merah padam menahan amarah dengan tatapan memelas.Ya, Lastri baru saja memergoki sang suami sedang menelepon Galuh, orang suruhan. Tentu saja Lastri sangat marah karena di perjanjian awal, dalam pernikahannya dengan Larasati Abimana tidak boleh melibatkan perasaan. Dia disuruh menikahi wanita lain, hanya demi mendapatkan keturunan."Alasan! Pasti sebelum ini, kamu sudah sering men

  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Kambing Hitam

    Bara yang buru-buru masuk ke dalam rumah, segera menuju ke kamar sang putra. Satu tujuannya, yaitu mencari sang mama. Dia ingin mencari tahu dari mamanya, apakah Larasati pernah bercerita mengenai masa lalunya.Ya, orang yang berada di taman dan ikut mendengarkan pembicaraan Jali dan Larasati, adalah Bara. Dia yang baru teringat dengan tujuannya tadi pagi, bermaksud mencari Jali untuk menanyakan tentang nomor kendaraan yang sudah dikantongi oleh sopir pribadinya. Bara sempat kecewa tadi karena ternyata sang sopir sudah mengetahui siapa pemilik mobil yang dicari Larasati dan Jali tidak mengatakan padanya.Pria itu masuk ke kamar sang putra, tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu hingga membuat terkejut mamanya. "Bara! Kamu ini, ngagetin saja!" protes wanita anggun itu yang sedang mengganti diapers sang cucu."Memangnya Inah dan Rara kemana, Ma? Kok Mama sendiri yang mengganti popoknya Bram?" tanya Bara yang pura-pura tidak tahu di mana keberadaan Larasa

  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Perusak Rumah Tangga Orang

    Bara mulai disibukkan dengan pekerjaan di proyek. Setelah meninjau perkembangan pembangunan apartemen mewah yang penggarapannya dia serahkan pada Abimana, pria bertampang dingin itu lalu menuju kantor karena dia harus segera menghadiri pertemuan dengan klien dari luar kota. Bara melupakan niatnya untuk ke kantor polisi dan mencari tahu siapa pemilik mobil yang nomor polisinya sudah dikantongi oleh sang sopir.Sementara Jali sengaja tidak mengingatkan majikannya. Sopir pribadi Bara itu ingin mencari tahu sendiri, ada hubungan apa antara Larasati dengan Abimana. Sepanjang bekerja menemani Bara, pria berkulit hitam manis itu terus menduga-duga.Fokus dengan masalah pemilik mobil, membuat Jali sering melakukan kesalahan. Hal itu membuatnya mendapatkan teguran dari sang majikan. "Jal, kamu kenapa, sih? Dari tadi pagi, aku lihat kamu enggak fokus bekerja!""Eh, iya, Pak Bara. Tidak ada apa-apa, kok, Pak." Jali yang sedang mengendarai mobil, menggaruk tengk

  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Kecurigaan Bara

    Kehadiran Bu Dini di dapur, membuat semuanya terdiam. Wanita anggun itu lalu berjalan mendekat. "Inah, siapkan mandi untuk Bram dan berikan dulu anak itu pada Rara," titahnya.Setelah Bram berpindah ke tangan Larasati, Inah segera berlalu menuju kamar Bram. Bu Dini kemudian mendekati wanita muda berhijab yang kini memangku sang cucu kesayangan. Sementara di tempatnya duduk, Larasati terlihat sedikit gugup khawatir Bu Dini mempercayai apa yang beliau dengar barusan."Ndoro Putri, maafkan Inah, ya. Inah kalau bicara memang suka asal," kata Bi Mimin, bermaksud mengklarifikasi. Asisten rumah tangga itu pun tidak ingin, sang majikan menilai buruk pada Larasati."Tidak apa-apa, Bi. Saya tahu Nak Rara itu i seperti apa." Bu Dini tersenyum hangat pada Larasati, membuat ibu susu Bram itu menjadi lega.Bi Mimin ikut tersenyum. 'Sepertinya, ndoro putri menyukai Nak Rara bukan hanya sebagai ibu susu Den Bram. Semoga saja dugaanku tidak keliru.

  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Menjerat Bara

    Waktu begitu cepat berlalu. Tanpa terasa, hampir dua minggu Larasati berada di rumah megah itu. Menjalankan perannya yang baru menjadi ibu susu.Selama itu pula, Larasati mencoba untuk fokus menyusui Bram. Dia juga fokus untuk pemulihan dirinya, pasca persalinan. Bukannya melupakan keinginan untuk mencari sang putra, tetapi dia belum memiliki kesempatan.Pagi ini, Larasati yang sedang menjemur Bram di bawah hangatnya sinar mentari pagi, melihat Jali sedang mencuci salah satu mobil sang majikan. Kebetulan mobil yang dicuci Jali, sama persis jenisnya dengan mobil milik sang mantan. Larasati kemudian mendekat, setelah Jali menyelesaikan pekerjaan."Mas Jali, maaf. Boleh Rara bertanya?""Iya, Mbak Rara. Ada apa?""Kalau mobil jenis seperti itu, apa benar harganya mencapai setengah milyar?"Jali mengerutkan dahi, mendengar pertanyaan Larasati. "Kurang lebihnya segitu, Mbak. Kenapa memang?"Larasati terdiam, tidak se

  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Terjebak Permainan

    Bara nampak sangat marah dan kecewa. Dia mulai dapat menebak, kemana arah pembicaraan mamanya. Sang mama sepertinya ingin menjodohkan dia dengan wanita yang kini menjadi ibu susu sang putra.Tentu saja Bara sangat marah. Tanah pemakaman istrinya saja masih basah. Bisa-bisanya sang mama malah mulai membicarakan tentang wanita lain yang bahkan baru mereka kenal."Santai, Boy. Duduklah!" titah sang mama seraya menepuk bangku kosong di sampingnya.Mau tidak mau, Bara kembali duduk di tempatnya semula."Mama tidak bermaksud melukai perasaan kamu, Bara. Mama juga sangat kehilangan dengan kepergian menantu mama yang baik seperti Cantika." Bu Dini menatap sang putra dengan lekat."Kamu masih ingat, kan, ketika mengenalkan Cantika pertama kali pada mama? Mama langsung setuju karena begitu melihat Cantika dan mengenal sebentar dari cara bicaranya, mama yakin dia itu wanita berhati lembut dan pasti bisa menjadi istri yang baik un

  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Feeling

    Wanita muda berhijab warna biru laut itu masih menatap tajam pada Bara. Sesaat kemudian dia mengalihkan pandangan pada bayi laki-laki yang menangis dalam gendongan sang oma. Larasati sebenarnya hendak mendekat dan memeluk bayi yang tidak berdosa tersebut karena merasa tidak tega. Namun, langkahnya terasa berat karena kata-kata Bara yang pedas benar-benar telah melukai hatinya."Maaf, Bu Dini. Sepertinya, kehadiran saya tidak diinginkan di rumah ini. Saya mohon pamit." Larasati mengangguk sopan lalu membalikkan badan. Dia hendak berlalu dari ambang pintu kamar, tetapi suara Bu Dini yang lembut dan terdengar memelas menahan langkahnya."Kamu juga seorang ibu, Nak Rara. Ibu tahu kamu memiliki hati yang lembut. Ibu mohon, Nak, tetaplah tinggal di sini demi Bram."Larasati menoleh ke dalam kamar yang luas milik Bara. Tatapannya tertuju pada netra Bu Dini yang sudah berkaca-kaca. Bayi laki-laki dalam gendonga

  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Asal-usulnya Tidak Jelas

    Setelah mendengar cerita dari sang mama mengenai Larasati, Bara menyandarkan punggung pada sandaran sofa. Tatapannya terlihat menelisik, ke arah sang mama. Pria yang memiliki garis wajah tegas, mata tajam dengan bulu mata pendek, tetapi lentik itu masih saja menatap sang mama tanpa bersuara."Apa yang kamu pikirkan tentang mama, Bara? Kenapa kamu menatap mama seperti itu?" cecar Bu Dini setelah beberapa saat berlalu, tetapi Bara masih membisu."Bara heran sama Mama. Sejak kapan Mama begitu mudahnya percaya pada orang asing? Bukankah Mama sendiri yang selama ini mengajarkan pada Bara agar berhati-hati dan jangan sampai termakan dengan kepolosan seseorang? Bisa saja 'kan, Ma, dia itu hanya berpura-pura lugu untuk menipu? Bara tetap tidak bisa mempercayai wanita itu begitu saja, Ma.""Dia beda, Bara! Kita tidak dapat menyamakan semua orang seperti itu! Mama yakin, Rara memang wanita yang baik!" tegas Bu Dini. Wanita anggun itu meyakini, sesuai apa kata

DMCA.com Protection Status