"Hayoloh, kalian ngobrolin apa?"Rafael dan Hermawan tersentak mendengar suara Heni muncul dari dalam. Dua pria itu saling pandang. Cemas, andai Heni mendengar percakapan mereka. Banyak hal penting yang Rafael reveal tadi."Lagi diskusi masalah Sandy, kapan dia mau lamar Sita secara resmi," sambar Rafael."Nah betul itu. Bisa kau tanyakan pada sohibmu itu. Tiap hari antar jemput, tapi status masih calon, belum pasti. Ibu gak mau kejadian Nadine terulang lagi. Tetangga sudah banyak yang komen nanti jangan-jangan seperti anak Pak Jumari?"Rafael bungkam mendengar balasan sang mama mertua yang dua kali lipat panjangnya dibanding ucapannya sendiri."Kenapa emangnya si Rasti?" Hermawan bertanya."Kelamaan gak dinikahin, eh kata bu Heri itu anak sudah melendung aja empat bulan.""Lah salah siapa? Bukannya calonnya Rasti sudah berulang kali minta dinikahkan, tapi pak Jumarinya aja yang bilang nanti-nanti. Mau bikin hajatan gede. Keburu gede beneran dah perut anaknya."Rafael meringis ngilu,
Rafael berusaha tenang ketika Arya berjalan ke arahnya. Dia tidak yakin bisa menipu ayahnya sendiri, sama seperti ketika dia berusaha mengelabui Paramita. "Kau suami Nadine? Siapa namamu?" tanya Arya tanpa basa basi.Pria itu memindai tampilan pemuda di depannya. Celana jeans biasa, kaos juga jaket, ditambah sandal jepit khas rakyat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Sandal sejuta umat, meski salah satu, dan salah dua idol Korea pernah tertangkap kamera memakainya di bandara usai konser di negeri ini."Rafael," jawab Rafael singkat. "Hanya itu?" Arya makin mendesak."Iya. Apa yang sebenarnya Anda inginkan?""Aku sedang ingin membuktikan sesuatu.""Apa Anda sudah mendapatkan bukti itu?" tantang Rafael."Aku belum sepenuhnya yakin." Mata Arya menyorot cincin yang Rafael kenakan ketika pria itu melepas helmnya. Satu benda yang bisa dia gunakan untuk tracking."Jika hal itu tidak berguna lebih baik lupakan saja. Apa untungnya bagi Anda dengan terus melakukan itu. Beberapa warga m
Pertanyaan Rafael mengusik pikiran Nadine beberapa hari kemudian. Di sela pekerjaan, maupun saat dia sedang punya kesibukan lain. Harus ya jatuh cinta dulu baru punya anak? Penting sekalikah rasa bernama cinta itu?Nadine memijat pelipisnya yang tiba-tiba berputar karena satu kata berjuluk cinta. Sampai panggilan dari Mega dan seorang staf butik tempat mereka fitting gaun pengantin untuk sang teman tidak Nadine hiraukan.Iya, saat ini Nadine sedang menemani Mega memilih gaun untuk pernikahan gadis itu. Pernikahan yang rencananya akan digelar akhir minggu ini. Tadinya Mega hanya ingin pakai gamis biasa, tapi Dewi tidak setuju. Bagaimanapun pernikahan ini acara spesial. Dewi ingin memberikan sesuatu yang berkesan untuk sang menantu, meski pernikahan mereka akan digelar tertutup. Hanya keluarga terdekat yang diundang."Nadine Ameera!" Nadine tersentak gelagapan menanggapi panggilan Mega yang super kencang. "Astaga, kalah toa masjid komplek rumahku."Mega mendelik pada istri Rafael. "Ba
"Kenapa lagi?" Mega bertanya ketika David dan Eva sudah pergi. Pria itu tidak jadi fitting, yang penting ada baju yang dia pakai itu sudah cukup."Memangnya pasangan perlu ya saling mencintai jika ingin punya anak?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibir Nadine."Lah masih muter masalah itu to?" Nadine merengut. "Aku minta jawaban plus pertimbangan bukan ditanya balik."Mega menghela napas. Perempuan itu baru menyelesaikan acara fittingnya, tidak banyak perubahan yang Mega minta, sebab dia bukan tipe yang ribet. Asal tidak ketat, bisa menutup aurat itu sudah cukup bagi Mega."Urusan anak bukan menyangkut satu orang. Tapi dua orang. Kalian harus sadar kalau punya anak perlu komitmen juga tanggung jawab dari dua belah pihak. Seperti cara menghadirkan mereka ke dunia. Dari kalian berdua kan, jadi waktu mereka ada, mereka perlu kehadiran orang tuanya, dua ortunya, tidak cuma satu.""Muter-muter!" protes Nadine."Intinya mau punya anak itu harus kesepakatan dua pihak, istri dan su
Seperti yang Hermawan bilang, dan harusnya Rafael lebih jeli untuk mencermati situasi. Kebohongan tetap jadi hal yang tidak disukai perempuan. Tidak peduli alasan apa yang mendasari seseorang untuk berbohong.Reaksi pertama korban pasti marah. Bodo amat dengan urusan di belakang, yang jelas perasaan itu yang menyergap Nadine begitu David menyebut Rafael sepupunya. Wanita cantik bergaun biru langit senada dengan pakaian Rafael langsung berbalik menghadapi sang suami.Bukan sekali dua, Nadine mencurigai Rafael punya identitas ganda. Namun jadi anggota keluarga De Angelo bahkan pewaris utamanya tetap tidak terbersit dalam benak Nadine. Jika semua orang tampak biasa saja karena ucapan David, maka hanya Nadine, Sita, Mega, Rionald juga Arya yang syok berat mendengar penuturan David."Aku tunggu ucapan terima kasihnya." David lantas duduk di kursinya, balas menatap Rafael yang tampak mengepalkan tangan menahan murka. David duduk seolah sedang menonton pertunjukkan."Jelaskan," tuntut Nadin
Nadine duduk memeluk lutut, sendirian di atas kasur kamarnya. Dia baru selesai menangis untuk kemudian dilanjut dengan melamun. Dia diantar oleh Rafael lebih dulu menggunakan salah satu koleksi mobil mewah yang terparkir di basement rumah megah sang suami.Setelahnya Rafael pamit kembali ke Blue Paradise, ada hal yang harus dia selesaikan. Namun lelaki itu berjanji akan pulang. Nadine tetap saja menangis, rasanya tetap ingin marah karena dibohongi.Kenapa juga Rafael tidak jujur sedari awal. Pria itu justru memilih menyembunyikan identitasnya dari Nadine dan keluarganya. Membiarkan dirinya dihina dan dimaki oleh ibu dan adiknya. So, setelah lebih dari dua jam menangis lanjut melamun, Nadine justru mendapati dirinya emosi bukan karena Rafael bohong padanya. Namun lebih kepada tidak terima, karena kebohongannya, Rafael sampai dicaci seantero komplek dan kantor waktu itu."Coba kalau dari awal dia bilang dia tajir. Kagak bakalan itu emak gue sama Sita nyinyirin dia. Setidaknya duitnya b
"I-ini?" Heni kehilangan kata melihat banyaknya paper bag juga barang-barang yang dikemas cantik dalam kotak berhias pita dan bunga. Sandy dan Rion terlihat masih hilir mudik membawa barang yang entah apa isinya.Semua benda itu memenuhi ruang tengah keluarga Hermawan. "Ka-kalian siapa?"Heni bertanya ulang, mencoba berdiri tegak di tengah gempuran rasa ingin pingsan. Setelah sang tamu memperkenalkan diri sebagai keluarga Rafael.Kurir itu punya keluarga yang dari tampilannya saja sudah terlihat berkelas, meski masih tergolong sederhana untuk level keluarga De Angelo."Maaf sebelumnya jika kedatangan mengejutkan keluarga bapak dan ibu. Tidak memberitahu lebih dulu. Tapi saya, kami pikir ini waktu yang tepat untuk kami muncul, memperkenalkan diri sebagai keluarga menantu bapak dan ibu, Rafael." Atma membuka sesi perkenalan keluarga. Pria itu duduk di sofa berdampingan dengan Paramita dan Arya yang seketika membuat Heni memicingkan mata. Dia tentu tidak lupa dengan pria perlente yang di
"Lima kali." Sandy terkikik melihat bagaimana Heni jatuh bangun dari pingsannya. Perempuan itu syok level akut setelah diberi surprise luar biasa oleh keluarga sang mantu. Rafael betulan orang kaya, bukan kurir tapi yang punya perusahaan ekspedisi."Lunas ya, Nak?" Hermawan ikut terkekeh geli melihat sang istri sekarang melirik takut-takut pada Rafael.Pun dengan Sita. Adik Nadine mendadak diam seribu bahasa saat berada di dekat Rafael. Wanita itu tentu mengetahui kalau sosok Rafael saat ini lebih menakutkan dari mafia manapun yang pernah dia baca di novel online."Adik iparmu malah lebih parah, dia nganggap kamu mafia." Sandy kembali terbahak kali ini disambut gelengan kepala Hermawan.Keluarga Rafael sudah pulang sejak sepuluh menit yang lalu setelah Heni pingsan lima kali. Meninggalkan tumpukan hadiah untuk Nadine dan keluarganya. Benda yang tertata rapi di lantai juga meja ruang makan dan ruang tengah.Ada beberapa benda yang dikhususkan untuk Nadine sebagai hadiah pernikahan yan