Hai, semuanya. Cerita "Dihina Mantan Suami, Diratukan Cinta Sejati" rencananya akan tayang setiap hari di jam yang sama nih. Kira-kira kalian ada saran untuk waktunya enggak? Kalau ada, silakan komen dan jangan lupa berikan bintang yaa (◍•ᴗ•◍)❤
Kringg!Suara nyaring alarm yang terdengar bersamaan dengan sorot cahaya matahari membangunkan Adelia dari tidurnya. Dengan matanya yang masih memberat, tubuhnya enggan bergerak. Ingin sekali Adelia kembali terlelap, tetapi sebuah tangan kekar yang tiba-tiba melingkar erat di pinggangnya nyaris membuatnya hampir berteriak."Ternyata dia masih di sini?" bisiknya tak menyangka.Dengan penuh hati-hati, Adelia menggeser posisi tidurnya. Matanya terpaku pada wajah tegas, tampan, dan damai dalam lelapnya. Bibirnya seakan tak bisa berhenti menahan senyum. Wajah yang biasanya penuh ketegasan itu kini benar-benar tampak begitu polos saat ini."Hey, ternyata kau sudah bangun?" Suara berat nan serak tersebut mampu membuat tubuh Adelia seketika terasa tergelitik. "Kau tidur nyenyak semalam?""Ya, cukup nyenyak. Untung kau tidak ....""Tidak apa? Hmm?" Adelia menghentikan kalimatnya saat menyadari apa yang nyaris terlontar dari bibirnya. Menyadari kegugupan wanita itu, Bisma sedikit mengangkat t
"Maaf, seharusnya Anda tidak membuat keributan di tempat ini!"Nyonya Sri semakin mendengkus mendengar perkataan pria muda yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Tanpa takut dan ragu ia melangkah semakin maju, tetapi sayang tertahan karena kemunculan Citra yang juga ikut menahannya."Maaf, Pak Bisma. Sebenarnya saya sudah berusaha mencegahnya, tetapi—""Hei! apa-apaan ini?! Kenapa jadi kau yang minta maaf, Citra?! Mereka yang menyebalkan lebih dulu! Bisa-bisanya mereka memperlakukanku tanpa sopan santun!" Nyonya Sri menyela dengan semakin memberontak dan mengabaikan tatapan yang semakin banyak tertuju padanya."Maaf, Bu. Tapi biar bagaimanapun kita tidak bisa membuat keributan di sini, apalagi—""Siapa sebenarnya dia? Ibumu?"Suara lain terdengar menginterupsi, membuat Citra semakin kesulitan membasahi tenggorokannya sendiri. Tatapan wanita bertubuh tinggi yang sebenarnya belum pernah ditemuinya itu benar-benar terasa mengintimidasi, apalagi sepertinya wanita tersebut sangat dihormati o
"Kau memang wanita tidak tahu diri, Adelia!"Suara yang terdengar sangat menggelar itu membuat Adelia sedikit mundur. Dengan penjagaan beberapa petugas keamanan yang telah ditugaskan oleh Bisma, ia tetap menarik napas untuk mengumpulkan kesabaran menghadapi amukan mantan mertuanya yang belum juga kunjung padam.Saat ini Adelia memang sedang di luar area kantor untuk kembali menemui ibu kandung Ardi tersebut. Ia menempati janjinya untuk berbicara dengan Nyonya Sri di luar, tepat setelah kepergian Tante Bella yang sebenarnya juga sangat kesal padanya."Pokoknya aku tidak mau tahu, Adelia! Aku mau kau segera mencabut laporanmu itu ke pihak kepolisian! Biar bagaimanapun Ardi telah sangat berjasa pada kehidupanmu yang hanya sebatang kara! Tanpanya, kau mungkin telah luntang-lantung di jalan!" Nyonya Sri kembali menekankan setiap kata-katanya, membuat Citra yang ternyata sedang mengamati dari kejauhan tersenyum tipis."Maaf, Bu. Untuk masalah itu aku tidak bisa. Aku tidak bisa asal mencabut
"Hmm?"Kedua alis tebal Bisma semakin mengerenyit mendengar permintaan Adelia yang amat tiba-tiba. Mulutnya hampir terbuka hendak bertanya, tetapi setelahnya pintu lift terbuka dan membuat wanita itu segera menjauh darinya."Aku hanya sedang ingin keluar saja, Bisma. Tidak ada niatku untuk kabur dari pekerjaan, sungguh!" Adelia segera melangkahkan kakinya lebih cepat, tetapi ke arah lain yang kembali membuat dahi Bisma menekuk ke dalam."Aku ke toilet sebentar, nanti aku segera kembali!""Adelia ...."Dengan langkah terburu-buru Adelia segera menuju ke sebuah ruangan yang tak jauh dari ruangan tempatnya bekerja bersama Bisma. Ia mengabaikan panggilan pria yang nampak terheran-heran dengannya, dan segera mengeluarkan sebuah benda pipih yang sempat tak sengaja ditemuinya tadi pagi."Huh! Maafkan aku, Bisma. Aku terpaksa membohongimu!"***Kringg!Sebuah lonceng kafetaria berbunyi, menandakan pesanan masuk. Seorang yang nampak telah lebih dulu tiba, terlihat menyulut sebatang sebatang ro
Ardi terdiam membeku mendengar ancaman Adelia. Netranya melirik sekitar sesaat, seolah tengah mencari bantuan. Namun sayang pada detik ini ia tak bisa menghindar lagi dari Adelia yang semakin memojokkannya."Sial! Aku benar-benar sudah terjebak!"Ardi bergerak selangkah mundur seraya terus berpikir. Untuk saat ini ia tak bisa asal berbicara lagi, karena ternyata diam-diam Adelia sangat memperhatikan setiap detail yang ada di dirinya.Sepertinya selama ini Ardi telah salah. Wanita yang selama ini dianggapnya bodoh dan tak bisa melakukan apa-apa, ternyata jauh lebih pintar dan bahkan nekat melakukan sesuatu yang sangat di luar dari dugaannya."Kenapa kau hanya diam saja, Mas?" Adelia bertanya dengan sorot matanya yang tak berubah. "Yang aku bilang benar bukan?""Apa maksudmu? Aku—""Kau yang membuat Pak Bisma celaka hari itu, Mas! Aku tahu, dan bahkan aku bisa menunjukkan bukti lainnya!" Adelia semakin menekankan kata-katanya membuat Ardi berpaling sesaat."Agar kau tidak semakin lama m
Adelia merasakan punggungnya semakin bersandar pada dinginnya dinding yang ada di belakangnya. Jantungnya berdebar kencang, tetapi ia menolak untuk menunjukkan kelemahan di depan sang mantan suami yang semakin menunjukkan penekanan terhadapnya."Adelia, aku serius. Jangan pernah kau lanjutkan usahamu mencari tahu tentang pria itu atau pun mengaitkannya denganku!" Kilatan di netra Ardi semakin menajam seolah memancarkan ancaman yang nyata.Adelia lantas menarik napasnya panjang, mencoba menenangkan diri. Semakin dalam ia menggali, ternyata semakin banyak rahasia kotor yang tersingkap."Kau pikir aku akan berhenti hanya karena ancamanmu?" Suaranya tiba-tiba terdengar dengan cukup lantang."Aku tidak akan takut pada siapa pun lagi, Mas! Kalau kau pikir aku akan menyerah begitu saja setelah ini, kau salah besar!""Sialan! Kau menantangku?! Kau pikir aku tidak bisa nekat melukai—""Aku tidak peduli!" Adelia segera memotong ucapan Ardi dengan cepat. "Jika kau ingin mengancamku, lakukan saja
Senyum Bisma semakin mengembang melihat tekad Adelia yang begitu bulat. Ia semakin membawa wanita itu masuk ke dalam dekapannya dan memandangnya tanpa henti hingga mampu membuat Adelia salah tingkah dan mengalihkan pandangannya ke arah sekitar."Bisma, kau ... Kenapa kau melihatku seperti itu?" rajuknya pelan terbata-bata."Ini baru seperti Adelia yang kukenal! Aku bangga padamu, Sayang!"Bisma lantas mengusap ujung kepala Adelia dengan lembut, sebelum akhirnya kembali membubuhi beberapa kecupan singkat di sana. Wajah Adelia semakin memerah salah tingkah, tetapi setelahnya kembali menjadi khawatir karena terdengar Bisma mendesis seperti tengah menahan rasa sakit di matanya."Cukup sudah menggodanya, Pak CEO! Sekarang kita harus segera ke rumah sakit untuk mengobati matamu, sebelum kita bisa bersiap-siap untuk menjalankan misi dari Tante Bella nanti!"Tak bisa menolak, akhirnya Bisma pasrah mengikuti kemauan Adelia yang telah sangat khawatir padanya. Sebenarnya perih di matanya ini tak
Tokk! Tokk! Tokk!"Maaf, Bu Adelia. Ini ada titipan paket untuk Ibu."Kehadiran sebuah kotak yang cukup besar membuat dahi Adelia mengerenyit. Ia menatap Bisma sesaat seolah sedang bertanya pada pria itu di dalam hati, sebelum akhirnya mendekat untuk memeriksa langsung paket yang baru saja diantarkan untuknya.Selepas dari rumah sakit untuk memeriksa keadaan Bisma tadi, Adelia dan Bisma memang terpaksa kembali ke kantor untuk melanjutkan urusan pekerjaan mereka yang belum selesai. Beruntung tak ada permasalahan yang serius akibat serangan Ardi di mata Bisma, hingga akhirnya CEO NinatyLux tersebut bisa kembali melanjutkan aktivitasnya meski harus memakai kacamata hitam untuk menutupi matanya yang sedikit memerah."Ini dari siapa ya?" tanya Adelia dengan nada pelan tetapi penuh penasaran."Maaf, Bu. Untuk pengirimannya tidak terlalu dijelaskan di keterangan paket tersebut. Namun kata karyawan yang menerimanya, paket ini dari salah satu orang terdekat ibu.""Salah satu orang terdekat sa
"Harapannya kecil, Ayah. Kata dokter, untuk saat ini kita hanya bisa berharap dan berdoa untuk kebaikan Adelia dan anaknya."Sosok wanita bertubuh tinggi di belakang Oma Nora yang akhirnya menjawab pertanyaan Tuan Brata alias mertuanya sendiri. Setelahnya hening, tak ada lagi percakapan yang terdengar hingga tiba-tiba Oma Nora tak sadarkan diri di atas kursi roda yang ditempatinya."Biar aku yang membawanya ke ruang perawatan, Bella. Kamu dan yang lainnya di sini saja untuk memantau keadaan Adelia," tutur Bunda Alice berusaha tenang di tengah kegentingan suasana ini."Terima kasih, Kak. Tolong kabari aku jika ada sesuatu yang penting."Mengangguk, ibu kandungnya Bisma tersebut segera berjalan ke ruangan lain. Keadaan sekarang benar-benar terasa mendebarkan. Tak ada satu orang pun yang bisa bernapas lega, terlebih saat ini Adelia sedang berada di tengah ambang hidup dan mati.Seperti yang dikatakan oleh Bella tadi, sekarang semuanya hanya bisa terus berdoa dan berharap tentang keselama
"Bagaimana keadaannya, Dok?"Di sisi lain, ada seorang pria yang sedang sangat cemas menunggu kabar baik dari wanita yang kini tengah terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Napasnya masih tak beraturan setelah tadi sempat berlari sekencang mungkin ke tempat ini, begitu pula dengan tangannya yang masih terasa dingin karena rasa panik yang sempat menyerangnya.Bagaimana bisa Agler tak merasakan semua sensasi menegangkan ini? Adelia yang tiba-tiba tak sadarkan diri dengan sesuatu yang mengalir deras di kedua kakinya membuatnya tak bisa banyak berpikir. Tujuannya saat itu hanya satu, yaitu membawa wanita tersebut ke rumah sakit agar bisa segera ditangani oleh dokter."Maaf, Pak. Apa Anda suaminya?" Sang dokter malah balik bertanya hingga membuat cucunya Tuan Brata itu sedikit mengembuskan napasnya dengan berat."Saya ... Kebetulan saya hanya temannya saja, Dok. Dia dan suaminya sudah lama berpisah," ucapnya sedikit terbata-bata mengingat dirinya yang sebenarnya tak tahu apa-apa tent
"Sial! Kenapa jadi semakin rumit seperti ini?!"Tak bisa melakukan apa pun, Bella hanya bisa sesekali berteriak memaki dari dalam kamarnya. Salah satu tangannya kini mencengkram kuat ponselnya. Beberapa saat lalu jari-jemari yang ada di tangan itu sudah mengetikkan cukup banyak kata untuk mencoba menghubungi pria yang baru saja menjadi suaminya selama beberapa Minggu ini, tetapi sayang semua upayanya tersebut sama sekali tak membuahkan hasil."Ken ... Jika kali ini kau benar-benar bermain dengan Adelia, aku tentu tidak akan membiarkanmu pergi ke ujung dunia sekalipun!"Sekali lagi Bella mendengkus seraya menatap sekilas isi kamarnya. Ia mencoba mencari petunjuk yang mungkin saja ditinggalkan oleh suaminya, hingga kedua netranya memicing saat tak sengaja menemukan sesuatu yang memantulkan cahaya dari atas meja riasnya."Flashdisk? Hmm, baiklah. Mari kita lihat apa yang sudah kau simpan di dalam benda kecil ini, Ken. Kau sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal dan sudah melanggar ke
Kedua netra Agler membulat saat menyadari tubuh Adelia yang sudah jatuh tersungkur di atas tanah. Dengan segera ia berusaha menjuhkan Citra dari wanita yang sebenarnya tadi sudah berada di sampingnya itu dan tak ragu lagi untuk mendorongnya dengan kencang, sampai beberapa saat kemudian kedua netranya membulat saat menyadari sesuatu yang kini tengah mengarah kepadanya."Ck! Wanita ini benar-benar gila!" gumamnya mendengkus kesal sebelum akhirnya kembali membantu Adelia untuk berdiri tegak di sampingnya."Dia tidak akan pernah berhenti selagi masih melihatku sadar, Agler. Aku mohon, tolong aku! Aku sebenarnya tak peduli dia menghabisiku saat ini, tetapi aku ingin anak ini selamat!" Adelia berucap dengan terengah dan tubuh yang kembali bergetar saat lagi-lagi Citra menggunakan sebuah benda yang sangat ditakuti olehnya."Kau mau berjalan sendiri ke arahku atau aku yang akan menarikmu, Adelia? Cepatlah pilih karena aku tidak mau membuang-buang waktu lagi!"Citra nampak tak main-main dengan
Suara teriakan dari kejauhan lantas membuat seorang pria yang baru saja mengeluh tersebut mempertajam indra pendengarannya. Dengan perlahan langkahnya kembali maju menelusuri jalan setapak yang entah akan membawa dirinya ke mana. Hingga beberapa menit kemudian, kedua netra kembali membulat saat melihat sebuah mobil hitam yang terparkir di lahan kosong dengan bayangan dua orang perempuan yang sedikit terlihat di sampingnya."Tidak mungkin! Apa salah satu dari wanita di sana adalah Citra? Kalau memang benar Citra, itu berarti wanita yang sedang disiksa olehnya adalah ....""Sial! Tidak mungkin! Apa iya dia berani segila itu pada Adelia?!"Pria itu mengusap wajahnya dengan gusar sambil perlahan kembali bergerak mendekat. Rencananya yang ingin menemui Citra secara langsung akhirnya ia urungkan, karena kini dirinya berpikir akan jauh lebih aman jika wanita itu tak mengetahui keberadaannya lebih dulu.Keputusannya ini sebenarnya bukan untuk mengamankan dirinya. Pria yang sudah semakin jauh
"Bisma! Bisma! Tunggu! Ke mana saja kau ini! Aku sampai pusing mencarimu karena ibuku terus bertanya tentang keberadaanmu dan Adelia!"Tanpa diduga-duga Tante Bella kini berjalan mendekat ke arah Bisma yang baru saja keluar dari area belakang villa. Wajahnya seketika menegang melihat tantenya Adelia tersebut, apalagi wanita itu memasang ekspresi tak ramah yang mana juga terlihat dengan jelas aura kemarahan di sana."Maaf, Tante. Tadi aku—""Tadi aku sudah mencarimu di kamar Adelia! Ternyata sampai lelah tanganku mengetuk pintu, tidak ada satu orang pun yang menyahut dari dalam sana. Katamu tadi Adelia ingin beristirahat di kamarnya bukan? Kenapa sekarang dia tidak ada di sana?" Tante Bella yang belum selesai dengan emosinya kembali berbicara mencecar, hingga tak sadar memotong pembicaraan pria di hadapannya.Dengan berpikir keras, Bisma berusaha mencari cara yang tepat untuk membicarakan keadaan Adelia saat ini. Ia tahu walau sikap sehari-hari Tante Bella pada Adelia terkesan cuek, wa
"Kenapa? Kenapa harus berpura-pura terkejut? Bukankah kau sudah mengetahui kenyataan itu sebelumnya, Mas?"Masih dalam suasana menegangkan, kini Citra dan Ardi saling menatap dalam diam. Sementara Adelia, wanita itu tak bisa berkutik lagi setelah Citra mengucapkan sesuatu yang selama ini sudah dicobanya untuk ditutupi. Napasnya semakin terasa tercekat seiiring dengan kuatnya cengkraman Citra di lehernya, apalagi sesekali wanita itu mengguncangkan tubuhnya saat berbicara dengan emosinya yang kembali meledak.Ya, semuanya akhirnya terbongkar sudah. Adelia sama sekali tak menyangka kalau selama ini Citra sudah diam-diam memata-matainya, hingga akhirnya mengetahui siapa ayah dari anak yang ada di dalam kandungannya ini yang sebenarnya.Sungguh, sebenarnya Adelia tak bisa menerka apa saja yang ada di dalam pikiran wanita itu. Menurutnya, bukankah seharusnya Citra lebih baik menutupi semua ini Ardi? Bagaimana kalau setelah ini pria itu malah menjalankan rencana lain yang sama sekali tak did
"Apa yang kau lakukan, Citra?! Turunkan benda itu!"Suara yang cukup menggelegar terdengar menghentak setelahnya. Bagi Adelia, situasi saat ini benar-benar terasa sangat mencekam. Kedua lututnya rasanya sangat lemas sampai saat ini, seolah ia tak akan mampu lagi berdiri dengan tegap lagi dalam beberapa detik ke depan nanti."Hmm, kau tidak salah mengarahkan itu ke arahku? Bukankah seharusnya kamu menargetkan mantan istrimu tersayang ini?" Citra menyeringai saat menyadari situasi todong menodong yang tengah dirasakannya."Apa yang telah kau katakan, Citra? Jangan berbuat gila! Sekali saja kau menggunakan itu orang lain akan tahu keberadaan kita di sini!" Ardi berbicara menyentak untuk memperingati."Oh, ya? Bukankah itu akan menjadi tontonan yang menarik?"Ardi mendengkus setelah mendengar tanggapan dari kekasihnya. Ia berkali-kali melirik ke arah Adelia yang wajahnya semakin terlihat pucat dan lemas, serta berganti tatapan ke arah Citra yang tengah berusaha memainkan kendali dengan uc
Kedua netra Citra saat ini sudah semakin terlihat menyalang ke arah Adelia. Andai saja di belakang kepalanya bisa mengeluarkan asap, mungkin sekarang asap tersebut sudah membumbung tinggi ke atas membuat udara di sekitar semakin panas seiiring dengan terbakarnya amarah yang ada di dalam dada.Kedua tangannya semakin terkepal erat di masing-masing sisi tubuhnya, seiiring dengan derap langkah yang semakin terdengar. Citra kembali maju henda menyerang Adelia dengan menarik rambut panjangnya lebih dulu. Namun sebelum itu semua terjadi, Adelia tentu tak hanya diam saja. Dengan secepat mungkin wanita yang tengah berbadan dua tersebut membenturkan ujung kepalanya tepat di wajah Citra, hingga tak sampai beberapa detik kemudian wanita itu terdengar mengaduh kesakitan sembari memegangi hidungnya yang sedikit mengeluarkan noda merah."Aku tidak tahu hal apa yang membuatmu sampai nekat melakukan penculikan ini padaku, Citra. Seharusnya kalau kau sudah tahu siapa diriku sebenarnya, kau harus lebih