"Apa?! Pingsan?!"Kedua netra cokelat terang Bisma seketika membulat seiiring dengan jantungnya yang terasa seperti berhenti berdetak sesaat. Genggaman eratnya di ponsel bahkan hampir saja terlepas, andai ia tak langsung kembali memfokuskan diri untuk mendengar keterangan pembantunya yang sedang menjaga Adelia.["Iya, Tuan. Saya tidak tahu apa penyebabnya hingga Nyonya Adelia bisa pingsan seperti ini karena kebetulan sebelumnya Nyonya Adelia sempat bilang ingin beristirahat sebentar."]Bisma langsung mengusap wajahnya gusar saat mendengarkan semua penjelasan pembantunya. Dengan segera ia berusaha menenangkan diri seraya melihat ke arah jam tangan sesaat untuk memastikan waktu yang bisa dikejarnya atau tidak."Baiklah, Bi. Tolong bawa Adelia ke rumah sakit dan terus kabari saya! Sebenarnya saya ingin langsung pulang untuk mengantarkannya langsung, tetapi sepertinya tidak bisa. Bibi saja yang mengantarkannya lebih dulu karena biar bagaimanapun Adelia harus cepat ditangani!"["Baik, Tuan
"Maaf, Pak. Sebaiknya Anda bersabar saja lebih dulu. Untuk saat ini, saya belum bisa mengumpulkan beberapa bukti yang dapat meringankan hukuman Anda."Seseorang berucap membuat kedua tangan Ardi semakin terkepal erat di pagi hari ini. Dirinya sudah tak betah lagi menginap di balik jeruji besi. Ardi ingin segera keluar demi melanjutkan semua rencana yang telah disusunnya jauh-jauh hari, tetapi sayangnya sampai saat ini ia masih belum menemukan tanda-tanda kebebasannya."Apa kau tidak bisa mengusahakannya lagi? Ingat, aku sudah membayar jasamu mahal! Masa untuk sekedar memberikan jaminan agar aku keluar saja tidak bisa?!""Maaf, Pak Ardi. Mantan istri Anda beserta mantan atasan Anda sudah memberikan banyak bukti yang sangat memberatkan hukuman Anda. Bukti-bukti yang mereka kumpulkan sangat banyak dan sangat akurat, sehingga cukup sulit untuk mengelak ataupun mematahkannya.""Sial!"Bughh!Permukaan meja yang tak bersalah kini menjadi sasaran amarah Ardi. Dengan baju tahanan dan kedua ta
Tokk! Tokk! Tokk!"Adelia? Kau di dalam?"Adelia sedikit mundur saat semakin melihat dengan jelas wajah Agler yang tengah mengetuk kaca mobil yang ada di sampingnya. Jantungnya berdetak cepat sesaat seperti orang yang tengah dipergoki. Adelia sama sekali tak menyangka dengan keberadaan pria itu di sini, apalagi saat ini masih cukup pagi untuk orang lain datang bertamu ke rumah seseorang."Ah, sebenarnya apa yang dia ingin lakukan?!" Bisma mengusap wajahnya sesaat untuk menenangkan diri. Beruntung kaca mobil yang tengah dibawanya saat ini tak tertembus pandang. Bisma tentu tidak mau kelepasan emosi pada Agler, hanya karena pria itu menggagalkan ciumannya dengan Adelia."Apa dia sedang menjenguk Oma?""Tidak tahu, Sayang. Tetapi kalau dia tahu kau akan tinggal sementara waktu di sini, dia pasti akan sering mengunjungimu ke sini!"Rasa panik Adelia sedikit berkurang mendengar nada bicara Bisma yang tak biasa. Bisma memang tidak pandai menyembunyikan kecemburuannya. Entah kenapa ia malah
"Aku sama sekali tidak melakukan hal itu. Sungguh!"Kening Bella mengerenyit mendengarnya. Ia sekali lagi menatap wajah pria di hadapannya seolah mencari keberadaan di sana, meski nyatanya sudah sering kali pria itu membohongi dirinya."Aku tahu kau sedang mengelak tuduhanku bukan? Katakanlah yang sebenarnya saja padaku karena sejauh ini aku sudah selalu berusaha mengikuti semua maumu!" ucap Bella dengan penuh penekanan yang membuat pria di hadapannya semakin menatapnya serius."Untuk apa pula aku menyenggol keponakanmu? Tanpa dia, aku sudah bisa mengendalikan apa yang ku mau melaluimu bukan?""Bisa saja kau menyuruh orang lain?""Jadi kau tidak percaya denganku? Heumm?""Sialan!"Adik kandung ayahnya Adelia itu akhirnya hanya bisa kembali menggeram kecil saat mendapati tatapan mematikan pria di hadapannya. Berbagai umpatan ia tahan di dalam hati. Salah satu tangannya terkepal erat karena rasa pusing dan emosinya yang tak tersalurkan dengan baik, apalagi saat ini dirinya jadi mendadak
"Apa? Jadi dia benar-benar memaksa agar aku ke sana?!"["Iya, Bu Citra. Katanya ada suatu hal yang sangat penting yang ingin dibicarakan oleh Pak Ardi langsung dengan Anda."]Citra langsung mendengkus seraya melirik sekilas ke arah jam dinding yang ada di ruang kerjanya. Ia mencoba mencari tahu kapan dirinya bisa mengunjungi Ardi di penjara, sebelum akhirnya kembali menghela napas tipis karena baru mengingat suatu hal."Katakan padanya besok saja ya? Sepertinya hari ini aku tidak bisa. Aku harus menggantikan tugas Adelia yang masih belum masuk dan setelah itu aku juga harus menjemput ibunya Mas Ardi dari rumah sakit."["Baik, Bu. Akan saya sampaikan seperti itu pada Pak Ardi nanti. Namun tolong jangan sampai terlalu lama Anda tidak menemuinya, beliau berkata bahwa hal ini adalah untuk kebaikan Anda sendiri!"]Citra mengusap wajahnya gusar tepat setelah panggilan telepon yang baru saja dilakukannya terputus. Ia bersandar dengan otak yang berpikir. Meski sebenarnya rasa malas mengurus A
"Apa? Apa maksudmu, Adelia? Bukannya kalian—""Aku hanya berandai-andai saja, Oma. Bukankah kita tidak pernah benar-benar bisa memastikan apa yang terjadi ke depannya nanti?"Oma Nora kini akhirnya terdiam. Keningnya semakin mengkerut. Sekali lagi ia memperhatikan ekspresi cucunya yang nampak kembali tenang dan bahkan setelahnya Adelia memeluknya dengan manja seolah tak habis membicarakan apa pun."Kau benar baik-baik saja bukan, Adelia?" Oma Nora akhirnya bertanya untuk memperjelas semua dugaannya."Aku akan baik-baik saja selagi Oma ada di sampingku seperti ini dan menerimaku dengan apa adanya!"Adelia langsung menutup pembicaraan dengan melayangkan sebuah kecupan singkat di pipi sang oma. Ia mengulas senyum, menenangkan raut wajah khawatir wanita paruh baya di hadapannya seraya kembali memeluknya dengan erat bagai orang yang telah terpisah lama.Dalam diamnya, Oma Nora akhirnya membalas pelukan cucunya. Kedua netranya kembali beralih menatap ke arah tanaman hias sambil merasakan su
"Huh, apa jangan-jangan ada sesuatu yang terjadi?"Bisma bergumam seraya melirik kembali sekilas ke arah jam tangannya. Sudah hampir jam delapan pagi, tetapi ia tak kunjung menemukan kehadiran seseorang yang telah berjanji datang sebelumnya."Pagi, Pak Bisma! Ada yang bisa saya bantu?" Citra tiba-tiba muncul dengan penampilannya yang sudah terlihat sangat rapi dan senyum lebar yang biasa dikembangkannya."Tidak, saya hanya sedang menunggu!"CEO NinatyLux tersebut akhirnya memilih melirik ke arah ponselnya. Bisma menunggu pesan balasan dari seseorang dan berharap karyawannya yang baru saja datang menyapanya ini langsung kembali ke dalam ruangannya tanpa harus terus memperhatikannya di sini."Apa yang kau lakukan, Citra?" Bisma akhirnya terpaksa bertanya saat menyadari Citra yang malah berdiri di sampingnya dengan ikut sesekali melihat ke arah pintu utama."Menemani Bapak menunggu di sini! Pasti Bapak bosan bukan?""Saya tidak—""Menunggu seseorang sendirian pasti tidak enak rasanya, Pa
Jantung Adelia semakin berdegup kencang kala Bisma semakin mendekat dan bertanya tentang sesuatu yang amat tak bisa dijawabnya. Tanpa sadar, bahkan salah satu tangannya mulai meremas ujung jas hitam pria tersebut seiring dengan rasa panik yang mulai menyelimuti dirinya."Kemarin kau tiba-tiba ingin menginap di rumah Oma Nora. Dan sekarang setelah kau kembali bertemu denganku, kau malah mendadak berubah sikap seperti Adelia yang bukan aku kenal sebelumnya.""Bisma ....""Ssttt! Aku belum selesai berbicara, Sayang. Dengarkan aku lebih dulu. Apa yang membuatmu jadi seperti ini?" Bisma segera menyela dengan satu tangan yang bergerak menyelipkan anak rambut wanita di pangkuannya.Sorot mata itu, sungguh tak bisa Adelia abaikan. Setiap kali netranya ingin menghindar, Bisma pasti selalu mempunyai cara tersendiri untuk membuatnya kembali terpaku menatapnya ke arah wajah tampannya."Katakan padaku, Adelia. Apa salahku sehingga kau terus berusaha menghindar seperti ini dariku?" Bisma segera mel