"Nah, tepat seperti dugaanku!"Dengan melepaskan kacamatanya sesaat, Bisma menunjuk ke arah salah satu lembaran dokumen yang baru saja diperiksanya. Adelia yang merasa penasaran pun langsung menunjukkan perhatian. Kedua netranya secara runtut membaca satu persatu laporan yang ada di sana hingga terbentuk sedikit lekukan di dahinya."Bukankah perusahaan kita sudah sejak lama bekerja sama dengan perusahaan itu?" Adelia bersuara untuk memastikan."Ya, tapi menurutku ada yang sangat tidak beres di sini. Kau lihat perbedaannya? Ada berapa kali perusahaan ini merubah harga bahan-bahan yang dijualnya pada kita?""Sebenarnya cukup banyak, tapi bukankah ini semua masih dalam batas wajar? Setahuku, bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan beberapa properti kita memang sedang terus naik beberapa tahun terakhir ini."Adelia terdiam sesaat, seraya memperhatikan ekspresi Bisma yang nampak mencerna setiap kata-katanya. Pria itu kini beralih menatap layar besar di hadapannya. Sepertinya ada sesuatu
"Kau serius ingin kembali menemuinya lagi?"Satu pertanyaan itu terlontar dari mulut Bisma. Bersama segelas kopi hangat di tangannya, ia bergerak menghampiri seorang wanita yang nampak sedang duduk di ruang tengah.Dengan baju tidur panjang berwarna biru tua yang membalut seluruh tubuhnya, Adelia memang belum bisa beristirahat di kamar. Meski sebenarnya sebagian urusan pekerjaannya dengan Bisma sudah ia selesaikan di kantor, tetapi tetap saja pikirannya tak bisa berhenti memikirkan semua pembahasan yang tadi. Apalagi sampai saat ini pria itu masih meragukan keputusannya."Kenapa kau tidak yakin padaku?" Adelia akhirnya bertanya, tepat setelah Bisma duduk di sampingnya. "Bukankah ini satu-satunya cara agar kita bisa menyelidiki lebih lanjut tentang semua permasalahan yang ada di perusahaan?""Ya, kau memang benar. Tetapi sebenarnya bukan karena aku tidak yakin padamu, Adelia. Aku hanya tidak bisa percaya dengan pria itu. Bagaimana kalau nanti dia membuatmu kembali merasa kesulitan?"Ad
Adelia tak bisa menampik rasa terkejutnya, kala Bisma menunjuk beberapa luka lain yang belum sempat dilihatnya. Kedua pupil matanya melebar, berikut dengan mulutnya yang terbuka tanpa mengeluarkan pasokan udara."Kenapa ... Kenapa kau baru menunjukkan semua ini padaku?" Wanita itu bertanya dengan nada yang sedikit bergetar."Aku hanya tidak ingin membuatmu khawatir, Adelia. Lagipula aku belum bisa mengatakan apa pun padamu, sebelum aku benar-benar memastikan pelakunya," jawab Bisma yang akhirnya memutuskan untuk tak menutupi apa pun lagi dari Adelia."Tapi semua ini sudah sangat keterlaluan menurutku, Bisma. Pelakunya pasti bukan hanya satu orang bukan? Pasti waktu itu kau—""Yang terpenting semuanya sudah aku lewati, Adelia. Saat itu kejadiannya memang terlalu cepat, sehingga aku tidak bisa mengantisipasinya."Cucu Oma Nora itu akhirnya hanya bisa menunduk. Ia merasa menyesal karena menganggap semua ini terjadi karenanya. Andai saja Bisma tidak masuk lebih jauh ke dalam kehidupannya,
Kringg!Suara nyaring alarm yang terdengar bersamaan dengan sorot cahaya matahari membangunkan Adelia dari tidurnya. Dengan matanya yang masih memberat, tubuhnya enggan bergerak. Ingin sekali Adelia kembali terlelap, tetapi sebuah tangan kekar yang tiba-tiba melingkar erat di pinggangnya nyaris membuatnya hampir berteriak."Ternyata dia masih di sini?" bisiknya tak menyangka.Dengan penuh hati-hati, Adelia menggeser posisi tidurnya. Matanya terpaku pada wajah tegas, tampan, dan damai dalam lelapnya. Bibirnya seakan tak bisa berhenti menahan senyum. Wajah yang biasanya penuh ketegasan itu kini benar-benar tampak begitu polos saat ini."Hey, ternyata kau sudah bangun?" Suara berat nan serak tersebut mampu membuat tubuh Adelia seketika terasa tergelitik. "Kau tidur nyenyak semalam?""Ya, cukup nyenyak. Untung kau tidak ....""Tidak apa? Hmm?" Adelia menghentikan kalimatnya saat menyadari apa yang nyaris terlontar dari bibirnya. Menyadari kegugupan wanita itu, Bisma sedikit mengangkat t
"Maaf, seharusnya Anda tidak membuat keributan di tempat ini!"Nyonya Sri semakin mendengkus mendengar perkataan pria muda yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Tanpa takut dan ragu ia melangkah semakin maju, tetapi sayang tertahan karena kemunculan Citra yang juga ikut menahannya."Maaf, Pak Bisma. Sebenarnya saya sudah berusaha mencegahnya, tetapi—""Hei! apa-apaan ini?! Kenapa jadi kau yang minta maaf, Citra?! Mereka yang menyebalkan lebih dulu! Bisa-bisanya mereka memperlakukanku tanpa sopan santun!" Nyonya Sri menyela dengan semakin memberontak dan mengabaikan tatapan yang semakin banyak tertuju padanya."Maaf, Bu. Tapi biar bagaimanapun kita tidak bisa membuat keributan di sini, apalagi—""Siapa sebenarnya dia? Ibumu?"Suara lain terdengar menginterupsi, membuat Citra semakin kesulitan membasahi tenggorokannya sendiri. Tatapan wanita bertubuh tinggi yang sebenarnya belum pernah ditemuinya itu benar-benar terasa mengintimidasi, apalagi sepertinya wanita tersebut sangat dihormati o
"Kau memang wanita tidak tahu diri, Adelia!"Suara yang terdengar sangat menggelar itu membuat Adelia sedikit mundur. Dengan penjagaan beberapa petugas keamanan yang telah ditugaskan oleh Bisma, ia tetap menarik napas untuk mengumpulkan kesabaran menghadapi amukan mantan mertuanya yang belum juga kunjung padam.Saat ini Adelia memang sedang di luar area kantor untuk kembali menemui ibu kandung Ardi tersebut. Ia menempati janjinya untuk berbicara dengan Nyonya Sri di luar, tepat setelah kepergian Tante Bella yang sebenarnya juga sangat kesal padanya."Pokoknya aku tidak mau tahu, Adelia! Aku mau kau segera mencabut laporanmu itu ke pihak kepolisian! Biar bagaimanapun Ardi telah sangat berjasa pada kehidupanmu yang hanya sebatang kara! Tanpanya, kau mungkin telah luntang-lantung di jalan!" Nyonya Sri kembali menekankan setiap kata-katanya, membuat Citra yang ternyata sedang mengamati dari kejauhan tersenyum tipis."Maaf, Bu. Untuk masalah itu aku tidak bisa. Aku tidak bisa asal mencabut
"Hmm?"Kedua alis tebal Bisma semakin mengerenyit mendengar permintaan Adelia yang amat tiba-tiba. Mulutnya hampir terbuka hendak bertanya, tetapi setelahnya pintu lift terbuka dan membuat wanita itu segera menjauh darinya."Aku hanya sedang ingin keluar saja, Bisma. Tidak ada niatku untuk kabur dari pekerjaan, sungguh!" Adelia segera melangkahkan kakinya lebih cepat, tetapi ke arah lain yang kembali membuat dahi Bisma menekuk ke dalam."Aku ke toilet sebentar, nanti aku segera kembali!""Adelia ...."Dengan langkah terburu-buru Adelia segera menuju ke sebuah ruangan yang tak jauh dari ruangan tempatnya bekerja bersama Bisma. Ia mengabaikan panggilan pria yang nampak terheran-heran dengannya, dan segera mengeluarkan sebuah benda pipih yang sempat tak sengaja ditemuinya tadi pagi."Huh! Maafkan aku, Bisma. Aku terpaksa membohongimu!"***Kringg!Sebuah lonceng kafetaria berbunyi, menandakan pesanan masuk. Seorang yang nampak telah lebih dulu tiba, terlihat menyulut sebatang sebatang ro
Ardi terdiam membeku mendengar ancaman Adelia. Netranya melirik sekitar sesaat, seolah tengah mencari bantuan. Namun sayang pada detik ini ia tak bisa menghindar lagi dari Adelia yang semakin memojokkannya."Sial! Aku benar-benar sudah terjebak!"Ardi bergerak selangkah mundur seraya terus berpikir. Untuk saat ini ia tak bisa asal berbicara lagi, karena ternyata diam-diam Adelia sangat memperhatikan setiap detail yang ada di dirinya.Sepertinya selama ini Ardi telah salah. Wanita yang selama ini dianggapnya bodoh dan tak bisa melakukan apa-apa, ternyata jauh lebih pintar dan bahkan nekat melakukan sesuatu yang sangat di luar dari dugaannya."Kenapa kau hanya diam saja, Mas?" Adelia bertanya dengan sorot matanya yang tak berubah. "Yang aku bilang benar bukan?""Apa maksudmu? Aku—""Kau yang membuat Pak Bisma celaka hari itu, Mas! Aku tahu, dan bahkan aku bisa menunjukkan bukti lainnya!" Adelia semakin menekankan kata-katanya membuat Ardi berpaling sesaat."Agar kau tidak semakin lama m