Hai, semuanya. Maaf, bab ini datang sedikit terlambat. Tapi, jangan khawatir. Sebagai gantinya nanti malam akan ada bab tambahan dengan konflik yang semakin meningkat (◍•ᴗ•◍)❤
"Hmm? Maaf, Anda bertanya apa?"Karena saking tak menyangka, Bisma akhirnya reflek bertanya kembali untuk memastikan semua pendengarannya. Sementara di dalam mobil, Adelia hanya bisa semakin meremas ujung bajunya sendiri dengan rasa gugup yang kian menyelimutinya.Kenapa pula Agler sampai nekat bertanya sejauh ini? Adelia merasa semakin tak nyaman dengan pria berparas campuran tersebut. Namun di sisi lain, dirinya harus tetap mempertahankan sikap baiknya pada pria itu mengingat hubungan Oma Nora dan Tuan Brata yang sudah lama terjalin."Maaf, jika pertanyaan saya membuat Anda terkejut dan terkesan lancang. Saya sama sekali tidak bermaksud apa-apa, Tuan Bisma. Saya hanya ingin tahu tempat tinggal Adelia saja, karena kebetulan ada sesuatu yang ingin saya kirimkan nanti untuknya sebagai tanda terima kasih di awal atas rencana kerjasama perusahaan keluarga kami."Agler menyudahi ucapannya seraya melirik sekilas ke arah Adelia. Ia sedikit menunduk dan tersenyum, hingga membuat Adelia meng
Deggh!Jantung Adelia rasanya seperti berhenti sesaat mendengar pertanyaan itu. Sesegera mungkin dirinya mencoba mengingat-ingat kapan terakhir kali ia mengalami siklus yang biasa dialami oleh banyak wanita tersebut dan semakin kesulitan membasahi tenggorokannya saat tak ada bayangan satu pun tanggal yang diingatnya."Nyonya Adelia? Apa Anda masih mengingatnya?""Saya ... saya tidak begitu yakin, Dokter. Mungkin ... beberapa Minggu yang lalu?" Adelia menjawab dengan suara yang bergetar. Rasa gugup yang semakin membumbung tinggi membuat kedua netranya mulai terlihat berkaca-kaca."Anda yakin, Nyonya Adelia?""Saya ... Saya lupa, Dok. Maafkan saya!"Adelia menunduk seraya meremas ujung selimutnya. Lidahnya semakin terasa kelu berikut dengan bulir keringat yang semakin membasahi dahinya. Dadanya bergemuruh, tak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi di dalam kehidupannya ke depan nanti."Baiklah, Nyonya Adelia. Gejala yang Anda alami seperti pusing, mual, dan kelelahan, bisa jadi ind
Suara pintu yang terbuka membuat Bisma menoleh. Dengan segera ia mematikan panggilan teleponnya lebih dulu, dan melangkah menghampiri sosok yang baru saja keluar dengan tatapan penuh tanda tanya."Bagaimana kondisi Adelia, Dok?" ucapnya langsung tanpa basa-basi."Untuk saat ini saya belum bisa mengambil kesimpulan dengan pasti, Tuan Bisma. Bisa saja Adelia seperti ini karena kelelahan dan terlalu banyak pikiran, tetapi bisa juga karena disebabkan hal yang lain.""Hal yang lain?"Dokter itu mengangguk membuat kedua alis tebal Bisma semakin menekuk dalam. "Untuk lebih jelasnya, lebih baik Anda segera membawa Nyonya Adelia ke rumah sakit saja. Peralatan yang saya bawa kebetulan tidak memadai, sehingga saya tidak bisa mengatakannya."Bisma terdiam mendengar penjelasan dokter. Entah kenapa ia jadi merasakan suatu firasat yang tak cukup baik. Namun baru saja ia ingin bertanya lebih lanjut, ponselnya lagi-lagi terdengar berdering hingga membuatnya mengembuskan napas tipis."Baiklah, Dok. Kal
"Nyonya Adelia? Tuan Bisma?"Suara ketukan pintu dari luar membuat Adelia terbangun dari tidurnya. Dengan membalikkan tubuhnya perlahan, ia mengusap wajahnya sesaat. Secercah cahaya yang masuk dari celah jendela membuat pandangannya sedikit memburam, sebelum akhirnya kedua netranya menyipit kala baru menyadari kehadiran Bisma yang ternyata masih setia duduk di samping tempat tidur dengan tangan yang terulur ke arahnya."Jadi dia sampai tertidur di sini semalam hanya karena ingin menjagaku?" Adelia bergumam pelan dengan netranya beralih ke arah jam dinding dan pintu.Sudah hampir jam enam pagi, tetapi pria itu masih berada di sini untuk menjaganya. Jujur, Adelia merasa terenyuh. Namun Adelia tak ingin Bisma terlambat ke kantor, hingga dirinya langsung mengizinkan pembantu yang sedari tadi memanggilnya dari luar untuk masuk dan menaruh telunjuknya di depan bibir agar pembantu itu juga ikut memelankan suaranya."Sepertinya dia tertidur karena terus mengawasi kesehatanku dari semalam, Bi.
Kedua netra cokelat Adelia sedikit membulat terkejut mendengar perkataan Bisma. Mulutnya terbuka hendak membalas, tetapi sayang entah kenapa lidahnya mendadak terasa kelu.Jujur, Adelia juga mengharapkan hal yang sama. Adelia ingin sekali merasakan pagi yang hangat seperti ini setiap hari setelah menikah dengan Bisma. Namun semua harapannya itu dengan cepat tumbang, saat dirinya mengingat kondisinya saat ini.Walaupun nanti perceraiannya dengan Ardi akan berjalan cepat dan lancar, bukankah hal tersebut sama sekali tidak berarti apa-apa jika Adelia benar-benar terbukti mengandung? Lagi-lagi hal itu membuat Adelia merasa sedih. Kedua netranya mulai berkaca-kaca, hingga membuat Bisma semakin mendekat dan mengusap kedua pipinya dengan lembut."Jangan bersedih, Sayang. Sekarang, sudah saatnya kau bahagia bersamaku!"Tak tahan, akhirnya Adelia menumpahkan tangisnya. Tubuhnya terisak. Semua kata-kata Bisma membuatnya merasa semakin bersalah pada pria itu, apalagi setelahnya Bisma memagut bib
"Baik! Terima kasih, Pak Bisma! Mudah-mudahan saja kerja sama ini bisa berlangsung dengan lancar tanpa hambatan ke depannya!""Saya juga berharap seperti itu, Pak. Terima kasih atas kepercayaan perusahaan Anda pada perusahaan kami!""Ya, sama-sama. Saya semakin yakin pada proyek ini karena melihat perubahan yang cukup baik semenjak Anda hadir di NinatyLux!"Bisma lantas menjabat tangan pria di hadapannya dengan erat. Jabat tangan ini tentu bukanlah jabat tangan biasa, ada banyak banyak perubahan yang cukup besar yang bisa terjadi ke depannya nanti. Apalagi saat ini dirinya tengah mempertaruhkan nama baik perusahaan NinatyLux yang sedang berusaha bangkit. Ada Adelia yang menjadi list nomor satu di dalam pikirannya. Bisma tentu melakukan semua ini demi wanita yang sangat dicintainya, hingga kini pandangannya sedikit teralihkan dengan kehadiran Citra yang nampak mencoba mencuri lirik dari luar ruangan setelah rekan bisnisnya melangkah pergi.Ah, sebenarnya apa yang ingin dilakukan oleh
"Semua berkasnya sudah saya rapikan di atas meja, Pak. Kalau Bapak membutuhkan bantuan, jangan segan untuk panggil saya kembali."Citra menyusun sebuah map terakhir di atas meja atasannya. Meski sedari tadi semua ucapannya sama sekali tak ditanggapi sepatah kata apapun oleh lawan bicaranya, tetapi ia tetap tak menyerah. Citra yakin meski terus diam dan memasang wajah dingin, Bisma tetap mendengarkan dan memikirkan semua yang telah dikatakannya."Maaf kalau semua ucapan saya tadi terkesan menjelekkan Adelia, Pak. Tapi semua itu tentu yang terjadi sebenarnya. Tidak hanya nama baik saya saja yang dibuatnya hancur, tetapi hidup saya juga. Bahkan saya terpaksa menanggung semua biaya hidup dan rumah sakit ibunya Mas Ardi yang terkena serangan jantung akibat semua ini." Citra lanjut berbicara membuat Bisma meliriknya sesaat.Dengan salah satu tangan yang sebenarnya sudah terkepal erat sejak lama. CEO NinatyLux itu tengah berusaha menarik napasnya dalam untuk menahan emosi. Rahangnya sudah se
"Apa?! Pingsan?!"Kedua netra cokelat terang Bisma seketika membulat seiiring dengan jantungnya yang terasa seperti berhenti berdetak sesaat. Genggaman eratnya di ponsel bahkan hampir saja terlepas, andai ia tak langsung kembali memfokuskan diri untuk mendengar keterangan pembantunya yang sedang menjaga Adelia.["Iya, Tuan. Saya tidak tahu apa penyebabnya hingga Nyonya Adelia bisa pingsan seperti ini karena kebetulan sebelumnya Nyonya Adelia sempat bilang ingin beristirahat sebentar."]Bisma langsung mengusap wajahnya gusar saat mendengarkan semua penjelasan pembantunya. Dengan segera ia berusaha menenangkan diri seraya melihat ke arah jam tangan sesaat untuk memastikan waktu yang bisa dikejarnya atau tidak."Baiklah, Bi. Tolong bawa Adelia ke rumah sakit dan terus kabari saya! Sebenarnya saya ingin langsung pulang untuk mengantarkannya langsung, tetapi sepertinya tidak bisa. Bibi saja yang mengantarkannya lebih dulu karena biar bagaimanapun Adelia harus cepat ditangani!"["Baik, Tuan